Kehidupan rumah tangga Alia dan Darma terusik oleh sikap manis dan genit Babysitter bayi mereka yang pada akhirnya Darma pun terjerat oleh BabySitter yang bernama Nadia itu. Tak butuh waktu lama, kebusukan akan cepat terungkap. Dengan lihay-nya Alia lantas mengetahui skandal yang terjadi antara suami dan babysitternya itu. Alih-alih berubah, Darma justru lebih membela Nadia dihadapan istri sahnya. Hal itu membuat Alia murka dan melakukan hal di luar dugaan kedua orang tersebut. Tak disangka, Nadia yang disangka selembut sutra nyatanya bisa berubah garang dan seakan menantang Alia selaku mantan manjikannya. Nadia masih berusaha menduduki serta menguasai semua milik Alia. Namun, tak semudah itu untuk Nadia menjadi seperti Alia. Banyak hal dan kejadian yang menyelimuti perjalanan mereka bertiga, termasuk hadirnya kisah masalalu Alia yang bernama Irvan. Irvan, sosok lelaki masalalu Alia yang belum selesai, kiji hadir kembali, membuat Alia semakin bimbang.
View MoreSkandal BabySister dan Suamiku
..
[Pah, jangan lupa pulang cepet, ya. Aku sudah tidak sabar honeymoon denganmu]
Kedua alisku bertaut ketika membaca pesan keluar di ponsel Nadia yang masih menyala kepada nomor asing. Bukankah Nadia belum menikah? Tapi kenapa pesannya seperti itu?
"Eh, maaf, Bu. Tadi saya masih siap-siap," celetuk Nadia mengagetkanku.
Hari ini dia ijin libur selama satu minggu, katanya ada urusan keluarga yang tidak bisa di tinggalkan. Tak masalah, aku bisa minta tolong ibu untuk menjaga Arkan selama dia tidak ada karena pekerjaanku juga tidak bisa ditinggalkan untuk menjaga jagoan kecilku dengan Mas Darma.
"Nad, kamu udah nikah?"
Seketika Nadia terpaku, lalu menggaruk kepalanya asal.
"Iy-iya, Bu. Maaf tidak mengabari, soalnya acaranya mendadak, kemarin waktu saya cuti dua hari itu," jawabnya polos.
Beruntung sekali aku memiliki BabySister sepertinya, karena Nadia bukan tipe orang yang suka macam-macam. Dia aku ambil dari yayasan, kesibukanku sebagai pemilik resto menjadikanku tidak bisa mengurus Arkan sendirian.
"Oh ... Terus ceritanya ini mau honeymoon? Kenapa? Kok nggak jujur aja, sih?"
"Hehe ... Saya takut Ibu sama Bapak marah gara-gara ini."
Aku tertawa, BabySisterku ini memang ada-ada saja. Mana mungkin aku marah hanya karena dia menikah?
"Lucu kamu Nadia. Yaudah, nih aku tambahin uang saku kamu. Mau honeymoon kemana, sih? Gaya banget kamu pakai honeymoon," ledekku sembari menyerahkan dua puluh lembar uang seratus ribuan.
Ya tidak masalah ... Hitung-hitung uang itu untuk ganti amplopku waktu dia menikah kemarin.
Kedua mata Nadia berbinar, lalu menerima uang itu dengan senyum lebar di bibirnya. "Wah. Terimakasih, Bu. Maaf saya merepotkan," ucapnya dengan menundukkan kepala.
"Nggak apa-apa. Udah bilang Bapak? Siapa tahu nanti ditambahin uang transport kamu," kataku dengan meraih Arkan dari ranjangnya.
Nadia terdiam, sepertinya dia sedang sibuk bersiap-siap. "Em ... Iya nanti saya bilang, Bu."
Aku mengangguk, lalu berniat membawa Arkan keluar kamarnya dan menghubungi Mas Darma yang masih ada di kantor. Tak biasanya hari jumat seperti ini dia pulang terlambat.
