"Mandy!"
Zack menatap gadis yang kini berada di depannya itu dengan perasaan bahagia. Karena kesibukan Zack, ia tidak sempat menemui kekasihnya itu dalam kurun beberapa minggu. Dan kini rasa rindu yang ditahannya selama beberapa minggu terbayar sudah dengan kedatangan Mandy di kamar perawatannya.
"Zack, mengapa bisa sampai seperti ini?" ucap Mandy dengan wajah penuh kekhawatiran melihat kondisi Zack yang penuh dengan perban yang membalut beberapa bagian tubuhnya.
Zack menyunggingkan senyum, merasa bahagia dicemaskan wanita yang dicintainya.
"Aku tidak apa-apa, hanya luka ringan. Bagaimana keadaanmu?"
"Beginilah, kau terlalu sibuk hingga melupakanku!"
Wajah Mandy terlihat lucu dengan pipi menggembung seperti itu, merajuk dengan sang kekasih yang tak pernah menemuinya.
Zack terkekeh kecil, wajahnya sedikit nyeri jika digunakan untuk tertawa. "Aku tidak mungkin melupakanmu, hanya saja ada kasus mendesak yang membuatku sangat sibuk akhir-akhir ini."
"Yeah, sampai kau babak belur seperti ini," ucap Mandy menimpali.
"Aku sangat merindukanmu. Emm, setelah kasus yang kutangani selesai, aku akan segera menemui orang tuamu."
"Ehh," Mandy terkesiap dengan perkataan Zack yang tiba-tiba itu.
"Iya, aku ingin melamarmu dan menyegerakan pernikahan kita. Dengan begitu kita bisa setiap hari bertemu."
Sorot mata Zack berbinar dipenuhi kebahagiaan ketika mengatakan hal itu. Ditinggalkan orang tua sejak masih kecil membuat Zack ingin segera membangun rumah tangga dengan wanita yang dicintai. Sehingga ketika ada kesempatan, tentu ia akan menyegerakannya dan tidak akan menunda lagi.
"Tentu, aku akan menunggu hal itu," ucap Mandy dengan senyum dipaksakan yang terlihat di wajahnya.
***
"Apakah kau akan pulang hari ini?"
Nayla duduk di ranjang Zack dengan bersedekap dada menatap Zack yang sedang bersiap untuk pulang.
"Iya, jadi kita akan berpisah. Bukannya kau tinggal di sini?"
"Aku ikut denganmu. Sangat bosan di sini tanpa ada yang bisa diajak bicara," ucap Nayla kemudian.
"Hey, di apartemenku hanya ada laki-laki. Kau tidak bisa seenaknya keluar masuk tempat tinggal laki-laki. Apakah kau berniat mengintip kami?" tanya Zack penuh selidik.
"Meskipun aku bisa menembus dinding, aku masih punya sopan santun dengan tidak memasuki kamar pria atau mengintip kalian. Mataku bisa bintitan nanti," cerca Nayla menanggapi perkataan Zack yang tidak mendasar itu.
"Sudah berapa lama kau dirawat di tempat ini?" Zack bertanya kemudian, sedikit penasaran dengan kehidupan Nayla.
"Tiga tahun. Ya, tepatnya tiga tahun lebih dua bulan sepuluh hari. Aku koma selama itu. Apakah kau tidak ingin menjengukku?"
Zack melengos, enggan menanggapi perkataan Nayla. Ia memasukkan barang-barangnya dan sudah bersiap untuk pulang. Sebentar lagi Stevan akan datang menjemputnya.
"Baiklah, itu tidak penting. Yang pasti aku akan mengikutimu ke mana pun kau berada."
"Terserah!" ucap Zack kemudian sambil mengenakan jaketnya yang sudah bersih dicuci oleh petugas rumah sakit.
"Kau sudah siap, Zack?"
Suara Stevan yang tiba-tiba membuat Zack dan Nayla menoleh secara bersamaan.
"Sangat tepat waktu, aku baru selesai berkemas diri," jawab Zack seraya mengambil tasnya lalu mengenakannya.
"Baiklah, ayo kita pulang."
