Keduanya makan malam dalam diam. Seakan canggung dan ragu untuk memulai sebuah percakapan. Sesekali Ayumi melirik lelaki dihadapannya. Dilihat dari penampilannya dia memang bukan orang sembarangan. Terbukti dari sebuah jam tangan yang melingkar di tangannya. Ayumi yakin jika itu seharga ratusan juta rupiah. Hanya untuk sebuah jam tangan. Mengapa Ayumi bisa mengetahui harga dari jam tangan itu? Karena Miranda pernah merengek kepada mamanya hanya untuk mempunyai jam tangan itu. Untuk itulah, terkadang Ayumi iri kepada saudara tirinya.
"Tuan, bi-bisakah and mengantar saya pulang?" tanya Ayumi dengan takut-takut setelah mereka semua telah selesai makan malam.
"Apa perkataanku sebelumnya tidak kau dengarkan dengan baik-baik?" tanya Smith dengan nada yang sedikit kesal."Ta-tapi besok saya harus ke kampus, Tuan," elak Ayumi dengan terbata."Kau tidak akan pergi kemanapun tanpa izin dariku." Smith menatap tajam kearah Ayumi. Membuat gadis itu menundukkan wajahnya dalam-dalam. Smith bangkit dari duduknya dengan geram lelaki itu menarik tangan Ayumi."Tu-tuan, lepaskan saya. Ini sakit." Rintihan dari Ayumi diabaikan oleh Smith. Saat mereka telah sampai dikamar Smith, dengan kasar Smith melemparkan tubuh mungil Ayumi ke atas ranjang. "Ah."
"Aku sudah bilang, kau tidak akan keluar dari rumah ini. Katakan saja apapun keinginanmu. Maka aku akan menurutimu. Akan aku kabulkan semua keinginanmu. Tapi jngan harap aku akan berbaik hati untuk membiarkanmu pergi dari rumah ini. Susah payah aku mencarimu, tak akan semudah itu kau pergi dari rumahku!"Setelah mengatakan hal itu, Smith berlalu meninggalkannya. Membuat Ayumi mematung seorang diri. Sepertinya akan mustahil untuk membujuk lelaki angkuh itu."Jika aku tidak bisa lepas dari genggamannya, maka aku hanya bisa memanfaatkannya. Aku sudah memiliki apapun untuk kupertahankan. Harga diriku telah hancur saat kejadian malam itu. Jika dia menginginkan tubuhku, maka aku akan meminta kekuasaan. Setidaknya pekerjaan yang mapan. Jika suatu saat dia menendangku keluar dari kehidupannya, maka aku akan memiliki simpanan yang lebih banyak. Tapi … bukankah itu berarti aku adalah seorang simpanan? Baiklah siapa yang peduli, aku harus membalaskan dendamku. Aku merasa sepertinya kematian bunda juga disengaja oleh dua ular itu. Mengingat mereka tak berlas kasih dalam menjebakku. Kalau begitu aku harus menemui laki-laki itu sekarang."
Ayumi bangkit bediri. Kemudian membuka pintu kamarnya. Kedua netra hitamnya melebar. Diluar pintu kamar itu terlihat ada 5 orang lelaki berpakaian serba hitam dengan tubuh yang kekar. Membuat nyali Ayumi semakin menciut saja."Ada apa, Nona?" tanya salah seorang dari mereka kepada Ayumi dengan nada yang ramah."Dimana tuan kalian? Ada yg ingin aku katakan," jawab Ayumi."Mari ikut dengan saya, Nona. Tuan sedang berada di ruang kerja miliknya." Bodyguard itu mempersilahkan Ayumi untuk berjalan dengannya menuju ruang kerja milik Smith.****Tok tok tok. Smith segera mengangkat kepalanya tak kala sebuah suara ketukan di pintu. Lelaki itu melepaskan kacamata miliknya dan kemudian mempersilahkan masuk.
