Home / Fantasi / Sisa Takdir / BAB 1 JEJAK YANG TERHAPUS

Share

Sisa Takdir
Sisa Takdir
Author: Rayna Velyse

BAB 1 JEJAK YANG TERHAPUS

Author: Rayna Velyse
last update Last Updated: 2024-12-08 21:50:43

Hujan deras mengguyur kota tua dengan derasnya. Jalan bebatuan basah memantulkan cahaya lentera yang tergantung disepanjang jalan. Udara malam terasa dingin, membawa aroma tanah basah dan kayu lapuk. Di tengah hiruk pikuk pasar malam yang hampir tutup, seorang pemuda berdiri dibawah naungan bayangannya, nyaris tak terlihat.

Dia adalah Elian, putra bungsu keluarga Silvercrest keluarga terhormat yang kini hanya menjadi dongeng di antara rakyat jelatah. Tubuhnya kurus, hampir terlihat rapuh, dengan wajah pucat yang kontras dengan gelapnya malam. Pakaiannya lusuh dan basah kuyup, menempel erat di tubuhnya yang tidak bertenaga. Namun, dibalik penampilannya yang lemah, ada tatapan tajam dari mata merahnya yang menyala, seperti api yang menolak untuk padam.

Langkah-langkahnya pelan dan tidak stabil, ketika dia melewati pasar malam yang hampir sepi. Lentera-lentera yang tergantung bergoyang tertiup angin, memberikan gambaran sekilas bayangan kondisi tubuhnya yang jauh dari sempurna.

“Kenapa kau masih disini, anak muda?” suara serak seorang pedagang tua terdengar dari salah satu gerobak kecil yang hampir kosong.

Elian menoleh perlahan, matanya menangkap sosok pria berusia paruh baya di balik sebuah gerobak kecil yang hampir kosong. Wajah pria itu tampak letih, tetapi ada kehangatan samar dalam pandangannya.

Elian tersenyum, tangannya yang bergetar merogoh sakunya , memperlihatkan koin perak yang memantulkan cahaya remang-remang. “Aku hanya butuh sesuatu untuk bertahan malam ini,” katanya pelan, hampir tidak terdengar di antara hujan yang berderai.

Pedagan itu menatap tubuh kurus dan pucatnya, lalu menyerahkan sepotong roti keras. “Kau harus menjaga dirimu,” Gumannya. “Kau terlihat seperti angin saja bisa menjatuhkanmu kapanpun."

Elian menerima roti itu dengan tangan yang gemetar dan tersenyum tipis "Terimakasih". Dengan roti ditangan, dia melangkah pergi meninggalkan pasar yang semakin sunyi. Setiap langkahnya sebuah perjuangan untuknya. Bayangan panjang mengikutinya seperti teman setia, meski terasa sepi dan dingin.

Hujan terus mengguyur tubuhnya yang ringkih, membuat dinginya meresap hingga ke tulang. Di balik keremangan kota, ada sesuatu yang bergetar dihatinya, sebuah ingatan yang tak ingin dia hadapi. Wajah-wajah masa lalu muncul dibenaknya, bersama dengan bisikan yang terus menyiksa pikirannya.

“Kau seharusnya mati Elian. Kau bahkan tak pantas hidup."

Dia mengepalkan tangan, kuku-kukunya menancap dalam di kulit telapak tangannya sendiri. Tidak, dia tidak akan menyerah. Elian menolak untuk mempercayai kata-kata itu. Takdirnya belum selesai, tidak sampai dia membalas semua luka yang pernah ditorehkan. Tidak sampai dia menebus penyesalan yang menghantuinya setiap malam.

Langkahnya membawa dia ke gang sempit ujung kota tempat yang gelap dan nyaris terlupakan, tempat segala yang hanya dikenal oleh mereka yang menyembunyikan dosa. Bau apak dan tanah basah menyambutnya. Di sana, dia diam di sebuah pintu tua berdiri, kayunya using dan tertutup rapat, dengan simbol yang familiar terukir di permukaannya.

