Home / Fantasi / Sisa Takdir / BAB 3 KESEMPATAN KEDUA

Share

BAB 3 KESEMPATAN KEDUA

Author: Rayna Velyse
last update Last Updated: 2024-12-09 22:27:16

Keheningan menyelimuti kegelapan yang tak berujung. Elian merasakah tubuhnya mengambang, sangat ringan. Tidak ada lagi rasa sakit, hanya kehampaan yang membungkusnya seperti kain beludru hitam.

“Ini belum selesai…”

Suara itu menggema dalam kehampaan. Kali ini lebih jelas, lebih dalam. Elian membuka matanya perlahan, namun yang dia lihat hanyalah kegelapan. “Ah benar aku sudah mati…” pikir Elian.

“Elian…” suara itu mengejutkannya kembali, dia menoleh mencari sumber suara itu namun tak juga menemukannya. “Kau memiliki pilihan”

Elian mencoba berbicara, namun tidak ada suara yang keluar. Suara itu muncul dalam pikirannya begitu saja “Apa kau ingin kembali?” lanjut suara itu. “Apa kau ingin memperbaiki kesalahanmu?”

Kenangan akan keluarganya menghantam Elian seperti badai. Wajah ayahnya yang tegas, senyum lembut ibunya, dan tawa kedua kakaknya. Semua itu kini hanya menjadi kenangan yang diciptakan oleh tangannya sendiri.

“Siapa kau?” pikir Elian, dan kini suara itu langsung menjawabnya “Aku adalah penjaga takdir yang hilang, dan kau Elian Silvercrest adalah bagian dari takdir yang belum selesai.”

Elian merasakan kemarahan, penyesalan dan kebencian bercampur manjadi satu di dalam dirinya. “Jika aku kembali… apa yang harus kulakukan? Mereka semua sudah mati, dan aku… aku hanya alat Azrael.”

“Jika kau kembali… “ suara itu menjawab “Kau akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki apa yang telah kau hancurkan. Tapi, kau harus menerima harga yang pantas dari sebuah kebangkitan ini”

“Harga?” pikir Elian dengan penuh keraguan.

Sebuah cahaya besar menyelimuti Elian, seakan menghempaskan tubuh elian dengan keras. Tubuhnya terasa berat kembali, napasnya kembali terasa.

Elian terbangun dengan napas memburu, keringat dingin membasahi tubuhnya. Matanya melihat sekeliling, menatap langit-langit kamarnya yang familiar, dihiasi ukiran-ukiran khas keluarga Silvercrest. Dia terkesiap, tangannya meraba dadanya, mencari luka yang seharusnya ada. Tapi, tidak ada apa-apa. “Aku… Kembali?” tanyanya pelan, masih tidak percaya.

Tirai jendela berkibar perlahan ditiup angin pagi, membiarkan sinar matahari masuk dengan lembut. Namun sesuatu terasa berbeda. Tangannya berdenyut dengan rasa sakit yang tajam. Elian melirik ke bawah melihat punggung tangan kirinya, sebuah tanda berbentuk perisai retak terpahat seperti bekas luka bakar, bersinar samar dengan rona merah tua.

“Apa ini?” bisiknya dengan suara serak.

Namun, sebelum ia sempat memikirkan lebih jauh, gelombang mual mendadak menyerangnya. Perutnya melilit, dan tanpa peringatan, ia terbatuk keras sebelum akhirnya memuntahkan cairan berwarna kuning kehijauan dilantai samping tempat tidurnya. Tubuhnya bergetar hebat, keringat dingin membasahi dahinya.

Elian terhuyung, mencoba bangkit dari tempat tidur. Tetapi tubuhnya terlalu lemah, ia kehilangan keseimbangan dan jatuh dengan keras ke lantai.

“Ah…” Elian mengerang, perutnya kembali berkontraksi. Dia mencoba menarik napas dalam-dalam, tetapi rasa mual itu belum juga hilang. Tanda di tangannya bersinar, rasa sakitnya menyebar ke seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba suara lembut namun berwibawa bergema dipikirannya, “Kau telah diberi kesempatan kedua, Elian, tetapi setiap keajaiban memiliki harga. Tanda itu adalah pengingat. Setiap kali kau melangkah melawan takdirmu, tubuhmu akan membayarnya, rasa sakit itu akan menjadi pengingatmu. Kau memang diberi kesempatan kedua, tapi hidup ini tidak lagi hanya milikmu. Pilihanmu akan menentukan segalanya.”