Zack dan Stevan kemudian pergi meninggalkan Nayla yang masih duduk sendiri di ranjang perawatan sambil memandang punggung kedua laki-laki yang bertubuh tegap itu yang makin lama menghilang dari pandangan.
***
Sudah lima hari Zack beristirahat tanpa memikirkan pekerjaan, dan kini ia merasa lebih sehat dari sebelumnya. Rasa nyeri masih ada, tetapi tidak sesakit sebelumnya.
Zack sudah melepas beberapa perban yang membungkus lukanya, berharap luka yang masih basah akan lebih cepat kering dengan dirinya membuka perban itu.
Hampir pukul tujuh malam, Zack sudah selesai bersiap diri. Mengenakan pakaian terbaiknya untuk memberikan kejutan manis kepada Mandy, perempuan yang sangat ia cintai.
Zack sangat merindukan gadis itu, dan pasti hal itu juga terjadi kepada Mandy. Bukankah mereka berdua saling mencintai?
Senyum bodoh tak henti-hentinya bertengger di bibir Zack membuat pria itu menertawai dirinya sendiri.
"Wow, kau sangat berbeda malam ini?" ucap Nayla yang tiba-tiba berada di belakang Zack.
Zack hanya menoleh sebentar, lalu kembali membenarkan rambutnya yang sudah rapi.
"Apa kau ingin pergi berkencan?" tanya Nayla lagi yang tampak penasaran dengan penampilan Zack yang begitu rapi.
"Begitulah." Zack menjawab dengan dingin.
Nayla tertawa dengan membungkam mulutnya, ia berjalan menghampiri Zack lalu berdiri di depannya.
"Kau tidak perlu serapi ini saat berkencan dengan seorang gadis."
Nayla dengan tidak sopan mengacak-ngacak rambut Zack yang sudah tersisir rapi ke belakang yang membuat Zack harus menatanya ulang.
"Apa yang kau lakukan?" bentak Zack kesal dengan ulah Nayla.
Nayla mencegah tangan Zack yang ingin merapikan kembali rambutnya.
"Sepertinya kau tidak mengerti selera wanita, biar aku membantumu."
Nayla menata rambut Zack sedikit berantakan yang membuat laki-laki itu tampak lebih muda, lalu mendekatkan dirinya ke tubuh Zack dengan tangan melepaskan dua buah kancing atas kemeja Zack.
Tangan Zack mencengkram tangan Nayla ketika Nayla akan membuka kancing ke tiga, sehingga Nayla menatap wajah Zack seketika.
Zack sempat terpana dengan Nayla ketika mereka sedekat itu dengan saling berhadapan, tetapi dengan segera ia memalingkan wajahnya.
"Aku jadi penasaran dengan cara kencan kalian sebelumnya?" tanya Nayla kemudian setelah selesai mengoreksi penampilan Zack.
"Kami tidak pernah pergi berkencan. Kami terlalu sibuk sehingga hanya bertemu sebentar lalu melanjutkan dengan saling menelepon atau melakukan panggilan video."
"Apa? Benarkah? Sungguh pasangan yang aneh."
Nayla kemudian tersenyum membayangkan betapa kakunya kencan mereka malam ini.
"Aku tunjukkan sesuatu, supaya kencan kalian kali ini akan sangat berkesan."
Zack yang semula enggan menanggapi tiba-tiba jiwa keingin tahuannya terketuk untuk mencari tahu. Ya, mungkin Nayla akan membuat kencannya kali ini tidak hambar dan lebih berkesan untuk Mandy.
"Apa?" tanya Zack kemudian.
Nayla mengetuk bibirnya sendiri memberikan isyarat kepada Zack, tetapi Zack hanya mengangkat dagunya seolah tidak mengerti dengan isyarat Nayla.
Nayla mendengkus, tetapi kemudian ia berbisik di telinga Zack. "Berciuman."
Zack membulatkan matanya penuh, lalu ia menatap Nayla dengan kesal.
"Aku tidak akan melakukannya. Dia pasti akan marah kepadaku."
Nayla kembali terkekeh, ia tidak menyangka Zack sepolos itu terhadap wanita.