"Oh iya, Nad. Tadi kamu mau honeymoon kemana? Siapa tahu Mas Darma punya uang lebih buat beliin kamu tiket sama suami kamu," ucapku ketika sampai di ambang pintu.
"Ke-ke Bali, Bu ...."
Sekali lagi aku menganggukkan kepala. Aku memang bukan tipe orang yang perhitungan, selama orang itu baik padaku maka aku pun bisa lebih baik padanya. Dab biasanya, Mas Darma selalu mendukungku dalam hal itu.
Gegas aku keluar, mencari ponselku dan menghubungi Mas Darma untuk membicarakan hal ini. Rasanya tidak enak saja, melihat Nadia telah menikah tanpa sepengetahuan kami.
Namun, belum sempat aku menekan nomor telepon Mas Darma, suara deru mobilnya telah kudengar di luar sana. Syukurlah, aku tidak perlu repot-repot menghubunginya.
Gegas kuhampiri suamiku yang masih ada di teras, lalu mengajaknya masuk dan duduk di ruang tamu. Pasti dia lelah sehabis pulang kerja.
"Mas, ternyata Nadia udah nikah, loh. Terus hari ini dia mau libur ternyata mau honeymoon. Kamu ada uang lebih nggak, Mas? Belikan dia tiket lah, kasihan," kataku dengan Arkan yang ada di gendonganku.
Mas Darma diam sejenak, lalu memandangku tepat saat Nadia telah keluar dengan satu koper kecil di tangannya. Sepertinya dia telah siap hendak berangkat.
"Mau honeymoon kemana?"
"Ke Bali, Pak," jawab Nadia singkat.
Kulihat mereka saling berpandangan, tapi sedetik kemudian Nadia lantas menundukkan kepala. Dia anak baik, sopan, semoga saja mendapatkan suami yang baik pula.
Mas Darma kemudian mengambil dompetnya, lalu mengeluarkan uang yang aku tak tahu jumlahnya kemudian di serahkan kepada Nadia. Suamiku itu juga sepertiku, tidak perhitungan.
"Buat beli tiket," kata Mas Darma sembari menyodorkan uang itu.
Sekali lagi kedua mata Nadia berbinar lalu mengucapkan terimakasih berkali-kali sebelum benar-benar meninggalkan rumahku. Ah, berbagi itu memang indah, semoga saja berkah.
..
Selepas kepergian Nadia, aku menidurkan Arkan di kamarku dan Mas Darma. Niat hati ingin ikut istirahat, karena sepagian ini resto sangat ramai pengunjung. Meskipun pemilik tapi aku juga ikut serta membantu karyawanku yang sedang kerepotan.
"Lho, kamu mau kemana, Mas?" tanyaku saat tiba-tiba Mas Darma telah bersiap dengan baju dan dandanan rapi. Dia juga mengeluarkan koper dan memasukkan beberapa bajunya.
"Aris, Dek. Ngajakin keluar kota sekarang. Katanya mau ada kunjungan kerja di suatu tempat. Mendadak banget, sih. Tapi katanya penting," terang Mas Darma dengan sibuk memasukkan baju-bajunya.
"Nginep, Mas? Berapa hari? Nadya nggak ada, loh. Aku sendirian jaga Arkan, dong." Aku merajuk, tidak rela jika Mas Darma juga tidak ada di rumah.
"Iya ... Katanya butuh waktu berhari-hari. Kamu baik-baik di rumah sama Arkan, ya. Kan ada ibu yang bisa bantu jagain. Nanti aku transfer uangnya buat transport ibu kesini, ya. Udah aku berangkat dulu, Aris udah nunggu di bandara," katanya lagi dengan terburu-buru.
Aku hanya mendengus, lalu mencium punggung tangannya dan mengantarkannya sampai ke pintu depan. Suamiku itu memang orang sibuk, tapi baru kali ini dia meninggalkanku dan Arkan di akhir pekan.
Kurebahkan tubuhku lagi di samping Arkan usai kepergian Mas Darma sembari berselancar disosial media. Di rumah ini hanya tinggal Mbok Nem dengan Ayuk yang menemaniku. Mereka asisten rumah tangga yang kebetulan menginap di rumah ini seperti Nadia.