Elian berhenti sejenak, mengamati ukiran simbol itu dengan mata yang menyipit. Hujan mengalir deras diwajahnya, tapi simbol itu tetap jelas. Lingkaran kasar dengan garis bersilangan ditengah, tanda yang tampak bisa bagi kebanyakan orang. Tapi bagi Elian, itu adalah jejak penghianatan.

Jantungnya berdegup keras. Tangannya terulur, menyentuh permukaan pintu kayu yang dingin dan basah. Sentuhannya membuat ingatan-ingatan lama muncul, seperti potongan-potongan gambar yang buram. Dia bisa melihat wajah-wajah itu lagi orang-orang yang dia pikir bisa dipercaya. Senyum mereka yang hangat, janji-janji yang mereka buat, dan pada akhirnya, penghianatan yang tak termaafkan. Di balik kayu basah ini, segalanya dimulai. Di tempat ini, dia kehilangan segalanya.

Elian menutup matanya menarik napasnya dalam-dalam, mengumpulkan keberanian. Jantungnya berdegup kencang, “Ini hanya permulaan,” Gumannya. Suaranya hampir tenggelam oleh gemuruh hujan. Dengan dorongan kecil, pintu itu mulai terbuka, mengungkapkan kegelapan pekat yang menunggunya di dalam.

Pintu itu bergeser perlahan, mengungkapkan kegelapan pekat yang menunggu didalam. Di balik pintu itu, udara terasa lebih dingin, seolah-olah malam itu sendiri menolak untuk menyentuh tempat ini. Namun, Elian tidak mundur. Dia melangkah masuk, membiarkan kegelapan menyelimuti dirinya sepenuhnya.

Related chapters

  • Sisa Takdir   BAB 2 AKHIR YANG TERLUPAKAN

    Ruangan itu gelap dan pengap, seperti ruangan yang terkurung dalam waktu, semakin kedalam semakin tak setitik cahayapun. Tubuhnya bergetar berusaha untuk terus masuk kedalam, napas Elian memburu cepat. Dia bersandar pada dinding untuk menjaga keseimbangannya, berusaha keras untuk tetap terjaga melawan matanya yang kabur meminta untuk ditutup. Setiap langkah Elian menambahkan beban di tubuhnya yang semakin lemah, dan rasa sakit di dadanya yang semakin mengganggu. Langkahnya kecil meninggalkan jejak air yang menetes dari pakaian lusuhnya yang basah.“Elian…” suara berat memanggil dari sudut ruangan. Azrael, paman yang sangat Elian percaya dan yang seharusnya melindunginya, muncul dari sudut kegelapan. Wajahnya tersenyum licik memancarkan kemenangan yang tak terbantahkan.Elian mengangkat kepalanya, meskipun tubuhnya hampir tidak sanggup lagi untuk bertahan.“Elian, kau kembali?” kata Azrael dengan nada yang penuh dengan penghinaan. “Aku heran kau m

    Last Updated : 2024-12-09
  • Sisa Takdir   BAB 3 KESEMPATAN KEDUA

    Keheningan menyelimuti kegelapan yang tak berujung. Elian merasakah tubuhnya mengambang, sangat ringan. Tidak ada lagi rasa sakit, hanya kehampaan yang membungkusnya seperti kain beludru hitam.“Ini belum selesai…”Suara itu menggema dalam kehampaan. Kali ini lebih jelas, lebih dalam. Elian membuka matanya perlahan, namun yang dia lihat hanyalah kegelapan. “Ah benar aku sudah mati…” pikir Elian. “Elian…” suara itu mengejutkannya kembali, dia menoleh mencari sumber suara itu namun tak juga menemukannya. “Kau memiliki pilihan”Elian mencoba berbicara, namun tidak ada suara yang keluar. Suara itu muncul dalam pikirannya begitu saja “Apa kau ingin kembali?” lanjut suara itu. “Apa kau ingin memperbaiki kesalahanmu?”Kenangan akan keluarganya menghantam Elian seperti badai. Wajah ayahnya yang tegas, senyum lembut ibunya, dan tawa kedua kakaknya. Semua itu kini hanya menjadi kenangan yang diciptakan oleh tangannya sendiri.“Siapa kau?” piki

