Malam ini hujan turun begitu lebat. Dari jendela kaca terlihat angin bertiup sangat kencang, menggoyangkan dahan dan ranting pepohonan yang berada di area apartemen.
Zack bisa melihatnya dari atas sana, ada beberapa pohon tumbang yang menghalangi jalan masuk ke area apartemen. Mungkin besok banyak petugas yang akan dikerahkan untuk segera membereskan kekacauan akibat hujan lebat malam ini.
Hawa dingin yang terasa merasuk ke kulit tidak membuat mata Zack bisa terpejam lelap. Lelaki itu sedari tadi hanya berguling-guling untuk berusaha tidur mencari posisi nyamannya, tetapi tetap saja ia tidak bisa terbuai di alam mimpi.
Zack keluar dari kamarnya menuju pantry dapur. Mungkin segelas susu hangat bisa membantunya untuk tertidur. Ia menyalakan kompor dengan memasak susunya terlebih dahulu. Susu sapi murni yang ia sediakan dalam lemari es ia tuangkan di dalam panci susu untuk kemudian melakukan proses pasteurisasi.
Terdapat perhitungan spesifik untuk proses pasteurisasi, baik terkait jumlah susu, waktu, juga mengenai kandungan populasi bakterial dalam susu.
Pasteurisasi susu tidak boleh sampai mendidih, karena akan merusak protein yang terkandung dalam susu itu sendiri. Api harus segera dimatikan saat temperatur susu sudah mencapai sekitar tujuh puluh lima derajat Celcius, jika tidak akan terlanjur mendidih.
Untuk mengetahui bagaimana suhu sudah mencapai temperatur tersebut, Zack biasanya menggunakan patokan sendiri. Jika suhu susu lima puluh derajat Celcius, maka akan mulai terbentuk lapisan lemak tipis pada permukaan susu. Lapisan ini hanya melapisi sebagian kecil area susu.
Jika susu sudah mencapai temperatur tujuh puluh derajat Celcius, lapisan lemak sudah menutupi seluruh permukaan susu dan mulai timbul gelembung-gelembung udara yang terperangkap dibawah lapisan lemak tersebut. Ia tunggu sampai lima belas detik baru kemudian mematikan apinya.
Zack menuangkan susu tersebut di dalam gelas bening untuk mendinginkannya dan membawanya ke ruang baca yang berada di dekat area dapur. Zack menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya lalu mengambil berkas yang ia bawa dari kantor kepolisian.
Zack membuka halaman demi halaman dengan cepat tanpa membacanya terlebih dulu dan sampailah pada halaman yang ia tuju. Profil lengkap milik Nayla, gadis hantu yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya.
Mata Zack mematri foto wajah gadis itu yang beberapa minggu dekat dengannya.
Ke mana gadis itu pergi? Apakah dia baik-baik saja? Mungkinkah terjadi sesuatu dengan tubuhnya sehingga Nayla tidak bisa menemuinya lagi? Bukannya dia pernah mengatakan, jika Zack memikirkannya hal itu berarti sama saja dengan Zack sedang memanggilnya. Lalu kenapa sampai detik ini Nayla tak lagi muncul di hadapannya meskipun pikiran Zack dipenuhi dengan wajah gadis itu?
Zack menyeruput susu yang sudah mulai menghangat itu. Ia menyesapnya perlahan dengan mata tetap memandang foto Nayla. Aneh memang, jika ia tertarik dengan sebuah arwah penasaran yang biasa mengganggunya. Apakah dia mulai gila? Entahlah. Zack sudah berusaha membuang jauh pikirannya tentang Nayla, tetapi hati tidak bisa dibohongi. Zack merindukan Nayla, si gadis hantu itu.
*********
Sejak pagi buta Stevan sudah siap dengan perlengkapan lari paginya, tak lupa juga ia membawa seragam kerja dan juga perlengkapan mandi di dalam tas.
Sepertinya Stevan berencana sarapan dan mandi di kantor. Zack yang melihat apa yang dilakukan sepupunya itu hanya bisa mengernyitkan dahi, aneh.
"Mau ke mana?" tanya Zack kemudian, dengan ekspresi penuh selidik.
"Aku ingin lari pagi di taman kota sebelum berangkat kerja. Jadi jangan menungguku!" ucap Stevan yang masih sibuk memasukkan barang-barangnya.
"Sejak kapan kau menyibukkan diri dengan lari pagi sebelum berangkat kerja? Bukannya kau selalu bangun kesiangan?"
"Sudahlah, jangan menggangguku. Aku pergi dulu. Bye!" ucap stevan memudian dengan berlalu keluar dari kamar meninggalkan Zack yang masih berada di balik selimut.