Kata-kata itu lenyap secepat munculnya, meninggalkan Elian dengan rasa dingin yang menjalar di punggungnya. Dia menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa sakit dan kebingungan.

Pintu kamar terbuka dengan suara tergesa-gesa. Sosok ibunya masuk, membawa semangkuk air dan kain basah. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Elian tergeletak dilantai.

“Elian! Apa yang kau lakukan? Kau seharusnya istirahat!” katanya sambil mendekati Elian, meletakkan mangkuk di meja kecil.

Elian menatap wajah yang begitu ia rindukan. Itu ibu, wanita lembut yang penuh kasih sayang. Sosok yang selama ini muncul sebagai bayangan samar dalam kenangan buruknya. Dadanya terasa sesak dan air matanya tiba-tiba mengalir dengan deras.

“Ibu…” bisiknya. Dengan sisa tenaganya, ia merangkak mendekat, lalu memeluk ibunya dengan erat sambil menangis dengan kencang. “Maafkan aku ibu… Maaf… aku tidak tahu apa yang aku lakukan.”

Ibunya terkejut, tapi dengan cepat berlutut dan meraih tubuh Elian, memeluknya erat. “Elian, apa yang kau bicarakan? Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kau jatuh sakit, Nak. Kami semua sangat khawatir.” Suara ibunya lembut dan penuh kasih, menenangkan hati Elian.

Elian memeluknya lebih erat, seperti anak kecil yang mencari perlindungan “Aku tidak layak… aku tidak pantas mendapatkah kasih sayang ini.” Gumanya diantara isak tangis.

Wajah Elian kini memerah, tubuhnya terasa panas. Langkah-langkah cepat terdengar mendekat. Ayah Elian, bersama kakak pertama dan kakak keduanya muncul diambang pintu. Wajah mereka penuh dengan kekhawatiran. Ayahnya segera mendekati Elian, membungkuk untuk membantu anaknya duduk di tempat tidur.

“Elian, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?” tanyanya dengan nada khawatir. Napas Elian memburu, tubunya panas.

Kakak pertama Elian dengan wajah tegasnya melangkah kedepan “Kau seharusnya tidak memaksakan diri. Tubuhmu masih terlalu lemah. Kami semua khawatir.”

Sementara itu kakak kedua Elian, dia segera memeriksa kondisi Elian, memeriksa suhu tubuh Elian, dan memperhatikan wajah pucat adiknya yang memerah. “Demam tinggi…” katanya dengan raut wajah khawatir. “Kau harus banyak istirahat Elian.”

Tiba-tiba, Elian merasa perutnya kembali bergejolak. Tanpa peringatan, ia muntah lagi. Kali ini lebih banyak cairan yang keluar, membuat tubuhnya semakin lemah. Ibunya terkejut dan segera mengusap mulut Elian dengan kain basah.

“Aku… Maaf…” Elian terisak, mencoba berbicara meski mulutnya terasa asam. “Aku… akan memperbaiki semuanya.”

Ayahnya meskipun cemas, tetap berusaha tenang. Perlahan membantu Elian berbaring. “Apa yang kamu bicarakan? Elian, kita akan melalui ini bersama. Kau hanya perlu beristirahat.”

Ibunya perlahan menggenggam tangan Elian dengan lembut. “Kami semua ada disini sayang, jangan merasa sendirian.”

Elian perlahan menutup matanya, perlahan terlelap. Kehangatan sekitar sangat menenangkannya. Entah apa yang dulu merasukinya, hingga ia tak bisa melihat kasih sayang yang begitu besar ini.

Malam itu, setelah keluarganya meninggalkan kamar untuk membiarkannya beristirahat. Elian memandangi tanda di tangannya. Tanda perisai retak itu bersinar samar di kegelapan, mengingatkan bahwa hidupnya kini memiliki Batasan baru. “Bayaran untuk kesempatan ini…” pikirnya.

Dengan napas dalam, ia mengepalkan tangannya. “Aku tidak tahu siapa yang memberiku kesempatan ini, tetapi aku tidak akan meyia-nyiakannya. Aku akan melindungi keluarga ini, apapun harganya, aku tidak akan membiarkan takdir mengambil mereka dariku lagi.” Ucapnya dalam hati.