    Last Updated : 2024-12-09
  • Sisa Takdir   BAB 4 BAYANGAN KEHILANGAN

    Elian terbangun dengan napas tersengal-sengal. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Baju putih yang ia kenakan kini menyatu dengan tubuhnya yang kurus. Kepalanya sangat berat, mimpi buruk yang baru saja ia alami membuatnya terbangun dengan perasaan mual yang menyelubungi tubuhnya. Ia duduk terdiam beberapa saat untuk menenangkan dirinya, namun bayangan ingatan masa lalu yang seperti mimpi buruk itu terus mengganggunya.Pintu kamarnya terbuka pelahan, Ethan masuk dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur serta secangkir teh herbal di tangannya. Elian menatap sosok yang masuk melewati pintu, ekspresinya terkejut. Ethan menatap Elian, saat ini ia melihat Elian yang tengah gelisah, ekspresinya langsung berubah.“Tuan muda, apa anda baik-baik saja?” Ethan bertanya dengan lembut, mengingatkan Elian pada sosok Ethan dimasa lalu. Dimana ia selalu setia disisi Elian, merawat Elian dengan sabar. Dalam sekejap, bayangan kehidupan lalu muncul kembali.Kilas Balik.

    Last Updated : 2024-12-10
  • Sisa Takdir   BAB 5 KEHENINGAN YANG MENGUATKAN

    Malam telah larut ketika Elian membuka matanya. Kegelapan menyelimuti ruangan, diterangi oleh cahaya redup lilin yang diletakkan diatas meja kecil disudut kamarnya. Tubuhnya terasa sedikit lebih baik, meski perutnya masih terasa mual, dan kepalanya terasa berat. Ia mengedarkan pandangannya, matanya segera menangkap sosok Ethan yang duduk di kursi di dekat ranjangnya.Ethan tertidur dengan posisi setengah membungkuk, kepalanya tertopang di kedua lengannya yang diletakkan di tepi ranjang. Wajahnya terlihat letih, tetapi tetap damai, seolah tidak ingin meninggalkan sisi Elian sedetikpun.Dengan hati-hati, Elian mencoba mendorong tubuhnya ke posisi duduk. Namun, gerakannya yang pelan ternyata cukup untuk membangunkan Ethan.Ethan tersentak bangun, matanya segera mencari Elian. “Tuan muda! Anda sudah bangun?” suaranya terdengan lembut, namun khawatir.Elian berhenti sejenak, merasa bersalah telah membangunkan pelayannya, “Maaf…. Aku tidak bermaksud membangu

    Last Updated : 2024-12-10
  • Sisa Takdir   BAB 6 CAHAYA DI TENGAH KEGELAPAN

    Ethan duduk disisi ranjang Elian, memperhatikan wajah tuannya yang masih pucat. Cahaya lilin redup memantulkan bayangannya di dinding kamar, menciptakan suasana tenang, meski hati Ethan jauh dari kata damai. Ketika Elian membuka matanya dan memintanya tetap tinggal, Ethan merasakan ada sesuatu yang berubah dalam diri tuannya. Tatapan mukanya tidak lagi seperti anak muda yang hanya mancari perlindungan. Ada kekuatan, dan tekad yang bersatu dalam pandangan itu, sesuatu yang Ethan belum pernah lihat sebelumny. Malam itu begitu sunyi, hanya ditemani suara api lilin yang berderak kecil. Ingatan masa lalunya kembali membayang, perasaan syukur yang mendalam. Dia masih remaja ketika keluarganya diambang kehancuran. Ayahnya yang bekerja sebagai petani kecil di desa terpencil, terlilit hutang besar akibat gagal panen bertubi-tubi. Para rentenir datang seperti kawanan serigala yang lapar, menuntut pembayaran yang tak mungkin dipenuhi. Ia melihat ibunya menangis tanpa henti, memeluk adik-adikn

