Kini Ayumi telah berada di depan rumahnya. Dia tau hal apa yang akan terjadi pada dirinya. Rasanya saat ini Ayumi ingin mencekik Miranda hingga sekarat. Bisa-bisanya kedua jalang itu menjebak dirinya.
Brak. Tanpa mengetuk pintu, Ayumi mendobrak pintu masuk itu. Benar saja, seakan seluruh keluarganya menantikan kepulangan dirinya. Namun satu hal yang membuat Ayumi bertambah geram, ayah kandungnya menatapnya nyalang. Ini sepertinya lebih parah dari apa yang dia bayangkan. Secepat kilat ayah kandungnya mendaratkan sebuah tamparan di pipi mulusnya.
"Kau beraninya pulang ke rumah dengan keadaan begini?" tanyanya dengan nada geram."Ayah! Apa Ayah sadar apa yang ayah lakukan kepadaku? Seumur hidup bunda tak pernah berkata kasar padaku. Tetapi lihat, Ayah bahkan tega memukulku!" Ayumi kini berlinang air mata. Gadis itu bahkan masih terduduk di lantai akibat tamparan keras dari ayahnya."Aku bahkan bisa melakukan yang lebih lagi, Ayumi. Ayah tak menyangka kau bahkan tidur dengan banyak lelaki! Lihat tubuhmu! Apa yang dikatakan oleh Miranda selama ini benar. Ayah hanya membesarkan seorang jalang!"Plak.Kembali sebuah tamparan mendarat di pipi Ayumi. Bahkan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Terlihat darah mengalir di sudut bibir Ayumi. Gadis meringis kesakitan. Sakit, tapi lebih sakit hatinya. Dijebak, difitnah dan sekarang ayah kandungnya memukulnya. Meragukan dirinya, darah dagingnya."Sayang, ini baju-baju Ayumi. Sesuai perintahmu, aku telah mengemasnya," kata Kiranti dengan senyum liciknya. Ya, rencana menyingkirkan Ayumi berhasil dengan sempurna."Keluar kau dari rumah ini!" Tangan kekar milik ayah Ayumi segera menyambarnya dan melemparkan koper berisi baju-baju milik Ayumi itu dengan kasar. Bahkan mengenai tubuh mungil Ayumi. Perasaannya hancur seketika. Gadis itu bangkit, dengan tangan gemetar Ayumi menghapus air matanya.
"Ayah, seumur hidup aku akan mengenang penghinaan ini. Maka dari itu, aku harap Ayah tak akan menyesal dengan keputusan Ayah ini," ucap Ayumi sembari berbalik menuju pintu rumah keluarga Malik."Aku tidak akan pernah menyesal! Kau sudah membuatku malu dengan kelakuanmu yang tidak pulang semalam. Dan aku juga mendapat sebuah foto dimana dirimu tidur di sebuah ranjang kamar hotel! Pergilah, reputasi keluarga Malik akan hancur cepat atau lambat. Jika kau terus berada di sini."Ayumi terus berjalan dengan menatap nanar langit yang kini sedang mendung. Seperti hatinya yang sedang berkabut, seakan langit benar-benar mewakilkan suasana hatinya. Hujan deraspun membasahi bumi."Katakan, kesialan apa lagi yang harus aku alami?" Ayumi terus menyeret kakinya dibawah hujan deras. Tanpa mempedulikan sekitarnya yang menatapnya aneh. Hatinya hancur bersamaan dengan hidupnya. Pertama dirinya dijebak dan telah kehilangan keperawanannya, kedua dia difitnah oleh saudara tirinya dan ketiga dia diusir oleh ayah kandungnya!"Bahkan langit ikut menangis tak kala melihat kehancuranku. Sepertinya aku harus hidup dengan kekuatanku sendiri, atau aku akan terus menerus diinjak-injak oleh mereka. Permainan takdir ini begitu menggelikan bukan?" Ayumi tersenyum miris melihat dirinya hari ini. Bak sampah yanh tiada berguna, dirinya langsung dibuang tanpa perlu mendengar satu kata pembelaan keluar dari bibirnya.****Di sisi lain, seorang pria angkuh begitu emosi tak kala para bawahannya tak mampu menemukan gadis asing yang keluar dari kamar hotel miliknya. Lelaki itu bahkan menghancurkan apa saja yang ada di depannya. Hingga sebuah suara membuatnya mengalihkan pandangannya."Hai kawan, ada apa denganmu? Mengapa kau kesetanan seperti itu?""Diamlah kau Daniel! Bawahanku benar-benar tak becus menjalankan perintahku! Hanya mencari seorang gadis saja mereka sampai detik ini belum menemukan jejaknya!" Seru Smith dengan dada yang naik turun. Sepertinya ini kabar baik sekaligus kabar buruk bagi keluarga Alister. Kabar baiknya adalah, keluarga Alister tak perlu kagi khawatir jika Smith lelaki yang tidak normal. Tentu saja hal ini akan berlangsung baik dengan Smith yang tentunya akan memberikan keturunan yang luar biasa hebat dalam sejarah keluarga Alister mengingat penyakitnya. Kabar buruknya adalah, gadis itu pergi meninggalkan Smith. Yang artinya keluarga Alister juga harus bersusah payah untuk mendapatkan gadis itu. Satu-satunya gadis yang membuat seorang Smith dengan penyakitnya yang gila akan kebersihan itu."Katakan dengan rinci apa yang terjadi aku akan memberikan solusi untukmu kawan. Meskipun aku sangat ingin menonjok wajahmu itu karena tak menjemputku di bandara, tak masalah mengingat saat ini kau tengah kesetanan. Katakan, siapa gadis itu?" Daniel segera menyambar anggur yang ada di meja. Sepertinya itu milik Smith.
"Aku tak tau siapa dia. Yang jelas aku telah merenggut keperawanannya tadi malam," jawab Smith dengan ekspresi yang susah dibaca. Apa yang dikatakan Smith tentu saja membuat Daniel terkesiap kaget."Bruffftt.""Daniel! Kau menjijikkan! Pelayan, bersihkan lantainya sekarang juga."Smith menjauh dari Daniel. Benar-benar setan! Rutuk Daniel dalam hati. Namun mengingat emosi Smith yang meluap-luap, Daniel hanya mampu menghela nafas panjangnya."Kau bilang telah mengambil perawannya? Apa di sprei kau menemukan bercak darah itu?" tanya Daniel mengintrogasi."Tentu saja! Itu semakin membuatku gila! Dia satu-satunya yang bisa kusentuh tanpa harus merasa jijik sedikitpun. Bayangkan, seminggu sudah aku berada di titik menginginkannya. Aaaarrrrghhh!" teriakan frustasi dari Smith membuat Daniel yakin jika Smith mungkin saja bisa sembuh melewati gadis itu. Satu-satunya cara adalah mendapatkan gadis itu dan menempatkannya di sisi Smith."Dimana sprei itu? Aku bisa mencari tau melewati noda darah itu jika kau mau. Bagaimana?" tanya Daniel. Smith segera menoleh kearah Daniel. Benar juga, Daniel merupakan dokter keluarga Alister. Sejak belia dia bahkan banyak sekali memenangkan penghargaan hingga membuat Daniel mendapat gelar Doctor Of Medicine."Daniel! Kau keberuntunganku. Sebentar aku ambilkan sprei itu." Smith berjalan tergesa-gesa. Untung saja Daniel hari ini ke rumahnya. Jika tidak, mungkin kan membutuhkan waktu lama untuk mengetahui siapa gadis itu. Setelah sekian lama, Smith muncul dengan kain sprei putih di tangannya."Kupikir kau sudah membuangnya," ledek Daniel."Tidak! Itu karena akulah yang merenggut keperawannya. Aku harus bertanggung jawab jika dia hamil anakku," ucap Smith sembari menjatuhkan bokongnya di sofa."Hei, jangan berfikir dengan sekali kau mantap-mantap dengannya, bukan berarti dia akan langsung hamil nantinya. Jangan terburu-buru terlebih dahulu. Lebih baik kau berfikir dengan jernih. Jangan sampai hal ini bocor ke luar. Jika tidak, kau tidak akan bisa menyelamatkan reputasimu karena menodai seorang gadis." Daniel segera menerima sodoran sprei dari tangan Smith."Ada kemungkinan gadis itu hamil Daniel. Karena aku melakukannya berulang-ulang hingga jam 3 dini hari. Aku benar-benar kehilangan kontrol atas diriku sendiri," kata Smith sembari mengusap wajahnya kasar."Hah? Kau baru pertama kali melakukannya dan kau bahkan melakukannya hingga beberapa ronde? Kau gila! Pantas saja kau kesetanan saat kau mencarinya namun tak menemukan keberadaannya. Sepertinya dia bagai candu untukmu Smith."Aku memang sudah gila, Daniel. Hingga aku harus menemukannya apapun yang terjadi. Batin Smith bergejolak."Uhuk," Ayumi saat ini berada di sebuah kos. Memang sangat kecil namun setidaknya memiliki kamar mandi dalam."Ini pasti karena aku kehujanan kemarin malam. Uhuk uhuk. Lebih baik aku membeli obat diapotek."Gadis dengan mata yang bengkak itu menyambar jaket tebal miliknya yang sudah ia simpan disebuah lemari. Setelah kejadian waktu itu, seminggu telah berlalu. Ayumi yang jarang makan karena terlalu memikirkan sang ayah yang dengan teganya melemparnya kejalanan, justru terpuruk karena sakit.Dengan langkah yang perlahan, gadis itu berjalan kaki menuju apotek terdekat. Tanpa dia sadari sebuah mobil sedang membuntutinya dari sejak dia keluar dari kos miliknya. Gadis itu menatap nanar ke arah jalanan yang kian riuh. Meskipun suasana sedang mendung, namun orang yang lalu lalang itu tak sedikit."Setelah minum obat ini, aku akan tidur dulu. Rasanya kepalaku berputar-putar," keluh Ayumi.Saat gadis itu berjalan sempoyongan di s
Keduanya makan malam dalam diam. Seakan canggung dan ragu untuk memulai sebuah percakapan. Sesekali Ayumi melirik lelaki dihadapannya. Dilihat dari penampilannya dia memang bukan orang sembarangan. Terbukti dari sebuah jam tangan yang melingkar di tangannya. Ayumi yakin jika itu seharga ratusan juta rupiah. Hanya untuk sebuah jam tangan. Mengapa Ayumi bisa mengetahui harga dari jam tangan itu? Karena Miranda pernah merengek kepada mamanya hanya untuk mempunyai jam tangan itu. Untuk itulah, terkadang Ayumi iri kepada saudara tirinya."Tuan, bi-bisakah and mengantar saya pulang?" tanya Ayumi dengan takut-takut setelah mereka semua telah selesai makan malam."Apa perkataanku sebelumnya tidak kau dengarkan dengan baik-baik?" tanya Smith dengan nada yang sedikit kesal."Ta-tapi besok saya harus ke kampus, Tuan," elak Ayumi dengan terbata."Kau tidak akan pergi kemanapun tanpa izin dariku." Smith menatap tajam kearah Ayumi. Membuat gadis itu
Dengan rambut yang basah Ayumi segera mengeringkannya dengan hairdrayer. Gadis itu masih saja bernyanyi dengan santainya. Tanpa menyadari dari balik buku seorang harimau sudah tak sabar ingin menerkamnya."Tuan, aku besok akan ke kampusku. Sudah cukup untukku istirahat di rumah. Aku sudah merasa baikan sekarang," ucap Ayumi dengan tenang."Asal bodyguard yang bersamamu.""Tuan! Kau melanggar kesepakatan kita. Aku hanya ingin ke kampus. Apa itu artinya anda sedang ingin menghalangiku?" tanya Ayumi tak terima."Kau berani berteriak padaku?" Smith bangkit dari posisinya. Segera mendekati Ayumi yang berada di meja riasnya. Dengan sekali sentakan, Ayumi berada diatas ranjang. Secepat kilat Smith mengambil sebuah dasi dan mengikat tangan Ayumi. Setelahnya, mengikatnya diranjang. Membuat tubuh Ayumi bergetar hebat. Tak terasa ingatan beberapa waktu lalu kini bergentangan di ingatannya."Tuan, tolong lepaskan saya," pinta Ayumi.
