Mayra membuka matanya perlahan. Mencoba merasakan udara sekeliling yang familier dan juga nyaman. Meskipun rasa perih menjalar di sekujur tubuhnya, Mayra memejamkan matanya lagi. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Ingatannya rasanya kabur. Mayra hanya ingat bahwa pertemuannya dengan Jaya, klien terakhir yang membuatnya tersiksa. Setelah itu, semuanya hilang. Lenyap dan menghilang.
Mayra menatap sekelilingnya. Dia saat ini berada dalam kamarnya di rumah pribadinya. Entah siapa yang membawa Mayra ke rumah. Bagaimana dia bisa disini juga Mayra tidak peduli."Nduk, sudah sadar?" Parfum seorang wanita samar-samar tercium ke seluruh penjuru kamar, berpadu dengan aroma dari pewangi ruangan otomatis yang menyemprotkan wangi vanila setiap 10 menit sekali.Mayra membuka matanya kembali dan mendapati Nona Lolita yang tersenyum dengan ramah ke arahnya sambil membawa secangkir teh dan sepiring makanan."Sudah, Nona, saya ....."Mayra hendak duduk ketika ternyata tubuhnya tidak mengizinkan untuk itu. Raut wajah Mayra sendiri mengernyit menahan sakit yang tiba-tiba menerjang ke seluruh tubuhnya."Jangan bergerak, Mayra." Nona Lolita berkata dengan buru-buru sambil meletakkan nampan yang dibawanya ke atas nakas."Saya tidak enak, Nona Lolita melayani saya,"Tidak ada asisten rumah tangga di rumah Mayra. Hanya ada Mayra saja di rumah dengan type minimalis tersebut. Keluarga Mayra sendiri berada jauh di kampung yang terletak puluhan kilometer dari tempat Mayra mencari sesuap nasi."Kerja yang bagus, May, tapi maaf, sampai membuatmu seperti ini!" kata Nona Lolita menyesal. Meskipun pendapatan yang dihasilkannya besar, mengetahui salah satu anggota timnya merasakan kesakitan seperti ini, cukup membuat nona Lolita trenyuh dan iba. Ternyata memang benar kata pepatah, ada harga mahal yang harus dibayar untuk mendapatkan kesuksesan.Mayra menggelengkan kepalanya pertanda dia tidak mempermasalahkan apa yang dialaminya. Ini sudah menjadi resikonya. Nona Lolita sendiri hanya menjembatani saja. Keputusan akhir ada di tangan Mayra sendiri. Mayra mau atau tidak mengambil klien yang ditawarkan kepadanya.Nona Lolita tersenyum lebar, pemasukan dari Tuan Jaya kali ini memang tergolong sangat besar. Sudah sepantasnya juga Mayra mendapatkan bagian yang besar juga."Saya sudah mengirim 200 juta ke rekeningmu, May, saya akan merawatmu sementara disini!" kata nona Lolita lagi sambil tersenyum."Tidak perlu, Nona Lolita. Luka kecil seperti ini pasti juga akan sembuh dalam hitungan hari, Nona Lolita jangan khawatir. Terima kasih banyak,""Tidak, jangan ditolak ya, atau bagaimana kalau saya panggilkan saja suster untuk merawatmu?" Nona Lolita memberikan usul lagi. Karena dia tahu, Mayra pasti merasa tidak enak kepadanya. Diantara keenam kupu-kupu malam yang ada di timnya, bisa dibilang Mayra adalah yang paling pendiam, paling penurut, paling baik hati. Mayralah yang paling segalanya dari semua gadis di bawah asuhannya. Maka dari itu rasanya tidak berlebihan juga jika Nona Lolita menaruh perhatian lebih kepada Mayra. Jangan sampai salah satu asetnya itu merasa tidak puas dan meninggalkan tim mereka."Tidak apa-apa, Nona Lolita, saya bisa langsung menghubungi Nona kalau saya membutuhkan sesuatu, lagipula, letak rumah kita tidak jauh bukan?" kata Mayra lagi menenangkan.Mayra pasti tidak akan bisa bergerak bebas kalau ada Nona Lolita disini. Meskipun mereka adalah partner, tetapi tidak sedekat itu. Mayra tetaplah type pendiam dan tidak akan nyaman bila di rumahnya ada orang lain. Keluarganya pun jarang berkunjung kesini. Mayra lebih suka mengunjungi mereka daripada harus dikunjungi. Tentu kalian semua tahu alasannya bukan?Akhirnya, setelah berfikir untuk beberapa saat dan penolakan Mayra yang semakin jelas, nona Lolita memutuskan untuk pulang saja. Tempat