Related chapters

  • Sisa Takdir   BAB 4 BAYANGAN KEHILANGAN

    Elian terbangun dengan napas tersengal-sengal. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Baju putih yang ia kenakan kini menyatu dengan tubuhnya yang kurus. Kepalanya sangat berat, mimpi buruk yang baru saja ia alami membuatnya terbangun dengan perasaan mual yang menyelubungi tubuhnya. Ia duduk terdiam beberapa saat untuk menenangkan dirinya, namun bayangan ingatan masa lalu yang seperti mimpi buruk itu terus mengganggunya.Pintu kamarnya terbuka pelahan, Ethan masuk dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur serta secangkir teh herbal di tangannya. Elian menatap sosok yang masuk melewati pintu, ekspresinya terkejut. Ethan menatap Elian, saat ini ia melihat Elian yang tengah gelisah, ekspresinya langsung berubah.“Tuan muda, apa anda baik-baik saja?” Ethan bertanya dengan lembut, mengingatkan Elian pada sosok Ethan dimasa lalu. Dimana ia selalu setia disisi Elian, merawat Elian dengan sabar. Dalam sekejap, bayangan kehidupan lalu muncul kembali.Kilas Balik.

    Last Updated : 2024-12-10
  • Sisa Takdir   BAB 5 KEHENINGAN YANG MENGUATKAN

    Malam telah larut ketika Elian membuka matanya. Kegelapan menyelimuti ruangan, diterangi oleh cahaya redup lilin yang diletakkan diatas meja kecil disudut kamarnya. Tubuhnya terasa sedikit lebih baik, meski perutnya masih terasa mual, dan kepalanya terasa berat. Ia mengedarkan pandangannya, matanya segera menangkap sosok Ethan yang duduk di kursi di dekat ranjangnya.Ethan tertidur dengan posisi setengah membungkuk, kepalanya tertopang di kedua lengannya yang diletakkan di tepi ranjang. Wajahnya terlihat letih, tetapi tetap damai, seolah tidak ingin meninggalkan sisi Elian sedetikpun.Dengan hati-hati, Elian mencoba mendorong tubuhnya ke posisi duduk. Namun, gerakannya yang pelan ternyata cukup untuk membangunkan Ethan.Ethan tersentak bangun, matanya segera mencari Elian. “Tuan muda! Anda sudah bangun?” suaranya terdengan lembut, namun khawatir.Elian berhenti sejenak, merasa bersalah telah membangunkan pelayannya, “Maaf…. Aku tidak bermaksud membangu

    Last Updated : 2024-12-10
  • Sisa Takdir   BAB 6 CAHAYA DI TENGAH KEGELAPAN

    Ethan duduk disisi ranjang Elian, memperhatikan wajah tuannya yang masih pucat. Cahaya lilin redup memantulkan bayangannya di dinding kamar, menciptakan suasana tenang, meski hati Ethan jauh dari kata damai. Ketika Elian membuka matanya dan memintanya tetap tinggal, Ethan merasakan ada sesuatu yang berubah dalam diri tuannya. Tatapan mukanya tidak lagi seperti anak muda yang hanya mancari perlindungan. Ada kekuatan, dan tekad yang bersatu dalam pandangan itu, sesuatu yang Ethan belum pernah lihat sebelumny. Malam itu begitu sunyi, hanya ditemani suara api lilin yang berderak kecil. Ingatan masa lalunya kembali membayang, perasaan syukur yang mendalam. Dia masih remaja ketika keluarganya diambang kehancuran. Ayahnya yang bekerja sebagai petani kecil di desa terpencil, terlilit hutang besar akibat gagal panen bertubi-tubi. Para rentenir datang seperti kawanan serigala yang lapar, menuntut pembayaran yang tak mungkin dipenuhi. Ia melihat ibunya menangis tanpa henti, memeluk adik-adikn