Stevan mengendarai motornya dengan cepat. Jalanan sepagi ini masih sangat sepi dari kendaraan pribadi maupun kendaraan umum sehingga ia lebih leluasa melajukan motornya lebih cepat karena teringin segera sampai di taman kota.
Semalam, wajah pria manis itu tiba-tiba masuk ke dalam mimpinya. Bagaimana mungkin Stevan bisa terbayang-bayang wajah seorang laki-laki?
Orang tuanya pasti akan sangat sedih dan menghajarnya habis-habisan jika dirinya tertarik dengan sesama jenis. Tidak! Tentu saja itu tidak boleh terjadi. Kali ini ia harus memastikannya bahwa tidak ada perasaan apa-apa yang muncul ketika kulit mereka bersentuhan. Stevan bisa memastikan hal itu dan meyakinkan hatinya bahwa dia adalah laki-laki normal.
Stevan memarkirkan motornya di bawah pohon rindang. Kendati sang surya belum sepenuhnya menyinari, ia yakin petugas kebersihan itu sudah memulai pekerjaannya dengan membersihkan taman kota.
Stevan berlari-lari kecil, seolah sedang melakukan olahraga pagi. Netranya tak menyapu ke segala penjuru mencari di mana sosok lelaki manis yang membuat tidurnya tidak tenang.
Hampir dua kali ia berkeliling, tetapi tak juga menemukan sosok lelaki manis itu muncul, dan hal itu tentu membuatnya kecewa.
Stevan menyandarkan tubuhnya di bawah pohon besar yang di sekelilingnya terdapat bunga-bunga hias yang sedang bermekaran. Ia menghela napas pendek-pendek untuk sekedar mengatur deru napasnya selepas berlari.
Kepala Stevan menengadah menatap langit-langit yang bertabur burung camar yang sedang berterbangan memulai aktivitas pagi. Barulah ia menyadari ada sesuatu yang menarik di atas pohon di mana ia berdiri.
Tidak salah lagi, lelaki manis itu sedang berada di atas pohon besar yang ia gunakan untuk bersandar. Tanpa terasa senyum kecil terbit di bibir Stevan. Entahlah, ia merasa sangat senang karena bertemu lelaki manis itu kembali.
Pria itu sedang membantu anak-anak burung yang sebelumnya terjatuh, dan meletakkannya kembali ke sangkarnya. Mungkin mereka terjatuh karena hujan lebat dan angin kencang yang terjadi tadi malam.
Tatapan Stevan tidak terlepas dari sosok pria manis yang sedang tersenyum kepada anak burung yang sedang memanggil-manggil induknya.
"Sangat manis," gumam Stevan terpesona dengan senyum tulus pria manis itu.
Pria itu turun perlahan, mungkin karena dahan yang ia injak sedikit rapuh dan licin sehingga tanpa diduga kakinya terpeleset bersamaan dahan yang patah membuat tubuhnya melayang terjun bebas jatuh ke bawah.
"Aaaaahhhhh," teriak pria itu.
Tepat di saat pria itu terjatuh, Stevan sudah siaga di bawahnya untuk menangkap tubuh itu.
Sejenak pria manis itu menutup matanya sambil berpegangan kepada sesuatu yang lembut, dan sesuatu yang lembut itu adalah leher Stevan.
Lelaki itu melingkarkan tangannya di leher Stevan seolah sebagai pegangan terakhirnya untuk menyelamatkan diri. Matanya terbuka seketika menyadari bahwa ia tidak dalam kesakitan akibat jatuh dari ketinggian.
Mata Stevan dan pria manis itu saling bertatapan. Tanpa berkedip Stevan memuaskan rasa penasarannya dengan menatap lekat wajah lelaki itu yang masih berada dalam gendongannya.
Deg.
Deg.
Deg.
Bukan sengatan listrik lag yang saat ini Stevan rasakan. Namun, kali ini jantungnya berdetak tak karuan seperti ingin melompat keluar. Stevan menelan ludah ketika ada rasa aneh yang berdesir di dalam hatinya, Senentara netra itu masih menatap jelas wajah lelaki manis itu yang tampak kebingungan dengan posisinya.
"Turunkan aku!"
"Ehh!"
Stevan tersadar ketika lelaki itu meminta untuk diturunkan. Dengan hati-hati ia menurunkan lelaki itu dari gendongannya. Tanpa mengucap terima kasih atas pertolongan Stevan, lelaki itu pergi begitu saja meninggalkan Stevan yang masih berdiri mematung dengan perasaan yang sulit diterjemahkan.
Stevan menyentuh dadanya yang sudah berdetak lebih cepat. Ia menyandarkan kembali punggung dan kepalanya di pohon besar itu. Tangannya mengacak rambutnya frustrasi.
Apa yang terjadi dengan dirinya?
Bagaimana ia merasakan sesuatu kepada sesama jenis?
