Mayra seketika menggigil mengetahui bahwa Jaya Mahendra menginginkannya kembali. Namun, tujuan Mayra dan rencana jangka panjangnya berkelebat. Membuat Mayra menyingkirkan semua perasaan takutnya."Harga diri? Rasa sakit? Tidak, May! Kamu bisa menanggung itu semua!" ucap Mayra di depan cermin.Entah kenapa Jaya menginginkannya lagi? Ataukah memang Mayra memberikan kepuasan tersendiri untuk Jaya? "Sudahlah, Mayra Anjani! Kapan lagi kau akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam?" Kembali Mayra bergumam.Mayra menghembuskan nafas panjang. Sebenarnya apa yang dia cari? Uang tentu saja! Tabungannya dirasa masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga besarnya. Jadi, Mayra akan mengerahkan keringat sampai tetes terakhir untuk mengumpulkan uang. Keringat yang bercampur dengan darah rasanya sangat tepat untuk menyatakan kondisinya saat ini.Taxi online membawa Mayra ke sebuah rumah di pinggiran kota, berbeda dengan pertemuan yang lalu, kali ini Jaya meminta untuk berte
Sejak kedatangan Mayra, Jaya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Fantasinya menguar, memenuhi benaknya dengan bayangan liar."Jangan dulu, Jaya! Jangan buat Mayra menangis atau takut melihatmu!" gumam Jaya.Dia sudah melihat sorot mata ketakutan yang terpancar dari sinar mata Mayra tadi. Jaya tentu tidak ingin rencananya berantakan. Dia harus segera menjelaskan kepada Mayra. Kalau perlu mereka segera menikah."May," desisnya lirih melihat Mayra yang tertidur pulas di atas kursi panjang yang memang diletakkan di samping kolam renang.Dadanya bahkan berdegub kencang ketika melepas jaket Mayra perlahan. Hanya bersentuhan seperti ini saja, fantasi Jaya sudah berkembang liar. Dia harus cepat. Jaya tidak ingin ada orang lain lagi yang menyentuh Mayra. Tidak seorang pun yang boleh melakukan hal itu kecuali dia seorang.Jaya mengamati deretan lemari putih yang mengelilingi ruang ganti pakaiannya. Lemari yang memang khusus disiapkan Jaya untuk semua pakaian Mayra. Bukan hanya gaun semata. Tas
Mayra tidak berani menjerit ketika suhu air mulai berubah menjadi panas. Benar! Bukan kolam air hangat yang menjadi tempat berendam mereka sekarang. Bukan air panas yang tinggi suhunya, tetapi air yang perlahan-lahan meningkat gelombang panasnya."Jangan menjerit! Aku akan menambah suhunya kalau kau menjerit!" bisik Jaya tepat di telinga Mayra.Mayra hanya mengangguk, tidak berani bersuara. Sebentar lagi mungkin dia akan melepuh. Tepat ketika badan Mayra sepertinya akan pingsan, bersamaan dengan itu pula Jaya mengangkat tubuh Mayra dan meletakkannya di tepi kolam. Perlahan, Mayra menghembuskan nafas lega. Hembusan angin malam bisa sedikit memudarkan rasa sedikit terbakar yang dirasakan Mayra. Hanya perasaan Mayra semata, karena sepertinya Jaya tahu apa yang harus dilakukannya."Panas, May?" tanya Jaya tersenyum.Senyum itu kembali lagi. Seketika Mayra bergidik melihatnya. Senyum yang sama ditampakkan Jaya ketika menyiksanya beberapa waktu lalu.Tidak apa, May! Bukankah ini yang haru
"Mayra Anjani, maukah kau menikah denganku dan menjadi ibu dari anak-anakku kelak?" Jaya memandang manik mata Mayra. Sepertinya halusinasi Mayra semakin bertambah parah sekarang! Dia harus memeriksakan telinganya dengan segera ke dokter."May, apakah kau mau?" kata Jaya kembali, menegaskan apa yang dia katakan.Jadi yang dikatakan Jaya bukan khayalan atau surga telinga semata! Itu memang kenyataannya. Mayra termangu, kembali menatap wajah tampan Jaya. Ada keseriusan yang terpancar dari wajah itu.Meskipun hanya dalam mimpi, Mayra sama sekali tidak pernah membayangkan ada seorang pria yang akan memintanya untuk menikah.Jaya mengajaknya untuk menikah? Dia dilamar dalam posisi seperti ini? Dengan masih ada bayang-bayang kesakitan yang mendera. Apakah ini sebuah permintaan atau hanya permainan semata? Mayra akan mengetahuinya segera."Tuan Jaya, anda pasti sangat lelah! Mari kita tidur!" kata Mayra lembut. Tangannya membelai rambut Jaya dan mengusapnya pelan. Mereka masih bergelung dala