    Last Updated : 2024-12-11
  • Sisa Takdir   BAB 7 CAHAYA YANG MEMANDU

    Elian membuka matanya perlahan. Cahaya pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai, menerangi kamarnya yang masih sunyi. Tubuhnya terasa lemah, tetapi ada kehangatan yang membalutnya, seolah ada seseorang yang menjaga disisinya sepanjang malam. Dia menoleh ke samping, tetapi tidak menemukan Ethan di tempat biasanya. Hanya ada kursi kosong dan selimut yang terlipat rapi di dekatnya. Elian menghelan napas, mencoba duduk dengan perlahan. Tubunya masih belum sepenuhnya pulih. Pintu kamar terbuka pelan, Ethan muncul membawa nampan berisi sarapan. Aroma sup hangat dan roti panggang memenuhi ruangan. Ketika melihat Elian sudah bangun, Ethan tersenyum lega. “Selamat pagi, Tuan muda. Anda sudah bangun.” Katanya sambil meletakkan nampan di meja dekat tempat tidur. “Maafkan saya karena meninggalkan Anda. Saya hanya pergi untuk mengambil sarapan.” Elian mengangguk kecil, matanya melembut. “Aku baik-baik saja, terimakasih, Ethan. Kau tidak perlu khawatir.” Ethan membantu Elian duduk dengan

    Last Updated : 2024-12-12
  • Sisa Takdir   BAB 8 LANGKAH AWAL

    Setelah Ethan meninggalkan ruangan, Elian memejamkan matanya sejenak. Pikirannya mengalir begitu saja, memunculkan banyak alur rencana untuk kedepannya. Kekhawatiran akan masa depan menyeruak masuk kedalam pikirannya. Ia tahu bahwa waktunya untuk berdiam diri tidak akan berlangsung lama. Dalam diam, ia menggenggam erat selimut di pangkuannya, mencoba menenangkan debar jantung yang seakan menuntutnya untuk segera bertindak.Suara langkah kaki Ethan yang lembut membangunkan Elian dari derasnya aliran pikirannya. Pemuda itu telah kembali, membawa setumpuk buku dengan berbagai ukuran serta sebuah gulungan peta besar. Di tangannya yang lain, terdapat beberapa lembar kertas kosong dan juga pena. Dengan hati-hati, Ethan meletakkan semuaya di meja kecil di samping tempat tidur Elian.“Ini permintaan anda, Tuan muda.” Kata Ethan.Elian menatapnya dengan penuh rasa terimakasih, “Kau memang yang terbaik, Ethan. Terimakasih.”Ethan tersenyum kecil, tetapi ada kekh

    Last Updated : 2024-12-13
  • Sisa Takdir   BAB 9 JEJAK MASA LALU

    Elian duduk bersandar di tempat tidurnya, matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Udara malam terasa sunyi, hanya sesekali suara angin menggoyangkan ranting di luar jendelanya. Tubuhnya masih lemah, tetapi pikirannya terus bekerja tanpa henti. Dalam keheningan, kilasan masa lalu kembali menghampirinya, memunculkan wajah seorang pemuda yang pernah menjadi salah satu orang yang ia hormati.Caine itu namanya, dia adalah seorang pemuda yang sangat luar biasa, umurnya mungkin 1 tahun lebih tua dari Elian. Dia seorang kesatria pedang yang sangat luar biasa. Kemampuannya dalam bertarung tidak tertandingi di usianya yang muda, bahkan disebut-sebut setara dengan prajurit terbaik kerajaan. Namun, kehidupan tidak selalu bersikap adil. Elian ingat bahwa Caine pernah memikul beban berat yang tidak diketahui siapapun, hutang keluarganya kepada seorang bangsawan kecil.Elian banyak berpikir andai dia yang lebih dulu mengetahui kesulitannya ia akan membantunya dengan lebih