Apa yang akan ia katakan kepada orang tuanya nanti?
Fyuuhh, Stevan menghembuskan napas kasar. Ia harus berusaha menyingkirkan rasa aneh itu dengan segera.
"Aku laki-laki normal, aku laki-laki normal," ucapnya berkali-kali layaknya merapal sebuah mantra sambil menuju ke parkiran motornya untuk segera berangkat bekerja.
Zack memutuskan untuk mencari Nayla di rumah sakit sekaligus mencari kebenaran mengenai penyelidikannya tentang keluarga Higashino.Yang Zack ketahui, Nayla sebelumnya tidak pernah keluar dari rumah sakit sebelum bertemu dengannya di trotoar waktu itu.Mungkin saja saat ini Nayla berada di ruang perawatannya sambil menjaga tubuhnya yang sedang koma seperti sebelum-sebelumnya. Jika Zack diberi kesempatan untuk bertemu Nayla kembali, mungkin ia akan lebih menghargai gadis itu dan tidak akan mengabaikannya lagi.Zack melangkah ke arah resepsionis untuk menanyakan kamar perawatan Nayla dan memperkenalkan dirinya sebagai opsir polisi. Demi penyelidikan, pihak rumah sakit tentu mengizinkan Zack untuk melihat pasien khususnya itu, tetapi hanya berada di posisi luar ruangan dan ditemani seorang dokter yang menangani Nayla.Zack tidak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya ingin melihat kebenaran kondisi Nayla.Apakah benar Nayla yang ada di rumah s
Hujan terus mengguyur pusat kota. Bersamaan dengan itu dua insan yang berbeda dunia masih saling berdekatan mengutarakan perasaan tanpa kata.Zack melepaskan pagutan bibirnya dari bibir Nayla, menurunkan kedua tangannya dari pipi Nayla menuju telapak tangan gadis itu, menyematkan di sela-sela jari Nayla lalu saling mencengkram memberikan kekuatan.Zack masih menunduk, menyatukan keningnya dengan kening Nayla. Ada rasa aneh yang menjalar dalam dirinya bersamaan deru napasnya yang tak beraturan. Apa yang sudah dia lakukan? Dia mencium Nayla tanpa meminta izin gadis itu terlebih dahulu? Bukannya itu tidak sopan?Zack terlalu larut dalam suasana hingga tidak menyadari dengan apa yang ia lakukan. Bahkan ia tidak menyangka ciuman pertamanya akhirnya ia labuhkan kepada gadis hantu di depannya. Apakah Zack sudah gila?"Maaf," ucap Zack kemudian setelah menyadari kesalahannya kepada Nayla.Nayla terdiam, tak berbicara sedikit pun. Ia bingung harus menjawab
"Mandy?"Perempuan itu menoleh, mengulas senyum simpul di bibirnya."Stevan meneleponku, menyuruhku datang untuk merawatmu. Dia mengatakan bahwa kau sedang sakit sehingga aku buru-buru datang ke sini. Dokter sudah menyuntikkan obat penurun panas dan sepertinya suhu tubuhmu sudah turun," ucap Mandy dengan meletakkan handuk yang sudah diperas itu ke kening Zack.Zack menahan lengan Mandy yang akan meletakkan handuk itu di keningnya."Seharusnya kau tidak perlu datang."Zack bangun dari tidurnya, berdiri menghindari Mandy. Sungguh ia tidak ingin bertemu dengan perempuan itu."Aku sudah sembuh, sebaiknya kau segera pulang," ucap Zack sambil berjalan ke depan untuk membuka pintu kamarnya, mengusir Mandy secara halus."Zack, aku tahu kau marah kepadaku. Tapi tolong, jangan menghukum dirimu seperti ini. Aku tidak ingin kau sakit karenaku."Zack mengulas senyum getir, menertawai dirinya sendiri. Apakah sebegitu menyedihkannya dirinya h
"Apa ini cukup?" tanya Zack sambil mendorong troli belanjaannya."Cukup. Kita hanya butuh minyak sayur saja, setelah itu pulang."Nayla bersama Zack sedang berbelanja di supermarket, membeli bahan-bahan untuk memasak menu makan malam. Mereka berencana melakukan makan malam romantis dengan memasak sendiri sebagai perayaan hari di mana keduanya sudah resmi sebagai sepasang kekasih berbeda alam.Karena Zack tidak pernah memasak sebelumnya, sehingga mereka membeli beberapa peralatan masak dan banyak bahan makanan beserta bumbu dapur yang sangat asing bagi Zack.Beberapa orang yang kebetulan melihat Zack dengan banyaknya barang belanjaan yang sudah menumpuk di troli sedikit heran, tetapi tak ayal juga mereka mengagumi lelaki itu.Kadar ketampanan laki-laki akan bertambah berkali lipat jika sedang menggendong anak. Namun, jangan salah, lelaki yang sedang mendorong troli yang penuh dengan bahan masakan seperti sayur, buah, ikan dan daging pun bisa
