Hari sudah menjelang malam, tetapi hujan tidak juga kunjung berhenti, membuat opsir Zack menungguinya hingga reda.
Jam sudah menunjukkan melewati waktu pulang, tetapi ia masih setia menatap langit dari balik jendela kaca ruang kerjanya.
Sambil menyesap secangkir kopi panas, ia kembali membaca kasus-kasus yang belum selesai ia tangani.
Suara petir kembali bersautan bersamaan dengan angin kencang yang sepertinya berhembus tak mau kalah. Kemungkinan hujan ini akan berlangsung lebih lama.
Opsir Zack memutuskan untuk merebahkan sejenak tubuhnya di atas sofa empuk yang ada di sisi ruangan untuk melepas penat yang sedari tadi sudah bergelayut di sekujur tubuh. Tanpa ia sadari kantuk mulai menyerang sehingga ia tidak mampu menahan diri untuk tidak memejamkan mata sampai ia tertidur lelap.
***
"Pak, hujan sudah reda. Apakah Anda akan pulang sekarang?" Seorang petugas membangunkan Zack yang saat ini masih terlelap dalam buaian mimpi.
Dibukalah matanya yang terasa berat itu. Dia memutar-mutar leher dari kiri ke kanan dan sebaliknya berulang kali untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku.
Zack melirik ke arah jam tangannya, sudah hampir pukul sepuluh malam. Ia ternyata tertidur cukup lama sehingga tidak menyadari waktu telah berjalan secepat itu.
"Aku akan pulang. Terima kasih telah membangunkanku." Lelaki itu menampilkan wajah lelah tetapi masih bersikap tegas seperti biasanya.
Zack menengadah saat sudah berada di luar kantor ruangan kerjanya, menatap langit-langit yang menggelap, tetapi bintang-bintang sudah mulai bermunculan.
Sepertinya hujan deras tadi sudah mengikis awan gelap yang terlihat menakutkan, sehingga kini hamparan bintang yang bertabur di sekitar bulan sabit terlihat jelas, membuat langit malam tampak sedikit lebih cerah.
Zack mengendarai motor 400 cc-nya dengan kecepatan konstan menembus jalan raya yang saat ini tidak terlalu padat.
Zack membelokkan motornya ke sebuah minimarket di pinggir jalan, mengingat tadi dia belum sempat makan malam. Zack ingin membeli roti isi dengan susu hangat yang biasanya disediakan di minimarket tersebut.
Dari kejauhan, Zack melihat seorang gadis sedang duduk di pinggiran trotoar sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Gadis itu berambut panjang dengan mengenakan dress selutut tanpa lengan, duduk bersimpuh sambil menangis seorang diri.
Zack memerhatikan gadis itu sekali lagi. Dia seorang polisi, pastinya ada rasa penasaran dalam dirinya dengan apa yang terjadi dengan gadis itu.
Apakah gadis itu salah satu korban perkosaan yang mana malam hari biasanya ada preman jalanan yang mencari mangsa, sehingga gadis itu yang tanpa perlindungan menjadi korbannya?
Zack memutuskan untuk masuk ke minimarket tersebut guna membeli dua buah roti isi dan dua gelas minuman hangat .
Setelah melakukan pembayaran menggunakan debit card, Zack berjalan menghampiri gadis trotoar itu yang sebelumnya ia memakan terlebih dahulu roti isi dan minuman hangat miliknya.
Zack menyisahkan satu buah dari masing-masing, untuk kemudian memberikan makanan dan minuman itu kepada gadis trotoar dan meninggalkan motornya di parkiran minimarket.
"Nona, minumlah!" Zack menyodorkan satu gelas minuman yang masih hangat itu ke depan gadis trotoar yang masih menunduk. Gadis itu tampak bergeming, ia hanya menangis tanpa memedulikan Zack yang sedang menawarkan minuman untuknya.
Zack menghembuskan napasnya dengan kasar, sepertinya gadis itu tidak bisa diajak bicara dengan cara halus. Mungkin, Zack harus lebih tegas untuk membujuk nona trotoar itu agar memerhatikannya.
"Nona, berhentilah menangis dan dengarkan aku!" Zack menaikkan intonasi suaranya yang membuat gadis itu mendongak terkejut. Bukannya menjawab atau memusatkan perhatiannya pada Zack, gadis itu justru menoleh ke kanan dan ke kiri seperti orang yang sedang kebingungan.
"Nona, siapa yang kau cari. Aku ada di sini sedang berbicara kepadamu," ucap Zack lagi dengan sedikit kesal karena merasa diabaikan.
Wajah gadis itu nampak sedikit pucat. Mungkin karena terlalu lama menangis, apalagi hari sudah malam dan ia hanya mengenakan dress pendek yang tipis tanpa mengenakan alas kaki. Zack beransumsi bahwa gadis itu sedang sakit, atau kondisi tubuhnya sedang tidak sehat serta kedinginan.