    Last Updated : 2024-12-11
  • Sisa Takdir   BAB 7 CAHAYA YANG MEMANDU

    Elian membuka matanya perlahan. Cahaya pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai, menerangi kamarnya yang masih sunyi. Tubuhnya terasa lemah, tetapi ada kehangatan yang membalutnya, seolah ada seseorang yang menjaga disisinya sepanjang malam. Dia menoleh ke samping, tetapi tidak menemukan Ethan di tempat biasanya. Hanya ada kursi kosong dan selimut yang terlipat rapi di dekatnya. Elian menghelan napas, mencoba duduk dengan perlahan. Tubunya masih belum sepenuhnya pulih. Pintu kamar terbuka pelan, Ethan muncul membawa nampan berisi sarapan. Aroma sup hangat dan roti panggang memenuhi ruangan. Ketika melihat Elian sudah bangun, Ethan tersenyum lega. “Selamat pagi, Tuan muda. Anda sudah bangun.” Katanya sambil meletakkan nampan di meja dekat tempat tidur. “Maafkan saya karena meninggalkan Anda. Saya hanya pergi untuk mengambil sarapan.” Elian mengangguk kecil, matanya melembut. “Aku baik-baik saja, terimakasih, Ethan. Kau tidak perlu khawatir.” Ethan membantu Elian duduk den

    Last Updated : 2024-12-12
  • Sisa Takdir   BAB 8 LANGKAH AWAL

    Setelah Ethan meninggalkan ruangan, Elian memejamkan matanya sejenak. Pikirannya mengalir begitu saja, memunculkan banyak alur rencana untuk kedepannya. Kekhawatiran akan masa depan menyeruak masuk kedalam pikirannya. Ia tahu bahwa waktunya untuk berdiam diri tidak akan berlangsung lama. Dalam diam, ia menggenggam erat selimut di pangkuannya, mencoba menenangkan debar jantung yang seakan menuntutnya untuk segera bertindak.Suara langkah kaki Ethan yang lembut membangunkan Elian dari derasnya aliran pikirannya. Pemuda itu telah kembali, membawa setumpuk buku dengan berbagai ukuran serta sebuah gulungan peta besar. Di tangannya yang lain, terdapat beberapa lembar kertas kosong dan juga pena. Dengan hati-hati, Ethan meletakkan semuaya di meja kecil di samping tempat tidur Elian.“Ini permintaan anda, Tuan muda.” Kata Ethan.Elian menatapnya dengan penuh rasa terimakasih, “Kau memang yang terbaik, Ethan. Terimakasih.”Ethan tersenyum kecil, tetapi ada kekh

    Last Updated : 2024-12-13
  • Sisa Takdir   BAB 9 JEJAK MASA LALU

    Elian duduk bersandar di tempat tidurnya, matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Udara malam terasa sunyi, hanya sesekali suara angin menggoyangkan ranting di luar jendelanya. Tubuhnya masih lemah, tetapi pikirannya terus bekerja tanpa henti. Dalam keheningan, kilasan masa lalu kembali menghampirinya, memunculkan wajah seorang pemuda yang pernah menjadi salah satu orang yang ia hormati.Caine itu namanya, dia adalah seorang pemuda yang sangat luar biasa, umurnya mungkin 1 tahun lebih tua dari Elian. Dia seorang kesatria pedang yang sangat luar biasa. Kemampuannya dalam bertarung tidak tertandingi di usianya yang muda, bahkan disebut-sebut setara dengan prajurit terbaik kerajaan. Namun, kehidupan tidak selalu bersikap adil. Elian ingat bahwa Caine pernah memikul beban berat yang tidak diketahui siapapun, hutang keluarganya kepada seorang bangsawan kecil.Elian banyak berpikir andai dia yang lebih dulu mengetahui kesulitannya ia akan membantunya dengan lebih

    Last Updated : 2024-12-13
  • Sisa Takdir   BAB 10 PENYELIDIKAN ETHAN

    Pagi ini udara terasa jauh lebih hangat, langit biru berhias cahaya mentari pagi yang indah berpadu dengan hembusan angin yang menenangkan. Elian duduk di tepi tempat tidurnya, tangan terlipat di atas selimut. Matanya menatap kosong ke depan, meski pikirannya penuh dengan berbagai hal. Tubuhnya masih lemah, dan meski sudah bisa sedikit bergerak, rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya sering kali membuatnya terdiam. Namun, di tengah rasa sakit itu ada dorongan kuat yang membuatnya ingin keluar dari ruangan kamarnya.Ia sudah cukup lama terkurung dalam kamar ini, hanya terbaring dan berpikir tentang masa lalu yang tak kunjung selesai. Semua yang terjadi, semua yang dia rasakan seolah-olah terus menghantuinya. Caine, keluarga Caine, dan peran Azrael yeng terus menerus menguasai hidupnya. Semua terasa begitu mebebaninya.Elian berusaha menggerakkan kakinya dengan hati-hati, berusaha berdiri meskipun tubuhnya terasa berat. Elian berjalan pelan kearah pintu kamarnya, mem