Tiba-tiba saja kedua mataku membeliak ketika melihat postingan Aris sedang bersama anak dan istrinya di sebuah waterboom ternama di kota kami. Sepertinya dia tengah mengajak keluarga kecilnya berlibur.
Bukannya tadi Mas Darma bilang mau keluar kota dengan Aris? Tapi kenapa Aris ada di waterboom?
Kuketik pesan balasan pada postingannya, rasanya benar-benar ada yang janggal.
[Ris, katanya keluar kota sama Mas Darma. Kok liburan sendiri?]
Sejenak aku menunggu hingga akhirnya pesan balasan pun masuk.
[Keluar kota? Sama Darma? Enggak tuh, Mbak. Justru malah Darma yang ijin padaku mau pergi selama semingguan ini. Aku pikir mau liburan juga denganmu]
Degh!
Kok? Kenapa begini? Apa Mas Darma berbohong?
"Lho. Katanya keluar kota sama Aris, kok kata Aris beda lagi. Ada apa, ya?" gumamku kecil sembari masih fokus pada layar ponsel.
"Bu ... Sebenarnya ada yang ingin saya katakan. Ini mengenai Bapak dan Nadia," ucap Mbok Nem mengagetkanku.
Dua tahun kemudian ...."Selamat Alia atas pernikahanmu," ucap Almira dengan memberiku pelukan hangat.Aku tersenyum, dan membalas pelukannya sedang pengantin lelaki yang ada di sampingku pun ikut tersenyum. Kami sedang menjadi raja dan ratu sehari hari ini, dan harapan kami semoga pernikahan ini akan langgeng hingga tua nanti.Ya, hari ini aku menikah. Menikah untuk kedua kalinya setelah pernikahanku yang pertama gagal karena suamiku lebih memilih babysitter anak kami sendiri. Pernikahan keduaku ini pun tak semudah yang dibayangkan, aku sudah melalui banyak sekali hal yang membuatku jatuh bangun hingga akhirnya aku memantapkan hati untuk menikah dengannya."Satya, selamat ya. Semoga kamu bisa menjadi suami yang baik untuk Alia dan menjadi ayah yang baik untuk Arkan." Lagi, Almira memberi selamat pada kami, terutama pada Satya.Pada akhirnya aku menikah dengan Satya, lelaki yang sudah menemaniku sejak beberapa tahun terakhir ini. Suka duka sudah kami lalui bersama hingga akhirnya kami
"Sudah kubilang, jangan mengumbar cerita masalalu kita kepada oranglain. Aku tidak suka. Lagipula untuk apa kamu menceritakan kisah kita pada Alia? Kita sudah menjadi masalalu, dan aku berhak bahagia juga," tandas Irvan ketus.Aku yang berdiri tak jauh dari mereka bisa mendengar percakapannya dengan sangat jelas. Sengaja, aku ingin mendengar percakapan mereka yang mungkin tak akan diceritakan padaku. Almira adalah sabahat yang baik, Irvan pun demikian. Tak kupungkiri aku pun tidak bisa memihak pada salah satu diantara mereka.Keduanya kuanggap sangat baik meski pada kenyataannya Irvan menyatakan perasaannya padaku. Kupikir ini adalah jalan yang dipilih Tuhan untukku, sebagai pengganti Mas Darma tentunya. Namun jika sekarang kuketahui kenyataan yang seperti ini, apa aku tega untuk bersama Irvan? Sedang tangis Almira saja masih terngiang jelas di kepalaku.Lagipula aku tidak suka dengan sikap Irvan yang seakan menutupi apa yang tengah terjadi di antara kami. Dia sudah membohongi Almira