Gadis itu menatap Zack dengan heran, ia melambaikan tangannya ke kanan dan ke kiri di depan wajah Zack.
"Kau berbicara denganku, Tuan?"
Suara gadis itu terdengar serak, terasa halus dan samar, tetapi Zack masih bisa dengan jelas mendengarnya.
"Nona, hanya kau yang ada di sini bersamaku. Apa menurutmu aku sudah gila berbicara dengan tiang listrik di sampingmu?"
Zack menggelengkan kepalanya, ia tidak mengira berbicara dengan seorang gadis trotoar di depannya itu terasa menjengkelkan.
Sorot mata gadis itu terlihat kosong tetapi seolah tatapannya langsung menembus ke kedalaman mata Zack. Zack sempat terhipnotis beberapa detik dengan aura yang dipancarkan gadis itu. Namun, di detik berikutnya ia tersadar.
"Apa kau bisa melihatku?" Gadis itu kembali bertanya dengan pertanyaan yang sepertinya tidak membutuhkan jawaban.
"Nona, apakah kau hantu?"
Gadis itu menggeleng kuat-kuat. "Tentu saja bukan, aku masih hidup."
Zack tergelak mendengar jawaban gadis itu, biasanya seseorang yang disebut hantu pasti akan marah dan menjawab, "tentu saja aku manusia." Tetapi gadis di depannya ini menjawab bahwa dirinya masih hidup.
"Nona, jika kau bukan hantu, tentu saja aku bisa melihatmu."
Zack menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan cepat. Sorot matanya kembali dingin dan tegas.
"Aku seorang opsir polisi. Sangat berbahaya gadis sepertimu berada di tepi jalan malam-malam seperti ini seorang diri. Kau bisa memberikan peluang seseorang berbuat buruk kepadamu. Alangkah baiknya kau segeralah pulang, Nona!" Zack memperingati gadis itu supaya segera kembali ke rumahnya. Namun, di luar perkiraan Zack, gadis itu justru mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengannya.
"Nayla Shair."
Gadis itu memperkenalkan dirinya tanpa diminta. Zack dengan malas menyambut uluran tangan gadis itu karena merasa tidak sopan jika harus membiarkan tangan seorang wanita terlalu lama mengapung di udara hanya untuk menunggu berjabat tangan dengannya.
"Zack Abraham. Panggil saja Zack."
Wajah gadis itu berubah semakin takjub, bukan dengan nama Zack. Namun, ketakjubannya hanya tertuju pada tangan Zack yang menjabat tangannya.
"Kau ... kau bisa menyentuhku?" ucap gadis itu terheran-heran.
"Maaf, kau yang menjabat tanganku duluan."
Zack segera menurunkan tangannya karena merasa tidak sopan jika bersalaman dengan tangan seorang gadis terlalu lama.
"Tidak, bukan itu maksudku. Kau bisa melihatku dan menyentuhku?"
Gadis itu menatap Zack seolah tak percaya. Zack mengerutkan keningnya. Bagaimana ia bisa bertemu dengan gadis aneh seperti itu? Apakah gadis ini kelainan jiwa dan mungkin saat ini ia tengah melarikan diri dari perawatannya di rumah sakit jiwa?
"Nona, sebaiknya kau segera pulang. Bicaramu semakin ngawur saja. Aku akan mengantarmu!"
Zack menarik lengan Nayla supaya cepat pergi dari tempat itu karena hari sudah sangat larut dan dirinya juga sudah terlalu lelah ingin segera pulang untuk mengistirahatkan tubuhnya.
"Zack, tunggu!" Gadis itu menarik lengannya kasar.
"Orang-orang akan menganggapmu gila jika menarik tanganku seperti ini."
Zack melihat beberapa orang yang kebetulan lewat melihatnya sedikit aneh, lalu berlalu begitu saja. Zack tidak menghiraukannya dan terus menarik lengan gadis itu agar ikut dengannya menuju parkiran motornya.
Tanpa sengaja Zack menatap kaca spion motornya yang ia parkirkan di depan minimarket. Zack menatap sekali lagi, dan hal itu membuatnya tak percaya. Ia kembali membelalakkan mata setelah beberapa kali ia kucek kedua mata itu dengan jari telunjuk untuk menatap pantulan dirinya di kaca spion motor.
Bayangan gadis yang ia tarik lengannya itu sama sekali tidak tertangkap di kaca spion sementara tangannya sendiri terlihat mengapung di udara tanpa ada sesuatu pun yang ia sentuh bahkan ia tarik.