    Last Updated : 2024-12-14
  • Sisa Takdir   BAB 11 DIBAWAH NAUNGAN POHON BESAR

    Elian masih duduk di bangku taman, membiarkan pikirannya hanyut dalam ketenangan yang rapuh. Semilir angin membawakan aroma bunga yang manis, menyelimuti dirinya dalam suasana yang menenangkan. Namun, jauh di lubuk hatinya, ketenangan itu hanyalah sebuah ilusi yang dapat menghilang kapan saja. Ia menatap lurus ke depan, matanya terpaku pada rerumputan yang bergoyang lembut. Tapi pikirannya melayang jauh.Langkah kaki berat terdengar mendekat, memacah keheningan. Elian menoleh perlahan, melihat sosok tinggi dengan pedang di sampingnya, sosok yang sangat familiar di mata Elian. Senyum tipis berkembang di wajah Elian, ia adalah kakak pertama Elian Ronan Silvercrest. Tubuh Ronan masih dibasahi keringat, rambut hitamnya berantakan, menunjukan bahwa dia baru saja selesai berlatih pedang. Tubuhnya tinggi kekar, dengan pedang panjang yang dia bawa dia tampak keren cukup untuk membuat siapapun jatuh cinta jika melihatnya. Jika saat ini ada seorang wanita mungkin dia akan pingsan mel

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • Sisa Takdir   BAB 56 BEBAN

    Langkah Damien terasa berat, seolah tiap jejaknya membawa beban tak terlihat. Pertanyaan tentang kebenaran yang ia temukan terus menggema di benaknya, menyeretnya ke dalam jurang kekhawatiran yang semakin dalam. Informasi yang baru saja ia dapatkan dari arsip perpustakaan terlalu sulit untuk diabaikan, meski ia ingin meyakinkan dirinya bahwa semua itu salah. Setiap bukti mengarah pada satu kesimpulan yang membuat dadanya sesak. Elian adalah seorang penyihir murni. Namun, Damien tidak ingin menyerah pada fakta itu begitu saja. "Mungkin aku salah menafsirkan," bisiknya pada diri sendiri. "Tidak mungkin Elian... tidak mungkin dia..." Damien menghentikan langkahnya berdiri terbaku, mengusap wajahnya dan tertawa pelan menertawakan dirinya sendiri. Tawanya getir tidak ada kebahagian disana. Setibanya di depan pintu kamar, Damien mendorongnya perlahan. Ia menemukan Elian telah bangun, duduk di tepi tempat tidur dengan tubuh yang masih tampak lemah. Tatapan kosong Elian

  • Sisa Takdir   BAB 55 PENYIHIR MURNI

    Malam itu terasa panjang dan melelahkan bagi Damien dan Ethan. Keduanya hampir tidak tidur semalaman, sibuk menjaga Elian yang terbaring tak berdaya. Demam Elian naik turun sepanjang malam, membuat mereka bergantian membasahi kain dengan air dingin untuk menurunkan suhunya. Meski tubuh mereka lelah, pikiran mereka tak henti-hentinya dipenuhi kekhawatiran. “Tuan, Anda juga butuh istirahat,” kata Ethan pelan sambil meletakkan kain basah di dahi Elian. “Saya bisa menjaganya.” Damien menggeleng, matanya tetap terpaku pada Elian yang sesekali menggeliat gelisah. “Tidak, Ethan. Aku tidak bisa. Aku tidak akan tenang kalau tidak mengawasinya sendiri.” Ethan menghela napas, tahu bahwa keras kepala Damien takkan mudah diubah. Damien duduk di kursi dekat ranjang Elian, kepalanya tertunduk, dan tangan kirinya mengusap wajahnya yang lelah. Dalam hatinya, ia terus mengutuk dirinya sendiri karena tak mampu melindungi adiknya lebih baik. Ketika fajar mulai me