"Duduklah dulu, mari kita nikmati malam ini dengan sangat santai. Jangan terburu-buru, lagipula kamu juga baru sampai, kan?" tuturku ketika melihatnya sedikit tergesa-gesa dengan perasaannya.Irvan terlihat menggaruk kepalanya, lalu duduk di hadapanku yang terhalang oleh sebuah meja bundar dan penuh dengan lilin serta bunga. Tak kupungkiri, ini terlihat sangat manis dan romantis. Hanya saja lagi-lagi aku seperti tak bisa menikmatinya karena seluruh pikiranku masih tertuju pada Almira. Mungkin aku tak akan tenang sampai aku menanyakan hal itu kepadanya.Semoga saja semua yang kupikirkan mengenai Irvan tak benar, dan semua itu hanya pikiran burukku semata. Bukankah di dunia ini ada banyak orang yang berwajah mirip?"Terimakasih kamu sudah mau datang, Alia," ujar Irvan ketika ia sudah mendudukkan tubuhnya di atas kursinya.Aku tersenyum tipis dengan menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Lagipula aku tak mungkin tidak datang, karena memang ada sesuatu hal juga yang ingin kusampaikan pada
Tak terasa aku sudah menghabiskan waktu selama dua jam bersama Almira. Memang, jika sudah bertemu seperti ini membuat lupa waktu. Perbincangan demi perbincangan hangat kami benar-benar membuat lupa waktu.Almira adalah pribadi yang menyenangkan, dia tidak sombong dan sangat asik ketika diajak berbincang seperti ini. Hanya saja kami jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, terlebih semenjak aku berusaha menyibukkan diri setelah perpisahanku dengan Mas Darma."Alia, makasih ya. Aku seneng banget bisa ngobrol banyak sama kamu," tutur Almira ketika kami hendak berpisah."Nggak usah berterimakasih, aku juga seneng banget bisa ketemu kamu. Setidaknya pertemuan kita kali ini membuatku bisa tertawa lepas," ucapku menimpali.Kami sama-sama tersenyum, lalu bangkit dan hendak meninggalkan meja yang telah kami duduki sejak dua jam yang lalu. Namun perhatianku teralihkan oleh dompet Almira yang terbuka karena jatuh dari tasnya."Al, dompetmu jatuh," ucapku dengan lantas menunduk hendak menga
Sepanjang perjalanan aku sama sekali tidak bisa fokus, karena masih memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Satya. Ya, perbuatan Satya yang mengakuiku sebagai kekasihnya di depan mantan pacarnya membuatku sangat tidak nyaman.Selain aku tidak suka kebohongan, aku juga tidak nyaman dengan sandiwara yang dia mainkan. Bagaimana bisa, dia membawakan sandiwara itu seperti dengan menggunakan hati? Jika tak sengaja aku menggunakan hati juga, apa yang akan dia lakukan?Astaga ... Apa yang aku pikirkan? Tidak mungkin semua itu terjadi karena persahabatanku dengannya sudah terjalin sangat lama. Mana mungkin Satya memiliki perasaan itu padaku, dan juga denganku, aku juga tidak mungkin memiliki rasa itu.Saat ini saja aku tengah gundah dengan perasaan yang baru saja diutarakan oleh Irvan, bagaimana mungkin aku justru menambah beban di dalam hatiku? Rasanya hidupku baru saja tenang selepas dari Mas Darma, lalu apa sekarang aku akan memperkeruhnya lagi dengan perasaan yang mungkin tak nyata in
"Em ... Tapi tidak ada salahnya kan kamu membuka hati lagi? Mana mungkin kamu akan sendiri terus seperti ini?" tandas Satya dengan menatapku dalam.Aku hanya menghela nafas dalam, lalu mengalihkan pandangan. "Eh, lihat. Besok kalau ada waktu luang lagi ajak aku ke sana, ya," kataku dengan menunjuk sebuah restoran yang baru saja buka dan mengadakan diskon besar-besaran untuk makanan utamanya.Sejujurnya, aku hanya ingin mengalihkan pembicaraan karena sebenarnya aku sendiri pun bisa pergi ke sana tanpa Satya. Pembicaraan Satya rasanya sangat menusukku, itulah sebabnya aku memilih untuk mengalihkan pembicaraan.Awalnya Satya terdiam, mungkin dia juga merasa jika sebetulnya aku hanya mengalihkan pembicaraan saja. Namun pada akhirnya dia lantas menyahut perkataanku. "Oh, restoran baru itu, ya? Baik lah, besok kita coba. Kebetulan makanan jepang adalah makanan kesukaanku," tuturnya dengan ikut melihat restoran di depan sana.Lewat ekor mataku, kulihat Satya menatap lekat restoran yang baru
