Jaya tersenyum dan memeluk Mayra dari belakang dengan mesra. Dia sama sekali tidak peduli dengan adanya Madam Sonia yang masih berada di hadapan mereka."Apa maksudnya, Sayang?" tanya Mayra kepada Jaya."Apa tadi yang aku dengar? Kamu mengatakan bahwa ada yang tidak boleh aku tahu. Ah! Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku, Sayang." Jaya dengan lembut bertanya kepada Mayra. Madam Sonia yang mendengar pertanyaan Jaya hanya bisa tersenyum kaku. Mayra tersenyum lembut dan menangkap tangan Jaya lalu menariknya kehadapannya dengan penuh kelembutan."Sayang, kau pasti mendengarnya hanya sepotong saja. Tapi ... memang benar ada yang aku rahasiakan darimu," kata Mayra menatap Jaya dengan jenaka. Jaya kembali memandang Mayra dengan gemas. Kalau tidak ada Madam Sonia disana, pasti dia akan menggendong Mayra ke kamar mereka dan melucuti pakaiannya langsung. Apalagi ekspresi Mayra sungguh membuatnya menahan sesuatu yang bergelora di dalamnya."Sayang!" tegur Mayra keras, melihat Jaya yang te
"Bagaimana, kamu puas, Sayang?" tanya Jaya membelai pipi Mayra dengan lembut. Dengan sayup, bibir Mayra menyunggingkan seulas senyum manis kepada Jaya. Apa yang harus dikatakan Mayra? Tidak puas? Kecewa? Tidak suka? Tentu saja tidak itu semua. Bisa-bisa Mayra pulang hanya tinggal nama saja jika berani melakukan hal itu. Jaya tertawa terbahak-bahak melihat senyum yang tersungging di bibir Mayra. Sudah waktunya untuk bermain lagi. Senyum dingin mulai terukir di bibir Jaya. Senyum yang membuat Mayra sedikit menyesal menerima tawaran Nona Lolita kali ini.Jaya mengeluarkan sesuatu dari dalam tas hitamnya. Tas yang selalu dibawanya kemanapun dia pergi. Tidak ada yang menyangka bahwa didalam tas itu ada benda-benda aneh yang selalu dibawa Jaya kemanapun dia pergi.Jaya mengeluarkan cambuk yang berwarna hitam kecoklatan itu dengan netranya yang memandang nyalang ke Mayra disertai dengan tatapan yang penuh nafsu.Dengan semangat yang berkobar kembali, Jaya memegang cambuknya dan melecutkan ke
Mayra membuka matanya perlahan. Mencoba merasakan udara sekeliling yang familier dan juga nyaman. Meskipun rasa perih menjalar di sekujur tubuhnya, Mayra memejamkan matanya lagi. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Ingatannya rasanya kabur. Mayra hanya ingat bahwa pertemuannya dengan Jaya, klien terakhir yang membuatnya tersiksa. Setelah itu, semuanya hilang. Lenyap dan menghilang.Mayra menatap sekelilingnya. Dia saat ini berada dalam kamarnya di rumah pribadinya. Entah siapa yang membawa Mayra ke rumah. Bagaimana dia bisa disini juga Mayra tidak peduli. "Nduk, sudah sadar?" Parfum seorang wanita samar-samar tercium ke seluruh penjuru kamar, berpadu dengan aroma dari pewangi ruangan otomatis yang menyemprotkan wangi vanila setiap 10 menit sekali.Mayra membuka matanya kembali dan mendapati Nona Lolita yang tersenyum dengan ramah ke arahnya sambil membawa secangkir teh dan sepiring makanan."Sudah, Nona, saya ....." Mayra hendak duduk ketika ternyata tubuhnya tidak mengizinkan
Mayra menutup ponselnya dengan hati gundah. Yang menghubungi Mayra tadi adalah sang Ibu tercinta. Ibunya menghubunginya seperti biasa meminta uang untuk biaya pengobatan ayah mereka. Mayra melihat ponselnya untuk memeriksa rekeningnya dan setelah itu bergegas mengirimkan uang sebesar 20 juta kepada sang ibu.Mayra menghela nafas lagi. Apapun yang dipikirkannya tidak bisa merubah kenyataan dan fakta bahwa memang Mayra memerlukan uang. Jadi satu-satunya jalan yang harus dilakukannya memang masih ada di jalan ini. Namun, dengan siksaan yang dilakukan salah satu pelanggannya kemarin, sepertinya Mayra harus memutuskan lagi untuk meneruskan pekerjaannya ini atau tidak. Apakah Mayra akan sanggup bertahan? Mayra sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi di kehidupannya kali ini. Sungguh membuat dilema, tetapi mau bagaimana lagi? Mayra juga membutuhkan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Pengobatan sang ayah yang harus cuci darah setiap dua minggu sekali menyebabkan Mayra tidak pikir panjang lagi
Jaya melihat foto Mayra sambil tersenyum. Perasaannya membuncah seketika dan langsung teringat Mayra dengan hati bahagia. Sejak pertama melihat gadis itu, Jaya yakin telah jatuh hati pada Mayra. Bahkan dia nekat menyelidiki kehidupan Mayra. Tidak ada yang membuat Jaya lebih terkejut selain ketika mendapati bahwa Mayra berprofesi sebagai kupu-kupu malam. Namun, semua itu tidak menyurutkan perasaannya kepada Mayra. Jaya dengan nekat meminta kepada Nona Lolita agar Mayra sendiri yang melayaninya. Sungguh, semua menjadi indah. Perasaannya sungguh berharga. Jaya sudah jatuh cinta kepada Mayra sejak pandangan pertama. Tidak ada yang bisa mengubah perasaannya itu. Meskipun profesi Mayra sendiri sebagai seorang kupu-kupu malam.Entah sejak kapan, perasaan Jaya menjadi sebuah obsesi. Dia memang benar-benar sudah jatuh cinta. Tidak pernah ada seorang pun wanita yang membuat Jaya seperti ini. Perasaannya sungguh melambung tinggi. Dia akan secepatnya memberi tahu Mayra mengenai perasaannya ini.