"Dia tidak akan marah. Yakinlah kepadaku!"
Alis Zack saling berkedut nampak berpikir, lalu ia memutuskan untuk kembali bertanya kepada Nayla.
"Aku tidak pernah berciuman sebelumnya."
"Apa?"
Nayla terkejut mendengar itu, bahkan ia sangat tidak memercayai bahwa seorang opsir polisi dengan jabatan yang lumayan tinggi setingkat Mayor tidak pernah berciuman dengan seorang wanita. Itu sangat tidak masuk akal bagi Nayla.
"Aku akan mengajarimu."
"Ehh," pekik Zack dengan terkejut akan perkataan Nayla.
Nayla menyentuh kedua tangan Zack yang kemudian membawanya untuk diletakkan di sisi kiri dan kanan pipinya, menangkup pipi Nayla.
"Letakkan tanganmu di sini. Tatap matanya dengan begitu kau akan menunduk dan dia akan sedikit menengadah memandangmu."
Zack melakukan gerakan yang diintruksikan Nayla kepadanya, mata mereka sekarang saling beradu tatap dengan jarak begitu dekat.
"Miringkan sedikit kepalamu agar hidung kalian tidak bertabrakan, lebih tundukkan wajahmu mendekat ke bibirnya sambil memejamkan mata," ucap Nayla yang saat ini sudah memejamkan matanya.
Zack mengikuti apa yang dikatakan oleh Nayla, ia menunduk lebih dalam hingga hembusan napasnya menerpa wajah Nayla yang terasa dingin. Matanya terpaku pada bibir gadis hantu itu lalu mendekatkan bibirnya dengan mata yang sama tertutupnya.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Empat detik.
Sebelum bibir mereka bersentuhan, mata Nayla terbuka lalu sedikit mendorong dada Zack menjauh.
"Dan kalian akan terbawa suasana dengan sendirinya."
Zack membuka mata, melepaskan tangkupan tangannya di kedua sisi pipi Nayla dan membiarkan gadis hantu itu lepas darinya.
Zack sedikit berdehem, ia hampir terbawa suasana. Ada rasa aneh ketika ia begitu dekat dengan gadis hantu itu, tetapi ia buru-buru membuang perasaan aneh itu agar tidak hinggap dan masuk terlalu dalam.
"Aku juga ingin pergi. Meskipun aku tidak bisa memberi kejutan kepada kekasihku, tetapi aku ingin melihat dia di rumahnya. Apa dia sedang memikirkanku ya, atau sedang berdoa untuk kesembuhanku agar pernikahan kami dipercepat. Aah... aku sudah tidak sabar ingin menemuinya," ucap Nayla yang tampak bersemangat.
Sebelum punggunggnya menghilang menembus diding rumah Zack, Nayla membalikkan tubuh kembali ke arah Zack.
"Semangat, Zack. Buatlah kencan romantismu!" Nayla tersenyum sambil mengepalkan tangan menyemangati Zack yang masih berdiri dengan canggung.
Zack menarik kedua sudut bibirnya ke atas melengkung membentuk sebuah senyuman ketika melihat punggung Nayla sudah menghilang di balik dinding rumahnya.
"Halo?" Terdengar suara Mandy di seberang sana saat Zack menghubunginya. Meskipun ia ingin memberi kejutan, setidaknya ia memastikan dulu di mana kekasihnya itu berada sehingga ia bisa memberikan kejutan di waktu yang tepat. "Mandy, emm ... kau ada di mana?" Zack sedikit gugup mengatakannya. "Emm, aku di rumah. Tentu saja ada di rumah. Ada apa?" "Tidak, aku hanya ingin memastikan. Karena aku menghubungimu dua kali baru bisa tersambung," ucap Zack sedikit curiga dengan sikap Mandy yang tak biasa. "Aku baru keluar dari toilet. Tidak mungkin 'kan ke toilet membawa ponsel?" "Oh, apa kau yakin?" tanya Zack lagi mencoba memastikan. "Zack, buat apa aku berbohong. Sudahlah, aku sedang kesal," ucap Mandy yang langsung mematikan ponselnya. Zack tersenyum mendengar Mandy kesal kepadanya, karena setelah ini ia akan datang untuk menghiburnya. Dan ia yakin bahwa Mandy tidak akan bertahan lama marah kepadanya, karena seperti itulah biasanya.
Nayla tersenyum cerah ketika berjalan mendekati rumah yang dulunya sering ia pijaki. Sudah lama sekali sejak kecelakaan maut yang menimpanya tiga tahun silam yang mengakibatkan dirinya koma hingga saat ini, tidak bertamu ke rumah Victor yang merupakan kekasih sekaligus calon tunangannya.Nayla berencana bertunangan usai ia berhasil mendapatkam gelar doctor-nya yaitu setelah ia menyelesaikan Coas di sebuah rumah sakit milik keluarga besarnya.Namun, karena kecelakaan maut yang hampir membuatnya tiada, dan mungkin bisa dibilang hidup, tetapi mati membuat Nayla kehilangan semuanya.Nayla hampir putus asa dengan nasibnya, tetapi Victor yang selalu setia menemaninya di saat Nayla mengalami masa-masa sulit, membuat ia yakin suatu saat dia bisa hidup kembali dengan tubuh yang saat ini sedang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.Selama tiga tahun terakhir, Victor tidak pernah terlupa untuk mengunjungi Byla dengan membawa buket bunga untuk diletakkan di a
Suasana malam itu terasa begitu dingin, deru ombak pantai bergulung-gulung dan sesekali terpecahkan oleh batu karang yang menjulang kokoh di tengah lautan. Zack dan Nayla merebahkan tubuhnya terlentang beralaskan pasir pantai sambil menengadah memandang hamparan bintang-bintang yang ada di langit. Tatapan keduanya tampak kosong dan hanyut oleh pikiran masing-masing. Zack mengingat kembali bagaimana masa-masa indahnya dulu bersama Mandy. Kenangan itu terasa manis, tetapi menyakitkan jika untuk dikenang. Pun demikian dengan Nayla, kebersamaannya bersama Victor adalah kenangan terindah semasa hidupnya. Ya hidup seperti manusia normal yang dulu pernah ia dapatkan. Entah kapan kehidupan seperti itu akan ia dapatkan kembali, atau mungkin ia akan seperti ini selamanya. "Zack, apakah kau tertidur?" tanya Nayla tanpa melihat ke arah Zack. Zack yang masih termenung hanya menjawab sekenanya. "Heem." Nayla sedikit menyunggingka
Hari pertama setelah libur selama satu minggu, membuat Zack bangun lebih pagi. Semalam ia sudah menyiapkan segala berkas yang akan ia lakukan penyelidikan selanjutnya mengenai pencurian bank swasta yang misterius itu. Zack memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas ranselnya kemudian segera keluar dari unit apartemennya.Seperti biasa, Zack lebih suka mengendarai motor kesayangannya daripada harus menggunakan mobil. Menurutnya menggunakan motor jauh lebih efisien, cepat dan hemat.Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit Zack sudah berada di halaman parkir kepolisian pusat. Ia mengunci ganda kendaraannya lalu beranjak untuk segera masuk ke dalam gedung. Beberapa orang tampak mengangguk ketika berpapasan dengan Zack sebagai tanda hormat kepada lelaki itu."Opsir Zack, bagaimana keadaanmu?" tanya opsir Julio yang tiba-tiba datang menepuk bahunya. Opsir Julio mengikuti Zack hingga masuk ke dalam ruangannya."Sangat baik. Apakah ada perkembangan kasus?"
Malam ini hujan turun begitu lebat. Dari jendela kaca terlihat angin bertiup sangat kencang, menggoyangkan dahan dan ranting pepohonan yang berada di area apartemen.Zack bisa melihatnya dari atas sana, ada beberapa pohon tumbang yang menghalangi jalan masuk ke area apartemen. Mungkin besok banyak petugas yang akan dikerahkan untuk segera membereskan kekacauan akibat hujan lebat malam ini.Hawa dingin yang terasa merasuk ke kulit tidak membuat mata Zack bisa terpejam lelap. Lelaki itu sedari tadi hanya berguling-guling untuk berusaha tidur mencari posisi nyamannya, tetapi tetap saja ia tidak bisa terbuai di alam mimpi.Zack keluar dari kamarnya menuju pantry dapur. Mungkin segelas susu hangat bisa membantunya untuk tertidur. Ia menyalakan kompor dengan memasak susunya terlebih dahulu. Susu sapi murni yang ia sediakan dalam lemari es ia tuangkan di dalam panci susu untuk kemudian melakukan proses pasteurisasi.Terdapat perhitungan spesifik untu
Zack memutuskan untuk mencari Nayla di rumah sakit sekaligus mencari kebenaran mengenai penyelidikannya tentang keluarga Higashino.Yang Zack ketahui, Nayla sebelumnya tidak pernah keluar dari rumah sakit sebelum bertemu dengannya di trotoar waktu itu.Mungkin saja saat ini Nayla berada di ruang perawatannya sambil menjaga tubuhnya yang sedang koma seperti sebelum-sebelumnya. Jika Zack diberi kesempatan untuk bertemu Nayla kembali, mungkin ia akan lebih menghargai gadis itu dan tidak akan mengabaikannya lagi.Zack melangkah ke arah resepsionis untuk menanyakan kamar perawatan Nayla dan memperkenalkan dirinya sebagai opsir polisi. Demi penyelidikan, pihak rumah sakit tentu mengizinkan Zack untuk melihat pasien khususnya itu, tetapi hanya berada di posisi luar ruangan dan ditemani seorang dokter yang menangani Nayla.Zack tidak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya ingin melihat kebenaran kondisi Nayla.Apakah benar Nayla yang ada di rumah s
Hujan terus mengguyur pusat kota. Bersamaan dengan itu dua insan yang berbeda dunia masih saling berdekatan mengutarakan perasaan tanpa kata.Zack melepaskan pagutan bibirnya dari bibir Nayla, menurunkan kedua tangannya dari pipi Nayla menuju telapak tangan gadis itu, menyematkan di sela-sela jari Nayla lalu saling mencengkram memberikan kekuatan.Zack masih menunduk, menyatukan keningnya dengan kening Nayla. Ada rasa aneh yang menjalar dalam dirinya bersamaan deru napasnya yang tak beraturan. Apa yang sudah dia lakukan? Dia mencium Nayla tanpa meminta izin gadis itu terlebih dahulu? Bukannya itu tidak sopan?Zack terlalu larut dalam suasana hingga tidak menyadari dengan apa yang ia lakukan. Bahkan ia tidak menyangka ciuman pertamanya akhirnya ia labuhkan kepada gadis hantu di depannya. Apakah Zack sudah gila?"Maaf," ucap Zack kemudian setelah menyadari kesalahannya kepada Nayla.Nayla terdiam, tak berbicara sedikit pun. Ia bingung harus menjawab
"Mandy?"Perempuan itu menoleh, mengulas senyum simpul di bibirnya."Stevan meneleponku, menyuruhku datang untuk merawatmu. Dia mengatakan bahwa kau sedang sakit sehingga aku buru-buru datang ke sini. Dokter sudah menyuntikkan obat penurun panas dan sepertinya suhu tubuhmu sudah turun," ucap Mandy dengan meletakkan handuk yang sudah diperas itu ke kening Zack.Zack menahan lengan Mandy yang akan meletakkan handuk itu di keningnya."Seharusnya kau tidak perlu datang."Zack bangun dari tidurnya, berdiri menghindari Mandy. Sungguh ia tidak ingin bertemu dengan perempuan itu."Aku sudah sembuh, sebaiknya kau segera pulang," ucap Zack sambil berjalan ke depan untuk membuka pintu kamarnya, mengusir Mandy secara halus."Zack, aku tahu kau marah kepadaku. Tapi tolong, jangan menghukum dirimu seperti ini. Aku tidak ingin kau sakit karenaku."Zack mengulas senyum getir, menertawai dirinya sendiri. Apakah sebegitu menyedihkannya dirinya h