"Masuk."Kedua iris mata abu-abu milik Smith melebar. Gadis yang sejak tadi keras kepala kepadanya justru datang mencarinya. Lelaki itu menghela nafas beratnya."Jika kau ingin aku mengantarmu pulang, lebih baik kembalilah ke kamarmu. Aku tak akan membiarkanmu pergi dari rumah ini.""Tuan, saya akan menuruti perintah Tuan," kata Ayumi dengan menundukkan kepalanya. Sejenak Smith merenung. Bukankah gadis itu sejak tadi memintanya untuk mengantarnya pulang? Lalu mengapa tiba-tiba mengatakan jika akan menuruti perintah darinya?"Kau keluarlah dulu." Mengibaskan tangannya menyuruh bodyguardnya pergi. Setelah lelaki itu pergi Smith meneruskan kata-katanya kembali. "Jadi kau bersedia untuk tinggal kemari?""Ya. Tapi aku ingin Tuan memberikan pekerjaan untukku," jawab Ayumi dengan tegas."Pekerjaan? Tidak!""Apa? Mengapa kau tak mengizinkan ku kerja? Kalau begitu pulangkan aku!" teriak Ayumi."Tidak! Kau cukup berdiam diri di rumahku. Itu pasti hanya alasanmu saja bukan? Kau sebenarnya ingin kabur dariku dengan mengatakan akan bekerja bukan? Tidak!" Smith berkeras hati."Bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tawar Ayumi."Kesepakatan?" kedua alis Smith mengerut. "Benar. Tuan kan tidak mengizinkan saya pergi dari rumah ini. Sedangkan saya ingin bekerja supaya saya bisa mendapatkan uang. Tapi Tuan yang memberikan saya pekerjaan di perusahaan milik Tuan. Bukankah itu adil?" tanya Ayumi dengan sebuah senyum yang merekah dibibirnya."Kau tidak perlu bekerja. Setiap bulan aku akan memberimu uang. Pergilah ke kamarmu sekarang. Setelah ini semua selesai, aku akan menemuimu kembali." Smith kembali mengenakan kacamata miliknya."Kalau begitu jangan harap aku akan duduk.manis di rumah ini. Aku akan mencoba berbagai cara untuk bisa lepas darimu. Meskipun aku harus bunuh diri sekalipun!" Ayumi segera berbalik menuju pintu. Membuat Smith semakin geram."Selangkh lagi kau akan mendapat hukuman! Aku sudah berbaik hati padamu. Tapi kau keras kepala!""Aku hanya ingin bekerja. Itu saja, Tuan. Bagaiman jika kita membuat kesepakatan terlebih dahulu. Aku berjanji padamu, aku tak akan kabur darimu. Asal aku bisa bekerja. Hanya itu keinginanku. Karena jika kau sudah bosan padaku, bukankah aku harus memiliki tabungan untukku hidup nantinya?" tanya Ayumi dengan kedua sudut mata yang telah basah. Smith yang melihatnya pun tak tega kepada Ayumi. Lelaki itu menghela nafasnya dalam-dalam."Kita buat secara tertulis." Smith mengambil gagang telpon rumahnya. "Panggilkan Kei untukku."Smith kembali mendudukkan bokongnya dikursi. Menatap tajam gadis mungil di hadapannya. Selama ini dia tak pernah ditolak sekalipun oleh seseoeang. Tapi lihatlah gadis bertubuh mungil dihadapannya itu justru menolak dengan keras apa yang berusaha dia berikan kepadanya. Jika para wanita diluar sana mendekatinya hanya untuk mendapatkan kekuasaan dan hidup mewah, tapi tidak dengan Ayumi. Gadis berparas cantik dan bertubuh mungil ini hanya ingin hidup yang sederhana. Sepertinya memang dia tak salah dalam memilih.Ceklek."Tuan." Lelaki bernama Kei itu melirik Ayumi. Sungguh dalam hati lelaki itu membatin kagum karena hanya Ayumilah satu-satunya gadis yang bisa memasuki ruang kerja Smith dengan keadaan yang baik."Ambilkan bulpoin dan kertas. Aku dan gadis itu akan membuat kesepakatan."Setelah Ayumi maupun Smith mengatakan apa saja keinginan mereka, kini akhirnya semua kesepakatan itu telah diketik oleh Kei. Kemudian dua orang pihak saling membubuhkan tanda tangan diatas matrai."Tuan, anda jangan melanggar kesepakatan ini ya. Jika tidak, aku juga akan melanggarnya.""Sudah malam, kembalilah tidur," bujuk Smith seakan mengusir secara halus keberadaan Ayumi."Tentu saja! Selamat malam, Tuan!"Setelah kepergian Ayumi, sebuah senyum terbit di bibir Smith. Sepertinya lelaki itu sangat bahagia mengetahui Ayumi akan berada di dekatnya secara suka rela.
"Kei, ingatlah. Dia akan menjadi tuan kedua untukmu.""Baik Tuan."Jika tuan sudah berbicara seperti itu, maka aku bisa pastikan. Gadis itu adalah hal terpenting dalam hidup tuanku. Karena hanya orang tertentulah yang bisa menjadi tuanku. Meskipun itu adalah kedua orangtua tuanku sekalipun, mereka tidak memiliki hak atas diriku. Sepertinya memang hidup tuan akan berubah mulai detik ini. Batin Kei dalam hati.Dengan rambut yang basah Ayumi segera mengeringkannya dengan hairdrayer. Gadis itu masih saja bernyanyi dengan santainya. Tanpa menyadari dari balik buku seorang harimau sudah tak sabar ingin menerkamnya."Tuan, aku besok akan ke kampusku. Sudah cukup untukku istirahat di rumah. Aku sudah merasa baikan sekarang," ucap Ayumi dengan tenang."Asal bodyguard yang bersamamu.""Tuan! Kau melanggar kesepakatan kita. Aku hanya ingin ke kampus. Apa itu artinya anda sedang ingin menghalangiku?" tanya Ayumi tak terima."Kau berani berteriak padaku?" Smith bangkit dari posisinya. Segera mendekati Ayumi yang berada di meja riasnya. Dengan sekali sentakan, Ayumi berada diatas ranjang. Secepat kilat Smith mengambil sebuah dasi dan mengikat tangan Ayumi. Setelahnya, mengikatnya diranjang. Membuat tubuh Ayumi bergetar hebat. Tak terasa ingatan beberapa waktu lalu kini bergentangan di ingatannya."Tuan, tolong lepaskan saya," pinta Ayumi.
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari bibirny
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari
Smith terus menyusuri setiap inchi kulit milik Ayumi. Membuat nafsu Ayumi semakin menggelora. Ingin mengelak, namun apalah daya. Keinginan Ayumi untuk mencapai puncak kenikmatan jauh lebih besar.Begitu pula dengan Smith yang semakin berkeinginan memonopoli permainan. Gadis dibawah kungkungannya adalah hal yang sangat berarti untuknya. Karena gadis itulah yang membuatnya tak perlu repot-repot merasa jijik. Baginya, Ayumi harus menjadi miliknya. Karena hanya Ayumilah, yang bisa dia sentuh tanpa harus merasakan emosi.Aku benar-benar gila! Dia hanya gadis biasa. Mengapa aku selalu ingin dan ingin untuk terus meminta kepuasan darinya? Smith, kau gila! Batin Smith dalam hati. Sejenak Smith menghentikan kegiatannya. Dilihatnya wajah Ayumi yang nafasnya mulai tersengal.Setelah puas bermain, Smith berpindah posisi. Kali ini mengobrak-abrik bagian bawah milik Ayumi. Sekian lama, permainan kian panas dan menggila. Smith membuka bagian tengah dua paha milik A
Setelah aku meneguk sebuah minuman berisi jus itu, entah mengapa aku menjadi sedikit pusing. Batin Ayumi sembari memegang kepalanya. Seperkian detik berikutnya, gadis itu ambruk di atas ranjangnya."Mama, kita berhasil yeay. Dia mulai detik ini tak akan mampu lagi mendekati Steven lagi, Ma," kata Miranda dengan senyum yang licik."Tentu saja Sayang. Mulai detik ini, kau bisa mendekati Steven lagi. Sekarang waktunya kita bergegas. Sebelum ayahnya sadar dengan apa yang kita lakukan!" sahut Kiranti, mama tiri Ayumi.Kini keduanya melancarkan aksinya. Rencana yang sudah lama mereka susun. Dimana hal itu tentu saja untuk merusak reputasi dan kehormatan Ayumi. Hanya untuk kekayaan, mereka berdua dengan tega menjebak Ayumi dan melemparkannya ke ranjng seorang pria.Di sebuah hotel bintang lima di London. Miranda dan Kiranti memapah tubuh Ayumi yang tak sadarkan diri itu menuju sebuah kamar yang menjadi sasaran m