Pertemuanku dengan Irvan benar-benar membuat pikiranku tak bisa kukendalikan. Benar, pikiranku jadi kacau. Bagaimana tidak? Secara terang-terangan dia melamarku setelah perpisahanku dengan Mas Darma baru terjadi.Kuhembuskan nafas dalam, lalu menutup kembali kaca mobil yang sempat kubuka sebelumnya. Hari ini aktivitasku tak terlalu padat, sehingga aku lebih bisa menikmati hari dengan santai.Rencananya setelah ini aku ingin menjalani hariku dengan sangat bahagia. Mengenai Mas Darma dan Nadia aku sudah benar-benar melupakannya dan mengikhlaskan semuanya. Aku yakin di balik ini akan ada balasan yang jauh lebih baik dari apapun.Semua kejadian yang baru saja menimpaku ini memang terasa sangat sakit. Dikhianati oleh orang-orang terdekat seakan aku jatuh ke lembah yang sangat dalam. Orang-orang yang seharusnya menjadi penopang di saat hatiku gundah dan sakit nyatanya hanya bisa menjadi boomerang bagiku. Dengan teganya mereka memporak-porandakan hatiku sedalam ini.Ah, betapa adilnya Tuhan
"Kamu sudah benar-benar mengikhlaskan Darma?" tanya Satya ditengah-tengah kesunyian yang terjadi diantara kami ketika tengah menikmati hidangan di restoran ini.Sejenak aku terdiam, memikirkan bagaimana perasaanku yang sesungguhnya apakah benar bahwa aku telah mengikhlaskan Mas Darma atau belum. Namun, yang kurasakan kini hatiku memang telah benar-benar tak ada Mas Darma lagi."Iya, sudah.""Kamu tidak menyesal memberikan lelakimu kepada seorang BabySitter?"Aku tertawa setelah temanku itu mengatakan demikian. "Kenapa harus menyesal? Biarkan saja, mungkin memang itu yang dia inginkan, Satya."Satya ikut tertawa, lalu kami melanjutkan makan dengan topik pembicaraan yang lain. Bagiku Satya adalah teman yang sangat setia kepadaku karena dia mau tetap berada di sampingku ketika kondisiku benar-benar sedang terpuruk. Hanya Satya yang membantuku kala itu, ketika Mas Darma tengah terpergok bersama Nadia."Besok aku mau ke rumahmu, ada waktu?" tanya Satya ketika kami telah selesai makan."Ada
[Bukan aku yang menginginkanmu miskin, Mas. Tapi kamu sendiri dengan segala kelakuanmu itu.]Rasanya aku sangat puas ketika bisa melihat Mas Darma seperti ini. Setidaknya kini dia bisa menerima pembalasan atas apa yang sudah dilakukannya padaku.Dengan segenap hati aku membantunya dengan ikut bekerja, tapi ternyata apa yang kulakukan hanyalah sebuah kesalahan. Andai saja waktu dapat diputar, aku tidak ingin kejadian ini terjadi padaku.[Persetan dengan semua itu. Bagiku siapa yang bisa membahagiakanku itu lah yang pantas bersanding denganku]Jantungku berdetak sangat cepat ketika kubaca pesan balasan darinya. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu?[Baiklah ... Jalani hidupmu dengan BabySitter itu meski tanpa uang disakumu]Kulempar ponselku asal, lalu kembali merebahkan tubuhku di atas ranjang kamar. Satu-satunya hal yang mampu membuatku bersemangat hanya satu, Arkan.Saat ini aku hanya ingin melihat Mas Darma hancur dan bisa kembali kejalan yang benar. Atau setidaknya aku ingin meliha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments