"Halo?" Terdengar suara Mandy di seberang sana saat Zack menghubunginya. Meskipun ia ingin memberi kejutan, setidaknya ia memastikan dulu di mana kekasihnya itu berada sehingga ia bisa memberikan kejutan di waktu yang tepat.
"Mandy, emm ... kau ada di mana?" Zack sedikit gugup mengatakannya.
"Emm, aku di rumah. Tentu saja ada di rumah. Ada apa?"
"Tidak, aku hanya ingin memastikan. Karena aku menghubungimu dua kali baru bisa tersambung," ucap Zack sedikit curiga dengan sikap Mandy yang tak biasa.
"Aku baru keluar dari toilet. Tidak mungkin 'kan ke toilet membawa ponsel?"
"Oh, apa kau yakin?" tanya Zack lagi mencoba memastikan.
"Zack, buat apa aku berbohong. Sudahlah, aku sedang kesal," ucap Mandy yang langsung mematikan ponselnya.
Zack tersenyum mendengar Mandy kesal kepadanya, karena setelah ini ia akan datang untuk menghiburnya. Dan ia yakin bahwa Mandy tidak akan bertahan lama marah kepadanya, karena seperti itulah biasanya. Mereka sering cek-cok hal sepeleh, tetapi ketika mereka bertemu semua masalah seolah menguap hilang begitu saja.
***
Zack mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Malam ini, wajahnya tidak henti-hentinya tersenyum. Entah sejak kapan ia jadi mudah menyunggingkan senyum di wajah dinginnya itu. Mungkin karena malam ini ia akan membuat kejutan untuk kekasihnya dengan merencanakan kencan romantis yang sebelumnya belum pernah ia lakukan. Mengenai berciuman seperti yang diajarkan oleh Nayla, mungkin dia akan mempertimbangkannya jika Mandy mengizinkannya.
Sebelum ia sampai ke rumah Mandy, Zack menyempatkan diri untuk membeli flower bouquet di toko bunga yang berada di pinggir jalan. Ia memilih bunga lily yang ia ketahui adalah kesukaan Mandy sejak kecil.
Zack dan Mandy adalah teman sejak kecil meskipun mereka terpaut tiga tahun. Bisa dibilang hanya Mandy yang bisa berteman dengan Zack melihat sikap pendiam dan dingin Zack kepada semua orang, sehingga saat dewasa pun Mandy juga masih menjadi satu-satunya teman bagi Zack.
Ketika Zack menyadari bahwa mungkin ia tidak bisa menemukan perempuan lain sebagai pasangannya kelak, ia memutuskan untuk menjadikan Mandy pasangan hidupnya. Bagaimanapun juga, Mandy sangat mengenal Zack sehingga ia yakin jika Mandy adalah pasangan yang sangat cocok untuknya.
Zack mengutarakan perasaannya kepada Mandy dan ternyata rasa cintanya itu berbalas dengan anggukan yang disertai senyuman oleh perempuan itu. Mandy mengakui perasaannya kepada Zack, bahwa dirinya tidak bisa hidup tanpa Zack. Ia sudah terbiasa bersama Zack dan ia yakin Zack adalah pasangan hidupnya kelak yang selama ini ia nantikan.
Zack menyimpan buket bunga di kantong kertas lalu menggantungnya di kemudi motor. Ia kembali melajukan motornya untuk bertemu sang pujaan hati dengan rasa tidak sabar. Ia yakin Mandy akan sangat gembira dengan kedatangannya yang tidak disangka-sangka itu.
Zack membelokkan motornya ketika sampai di gang menuju rumah Mandy. Rumah Mandy berada di cluster pinggiran kota, tetapi tampak asri dengan pepohonan hijau yang membentang di setiap tiga meter sepanjang jalan gang ke rumah Mandy.
Tidak butuh waktu lama, Zack menghentikan motornya tepat di depan rumah Mandy. Ia memarkirkan motornya terlebih dulu lalu turun dengan membawa buket bunga lily di tangan.
Zack mematut kembali tampilannya di kaca spion motor dengan menampilkan senyum terbaiknya. Tangannya membenarkan posisi rambut yang tampak sedikit berantakan.
Langkahnya ringan ketika kaki Zack melangkah menuju pintu rumah Mandy. Tangannya mengetuk pintu tersebut dengan beberapa kali ketukan sambil menghela napas sedikit gugup.
Kendati ini bukan kali pertamanya ia berkunjung ke rumah mandy, tetapi ia sangat gugup mengingat akan apa yang harus ia lakukan di saat kencan pertamanya itu.
Zack mengetuk pintu itu lagi, dan kali ini terdengar suara seseorang dari dalam. Terbukalah pintu itu dengan lebar bersamaan keluarnya nyonya Elis yang merupakan ibu Mandy.
Zack segera menyembunyikan buket bunga itu dengan meletakkan di belakang punggungnya, bibirnya tersenyum gugup menyapa ramah nyonya Elis.
"Selamat malam, Nyonya Elis. Apakah Mandy ada di rumah?"
"Zack, emm, Mandy belum pulang. Apakah kau tidak ingin masuk dulu sambil menunggu Mandy?"
"Belum pulang ya?" Zack mencoba tersenyum meskipun hatinya kecewa.
Mandy mengatakan bahwa ia berada di rumah dua puluh menit yang lalu, tetapi sekarang ibunya malah mengatakan Mandy belum pulang.
Siapakah di sini yang berbohong?
"Lebih baik tunggulah di dalam. Mungkin sebentar lagi Mandy datang."
Nyonya Elis bersikap ramah kepada Zack. Perempuan paruh baya itu sangat mengenal Zack, dan ia juga mengetahui tentang hubungan Zack dan Mandy. Tentu saja nyonya Elis sangat merestuinya.
Zack lelaki yang baik, sopan dan mempunyai pekerjaan yang mapan. Tentunya dengan berbekal semua itu sudah bisa meluluhkan hati calon mertuanya itu sehingga hubungan Zack dan Mandy meluncur tanpa hambatan.
"Mungkin lain kali saja. Salam untuk Mandy."
Zack berpamitan dengan sopan kepada nyonya Elis. Ia membalikkan badan untuk bersiap kembali pulang.
Kini langkah Zack tampak lemas tak bertenaga karena kencan romantisnya gagal sebelum dimulai.
Zack menaiki motornya, tetapi sebelum ia meletakkan buket bunga lily di motornya, suara deru mobil yang berhenti tepat di depan rumah Mandy mengalihkan perhatiannya.
Zack tersenyum cerah melihat Mandy keluar dari mobil itu, seolah pikiran buruk mengenai Mandy yang berbohong kepadanya hilang begitu saja.
Ya, setidaknya ia akan melanjutkan kencannya malam ini dengan wanita kesayangan, sehingga tidak sia-sia waktu berharga yang jarang ia dapatkan itu.
Zack ingin menyapa Mandy dengan mendekat ke arah gadis itu, tetapi seseorang yang tiba-tiba ikut keluar dari dalam mobil itu membuat Zack menghentikan langkahnya.
Pria itu mengenakan jas mahal berjalan memutar menuju ke tempat Mandy berdiri. Mandy tersenyum ke arah pria itu yang langsung disambut dengan senyum hangat yang sama.
Pria itu kian mendekat ke tubuh Mandy membuat Zack tidak terima, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu dan memerhatikan apa yang akan terjadi setelahnya.
Pria berjas putih itu menunduk lalu mencium bibir Mandy sambil merengkuh kepala perempuan itu dalam dekapannya. Zack yang melihatnya ingin menghajar lelaki itu yang dengan kurang ajar mencium bibir kekasihnya.
Namun, di luar dugaan Mandy justru membalas ciuman pria itu dengan melingkarkan kedua tangannya di leher pria itu. Cukup lama mereka berdiri dengan melakukan adegan ciuman yang tak berkesudahan itu.
Angin malam yang bertiup sedikit kencang, menghamburkan dedaunan kering yang terjatuh di jalanan dan sesekali menerpa wajah Zack yang terlihat sangat kecewa dengan pemandangan yang ia lihat di depan mata. Tanpa disadari, buket bunga yang ia bawa terjatuh bersamaan bulir air mata yang menetes di ujung sudut matanya.
Pria itu melepaskan ciumannya setelah napas keduanya sedikit tersenggal. Ia kemudian berpamitan kepada Mandy lalu berjalan memutar masuk ke dalam mobilnya lagi.
Mandy dan pria itu saling melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan sementara mereka. Ia menurunkan tangannya dengan wajah yang tersenyum bahagia ketika mobil pria itu sudah berlalu dari hadapannya.
Mandy membalikkan tubuh untuk masuk ke halaman rumahnya. Senyumnya tak kunjung menghilang, sampai pada akhirnya ia menemukan Zack berdiri di depan pintu rumahnya.
"Zack!" Mandy terkesiap dengan wajah pasi melihat Zack berdiri tegap di depannya.
"Sejak kapan?" Hanya itu kata yang bisa keluar dari bibir Zack dengan hati yang tersayat perih.
"Zack, aku bisa menjelaskan!"
Mandy berusaha membujuk Zack, namun Zack mengangkat sebelah tangannya penuh isyarat bahwa sudah tidak ada yang perlu dijelaskan lagi.
Zack tertawa bodoh, menertawai dirinya sendiri. Tangannya menyugar rambutnya frustrasi, merasa miris dengan nasib percintaannya.
"Kau tidak perlu sampai berbohong jika memang mencintai laki-laki lain. Kau bisa mengatakannya kepadaku, Mandy," ucap Zack sambil menatap langit yang menggelap sesuai dengan perasaannya yang suram.
"Zack, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku tidak ingin melukaimu."
"Tapi kau sudah melakukannya. Kau sangat mengenalku. Dan kau pasti tahu bahwa luka ini akan sangat sulit terobati. Terima kasih atas waktu berhargamu selama ini. Semoga kau bahagia dengannya. Dan mengenai perkataanku di rumah sakit, kau bisa melupakannya."
Tanpa menoleh lagi, Zack menaiki motornya lalu menyalakan mesin motor itu untuk kemudian melajukannya dengan sangat cepat menembus jalanan yang sudah menanti.
Mengingat harapan yang begitu tinggi kepada Mandy membuat Zack merasakan sesak di dada. Rasa kecewa yang teramat sangat, dikhianati oleh seseorang terdekatnya yang sudah ia percayai dan ia puja selama itu membuat hati Zack hancur berkeping-keping.
Sudah tidak ada lagi rasa di hatinya, semuanya terasa mati. Dikhianati wanita yang dicintainya membuat Zack sadar tidak ada yang benar-benar tulus mencintai. Mungkin cinta hanya dimiliki manusia lemah sepertinya saja, dan Zack sudah masuk ke dalam jurang percintaan yang menyakitkan itu.
Mandy masih berdiri mematung melihat punggung Zack yang sudah menjauh dan menghilang dari pandangannya. Ia menghela napas, ada rasa perih di hati melihat tatapan kecewa Zack yang ditujukan kepadanya.
Dia masih mencintai Zack, tetapi pria kaya itu juga membuatnya tergila-gila. Perhatiannya yang selama ini tidak ia dapatkan dari Zack, dengan mudah ia dapatkan dari pria kaya itu. Barang-barang mewah yang beberapa kali ia dapatkan tanpa diminta membuat Mandy harus rela mengorbankan hubungannya dengan Zack.
Ya, pria kaya itu terlalu sempurna untuk diabaikan. Kendati ia tahu bahwa Zack pasti akan marah, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kesenangannya saat ini membuat dia bahagia. Mandy melangkahkan kaki untuk segera masuk ke dalam rumahnya, tetapi langkahnya terhenti ketika kakinya menendang sesuatu.
Mandy membungkuk mengambil apa yang baru saja menghalangi jalan. Hatinya makin teriris pilu melihat buket bunga lily putih yang nampak cantik tergeletak di tanah begitu saja. Matanya berkaca-kaca menyadari siapa yang telah membawakan bunga cantik itu untuknya.
Dengan langkah tergopoh ia berlari mengejar Zack yang sudah menghilang jauh dari pandangan. Ia terus berlari dan berlari seperti seseorang yang kehilangan akal sehatnya.
Mandy terjatuh di tengah jalan, bersimpuh sembari menangis, menatap nanar buket bunga lily yang ada ditangannya.
Ada perasaan menyesal dalam hati, telah menyia-nyiakan Zack, lelaki yang sangat tulus mencintainya. Dan mungkin kali ini Zack tidak akan pernah mau memaafkan pengkhianatannya sampai kapan pun.
"Zack, maafkan aku."
Nayla tersenyum cerah ketika berjalan mendekati rumah yang dulunya sering ia pijaki. Sudah lama sekali sejak kecelakaan maut yang menimpanya tiga tahun silam yang mengakibatkan dirinya koma hingga saat ini, tidak bertamu ke rumah Victor yang merupakan kekasih sekaligus calon tunangannya.Nayla berencana bertunangan usai ia berhasil mendapatkam gelar doctor-nya yaitu setelah ia menyelesaikan Coas di sebuah rumah sakit milik keluarga besarnya.Namun, karena kecelakaan maut yang hampir membuatnya tiada, dan mungkin bisa dibilang hidup, tetapi mati membuat Nayla kehilangan semuanya.Nayla hampir putus asa dengan nasibnya, tetapi Victor yang selalu setia menemaninya di saat Nayla mengalami masa-masa sulit, membuat ia yakin suatu saat dia bisa hidup kembali dengan tubuh yang saat ini sedang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.Selama tiga tahun terakhir, Victor tidak pernah terlupa untuk mengunjungi Byla dengan membawa buket bunga untuk diletakkan di a
Suasana malam itu terasa begitu dingin, deru ombak pantai bergulung-gulung dan sesekali terpecahkan oleh batu karang yang menjulang kokoh di tengah lautan. Zack dan Nayla merebahkan tubuhnya terlentang beralaskan pasir pantai sambil menengadah memandang hamparan bintang-bintang yang ada di langit. Tatapan keduanya tampak kosong dan hanyut oleh pikiran masing-masing. Zack mengingat kembali bagaimana masa-masa indahnya dulu bersama Mandy. Kenangan itu terasa manis, tetapi menyakitkan jika untuk dikenang. Pun demikian dengan Nayla, kebersamaannya bersama Victor adalah kenangan terindah semasa hidupnya. Ya hidup seperti manusia normal yang dulu pernah ia dapatkan. Entah kapan kehidupan seperti itu akan ia dapatkan kembali, atau mungkin ia akan seperti ini selamanya. "Zack, apakah kau tertidur?" tanya Nayla tanpa melihat ke arah Zack. Zack yang masih termenung hanya menjawab sekenanya. "Heem." Nayla sedikit menyunggingka
Hari pertama setelah libur selama satu minggu, membuat Zack bangun lebih pagi. Semalam ia sudah menyiapkan segala berkas yang akan ia lakukan penyelidikan selanjutnya mengenai pencurian bank swasta yang misterius itu. Zack memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas ranselnya kemudian segera keluar dari unit apartemennya.Seperti biasa, Zack lebih suka mengendarai motor kesayangannya daripada harus menggunakan mobil. Menurutnya menggunakan motor jauh lebih efisien, cepat dan hemat.Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit Zack sudah berada di halaman parkir kepolisian pusat. Ia mengunci ganda kendaraannya lalu beranjak untuk segera masuk ke dalam gedung. Beberapa orang tampak mengangguk ketika berpapasan dengan Zack sebagai tanda hormat kepada lelaki itu."Opsir Zack, bagaimana keadaanmu?" tanya opsir Julio yang tiba-tiba datang menepuk bahunya. Opsir Julio mengikuti Zack hingga masuk ke dalam ruangannya."Sangat baik. Apakah ada perkembangan kasus?"
Malam ini hujan turun begitu lebat. Dari jendela kaca terlihat angin bertiup sangat kencang, menggoyangkan dahan dan ranting pepohonan yang berada di area apartemen.Zack bisa melihatnya dari atas sana, ada beberapa pohon tumbang yang menghalangi jalan masuk ke area apartemen. Mungkin besok banyak petugas yang akan dikerahkan untuk segera membereskan kekacauan akibat hujan lebat malam ini.Hawa dingin yang terasa merasuk ke kulit tidak membuat mata Zack bisa terpejam lelap. Lelaki itu sedari tadi hanya berguling-guling untuk berusaha tidur mencari posisi nyamannya, tetapi tetap saja ia tidak bisa terbuai di alam mimpi.Zack keluar dari kamarnya menuju pantry dapur. Mungkin segelas susu hangat bisa membantunya untuk tertidur. Ia menyalakan kompor dengan memasak susunya terlebih dahulu. Susu sapi murni yang ia sediakan dalam lemari es ia tuangkan di dalam panci susu untuk kemudian melakukan proses pasteurisasi.Terdapat perhitungan spesifik untu
Zack memutuskan untuk mencari Nayla di rumah sakit sekaligus mencari kebenaran mengenai penyelidikannya tentang keluarga Higashino.Yang Zack ketahui, Nayla sebelumnya tidak pernah keluar dari rumah sakit sebelum bertemu dengannya di trotoar waktu itu.Mungkin saja saat ini Nayla berada di ruang perawatannya sambil menjaga tubuhnya yang sedang koma seperti sebelum-sebelumnya. Jika Zack diberi kesempatan untuk bertemu Nayla kembali, mungkin ia akan lebih menghargai gadis itu dan tidak akan mengabaikannya lagi.Zack melangkah ke arah resepsionis untuk menanyakan kamar perawatan Nayla dan memperkenalkan dirinya sebagai opsir polisi. Demi penyelidikan, pihak rumah sakit tentu mengizinkan Zack untuk melihat pasien khususnya itu, tetapi hanya berada di posisi luar ruangan dan ditemani seorang dokter yang menangani Nayla.Zack tidak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya ingin melihat kebenaran kondisi Nayla.Apakah benar Nayla yang ada di rumah s
Hujan terus mengguyur pusat kota. Bersamaan dengan itu dua insan yang berbeda dunia masih saling berdekatan mengutarakan perasaan tanpa kata.Zack melepaskan pagutan bibirnya dari bibir Nayla, menurunkan kedua tangannya dari pipi Nayla menuju telapak tangan gadis itu, menyematkan di sela-sela jari Nayla lalu saling mencengkram memberikan kekuatan.Zack masih menunduk, menyatukan keningnya dengan kening Nayla. Ada rasa aneh yang menjalar dalam dirinya bersamaan deru napasnya yang tak beraturan. Apa yang sudah dia lakukan? Dia mencium Nayla tanpa meminta izin gadis itu terlebih dahulu? Bukannya itu tidak sopan?Zack terlalu larut dalam suasana hingga tidak menyadari dengan apa yang ia lakukan. Bahkan ia tidak menyangka ciuman pertamanya akhirnya ia labuhkan kepada gadis hantu di depannya. Apakah Zack sudah gila?"Maaf," ucap Zack kemudian setelah menyadari kesalahannya kepada Nayla.Nayla terdiam, tak berbicara sedikit pun. Ia bingung harus menjawab
"Mandy?"Perempuan itu menoleh, mengulas senyum simpul di bibirnya."Stevan meneleponku, menyuruhku datang untuk merawatmu. Dia mengatakan bahwa kau sedang sakit sehingga aku buru-buru datang ke sini. Dokter sudah menyuntikkan obat penurun panas dan sepertinya suhu tubuhmu sudah turun," ucap Mandy dengan meletakkan handuk yang sudah diperas itu ke kening Zack.Zack menahan lengan Mandy yang akan meletakkan handuk itu di keningnya."Seharusnya kau tidak perlu datang."Zack bangun dari tidurnya, berdiri menghindari Mandy. Sungguh ia tidak ingin bertemu dengan perempuan itu."Aku sudah sembuh, sebaiknya kau segera pulang," ucap Zack sambil berjalan ke depan untuk membuka pintu kamarnya, mengusir Mandy secara halus."Zack, aku tahu kau marah kepadaku. Tapi tolong, jangan menghukum dirimu seperti ini. Aku tidak ingin kau sakit karenaku."Zack mengulas senyum getir, menertawai dirinya sendiri. Apakah sebegitu menyedihkannya dirinya h
"Apa ini cukup?" tanya Zack sambil mendorong troli belanjaannya."Cukup. Kita hanya butuh minyak sayur saja, setelah itu pulang."Nayla bersama Zack sedang berbelanja di supermarket, membeli bahan-bahan untuk memasak menu makan malam. Mereka berencana melakukan makan malam romantis dengan memasak sendiri sebagai perayaan hari di mana keduanya sudah resmi sebagai sepasang kekasih berbeda alam.Karena Zack tidak pernah memasak sebelumnya, sehingga mereka membeli beberapa peralatan masak dan banyak bahan makanan beserta bumbu dapur yang sangat asing bagi Zack.Beberapa orang yang kebetulan melihat Zack dengan banyaknya barang belanjaan yang sudah menumpuk di troli sedikit heran, tetapi tak ayal juga mereka mengagumi lelaki itu.Kadar ketampanan laki-laki akan bertambah berkali lipat jika sedang menggendong anak. Namun, jangan salah, lelaki yang sedang mendorong troli yang penuh dengan bahan masakan seperti sayur, buah, ikan dan daging pun bisa
Stevan memasuki kamarnya setelah tragedi salah masuk kamar itu berlalu. Dilihatnya Arisa masih mengenakan handuk tengah berjinjit mengambil koper yang berada di atas lemari pakaian. Hiroyuki memang menyiapkan pakaian baru di kamar masing-masing untuk kedua mempelai sehingga mereka tidak perlu repot-repot membawa pakaian ganti.Stevan tampak gugup melihat apa yang tersaji di depan matanya. Kaki jenjang Arisa yang tanpa penutup hingga paha atas terekspose sempurna membuat Stevan meneguk ludahnya berkali-kali.Ingin sekali dirinya cepat-cepat memadu kasih dengan si pemilik tubuh itu. Pasti malam ini akan begitu istimewa mengingat ia belum pernah melakukan itu sebelumnya. Dan Stevan juga tahu jika Arisa juga belum pernah terjamah oleh lelaki mana pun."Biar kuambilkan."Suara Stevan mengagetkan Arisa yang terlalu fokus dengan koper itu. Ia tidak menyadari kehadiran Stevan sebelumnya, hingga suara lelaki itu membuatnya terlonjak terkejut.Disilangkannya
Kini kedua pasang pengantin itu sudah berdiri di depan banyak orang, menyambut para tamu yang telah menghadiri pernikahan mereka.Zack dan Nayla juga Stevan dan Arisa secara bergantian mendapatkan ucapan selamat, baik dari keluarga terdekat juga kerabat jauhnya."Zack," Suichi yang pertama kali menghampiri sebagai keluarga tertua untuk mengucapkan selamat kepada mempelai pria.Entah sejak kapan pemandangan langka itu terjadi. Zack dan Suichi saling tersenyum untuk kemudian berpelukan erat. Keduanya seperti keluarga jauh yang baru saja bertemu untuk sekian waktu lamanya.Bahkan Nayla yang berada di dekat Zack ternganga melihat hal yang tak biasa yang kini terjadi di depannya. Begitu juga dengan Arisa, Stevan dan keluarga Nayla yang lain."Selamat ya, Zack. Ingat, jangan membuat keponakanku menangis karena ulahmu. Aku bisa saja membunuhmu jika kau melakukan itu."Zack menyunggingkan senyum ketika mendengar penuturan bengis yang masih terselip
KRIIIIINGGGGAlarm berbunyi nyaring membuat kedua lelaki itu menutup telinganya dengan bantal.Semalam Zack dan Stevan harus lembur karena menangani sebuah kasus yang membuat keduanya harus tidur menjelang pagi. Stevan memegangi bantalnya kuat dan membekam telinganya untuk menghalau suara nyaring alarm itu, sementara Zack menggapai jam mungil itu untuk menghentikan deringannya yang memekakkan telinga.Alarm berhenti berbunyi, tetapi masih saja ada satu hal yang membuat tidur keduanya terganggu.Suara dering ponsel Zack yang tidak berhenti berbunyi membuat lelaki itu harus membuka matanya secara paksa. Zack menggeser layar ponselnya untuk menerima panggilan tanpa melihat siapa yang saat ini sedang meneleponnya."Halo!" Suara seraknya khas orang bangun tidur itu akhirnya terdengar di seberang sana."Zack, kau sedang apa?"Lelaki itu mengerjab beberapa saat mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya."Nay, ada apa kau memba
Zack menutup kedua mata Nayla menggunakan kedua telapak tangannya. Menuntun gadis itu untuk berdiri di sebuah tempat yang sebelumnya telah menjadi kejutan untuk Nayla."Kejutan!" Zack melepaskan tangannya dari mata Nayla, membuat gadis bernetra hitam itu membuka matanya, menatap sekeliling dengan apa yang telah Zack persiapkan untuknya.Zack mengajak Nayla untuk melakukan makan malam romantis di depan pantai. Tempat di mana mereka sering merajut kasih dengan banyak mimpi yang selama ini keduanya lakukan."Zack, ini sangat indah." Nayla tak bisa menyembunyikan raut kekaguman dengan apa yang telah terlihat di depan matanya.Zack menyiapkan segalanya sejak siang tadi. Acara dadakan itu telah berhasil membuat Nayla terpukau dengan kejutan manis yang Zack berikan kepadanya."Syukurlah kau menyukainya."Tangan kekar itu meraih pinggang Nayla untuk didekatkan kepadanya. Sontak lelaki itu mendapat pelototan dari mata Nayla.Zack terkekeh, men
Zack menahan lengan Nayla ketika gadis itu akan pergi."Mau ke mana?" tanyanya kemudian dengan tangan mempertahankan lengan Nayla dalam genggamannya.Gadis itu berhenti, mengurungkan niatnya yang akan pergi dari kamar Zack."Aku akan tidur di kamar atas. Kita belum menikah, 'kan?" Sedikit merah wajah Nayla ketika mengatakannya.Zack tersenyum sekaligus merasa gemas dengan sikap Nayla. Apapun yang membuat Nayla malu, dia menyukainya."Tapi ... aku ingin kau menemaniku malam ini. Boleh, 'kan?"Bertambah meronalah pipi Nayla. Zack semakin berani mengatakan hal yang mengarah ke sana."Zack, kau mau apa?" tanya Nayla kemudian, mencoba menantang Zack yang sengaja menggodanya.Zack terkekeh. Dia memang berniat untuj menggoda Nayla saja, tetapi rasa ingin melakukan sesuatu tiba-tiba menghampiri untuk ingin segera dituntaskan."Nay, sepertinya aku sudah tidak bisa menahannya lagi."Nayla menautkan kedua alisnya, gugup mend
Nayla mendorong kursi roda dengan Zack duduk di atasnya. Kedua insan manusia itu tak bisa melepaskan senyum di bibirnya yang sejak tadi bertengger tanpa jeda.Sesekali Zack menatap ke atas, bertabrakan pandang dengan Nayla lalu saling melempar senyum.Arisa menunggu di depan lobby bersama Stevan. Gadis itu menyiapkan perlengkapan Zack yang kini masih menggunakan kursi roda.Stevan membukakan pintu mobil itu, membantu Zack untuk berpindah tempat dari kursi roda ke kursi mobil. Zack masih terlalu lemah untuk sekedar berjalan ataupun berdiri sendiri.Terhitung tiga minggu sejak dirinya tersadar dari koma, Zack akhirnya memutuskan pulang dengan Nayla yang bertanggung jawab untuk merawatnya.Zack sudah berada di dalam mobil, sementara Nayla berputar untuk mengambil duduk di samping Zack dengan masuk melewati pintu bagian lain.Kursi roda sudah diletakkan di bagasi mobil bersamaan barang-barang Zack yang tertinggal."Hai, lihatlah! Apakah k