Perjalanan ke daerah asal Mayra memerlukan waktu sekitar tiga jam perjalanan dengan bis. Setelah keluar dari rumah Jaya, Mayra bergegas menuju taxi online yang memang sudah dipesannya sebelum keluar rumah.Sepanjang perjalanan, Mayra memejamkan mata, berusaha merafalkan doa yang dia masih hafal. Semata-mata agar pikirannya yang kalut bisa lebih tenang."Ibu!" teriak Mayra lirih ketika melihat sang ibu duduk terpekur di samping tempat tidur ayahnya."May! Kamu sudah datang, May?""Iya, Bu. Bagaimana keadaan ayah, Bu?""Sudah lebih baik, tetapi kita tidak boleh lengah, May.""Kau pasti lelah sekali! Maaf, Ibu menganggu tidurmu, May!""Ibu bicara apa? Mayra tidak ada masalah, Bu. Ibu yang harus beristirahat."Mayra melihat wajah ibunya yang terlihat kuyu dan lelah. Badan ibunya terlihat lebih kurus dibandingkan waktu Mayra bertemu keluarganya terakhir kali."Bu, kenapa ayah dirawat di kamar ini?" tanya Mayra. Memindai kamar perawatan ayahnya. Terlihat dua ranjang yang masih kosong, tidak
"Tuan Jaya?" desis Mayra lirih ketika melihat siapa yang memanggilnya.Jaya segera berlari menghampiri Mayra yang hendak masuk ke dalam mobil."Tidak perlu masuk, May!" kata Jaya tegas."Kenapa, Tuan?" tanya Mayra polos. Padahal tadi dia sudah memutar akalnya agar bisa segera keluar dari situasi yang cukup menyulitkan, tetapi ketika Jaya memintanya untuk pergi, kenapa dia masih menanyakannya? Dasar Mayra bodoh! tegur suara hatinya jauh di dalam sana.Mayra juga sekilas melihat bagaimana sikap kedua pria berbadan kekar yang menghadangnya tadi. Kenapa mereka hanya diam saja? Dari gestur mereka, bisa dikatakan bahwa dua orang pria itu merasa segan terhadap Jaya."Pergilah kalian. Bilang kepada ibu Ratu bahwa Mayra tidak akan bertemu dengan beliau!""Dan juga kepada anda, Nona Martha!" ucap Jaya kepada wanita berpakaian modis yang keluar dari mobil."Tolong sampaikan kepada ibu agar jangan coba mengganggu Mayra. Aku tidak akan tinggal diam!" Setelah mengatakan itu, Jaya menarik tangan May
Hembusan angin pagi menerpa wajah Mayra yang masih terpaku dengan pernyataan yang keluar dari bibir Jaya."Maaf, Tuan. Anda harus beristirahat. Saya permisi dulu!" kata Mayra cepat. Dia harus segera kembali ke tempat ayah dan ibunya sebelum Jaya melantur semakin jauh.Jaya menarik tangan Mayra yang melewatinya dan mendekatkan tubuhnya. Mayra kembali panik, dan melihat sekeliling mereka dengan sudut penglihatannya. Jantungnya bertalu-talu dengan keras. Lebih dominan karena takut ada orang yang melihat posisi mereka. Meskipun profesinya sebagai kupu-kupu malam, hal itu hanyalah sebagai pekerjaan saja. Inilah sifat asli Mayra. Dia akan kaku ketika berinteraksi sedikit mesra di depan umum."Tuan, jangan begini! Tidak enak jika dilihat orang!" kata Mayra akhirnya.Jaya tetap bergeming, raut wajahnya kembali dingin tidak memperdulikan perkataan Mayra."Begini, Tuan Jaya. Kita akan bicara. Tapi ijinkan saya untuk ke kamar ayah saya dulu. Tiga jam saja! Kemudian kita akan bertemu di restoran
Mayra tetap menatap wajah Jaya dengan teguh. Tekadnya sudah bulat. Dia tidak akan menerima Jaya. Lagipula, apa yang Jaya lihat dari diri Mayra?Dia hanya seorang Kupu-Kupu Malam. Hanya seorang yang memberi kepuasan saja. Tidak lebih. Abaikan kelainan Jaya, Mayra bukan menitikberatkan pada hal itu. Satu hal yang pasti, banyak rencana yang ada di dalam benak Mayra dan Jaya bukan salah satu dari rencana itu."Terima kasih untuk minumannya, Tuan Jaya. Saya permisi dulu!" pamit Mayra yang diabaikan oleh Jaya. Bahkan Jaya masih menatap kosong jauh di belakang Mayra. Seolah-olah menganggap Mayra tidak ada di sana. Mayra menghela nafas panjang. Dia tidak peduli. Pasti setelah ini semua, Jaya akan baik-baik saja. Mayra yakin akan hal itu. Keluarganya lebih membutuhkan Mayra saat ini. Keberadaan seorang Jaya Mahendra akan membuat pikirannya lebih terbebani lagi.Setelah meninggalkan Jaya yang masih terlihat patah hati, Mayra berjalan perlahan menuju rumah sakit. Mayra memang sengaja tidak naik