    Last Updated : 2024-12-13

Latest chapter

  • Sisa Takdir   BAB 15 KEPULANGAN DAN SEBUAH PERMINTAAN

    Suara derap roda kereta memenuhi halaman depan kediaman keluarga Silvercrest. Langit mulai gelap berhias bintang, semilir angin mulai mendingin. Elian, yang sedari tadi duduk di ruang tamu bersama Ethan, merasakan jantungnya berdebar lebih cepat saat mendengar suara tersebut. “Mereka sudah pulang,” gumam Elian sambil berdiri dengan cepat. Ethan, yang memperhatikan gerak-gerik tuannya, langsung menyahut dan ikut berdiri dengan nada khawatir. “Tuan muda, tunggu. Jangan buru-buru!” Namun, Elian tidak mendengarkan. Dengan langkah cepat, bahkan hampir seperti berlari, ia menuju pintu utama. Meski tubuhnya lemah dan tampak pucat, semangat di matanya tidak bisa ditahan. Pintu besar terbuka, dan Elian segera melangkah keluar, angin sore menyibakkan rambut hitamnya. “Ayah! Ibu!” panggil Elian masih dengan berlari menghampiri kedua orang tuannya dengan antusias. Lucien yang baru saja turun dari kereta kuda, langsung me

  • Sisa Takdir   BAB 14 KEHANGATAN DI BALIK KUE BUNGA

    Kedai kecil itu di penuhi dengan aroma manis yang begitu menggoda. Elian duduk di kursi kayu sederhana, memperhatikan sepasang suami istri yang sibuk menyiapkan hidangan di dapur kecil mereka. Meskipun suasana riuh di luar, kedai ini menawarkan ketenangan yang sulit ditemukan di tempat lain. Suasana di dalam kedai ini tersa begitu harmonis, dan membuat siapapun merasa nyaman untuk berlama-lama di sini.Tak lama kemudian, sebuah nampan diletakkan di atas meja. Di atasnya, terlihat beberapa potongan kue kecil berbentuk bunga, dengan warna pastel yang lembut dan taburan gula halus di atasnya. Aroma madu dan bunga mawar menyapa indra penciuman Elian, membawa kenangan masa lalunya kembali.“Kue ini disebut dengan Kue bunga, ini adalah hidangan manis yang paling di gemari di kedai ini.” Ujar wanita pemilik kedai dengan senyum ramah, “Padahal tidak ada yang Istimewa dari hidangan ini, awalnya saya hanya mencoba menghidangkannya karena ini makanan favorit anak saya, ternya

  • Sisa Takdir   BAB 13 PERJALANAN KE PASAR

    Pagi itu, sinar matahari lembut menembus jendela besar di kamar Elian, menyinari ruangan dengan kehangatan yang menenangkan. Elian sudah bangun lebih awal, tidak seperti biasanya hari ini dia sangat bersemangat. Ia duduk di tepi tempat tidurnya mengenakan pakaian sederhana namun tetap terlihat elegan, dengan warna lembut yang mempertegas auranya. Ethan berdiri di sampingnya, membantu Elian berpakaian dan memeriksa tas kecil yang telah disiapkan untuk perjalanan mereka ini.“Tuan muda, apa anda yakin akan melakukan perjalanan ini? Anda terlihat lebih lemah dari biasanya.” Tanya Ethan lembut dengan nada cemas, pandangannya penuh perhatian ke arah Elian.Elian tersenyum kecil, berusaha menenangkan pelayannya yang setia. “Aku baik-baik saja Ethan. Hari ini sangat penting, dan aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini.”Ethan menghelan napas, dia tahu tidak ada gunanya berdebat dengan tuannya ini ketika dia sudah memutuskan sesuatu. “Baiklah, Tuan muda. Saya ak