Zack menipiskan bibirnya, menelan ludah. Ia sering mengatakan bahwa hantu itu tidak ada, omong kosong. Namun, saat ini sepertinya ia harus menarik kembali perkataannya itu. Perlahan ia menoleh ke belakang memastikan gadis yang sedang ia pertahankan tangannya masih berada di tempat.
Gadis itu tersenyum dengan memperlihatkan gigi-giginya dan berhasil membuat Zack merinding. Ia belum pernah melihat hantu, tetapi kali ini ... di depannya, seorang gadis yang fisiknya tidak bisa di tangkap oleh cermin. Apakah ini bisa disebut dengan hantu?
Dengan tangan gemetar Zack menekan passcode pintu apartemennya. Hampir tiga kali ia melakukannya dan semuanya salah, membuat Zack harus kembali mengumpat.Pertemuannya dengan gadis hantu itu membuat Zack tidak bisa fokus melakukan apapun, bahkan hanya untuk memasuki apartemennya sendiri."Hai, kau seperti melihat hantu saja!" Sebuah tangan yang menepuk bahu Zack, membuat lelaki itu terlonjak kaget.Zack mendengkus kesal, degup jantungnya masih belum stabil dengan wajah yang pucat pasi."Buka pintunya!"Zack memerintah adik sepupunya itu yang tinggal bersamanya di unit apartemen yang sama.Antony Stevan yang merupakan anggota dari kepolisian muda yang baru saja bergabung di kepolisian pusat. Mereka berdua ditugaskan di wilayah kerja yang sama. Untuk sementara Antony Stevan yang belum mendapatkan tempat tinggal terpaksa harus menumpang di unit apartemen Zack sampai ia menemukan tempat tinggal yang cocok.Stevan menekan tombol passcode u
"Kau lihat itu? Sangat aneh sampai saat waktu pembobolan brankas sama sekali tidak ada pergerakan yang mencurigakan di ruangan itu." Opsir Julio mengatakan dengan nada kesal yang bercampur frustrasi.Opsir Zack dan opsir Julio juga beberapa anggota kepolisian sedang melakukan penyelidikan di bank swasta Higashino. Bank swasta milik keluarga Jepang yang memiliki banyak cabang di negara itu telah mengalami pencurian dengan cara yang tidak biasa.Opsir Julio nampak kesal dari raut mukanya. Pasalnya dari hasil rekaman CCTV yang ia putar berulang-ulang ketika bank sedang menyelesaikan jam operasionalnya tidak ada tanda-tanda berarti yang mencurigakan yang mengarah kepada pencurian itu."Kau benar, sangat aneh memang." Zack mengamini perkataan rekannya itu.Bagaimana mungkin uang dalam brankas tiba-tiba bisa hilang begitu saja dan dengan mudahnya beralih ke tangan pencuri itu tanpa ketahuan oleh siapa pun?Zack kembali memeriksa rekaman CCTV itu dengan s
Motor Zack melesat cepat membelah jalanan untuk menemukan si pencuri yang sedari tadi dikejarnya. Netranya menangkap titik-titik lokasi di mana kemungkinan pencuri itu melarikan diri dari alat pemindai jalan yang ia miliki. Nayla yang ada di belakangnya hanya menutup mata sambil memeluk tubuh lelaki di depannya itu, seolah takut akan terjatuh. Kendati ia hanya arwah yang tak berjasad, tetapi naluri manusianya masih ada. Ia mendekap erat tubuh Zack sebagai pengaman terakhirnya dari laju motor Zack yang melaju jauh dari kecepatan normal. Zack menghentikan laju kendaraannya ketika ia melihat sebuah motor terparkir di sebuah rumah kosong yang ada di pinggir jalan. Ia memarkirkan motor kesayangannya itu di bawah pohon yang ada di depan rumah tersebut lalu menghubungi rekan sesama polisi untuk segera mengepung tempat itu. "Tunggu di sini dan jangan kemana-mana! Ini akan berbahaya." pinta Zack kepada Nayla yang dijawab anggukan oleh nona hantu itu. Zac
"Mandy!" Zack menatap gadis yang kini berada di depannya itu dengan perasaan bahagia. Karena kesibukan Zack, ia tidak sempat menemui kekasihnya itu dalam kurun beberapa minggu. Dan kini rasa rindu yang ditahannya selama beberapa minggu terbayar sudah dengan kedatangan Mandy di kamar perawatannya. "Zack, mengapa bisa sampai seperti ini?" ucap Mandy dengan wajah penuh kekhawatiran melihat kondisi Zack yang penuh dengan perban yang membalut beberapa bagian tubuhnya. Zack menyunggingkan senyum, merasa bahagia dicemaskan wanita yang dicintainya. "Aku tidak apa-apa, hanya luka ringan. Bagaimana keadaanmu?" "Beginilah, kau terlalu sibuk hingga melupakanku!" Wajah Mandy terlihat lucu dengan pipi menggembung seperti itu, merajuk dengan sang kekasih yang tak pernah menemuinya. Zack terkekeh kecil, wajahnya sedikit nyeri jika digunakan untuk tertawa. "Aku tidak mungkin melupakanmu, hanya saja ada kasus mendesak yang membuatku sangat