Kini Ayumi telah berada di depan rumahnya. Dia tau hal apa yang akan terjadi pada dirinya. Rasanya saat ini Ayumi ingin mencekik Miranda hingga sekarat. Bisa-bisanya kedua jalang itu menjebak dirinya.Brak. Tanpa mengetuk pintu, Ayumi mendobrak pintu masuk itu. Benar saja, seakan seluruh keluarganya menantikan kepulangan dirinya. Namun satu hal yang membuat Ayumi bertambah geram, ayah kandungnya menatapnya nyalang. Ini sepertinya lebih parah dari apa yang dia bayangkan. Secepat kilat ayah kandungnya mendaratkan sebuah tamparan di pipi mulusnya."Kau beraninya pulang ke rumah dengan keadaan begini?" tanyanya dengan nada geram."Ayah! Apa Ayah sadar apa yang ayah lakukan kepadaku? Seumur hidup bunda tak pernah berkata kasar padaku. Tetapi lihat, Ayah bahkan tega memukulku!" Ayumi kini berlinang air mata. Gadis itu bahkan masih terduduk di lantai akibat tamparan keras dari ayahnya."Aku bahkan bisa melakukan yang lebih lagi, Ayumi. Ayah ta
"Uhuk," Ayumi saat ini berada di sebuah kos. Memang sangat kecil namun setidaknya memiliki kamar mandi dalam."Ini pasti karena aku kehujanan kemarin malam. Uhuk uhuk. Lebih baik aku membeli obat diapotek."Gadis dengan mata yang bengkak itu menyambar jaket tebal miliknya yang sudah ia simpan disebuah lemari. Setelah kejadian waktu itu, seminggu telah berlalu. Ayumi yang jarang makan karena terlalu memikirkan sang ayah yang dengan teganya melemparnya kejalanan, justru terpuruk karena sakit.Dengan langkah yang perlahan, gadis itu berjalan kaki menuju apotek terdekat. Tanpa dia sadari sebuah mobil sedang membuntutinya dari sejak dia keluar dari kos miliknya. Gadis itu menatap nanar ke arah jalanan yang kian riuh. Meskipun suasana sedang mendung, namun orang yang lalu lalang itu tak sedikit."Setelah minum obat ini, aku akan tidur dulu. Rasanya kepalaku berputar-putar," keluh Ayumi.Saat gadis itu berjalan sempoyongan di s
Smith terus menyusuri setiap inchi kulit milik Ayumi. Membuat nafsu Ayumi semakin menggelora. Ingin mengelak, namun apalah daya. Keinginan Ayumi untuk mencapai puncak kenikmatan jauh lebih besar.Begitu pula dengan Smith yang semakin berkeinginan memonopoli permainan. Gadis dibawah kungkungannya adalah hal yang sangat berarti untuknya. Karena gadis itulah yang membuatnya tak perlu repot-repot merasa jijik. Baginya, Ayumi harus menjadi miliknya. Karena hanya Ayumilah, yang bisa dia sentuh tanpa harus merasakan emosi.Aku benar-benar gila! Dia hanya gadis biasa. Mengapa aku selalu ingin dan ingin untuk terus meminta kepuasan darinya? Smith, kau gila! Batin Smith dalam hati. Sejenak Smith menghentikan kegiatannya. Dilihatnya wajah Ayumi yang nafasnya mulai tersengal.Setelah puas bermain, Smith berpindah posisi. Kali ini mengobrak-abrik bagian bawah milik Ayumi. Sekian lama, permainan kian panas dan menggila. Smith membuka bagian tengah dua paha milik A
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari bibirny
Dengan rambut yang basah Ayumi segera mengeringkannya dengan hairdrayer. Gadis itu masih saja bernyanyi dengan santainya. Tanpa menyadari dari balik buku seorang harimau sudah tak sabar ingin menerkamnya."Tuan, aku besok akan ke kampusku. Sudah cukup untukku istirahat di rumah. Aku sudah merasa baikan sekarang," ucap Ayumi dengan tenang."Asal bodyguard yang bersamamu.""Tuan! Kau melanggar kesepakatan kita. Aku hanya ingin ke kampus. Apa itu artinya anda sedang ingin menghalangiku?" tanya Ayumi tak terima."Kau berani berteriak padaku?" Smith bangkit dari posisinya. Segera mendekati Ayumi yang berada di meja riasnya. Dengan sekali sentakan, Ayumi berada diatas ranjang. Secepat kilat Smith mengambil sebuah dasi dan mengikat tangan Ayumi. Setelahnya, mengikatnya diranjang. Membuat tubuh Ayumi bergetar hebat. Tak terasa ingatan beberapa waktu lalu kini bergentangan di ingatannya."Tuan, tolong lepaskan saya," pinta Ayumi.