tinggalnya memang tidak jauh dari rumah Mayra, hanya berbeda lima rumah saja."Tapi janji ya, jika ada apa-apa, harus segera hubungi saya!""Dokter pribadi Tuan Jaya juga sudah memberikan obat untuk pereda nyeri. Semua sudah saya siapkan. Minum segera setelah makan. Nanti, saya akan kemari lagi.""Tidak, Nona, saya bisa sendiri. Percaya sama saya!" Mayra tetap bersikeras agar dirinya tidak ditemani, apapun yang terjadi. Kecuali jika ada kejadian gawat yang tidak bisa ditanganinya sendiri, maka Mayra baru butuh bantuan."Kalau begitu, saya kunci pintunya dari luar saja ya, May, dengan kunci cadangan. Nanti kalau kamu sudah bisa beraktifitas, saya kembalikan.""Iya, Nona Lolita, terima kasih banyak.""Kalau begitu biar nanti Bik Yem yang akan kirim makan malam.""Tapi, kamu bisa makan sendiri, May?" tanya Nona Lolita sekali lagi memastikan."Bisa, Nona, sungguh saya bisa. Nona jangan khawatir!"Setelah memastikan kunci pintu sudah berada dengan aman di nakas yang terletak di sebelah ranjang Mayra, nona Lolita pun bergegas pergi meninggalkan Mayra.Sepeninggal nona Lolita, Mayra memejamkan mata lagi. Hembusan udara dingin yang keluar dari penyejuk udara didalam kamar sungguh melegakan hatinya. Paling tidak, bisa sedikit mendinginkan pikirannya yang penuh dengan gelora. Gelora ingin segera bebas dari pekerjaan seperti ini. Siapa yang ingin berkubang dosa dengan melakukan hal gila ini? tidak ada! semua wanita pasti tidak ingin terjerumus di dalam pekerjaan seperti ini. Namun, bagaimana lagi? Keadaan. Dan juga ekonomi. Lagi-lagi faktor ekonomi yang menjadi akar pernasalahannya. Itu memang benar dan itulah kenyataannya.Mayra bahkan belum meminum satupun dari obat yang ditunjukkan oleh nona Lolita, tetapi kenapa mata Mayra rasanya ingin terpejam saja.Rasa nyeri masih menjalar di sekujur tubuhnya, tetapi itu bisa terabaikan oleh rasa berat yang menggelayuti netranya."Kenapa aku mengantuk sekali?" gumam Mayra lirih.Tidak! Mayra tidak boleh tertidur dulu. Bagaimanapun dia harus mengisi perut untuk memulihkan keadaannya terlebih dahulu. Jangan biarkan kejadian semalam mengoyak kewarasannya.Sebelum meraih nampan yang berisi makanan, Mayra terlebih dahulu meraih ponselnya yang untungnya terletak di atas nakas yang sama. Puluhan pesan dari teman satu timnya yang menanyakan tentang keadaan Mayra hanya sekilas dibacanya tanpa ingin dibalas Mayra. Karena Mayra tahu, mereka pasti hanya ingin sekedar menanyakan mengenai hal yang lain saja. Mayra sudah paham.Ada sebuah notifikasi yang menunjukkan bukti dana masuk sebesar 200 juta ke rekeningnya. Mayra tersenyum sinis, banyak sekali hasil kerjanya semalam. Meskipun hanya beberapa jam saja. Namun, tentu saja harus dibayarnya dengan setimpal. Rasa sakit, ketakutan, dan juga mungkin trauma ke depannya."Sebanding dengan apa yang terjadi padaku!"Ada pesan dari nomer yang tidak dikenalnya. Pesan itu mengatakan bahwa ada hadiah khusus yang ada di lemari pakaiannya, tersembunyi di dalam gaun tidur berwarna salem yang masih baru. Mayra mengerutkan kening karena tidak mengetahui siapa pengirim pesan tersebut.Mayra hanya melirik sekilas ke arah almari pakaiannya, tetapi tidak tertarik sama sekali untuk mencari tahu lebih jauh lagi.Dering ponsel yang begitu tiba-tiba membuat Mayra terlonjak. Namun, dengan cepat menguasai dirinya dan tersenyum ketika mengetahui siapa yang menghubunginya.Mayra menutup ponselnya dengan hati gundah. Yang menghubungi Mayra tadi adalah sang Ibu tercinta. Ibunya menghubunginya seperti biasa meminta uang untuk biaya pengobatan ayah mereka. Mayra melihat ponselnya untuk memeriksa rekeningnya dan setelah itu bergegas mengirimkan uang sebesar 20 juta kepada sang ibu.Mayra menghela nafas lagi. Apapun yang dipikirkannya tidak bisa merubah kenyataan dan fakta bahwa memang Mayra memerlukan uang. Jadi