Nayla yang memahami itu, bergegas menuangkan minuman untuk Zack. Namun, dengan cepat Mandy merebut gelas berisi air itu dari tangan Nayla."Zack, minumlah!"Mandy membantu Zack minum dengan membantu lelaki itu duduk dari pembaringannya.Disesapnya air yang berada dalam gelas bening itu. Hanya sedikit saja, untuk sekedar membasahi tenggorokannya yang telah kering karena selama berbulan-bulan lamanya terbaring tanpa daya di rumah sakit.Mandy membantu Zack berbaring lagi dengan menata bantal yang digunakan untuk menumpu kepalanya.Namun, Zack menolak untuk berbaring. Dia ingin duduk saja, sehingga Mandy mengubah posisi bantal itu menjadi berdiri sebagai sandaran punggung Zack.Tampaknya wajah pucat itu belum sepenuhnya tersadar. Zack mengerjapkan matanya kemudian dengan rasa pusing yang menyergap di kepala. Barulah beberapa saat kemudian, akhirnya Zack menyadari bahwa perempuan yang sedari tadi membantunya adalah Mandy."Mandy," panggil
Empat bulan kemudian ...Rumah itu terlihat sangat menyejukkan dengan banyaknya bunga yang tertata cantik di setiap sudut ruangan. Nampak asri dan indah karena dijaga dan dirawat dengan penuh cinta dan kasih sayang.Sejak kepulangan Nayla dari rumah sakit, gadis itu memilih untuk tinggal di rumah Zack. Arisa sempat melarangnya karena kondisi tubuhnya belum pulih benar, tetapi tekad Nayla sudah bulat. Hidupnya akan sepenuhnya ia dedikasikan kepada Zack.Ya, Zack masih belum sadarkan diri. Namun, hal itu tidak membuat rasa cinta Nayla berkurang. Setiap hari setelah menyelesaikan tugasnya di rumah sakit, Nayla selalu menemani Zack hingga malam.Tidak ada rasa bosan dalam diri gadis itu ketika melakukan rutinitasnya setiap hari. Bahkan Nayla menikmatinya seolah sedang mengabdikan dirinya kepada suaminya sendiri.Nayla dengan ceria membacakan Zack kisah-kisah lucu, bercerita tentang rutinitasnya yang ia lakukan setiap hari hingga harapan-harapannya meng
Wajah Nayla nampak pasi mengingat mimpi yang baru saja ia alami. Napasnya masih tersenggal dengan raut muka kebingungan.Apa yang terjadi? Mengapa dia berada di rumah sakit?Ingatannya berputar ke belakang ketika terakhir kalinya ia dan Zack bersama.Kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan, virus Zombie, perbudakan, serum penawar dan ledakan besar bangunan itu. Lalu Zack? Bagaimana dengan Zack? Apakah dia baik-baik saja, atau ....Apakah Zack sudah tiada?Di mana dia?Nayla terlihat kebingunan, banyak pertanyaan di benaknya yang menuntut ingin segera mendapatkan jawaban.Arisa menghampiri Nayla yang sebelumnya menuangkan air dalam gelas bening untuk diberikannya kepada Nayla. Arisa duduk di sisi ranjang Nayla dengan menghadap kepada adik semata wayangnya itu."Nayla, apa yang kau rasakan saat ini?" tanyanya lembut dengan menyentuh tangan Nayla sembari mengulurkan segelas air itu kepada Nayla.Nayla menoleh ke arah Arisa. Ke