  • Sisa Takdir   BAB 54 RAHASIA

    Adrian menatap Damien dengan alis terangkat. "Sindrom Artereus? Tidak mungkin. Anak ini sehat-sehat saja. Dia hanya kelelahan dan mengalami sedikit demam." Kata-kata Adrian membuat ruangan itu dipenuhi dengan keheningan yang canggung. Damien menoleh ke arah Elian dengan tatapan penuh tanda tanya. Dia tampak panik, meskipun berusaha menyembunyikannya. Dalam hatinya, ia tahu ada sesuatu yang aneh terjadi, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan logika biasa. Kemudian, dia memandang ke arah Elian yang duduk diam di sofa, wajahnya masih pucat. "Sebenarnya, di ruangan ini yang terlihat seperti pasien adalah kau, Elian," katanya dengan nada mencela namun penuh perhatian. Elian tersenyum tipis, tawa pelannya terdengar seperti upaya untuk mengusir kekhawatiran. "Aku baik-baik saja," katanya, meskipun gelombang mual semakin tak tertahankan. Ia berusaha keras menjaga sikapnya tetap tenang, tidak ingin ada yang menyadari kelemahannya. Adrian mengangguk

  • Sisa Takdir   BAB 53 TERIAKAN

    Elian duduk di bangku kayu di sudut kedai kecil, memperhatikan Damien yang dengan teliti mengoleskan salep di punggung tangan kirinya. Rasa gatal yang tadi begitu menyiksa perlahan mereda, meski keanehan yang ia rasakan belum sepenuhnya hilang. Damien menyelesaikan pekerjaannya dengan hati-hati, kemudian duduk kembali di kursi di seberang Elian. “Sudah lebih baik?” tanya Damien sambil menutup kembali salep itu. Elian mengangguk, meskipun pikirannya masih penuh pertanyaan tentang kilatan cahaya yang ia lihat di retakan luka tadi. Sebelum ia sempat mengutarakan isi pikirannya, sesuatu di luar menarik perhatiannya. Ia melihat sosok yang dikenalnya berlari dengan tergesa-gesa, melewati kerumunan di jalanan kota. “Bukankah itu Lyanna?” tanya Elian, menunjuk ke arah sosok gadis yang hampir menghilang di tikungan. Damien menoleh, pandangannya mengikuti arah yang ditunjukkan Elian. Ia mengangguk. “Ya, itu dia. Apa yang membuatnya terburu-buru seperti

  • Sisa Takdir   BAB 52 CAHAYA RETAKAN

    Langit-langit kamar masih sama seperti tadi malam tenang, tak bergerak, tapi penuh dengan pikiran yang membebani Elian. Ia berbaring telentang, matanya terpaku pada bayangan samar yang terbentuk dari cahaya lilin yang mulai meredup. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Dengan gerakan cepat, ia berbalik tengkurap, membenamkan wajahnya dalam bantal, dan menghela napas panjang yang terdengar seperti keluhan. “Haaaaa...” Suaranya serak, penuh frustasi. Di sudut kamar, Damien sedang duduk di kursi, matanya fokus pada dokumen yang menumpuk di depannya. Ia hanya menoleh sekilas pada Elian, tersenyum kecil, lalu menggelengkan kepalanya. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa sepatah kata. Elian, yang kini kehilangan tenaga untuk merenung lebih jauh, membiarkan matanya terpejam. Pikiran yang berputar perlahan menghilang, digantikan oleh kegelapan yang menenangkan. Tidur mulai menyapanya, membawa dia menuju mimpi yang aneh namun terasa begitu nyata.