satu-satunya jalan yang harus dilakukannya memang masih ada di jalan ini. Namun, dengan siksaan yang dilakukan salah satu pelanggannya kemarin, sepertinya Mayra harus memutuskan lagi untuk meneruskan pekerjaannya ini atau tidak. Apakah Mayra akan sanggup bertahan? Mayra sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi di kehidupannya kali ini. Sungguh membuat dilema, tetapi mau bagaimana lagi? Mayra juga membutuhkan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Pengobatan sang ayah yang harus cuci darah setiap dua minggu sekali menyebabkan Mayra tidak pikir panjang lagi
Jaya melihat foto Mayra sambil tersenyum. Perasaannya membuncah seketika dan langsung teringat Mayra dengan hati bahagia. Sejak pertama melihat gadis itu, Jaya yakin telah jatuh hati pada Mayra. Bahkan dia nekat menyelidiki kehidupan Mayra. Tidak ada yang membuat Jaya lebih terkejut selain ketika mendapati bahwa Mayra berprofesi sebagai kupu-kupu malam. Namun, semua itu tidak menyurutkan perasaannya kepada Mayra. Jaya dengan nekat meminta kepada Nona Lolita agar Mayra sendiri yang melayaninya. Sungguh, semua menjadi indah. Perasaannya sungguh berharga. Jaya sudah jatuh cinta kepada Mayra sejak pandangan pertama. Tidak ada yang bisa mengubah perasaannya itu. Meskipun profesi Mayra sendiri sebagai seorang kupu-kupu malam.Entah sejak kapan, perasaan Jaya menjadi sebuah obsesi. Dia memang benar-benar sudah jatuh cinta. Tidak pernah ada seorang pun wanita yang membuat Jaya seperti ini. Perasaannya sungguh melambung tinggi. Dia akan secepatnya memberi tahu Mayra mengenai perasaannya ini.
"Maaf sebelumnya, Tuan Jaya. Gadis yang tuan pilih sebelumnya tidak pernah melakukan pelayanan yang diluar batas kewajaran, jadi saya takut kalau Mayra tidak bisa membuat anda puas, Tuan," ujar Lolita dengan menampilkan senyum yang menawan."Tidak masalah, biar aku yang mengajarinya," jawab Jaya dengan senyuman dingin."Saya akan pastikan dulu kepada Mayra, Tuan. Apakah Tuan bisa menunggu?" tanya Lolita. Masa bodoh dengan semua bisnisnya. Dia tidak akan mengedepankan uang sekarang. Perasaan Mayra juga harus dia tanyakan terlebih dahulu."Lima menit, kalau lima menit tidak ada jawaban, aku bisa membuat bisnis anda hancur, Nona Lolita!" kata Jaya Mahendra dingin.Lolita mengangguk dan segera beranjak keluar, tentu saja dia tidak ingin Jaya mendengar apa yang dibicarakannya nanti. Hanya lima menit, tidak mengapa, dia hanya perlu waktu dua menit."May, untunglah kau segera mengangkat!" Lolita menghela nafas lega begitu Mayra mengangkat sambungannya."Ada apa, Nona Lolita?"Segera lolita m
Jaya terkesiap mendengar pertanyaan sang Ibu. Namun, hanya sekejab saja, karena Jaya begitu pandai menyembunyikan perasaannya. Kanaya Arinda hanya menyunggingkan senyum sinis melihat ekspresi terkejut Jaya. Hanya sepintas, tetapi Kanaya sudah melihatnya."Apa yang ada dalam pikiranmu, Jaya?""Selama ini ibu memberikan kebebasan penuh kepadamu untuk memuaskan kebutuhanmu dengan semua wanita itu! Tapi jangan gunakan perasaanmu!" Kanaya mulai memberi nasehat. Sedikit kejam, tetapi harus dia utarakan. Dia tidak akan rela keluarga Mahendra dimasuki oleh wanita malam. Jaya hanya terdiam membisu. Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya. Nanti kalau sudah saatnya, maka pasti dia akan melontarkan pembelaan. Bukan sekarang, belum waktunya."Kalau ayahmu tahu bahwa kau sudah mulai bermain dengan perasaan, pasti ayah akan marah besar! Sudahkah kau pikir semuanya, Jaya?" "Kenapa kau hanya diam? Semua yang Ibu katakan benar bukan?" tanya Kanaya lagi. Meskipun merasa kesal kepada Jaya yang