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari bibirny
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari
Smith terus menyusuri setiap inchi kulit milik Ayumi. Membuat nafsu Ayumi semakin menggelora. Ingin mengelak, namun apalah daya. Keinginan Ayumi untuk mencapai puncak kenikmatan jauh lebih besar.Begitu pula dengan Smith yang semakin berkeinginan memonopoli permainan. Gadis dibawah kungkungannya adalah hal yang sangat berarti untuknya. Karena gadis itulah yang membuatnya tak perlu repot-repot merasa jijik. Baginya, Ayumi harus menjadi miliknya. Karena hanya Ayumilah, yang bisa dia sentuh tanpa harus merasakan emosi.Aku benar-benar gila! Dia hanya gadis biasa. Mengapa aku selalu ingin dan ingin untuk terus meminta kepuasan darinya? Smith, kau gila! Batin Smith dalam hati. Sejenak Smith menghentikan kegiatannya. Dilihatnya wajah Ayumi yang nafasnya mulai tersengal.Setelah puas bermain, Smith berpindah posisi. Kali ini mengobrak-abrik bagian bawah milik Ayumi. Sekian lama, permainan kian panas dan menggila. Smith membuka bagian tengah dua paha milik A
Setelah aku meneguk sebuah minuman berisi jus itu, entah mengapa aku menjadi sedikit pusing. Batin Ayumi sembari memegang kepalanya. Seperkian detik berikutnya, gadis itu ambruk di atas ranjangnya."Mama, kita berhasil yeay. Dia mulai detik ini tak akan mampu lagi mendekati Steven lagi, Ma," kata Miranda dengan senyum yang licik."Tentu saja Sayang. Mulai detik ini, kau bisa mendekati Steven lagi. Sekarang waktunya kita bergegas. Sebelum ayahnya sadar dengan apa yang kita lakukan!" sahut Kiranti, mama tiri Ayumi.Kini keduanya melancarkan aksinya. Rencana yang sudah lama mereka susun. Dimana hal itu tentu saja untuk merusak reputasi dan kehormatan Ayumi. Hanya untuk kekayaan, mereka berdua dengan tega menjebak Ayumi dan melemparkannya ke ranjng seorang pria.Di sebuah hotel bintang lima di London. Miranda dan Kiranti memapah tubuh Ayumi yang tak sadarkan diri itu menuju sebuah kamar yang menjadi sasaran m
Smith terus menyusuri setiap inchi kulit milik Ayumi. Membuat nafsu Ayumi semakin menggelora. Ingin mengelak, namun apalah daya. Keinginan Ayumi untuk mencapai puncak kenikmatan jauh lebih besar.Begitu pula dengan Smith yang semakin berkeinginan memonopoli permainan. Gadis dibawah kungkungannya adalah hal yang sangat berarti untuknya. Karena gadis itulah yang membuatnya tak perlu repot-repot merasa jijik. Baginya, Ayumi harus menjadi miliknya. Karena hanya Ayumilah, yang bisa dia sentuh tanpa harus merasakan emosi.Aku benar-benar gila! Dia hanya gadis biasa. Mengapa aku selalu ingin dan ingin untuk terus meminta kepuasan darinya? Smith, kau gila! Batin Smith dalam hati. Sejenak Smith menghentikan kegiatannya. Dilihatnya wajah Ayumi yang nafasnya mulai tersengal.Setelah puas bermain, Smith berpindah posisi. Kali ini mengobrak-abrik bagian bawah milik Ayumi. Sekian lama, permainan kian panas dan menggila. Smith membuka bagian tengah dua paha milik A
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari
Seperti keinginan dari Ayumi. Gadis itu hari ini hendak pergi ke kampus. Sesuai perjanjian, maka dua orang bodyguard di tempatkan di tempat yang berbeda dengannya. Sedikit menjauh agar Ayumi bisa sedikit santai.Senyum secerah sinar mentari Ayumi sungging di bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya berada di kampus. Setelah semua kejadian-kejadian yang membuatnya putus asa. Dari kejauhan kedua netranya menangkap sosok Dinda, sahabatnya. Saat dirinya melangkahkan kakinya menuju Dinda, semua orang menatapnya remeh. Ayumi menghentikan sejenak langkah kakinya. Benar juga, bisik-bisik itu sepertinya memang ditujukan untuknya.Aku sudah memiliki firasat akan hal ini. Tapi tak kusangka mereka benar-benar bergosip tentangku. Lebih baik aku bertanya pada Dinda. Kata Ayumi dalam hati."Dinda!" panggil Ayumi hingga membuat gadis bernama Dinda itu menoleh kearahnya. Ayumi mengulas sebuah senyum, namun raut wajah dari Dinda membuat senyum itu hilang dari bibirny
Dengan rambut yang basah Ayumi segera mengeringkannya dengan hairdrayer. Gadis itu masih saja bernyanyi dengan santainya. Tanpa menyadari dari balik buku seorang harimau sudah tak sabar ingin menerkamnya."Tuan, aku besok akan ke kampusku. Sudah cukup untukku istirahat di rumah. Aku sudah merasa baikan sekarang," ucap Ayumi dengan tenang."Asal bodyguard yang bersamamu.""Tuan! Kau melanggar kesepakatan kita. Aku hanya ingin ke kampus. Apa itu artinya anda sedang ingin menghalangiku?" tanya Ayumi tak terima."Kau berani berteriak padaku?" Smith bangkit dari posisinya. Segera mendekati Ayumi yang berada di meja riasnya. Dengan sekali sentakan, Ayumi berada diatas ranjang. Secepat kilat Smith mengambil sebuah dasi dan mengikat tangan Ayumi. Setelahnya, mengikatnya diranjang. Membuat tubuh Ayumi bergetar hebat. Tak terasa ingatan beberapa waktu lalu kini bergentangan di ingatannya."Tuan, tolong lepaskan saya," pinta Ayumi.