  • Sisa Takdir   BAB 51 BAYANGAN HARAPAN

    Malam di asrama terasa sunyi, hanya sesekali suara angin malam menggoyang daun jendela yang tertutup rapat. Elian berbaring di ranjang sempit yang harus ia bagi dengan Damien. Matanya memandang langit-langit kamar asrama tanpa tujuan, pikirannya terombang-ambing di antara kebingungan dan harapan. Sementara itu, Damien duduk di meja kecil di sudut kamar, membaca tumpukan dokumen yang sepertinya tiada habisnya. “Elian,” Damien memulai tanpa menoleh dari dokumen yang ia baca, “kau tidak bisa tidur lagi, ya?” Elian hanya menghela napas panjang sebagai jawaban. Ia menggeser posisinya sedikit agar lebih nyaman, meskipun ranjang itu terasa terlalu sempit untuk dua orang. Damien berhenti membaca sejenak, menatap Elian dengan ujung matanya. “Kau kelihatan lelah. Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Elian terdiam, berpikir apakah ia harus melibatkan Damien dalam kekhawatirannya. Akhirnya, dengan suara pelan, ia berkata, “Damien, kau tahu tentang

  • Sisa Takdir   BAB 50 KANTIN AKADEMI

    Suasana di kantin akademi masih ramai dengan gelak tawa dan percakapan para siswa. Namun, di sudut ruangan, suasana antara Elian, Lyanna, Damien, dan Lyra terasa berbeda. Lyra mencoba menyusup ke dalam pembicaraan dengan pertanyaan yang tampaknya acak tetapi diarahkan pada Elian. “Jadi, Elian, berapa usiamu sebenarnya?” Elian memiringkan kepalanya sedikit, menatap Lyra dengan sorot mata datar. Jemarinya mengetuk meja pelan, seperti mencari cara untuk mengakhiri pembicaraan itu. Elian mengangkat alis tanpa banyak reaksi. Tatapannya dingin, seperti tak ingin repot-repot menjawab. Namun, ia akhirnya membuka suara dengan nada datar, “Delapan belas.” Lyra tersenyum kecil, mencoba memancing percakapan lebih jauh. Sebenarnya, Lyra tidak hanya terpesona oleh wajah tampan Elian atau sikap dinginnya. Ada sesuatu dalam aura pemuda itu sesuatu yang membuatnya merasa tertantang dan penasaran. Dia yakin, jika bisa mendekati Elian, ia akan mendapatkan lebih dari sekad

  • Sisa Takdir   BAB 49 MAKAN MALAM

    Elian duduk di kursi kayu berukir dalam kamar asramanya yang redup. Lampu kecil di meja hanya memberi penerangan samar, mempertegas bayangan di wajahnya. Sebuah buku terbuka di atas meja, tetapi pikirannya mengembara. Lyanna Veridienne, nama itu terus terulang di benaknya. Ada sesuatu pada gadis itu. Di seberang ruangan, Caine berdiri tegap, menunggu perintah. Elian akhirnya menghela napas pelan sebelum membuka suara. “Caine, aku ingin kau menyelidiki sesuatu untukku,” ucapnya dengan nada tenang namun penuh kewibawaan. Caine langsung mencondongkan tubuhnya sedikit, menunjukkan kesiapannya. “Tentu, Tuan muda. Apa yang perlu saya lakukan?” “Cari tahu tentang keluarga Lyanna Veridienne,” kata Elian, menatap Caine dengan serius. “Aku ingin tahu siapa mereka, terutama adiknya. Fokuskan perhatianmu pada penyakit yang dideritanya.” Caine sedikit mengernyit, tapi ia tidak bertanya. Ia hanya mengangguk, memastikan perintah itu akan dijalankan

  • Sisa Takdir   BAB 48 JEJAK INGATAN

    Elian mengamati wajahnya lebih dekat. Ingatan samar-samar mulai muncul di pikirannya, sebuah bayangan dari masa lalunya yang ia coba lupakan. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya, suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu. Gadis itu tampak bingung, lalu menggeleng perlahan. "Saya tidak yakin, Tuan. Saya baru pertama kali melihat Anda." Elian tidak menjawab. Ia hanya mengangguk singkat, meskipun hatinya yakin bahwa ia pernah bertemu dengannya di suatu tempat. “Siapa namamu?” Gadis itu menggigit bibirnya sejenak sebelum menjawab, “Nama saya Lyanna… Lyanna Veridienne.” Nama itu menyalakan kilatan ingatan di benak Elian. Kini ia tahu mengapa gadis itu terasa begitu familiar. Lyanna adalah seorang wanita yang, dalam kehidupannya yang lalu, dikenal sebagai dokter luar biasa. Keahliannya dalam pengobatan begitu diakui hingga ia menjadi salah satu orang yang dihormati di akademi. Namun, perjalanan Lyanna penuh tragedi. Ia bergabung dengan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status