"Halo?" Terdengar suara Mandy di seberang sana saat Zack menghubunginya. Meskipun ia ingin memberi kejutan, setidaknya ia memastikan dulu di mana kekasihnya itu berada sehingga ia bisa memberikan kejutan di waktu yang tepat. "Mandy, emm ... kau ada di mana?" Zack sedikit gugup mengatakannya. "Emm, aku di rumah. Tentu saja ada di rumah. Ada apa?" "Tidak, aku hanya ingin memastikan. Karena aku menghubungimu dua kali baru bisa tersambung," ucap Zack sedikit curiga dengan sikap Mandy yang tak biasa. "Aku baru keluar dari toilet. Tidak mungkin 'kan ke toilet membawa ponsel?" "Oh, apa kau yakin?" tanya Zack lagi mencoba memastikan. "Zack, buat apa aku berbohong. Sudahlah, aku sedang kesal," ucap Mandy yang langsung mematikan ponselnya. Zack tersenyum mendengar Mandy kesal kepadanya, karena setelah ini ia akan datang untuk menghiburnya. Dan ia yakin bahwa Mandy tidak akan bertahan lama marah kepadanya, karena seperti itulah biasanya.
Nayla tersenyum cerah ketika berjalan mendekati rumah yang dulunya sering ia pijaki. Sudah lama sekali sejak kecelakaan maut yang menimpanya tiga tahun silam yang mengakibatkan dirinya koma hingga saat ini, tidak bertamu ke rumah Victor yang merupakan kekasih sekaligus calon tunangannya.Nayla berencana bertunangan usai ia berhasil mendapatkam gelar doctor-nya yaitu setelah ia menyelesaikan Coas di sebuah rumah sakit milik keluarga besarnya.Namun, karena kecelakaan maut yang hampir membuatnya tiada, dan mungkin bisa dibilang hidup, tetapi mati membuat Nayla kehilangan semuanya.Nayla hampir putus asa dengan nasibnya, tetapi Victor yang selalu setia menemaninya di saat Nayla mengalami masa-masa sulit, membuat ia yakin suatu saat dia bisa hidup kembali dengan tubuh yang saat ini sedang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.Selama tiga tahun terakhir, Victor tidak pernah terlupa untuk mengunjungi Byla dengan membawa buket bunga untuk diletakkan di a
Suasana malam itu terasa begitu dingin, deru ombak pantai bergulung-gulung dan sesekali terpecahkan oleh batu karang yang menjulang kokoh di tengah lautan. Zack dan Nayla merebahkan tubuhnya terlentang beralaskan pasir pantai sambil menengadah memandang hamparan bintang-bintang yang ada di langit. Tatapan keduanya tampak kosong dan hanyut oleh pikiran masing-masing. Zack mengingat kembali bagaimana masa-masa indahnya dulu bersama Mandy. Kenangan itu terasa manis, tetapi menyakitkan jika untuk dikenang. Pun demikian dengan Nayla, kebersamaannya bersama Victor adalah kenangan terindah semasa hidupnya. Ya hidup seperti manusia normal yang dulu pernah ia dapatkan. Entah kapan kehidupan seperti itu akan ia dapatkan kembali, atau mungkin ia akan seperti ini selamanya. "Zack, apakah kau tertidur?" tanya Nayla tanpa melihat ke arah Zack. Zack yang masih termenung hanya menjawab sekenanya. "Heem." Nayla sedikit menyunggingka
Hari pertama setelah libur selama satu minggu, membuat Zack bangun lebih pagi. Semalam ia sudah menyiapkan segala berkas yang akan ia lakukan penyelidikan selanjutnya mengenai pencurian bank swasta yang misterius itu. Zack memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas ranselnya kemudian segera keluar dari unit apartemennya.Seperti biasa, Zack lebih suka mengendarai motor kesayangannya daripada harus menggunakan mobil. Menurutnya menggunakan motor jauh lebih efisien, cepat dan hemat.Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit Zack sudah berada di halaman parkir kepolisian pusat. Ia mengunci ganda kendaraannya lalu beranjak untuk segera masuk ke dalam gedung. Beberapa orang tampak mengangguk ketika berpapasan dengan Zack sebagai tanda hormat kepada lelaki itu."Opsir Zack, bagaimana keadaanmu?" tanya opsir Julio yang tiba-tiba datang menepuk bahunya. Opsir Julio mengikuti Zack hingga masuk ke dalam ruangannya."Sangat baik. Apakah ada perkembangan kasus?"