Zack tampak sibuk berkutat dengan komputernya, ia masih bingung dengan apa yang telah ia lihat dari hasil rekaman CCTV.Zack sering kali melihat Nayla melakukan pekerjaan manusia seperti membaca, menangis dan memasak yang beberapa kali mereka lakukan akhir-akhir ini. Nanun, sebuah arwah mencuri uang, bukankah itu sangat aneh?"Apa kau sedang memikirkanku?"Nayla yang baru saja datang menepuk bahu Zack dari belakang. Lelaki itu menoleh, tangannya terulur menyentuh tangan Nayla, lalu mencium punggung tangannya mesra. Ia memutar tubuhnya bersamaan dengan kursi putar yang sedang ia duduki menghadap Nayla."Iya, aku ingin menanyakan sesuatu hal. Apa kau bisa membantuku menjawabnya?" tanya Zack kemudian."Katakan saja. Tentu aku mau membantumu!"Zack berdehem sejenak, mencari kalimat yang tepat agar Nayla tidak merasa tersinggung. Karena pertanyaannya mungkin kali ini berkaitan dengan fisiknya yang berupa makhluk tak kasat mata."Apa semua
Tim Arnold menghentikan sirinenya dari jarak yang agak jauh dari cabang bank yang dimaksud, berupaya agar pencuri itu tidak mendengar bahwa polisi datang mengepungnya.Stevan dan dua orang lainnya ditugaskan untuk menunggu di atas jembatan di mana ia nantinya berjaga jika pencuri itu bisa kabur dengan cara yang tidak di sangka-sangka seperti sebelumnya. Sehingga dengan jarak seperti itu Stevan dan dua anggota kepolisian yang lain bisa mengamati pergerakan pencuri dan segera mengejarnya.Opsir Arnold dan enam anggota kepolisian yang lain segera menuju cabang bank nomor 201, mereka ditugaskan untuk siaga dan menajamkan pendengaran sekaligus pengelihatan agar tidak kembali terkecoh dengan ulah si pencuri. Meskipun beberapa anggota kepolisian yang masih menyukai hal berbau mistis mengatakan bahwa pencurinya adalah sosok hantu dan tidak mungkin tertangkap, tetapi ia yakin bahwa itu semua hanya omong kosong."Apa kau sudah menangkapnya?" tanya opsir Arnold
"Zack, apa kau sudah tidur?"Stevan yang tidur di samping Zack menoleh ke arah lelaki itu, tangannya sedikit mengguncang bahu Zack untuk memaksa lelaki itu menjawab pertanyaannya."Heemm." Hanya gumaman yang keluar dari bibir Zack."Ya, setidaknya kau mendengarku. Apa kau pernah merasakan jatuh cinta?" tanya Stevan dengan meletakkan kedua tangannya menyilang di belakang kepalanya dan menjadikannya sebagai alas kepala, matanya menatap langit-langit kamar dengan wajah berseri-seri."Heem," jawab Zack pendek."Bagaimana rasanya? Apa kau merasakan sengatan listrik di kulitmu saat bersentuhan dengannya? Atau kau merasakan detak jantungmu berpacu lebih cepat dan hampir saja keluar ketika dekat dengannya?"Zack menoleh dengan malas ke arah Stevan yang sedari tadi mengoceh, padahal Zack sudah sangat mengantuk dan membutuhkan waktu istirahatnya agar bisa bangun dengan kondisi tubuh yang segar."Kau mencintai Yuta?" ucap Zack yang langsung meme
"Mengapa wajahmu berubah pucat saat melihatku, Opsir Zack," ucap lelaki itu yang merupakan tuan Hendriq, salah seorang mafia kejam yang jejak kriminalnya tidak bisa terendus pihak kepolisian. Zack segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih tenang dan dingin. Ia beranjak dari duduknya, berdiri dengan tangan terulur untuk menjabat lelaki di depannya itu sebagai sikap profesional dan disambut dengan baik oleh tuan Hendriq. "Silakan duduk kembali, Opsir Zack," ucap lelaki itu dengan sikap ramah. Zack mengangguk, kembali ia mendaratkan pantatnya di sofa empuk dengan kedua siku menumpu di bagian paha. "Saya ingin bertemu dengan tuan Higashino, untuk melanjutkan penyelidikan kasus pencurian berantai yang terjadi di beberapa cabang bank keluarga Higashino." Tuan Hendriq tersenyum tipis, ia tampak mengangguk-angguk ketika opsir Zack mengutarakan maksud tujuan kedatangannya di kediaman Higashino. "Ayah sedang sakit, mungkin kau bisa menanya