  • Sisa Takdir   BAB 12 PERCAKAPAN DI MEJA MAKAN

    Langkah ringan Elian dan Ronan terdengar di sepanjang jalan yang mengarah ke ruang makan. Lorong-lorong tinggi menghiasi perjalanan mereka. Ukiran-ukiran mahal terpampang di sepanjang jawal, seolah menyapa mereka. Ronan berjalan di samping adiknya, sesekali meliriknya dengan penuh perhatian memastikan bahwa dia baik-baik saja, namun tetap membiarkannya menikmati ketenangan yang ada.Setibanya di ruang makan, mereka melihat Damien yang duduk di meja besar, pandanganya tidak lepas dari tumpukan dokumen di depannya. Begitu melihat Elian dan Ronan datang, Damien segera menoleh, senyuman tulus langsung terukir di wajahnya. Ia berdiri dan mendekat kea rah Elian.“Kak Ronan, Elian! Kalian akhirnya datang,” kata Damien dengan suara ceria. Namun, begitu ia melihat wajah Elian kecemasannya terlihat jelas. “Bagaimana keadaanmu Elian? Aku minta maaf dalam beberapa hari ini tidak bisa mengunjungimu. Banyak sekali tugas yang harus aku selesaikan.”Elian tersenyum kecil,

  • Sisa Takdir   BAB 11 DIBAWAH NAUNGAN POHON BESAR

    Elian masih duduk di bangku taman, membiarkan pikirannya hanyut dalam ketenangan yang rapuh. Semilir angin membawakan aroma bunga yang manis, menyelimuti dirinya dalam suasana yang menenangkan. Namun, jauh di lubuk hatinya, ketenangan itu hanyalah sebuah ilusi yang dapat menghilang kapan saja. Ia menatap lurus ke depan, matanya terpaku pada rerumputan yang bergoyang lembut. Tapi pikirannya melayang jauh.Langkah kaki berat terdengar mendekat, memacah keheningan. Elian menoleh perlahan, melihat sosok tinggi dengan pedang di sampingnya, sosok yang sangat familiar di mata Elian. Senyum tipis berkembang di wajah Elian, ia adalah kakak pertama Elian Ronan Silvercrest. Tubuh Ronan masih dibasahi keringat, rambut hitamnya berantakan, menunjukan bahwa dia baru saja selesai berlatih pedang. Tubuhnya tinggi kekar, dengan pedang panjang yang dia bawa dia tampak keren cukup untuk membuat siapapun jatuh cinta jika melihatnya. Jika saat ini ada seorang wanita mungkin dia akan pingsan mel

  • Sisa Takdir   BAB 10 PENYELIDIKAN ETHAN

    Pagi ini udara terasa jauh lebih hangat, langit biru berhias cahaya mentari pagi yang indah berpadu dengan hembusan angin yang menenangkan. Elian duduk di tepi tempat tidurnya, tangan terlipat di atas selimut. Matanya menatap kosong ke depan, meski pikirannya penuh dengan berbagai hal. Tubuhnya masih lemah, dan meski sudah bisa sedikit bergerak, rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya sering kali membuatnya terdiam. Namun, di tengah rasa sakit itu ada dorongan kuat yang membuatnya ingin keluar dari ruangan kamarnya.Ia sudah cukup lama terkurung dalam kamar ini, hanya terbaring dan berpikir tentang masa lalu yang tak kunjung selesai. Semua yang terjadi, semua yang dia rasakan seolah-olah terus menghantuinya. Caine, keluarga Caine, dan peran Azrael yeng terus menerus menguasai hidupnya. Semua terasa begitu mebebaninya.Elian berusaha menggerakkan kakinya dengan hati-hati, berusaha berdiri meskipun tubuhnya terasa berat. Elian berjalan pelan kearah pintu kamarnya, mem