Keduanya makan malam dalam diam. Seakan canggung dan ragu untuk memulai sebuah percakapan. Sesekali Ayumi melirik lelaki dihadapannya. Dilihat dari penampilannya dia memang bukan orang sembarangan. Terbukti dari sebuah jam tangan yang melingkar di tangannya. Ayumi yakin jika itu seharga ratusan juta rupiah. Hanya untuk sebuah jam tangan. Mengapa Ayumi bisa mengetahui harga dari jam tangan itu? Karena Miranda pernah merengek kepada mamanya hanya untuk mempunyai jam tangan itu. Untuk itulah, terkadang Ayumi iri kepada saudara tirinya."Tuan, bi-bisakah and mengantar saya pulang?" tanya Ayumi dengan takut-takut setelah mereka semua telah selesai makan malam."Apa perkataanku sebelumnya tidak kau dengarkan dengan baik-baik?" tanya Smith dengan nada yang sedikit kesal."Ta-tapi besok saya harus ke kampus, Tuan," elak Ayumi dengan terbata."Kau tidak akan pergi kemanapun tanpa izin dariku." Smith menatap tajam kearah Ayumi. Membuat gadis itu
"Uhuk," Ayumi saat ini berada di sebuah kos. Memang sangat kecil namun setidaknya memiliki kamar mandi dalam."Ini pasti karena aku kehujanan kemarin malam. Uhuk uhuk. Lebih baik aku membeli obat diapotek."Gadis dengan mata yang bengkak itu menyambar jaket tebal miliknya yang sudah ia simpan disebuah lemari. Setelah kejadian waktu itu, seminggu telah berlalu. Ayumi yang jarang makan karena terlalu memikirkan sang ayah yang dengan teganya melemparnya kejalanan, justru terpuruk karena sakit.Dengan langkah yang perlahan, gadis itu berjalan kaki menuju apotek terdekat. Tanpa dia sadari sebuah mobil sedang membuntutinya dari sejak dia keluar dari kos miliknya. Gadis itu menatap nanar ke arah jalanan yang kian riuh. Meskipun suasana sedang mendung, namun orang yang lalu lalang itu tak sedikit."Setelah minum obat ini, aku akan tidur dulu. Rasanya kepalaku berputar-putar," keluh Ayumi.Saat gadis itu berjalan sempoyongan di s
Kini Ayumi telah berada di depan rumahnya. Dia tau hal apa yang akan terjadi pada dirinya. Rasanya saat ini Ayumi ingin mencekik Miranda hingga sekarat. Bisa-bisanya kedua jalang itu menjebak dirinya.Brak. Tanpa mengetuk pintu, Ayumi mendobrak pintu masuk itu. Benar saja, seakan seluruh keluarganya menantikan kepulangan dirinya. Namun satu hal yang membuat Ayumi bertambah geram, ayah kandungnya menatapnya nyalang. Ini sepertinya lebih parah dari apa yang dia bayangkan. Secepat kilat ayah kandungnya mendaratkan sebuah tamparan di pipi mulusnya."Kau beraninya pulang ke rumah dengan keadaan begini?" tanyanya dengan nada geram."Ayah! Apa Ayah sadar apa yang ayah lakukan kepadaku? Seumur hidup bunda tak pernah berkata kasar padaku. Tetapi lihat, Ayah bahkan tega memukulku!" Ayumi kini berlinang air mata. Gadis itu bahkan masih terduduk di lantai akibat tamparan keras dari ayahnya."Aku bahkan bisa melakukan yang lebih lagi, Ayumi. Ayah ta
Setelah aku meneguk sebuah minuman berisi jus itu, entah mengapa aku menjadi sedikit pusing. Batin Ayumi sembari memegang kepalanya. Seperkian detik berikutnya, gadis itu ambruk di atas ranjangnya."Mama, kita berhasil yeay. Dia mulai detik ini tak akan mampu lagi mendekati Steven lagi, Ma," kata Miranda dengan senyum yang licik."Tentu saja Sayang. Mulai detik ini, kau bisa mendekati Steven lagi. Sekarang waktunya kita bergegas. Sebelum ayahnya sadar dengan apa yang kita lakukan!" sahut Kiranti, mama tiri Ayumi.Kini keduanya melancarkan aksinya. Rencana yang sudah lama mereka susun. Dimana hal itu tentu saja untuk merusak reputasi dan kehormatan Ayumi. Hanya untuk kekayaan, mereka berdua dengan tega menjebak Ayumi dan melemparkannya ke ranjng seorang pria.Di sebuah hotel bintang lima di London. Miranda dan Kiranti memapah tubuh Ayumi yang tak sadarkan diri itu menuju sebuah kamar yang menjadi sasaran m