Mayra mengeliat pelan. Hari masih gelap ketika dia membuka mata, tetapi sayup-sayup suara kokok ayam sudah terdengar dari kejauhan. Sedikit tertatih, dia menuju ke kamar mandi. Melihat dengan helaan nafas panjang bekas luka cambukan yang sudah terlihat samar sekarang. "Mayra, semangat! Ini bukanlah akhir dunia. Masih banyak yang bisa dilakukan!" Mayra menatap cermin dan memberi sugesti kepada dirinya sendiri.Banyak yang Mayra pikirkan, tetapi rasa ngilu di tubuhnya membuat Mayra harus mengenyahkan sementara beban pikirannya. Hari ini meskipun masih terasa nyeri, Mayra harus bekerja. Dia harus menghubungi nona Lolita segera. Ada seribu rencana jangka panjang yang sudah tergambar dalam benaknya. Bekerja dengan giat dan penuh semangat menjadi awal dari semua rencananya tersebut.Suara bel yang berdering menggugah kesadaran Mayra yang sedang melamun."Jam enam. Siapa yang datang sepagi ini?" Segera Mayra berjalan ke arah ruang tamu. Bel itu berbunyi semakin sering, pertanda tamu Mayra
Mayra seketika menggigil mengetahui bahwa Jaya Mahendra menginginkannya kembali. Namun, tujuan Mayra dan rencana jangka panjangnya berkelebat. Membuat Mayra menyingkirkan semua perasaan takutnya."Harga diri? Rasa sakit? Tidak, May! Kamu bisa menanggung itu semua!" ucap Mayra di depan cermin.Entah kenapa Jaya menginginkannya lagi? Ataukah memang Mayra memberikan kepuasan tersendiri untuk Jaya? "Sudahlah, Mayra Anjani! Kapan lagi kau akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam?" Kembali Mayra bergumam.Mayra menghembuskan nafas panjang. Sebenarnya apa yang dia cari? Uang tentu saja! Tabungannya dirasa masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga besarnya. Jadi, Mayra akan mengerahkan keringat sampai tetes terakhir untuk mengumpulkan uang. Keringat yang bercampur dengan darah rasanya sangat tepat untuk menyatakan kondisinya saat ini.Taxi online membawa Mayra ke sebuah rumah di pinggiran kota, berbeda dengan pertemuan yang lalu, kali ini Jaya meminta untuk berte
Sejak kedatangan Mayra, Jaya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Fantasinya menguar, memenuhi benaknya dengan bayangan liar."Jangan dulu, Jaya! Jangan buat Mayra menangis atau takut melihatmu!" gumam Jaya.Dia sudah melihat sorot mata ketakutan yang terpancar dari sinar mata Mayra tadi. Jaya tentu tidak ingin rencananya berantakan. Dia harus segera menjelaskan kepada Mayra. Kalau perlu mereka segera menikah."May," desisnya lirih melihat Mayra yang tertidur pulas di atas kursi panjang yang memang diletakkan di samping kolam renang.Dadanya bahkan berdegub kencang ketika melepas jaket Mayra perlahan. Hanya bersentuhan seperti ini saja, fantasi Jaya sudah berkembang liar. Dia harus cepat. Jaya tidak ingin ada orang lain lagi yang menyentuh Mayra. Tidak seorang pun yang boleh melakukan hal itu kecuali dia seorang.Jaya mengamati deretan lemari putih yang mengelilingi ruang ganti pakaiannya. Lemari yang memang khusus disiapkan Jaya untuk semua pakaian Mayra. Bukan hanya gaun semata. Tas
Mayra tidak berani menjerit ketika suhu air mulai berubah menjadi panas. Benar! Bukan kolam air hangat yang menjadi tempat berendam mereka sekarang. Bukan air panas yang tinggi suhunya, tetapi air yang perlahan-lahan meningkat gelombang panasnya."Jangan menjerit! Aku akan menambah suhunya kalau kau menjerit!" bisik Jaya tepat di telinga Mayra.Mayra hanya mengangguk, tidak berani bersuara. Sebentar lagi mungkin dia akan melepuh. Tepat ketika badan Mayra sepertinya akan pingsan, bersamaan dengan itu pula Jaya mengangkat tubuh Mayra dan meletakkannya di tepi kolam. Perlahan, Mayra menghembuskan nafas lega. Hembusan angin malam bisa sedikit memudarkan rasa sedikit terbakar yang dirasakan Mayra. Hanya perasaan Mayra semata, karena sepertinya Jaya tahu apa yang harus dilakukannya."Panas, May?" tanya Jaya tersenyum.Senyum itu kembali lagi. Seketika Mayra bergidik melihatnya. Senyum yang sama ditampakkan Jaya ketika menyiksanya beberapa waktu lalu.Tidak apa, May! Bukankah ini yang haru