  • Sisa Takdir   BAB 9 JEJAK MASA LALU

    Elian duduk bersandar di tempat tidurnya, matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Udara malam terasa sunyi, hanya sesekali suara angin menggoyangkan ranting di luar jendelanya. Tubuhnya masih lemah, tetapi pikirannya terus bekerja tanpa henti. Dalam keheningan, kilasan masa lalu kembali menghampirinya, memunculkan wajah seorang pemuda yang pernah menjadi salah satu orang yang ia hormati.Caine itu namanya, dia adalah seorang pemuda yang sangat luar biasa, umurnya mungkin 1 tahun lebih tua dari Elian. Dia seorang kesatria pedang yang sangat luar biasa. Kemampuannya dalam bertarung tidak tertandingi di usianya yang muda, bahkan disebut-sebut setara dengan prajurit terbaik kerajaan. Namun, kehidupan tidak selalu bersikap adil. Elian ingat bahwa Caine pernah memikul beban berat yang tidak diketahui siapapun, hutang keluarganya kepada seorang bangsawan kecil.Elian banyak berpikir andai dia yang lebih dulu mengetahui kesulitannya ia akan membantunya dengan lebih

  • Sisa Takdir   BAB 8 LANGKAH AWAL

    Setelah Ethan meninggalkan ruangan, Elian memejamkan matanya sejenak. Pikirannya mengalir begitu saja, memunculkan banyak alur rencana untuk kedepannya. Kekhawatiran akan masa depan menyeruak masuk kedalam pikirannya. Ia tahu bahwa waktunya untuk berdiam diri tidak akan berlangsung lama. Dalam diam, ia menggenggam erat selimut di pangkuannya, mencoba menenangkan debar jantung yang seakan menuntutnya untuk segera bertindak.Suara langkah kaki Ethan yang lembut membangunkan Elian dari derasnya aliran pikirannya. Pemuda itu telah kembali, membawa setumpuk buku dengan berbagai ukuran serta sebuah gulungan peta besar. Di tangannya yang lain, terdapat beberapa lembar kertas kosong dan juga pena. Dengan hati-hati, Ethan meletakkan semuaya di meja kecil di samping tempat tidur Elian.“Ini permintaan anda, Tuan muda.” Kata Ethan.Elian menatapnya dengan penuh rasa terimakasih, “Kau memang yang terbaik, Ethan. Terimakasih.”Ethan tersenyum kecil, tetapi ada kekh

  • Sisa Takdir   BAB 7 CAHAYA YANG MEMANDU

    Elian membuka matanya perlahan. Cahaya pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai, menerangi kamarnya yang masih sunyi. Tubuhnya terasa lemah, tetapi ada kehangatan yang membalutnya, seolah ada seseorang yang menjaga disisinya sepanjang malam. Dia menoleh ke samping, tetapi tidak menemukan Ethan di tempat biasanya. Hanya ada kursi kosong dan selimut yang terlipat rapi di dekatnya. Elian menghelan napas, mencoba duduk dengan perlahan. Tubunya masih belum sepenuhnya pulih. Pintu kamar terbuka pelan, Ethan muncul membawa nampan berisi sarapan. Aroma sup hangat dan roti panggang memenuhi ruangan. Ketika melihat Elian sudah bangun, Ethan tersenyum lega. “Selamat pagi, Tuan muda. Anda sudah bangun.” Katanya sambil meletakkan nampan di meja dekat tempat tidur. “Maafkan saya karena meninggalkan Anda. Saya hanya pergi untuk mengambil sarapan.” Elian mengangguk kecil, matanya melembut. “Aku baik-baik saja, terimakasih, Ethan. Kau tidak perlu khawatir.” Ethan membantu Elian duduk dengan

DMCA.com Protection Status