"Maaf sebelumnya, Tuan Jaya. Gadis yang tuan pilih sebelumnya tidak pernah melakukan pelayanan yang diluar batas kewajaran, jadi saya takut kalau Mayra tidak bisa membuat anda puas, Tuan," ujar Lolita dengan menampilkan senyum yang menawan."Tidak masalah, biar aku yang mengajarinya," jawab Jaya dengan senyuman dingin."Saya akan pastikan dulu kepada Mayra, Tuan. Apakah Tuan bisa menunggu?" tanya Lolita. Masa bodoh dengan semua bisnisnya. Dia tidak akan mengedepankan uang sekarang. Perasaan Mayra juga harus dia tanyakan terlebih dahulu."Lima menit, kalau lima menit tidak ada jawaban, aku bisa membuat bisnis anda hancur, Nona Lolita!" kata Jaya Mahendra dingin.Lolita mengangguk dan segera beranjak keluar, tentu saja dia tidak ingin Jaya mendengar apa yang dibicarakannya nanti. Hanya lima menit, tidak mengapa, dia hanya perlu waktu dua menit."May, untunglah kau segera mengangkat!" Lolita menghela nafas lega begitu Mayra mengangkat sambungannya."Ada apa, Nona Lolita?"Segera lolita m
Jaya terkesiap mendengar pertanyaan sang Ibu. Namun, hanya sekejab saja, karena Jaya begitu pandai menyembunyikan perasaannya. Kanaya Arinda hanya menyunggingkan senyum sinis melihat ekspresi terkejut Jaya. Hanya sepintas, tetapi Kanaya sudah melihatnya."Apa yang ada dalam pikiranmu, Jaya?""Selama ini ibu memberikan kebebasan penuh kepadamu untuk memuaskan kebutuhanmu dengan semua wanita itu! Tapi jangan gunakan perasaanmu!" Kanaya mulai memberi nasehat. Sedikit kejam, tetapi harus dia utarakan. Dia tidak akan rela keluarga Mahendra dimasuki oleh wanita malam. Jaya hanya terdiam membisu. Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya. Nanti kalau sudah saatnya, maka pasti dia akan melontarkan pembelaan. Bukan sekarang, belum waktunya."Kalau ayahmu tahu bahwa kau sudah mulai bermain dengan perasaan, pasti ayah akan marah besar! Sudahkah kau pikir semuanya, Jaya?" "Kenapa kau hanya diam? Semua yang Ibu katakan benar bukan?" tanya Kanaya lagi. Meskipun merasa kesal kepada Jaya yang
Mayra mengeliat pelan. Hari masih gelap ketika dia membuka mata, tetapi sayup-sayup suara kokok ayam sudah terdengar dari kejauhan. Sedikit tertatih, dia menuju ke kamar mandi. Melihat dengan helaan nafas panjang bekas luka cambukan yang sudah terlihat samar sekarang. "Mayra, semangat! Ini bukanlah akhir dunia. Masih banyak yang bisa dilakukan!" Mayra menatap cermin dan memberi sugesti kepada dirinya sendiri.Banyak yang Mayra pikirkan, tetapi rasa ngilu di tubuhnya membuat Mayra harus mengenyahkan sementara beban pikirannya. Hari ini meskipun masih terasa nyeri, Mayra harus bekerja. Dia harus menghubungi nona Lolita segera. Ada seribu rencana jangka panjang yang sudah tergambar dalam benaknya. Bekerja dengan giat dan penuh semangat menjadi awal dari semua rencananya tersebut.Suara bel yang berdering menggugah kesadaran Mayra yang sedang melamun."Jam enam. Siapa yang datang sepagi ini?" Segera Mayra berjalan ke arah ruang tamu. Bel itu berbunyi semakin sering, pertanda tamu Mayra