Keduanya makan malam dalam diam. Seakan canggung dan ragu untuk memulai sebuah percakapan. Sesekali Ayumi melirik lelaki dihadapannya. Dilihat dari penampilannya dia memang bukan orang sembarangan. Terbukti dari sebuah jam tangan yang melingkar di tangannya. Ayumi yakin jika itu seharga ratusan juta rupiah. Hanya untuk sebuah jam tangan. Mengapa Ayumi bisa mengetahui harga dari jam tangan itu? Karena Miranda pernah merengek kepada mamanya hanya untuk mempunyai jam tangan itu. Untuk itulah, terkadang Ayumi iri kepada saudara tirinya."Tuan, bi-bisakah and mengantar saya pulang?" tanya Ayumi dengan takut-takut setelah mereka semua telah selesai makan malam."Apa perkataanku sebelumnya tidak kau dengarkan dengan baik-baik?" tanya Smith dengan nada yang sedikit kesal."Ta-tapi besok saya harus ke kampus, Tuan," elak Ayumi dengan terbata."Kau tidak akan pergi kemanapun tanpa izin dariku." Smith menatap tajam kearah Ayumi. Membuat gadis itu
"Uhuk," Ayumi saat ini berada di sebuah kos. Memang sangat kecil namun setidaknya memiliki kamar mandi dalam."Ini pasti karena aku kehujanan kemarin malam. Uhuk uhuk. Lebih baik aku membeli obat diapotek."Gadis dengan mata yang bengkak itu menyambar jaket tebal miliknya yang sudah ia simpan disebuah lemari. Setelah kejadian waktu itu, seminggu telah berlalu. Ayumi yang jarang makan karena terlalu memikirkan sang ayah yang dengan teganya melemparnya kejalanan, justru terpuruk karena sakit.Dengan langkah yang perlahan, gadis itu berjalan kaki menuju apotek terdekat. Tanpa dia sadari sebuah mobil sedang membuntutinya dari sejak dia keluar dari kos miliknya. Gadis itu menatap nanar ke arah jalanan yang kian riuh. Meskipun suasana sedang mendung, namun orang yang lalu lalang itu tak sedikit."Setelah minum obat ini, aku akan tidur dulu. Rasanya kepalaku berputar-putar," keluh Ayumi.Saat gadis itu berjalan sempoyongan di s
Kini Ayumi telah berada di depan rumahnya. Dia tau hal apa yang akan terjadi pada dirinya. Rasanya saat ini Ayumi ingin mencekik Miranda hingga sekarat. Bisa-bisanya kedua jalang itu menjebak dirinya.Brak. Tanpa mengetuk pintu, Ayumi mendobrak pintu masuk itu. Benar saja, seakan seluruh keluarganya menantikan kepulangan dirinya. Namun satu hal yang membuat Ayumi bertambah geram, ayah kandungnya menatapnya nyalang. Ini sepertinya lebih parah dari apa yang dia bayangkan. Secepat kilat ayah kandungnya mendaratkan sebuah tamparan di pipi mulusnya."Kau beraninya pulang ke rumah dengan keadaan begini?" tanyanya dengan nada geram."Ayah! Apa Ayah sadar apa yang ayah lakukan kepadaku? Seumur hidup bunda tak pernah berkata kasar padaku. Tetapi lihat, Ayah bahkan tega memukulku!" Ayumi kini berlinang air mata. Gadis itu bahkan masih terduduk di lantai akibat tamparan keras dari ayahnya."Aku bahkan bisa melakukan yang lebih lagi, Ayumi. Ayah ta
Setelah aku meneguk sebuah minuman berisi jus itu, entah mengapa aku menjadi sedikit pusing. Batin Ayumi sembari memegang kepalanya. Seperkian detik berikutnya, gadis itu ambruk di atas ranjangnya."Mama, kita berhasil yeay. Dia mulai detik ini tak akan mampu lagi mendekati Steven lagi, Ma," kata Miranda dengan senyum yang licik."Tentu saja Sayang. Mulai detik ini, kau bisa mendekati Steven lagi. Sekarang waktunya kita bergegas. Sebelum ayahnya sadar dengan apa yang kita lakukan!" sahut Kiranti, mama tiri Ayumi.Kini keduanya melancarkan aksinya. Rencana yang sudah lama mereka susun. Dimana hal itu tentu saja untuk merusak reputasi dan kehormatan Ayumi. Hanya untuk kekayaan, mereka berdua dengan tega menjebak Ayumi dan melemparkannya ke ranjng seorang pria.Di sebuah hotel bintang lima di London. Miranda dan Kiranti memapah tubuh Ayumi yang tak sadarkan diri itu menuju sebuah kamar yang menjadi sasaran m