Niha mengubah strategi. Ia ke konfeksi dulu, baru ke bank. Agar jika benar pesepada motor di belakangnya itu benar-benar mengikuti, tidak curiga dan berpikir ke bank karena urusan pekerjaan.“Son, saya minta jangan jauh-jauh, ya? Saya takut,” ujar Niha.“Siap, Nyonya.”“Kita ke konfeksi dulu aja, ke bank-nya entaran aja.”“Siap.”Niha terpejam sambil menyenderkan kepala pada kursi. Ia merasa tidak seperti Niha yang dulu begitu bebas ke mana saja tidak ada yang peduli. Sekarang, ia seperti mangsa yang diburu lawan.Niha langsung memanggil Fatim begitu tiba di konfeksi. Keduanya berbicara empat mata di ruangan Niha.“Mbak, untuk saat ini sampai waktu yang belum bisa ditentukan, saya titip konfeksi ke Mbak Fatim. Tolong kelola bisnis peninggalan almarhumah ini dengan sebaik-baiknya. Soalnya saya ada kesibukan baru,” ujar Niha.“Tapi, Mbak.”“Mbak Fatim sudah sangat lihai mengelola pesanan dan tempat ini. Saya percaya sepenuhnya. Gaji Mbak juga bakal saya naikkan. Tenang saja.”“Bukan mas
“Kenapa tangannya dilepas, mana yang kamu janjikan tadi siang?” Wajah Aqsal masih terlihat serius.Niha bergerak mundur, tetapi pinggangnya berhasil diraih suaminya.“Kenapa? Takut sama aku?” Wajah Aqsal begitu dekat dengan wajah sang istri.Niha menggeleng.Perlahan, senyum Aqsal terbit. “Tenang, Sayang. Rencana kita berjalan lancar dan sukses tanpa kendala. Semua berkat doa istri salihah sepertimu,” bisiknya sensual.Niha mengembuskan napas panjang. Ia ikut tersenyum. Lalu dengan sekali sentakan Aqsal, handuk yang membalut tubuh Niha terlepas, berganti dengan baju dinas yang dipamerkan tadi siang.Niha pun melayani suaminya sepenuh hati, mengikuti ritme permainan prianya. Semua itu dilakukan agar lelah sang suami mereda. Sebab setelah pria mendapatkan pelepasan, biasanya tidurnya menjadi nyenyak, pikiran relaks.Aqsal memang memiliki trauma s*ksual jika itu dilakukan karena ia dipaksa. Berbeda ketika dilakukan karena keinginan dan kemauannya sendiri, tidak ada rasa takut dan trauma
Tubuh Niha sudah tidak sadarkan diri, terkulai di bahu salah satu pria. Salah satunya celingukan. Setelah memastikan kondisi sepi, mereka membawa Niha masuk mobil.Niha ditidurkan di kursi belakang. Sementara dua pria itu ada di depan. Mobil pun melaju.Salah satu di antara keduanya menelepon seseorang. “Bos, berhasil.”“Bawa ke tempat yang sudah saya sebutkan tadi. Nanti saya menyusul,” jawab suara di seberang.“Siap, Bos.”“Pastikan di sekitar sana tidak ada CCTV atau saksi. Pastikan kalian bermain bersih.”“Kami sudah mempelajari tempat ini sejak beberapa hari yang lalu. Beberapa CCTV sekitar sini sudah kami rusak. Tadi pagi, pekerja di rumah target juga pergi semua membawa koper besar. Lalu suaminya baru saja pergi naik mobil. Jadi, saya rasa aman.”“Kerja bagus.”Sementara di tempat lain, Aqsal tersenyum puas ketika Pajero Sport yang biasa digunakan untuk mobilitas Niha yang dikemudikan Soni telah laku. Temannya deal membeli. Sementara di rumah, masih ada satu mobil yang belum ni
"Seujung kuku lo sentuh istri gue, mati lo!” Aqsal berteriak.“Angkat tangan lo, Aqsal!” bentak Robin balik.“Apa mau lo, Brengs*k!”“Gue mau lo datang ke sini. Angkat tangan lo!”“Kalau gue menolak, lo mau apa?”Robin menyeringai. Ia mulai membuka hijab Niha dan terlihatlah rambut yang menjadi candu Aqsal tersebut.“An*ing, C*k, hentikan!” Aqsal sudah kalap. Segala macam umpatan dikeluarkan.“Untuk itulah, angkat tangan lo satu biar lo benar-benar nggak lapor polisi atau panggil bala bantuan. Lalu jalan ke depan. Di sana, anak buah gue siap mengantarkan lo bertemu istri lo ini.” Robin kembali mendekatkan wajah pada Niha.“Iya, gue turuti! Tapi menjauhlah dari istri gue! Dia suci, nggak pantes lo yang najis menyentuhnya!”“Bagus. Cepat jalan!”Aqsal tidak punya pilihan lain selain menurut. Ia terpaksa mengikuti semua titah Robin agar sang istri tetap aman dan selamat.Robin itu pria nekat dan membahayakan. Ucapannya tidak main-main. Aqsal tidak mau Niha ikut mengalami trauma mendalam
Setelah dipastikan tubuh Aqsal diikat kuat di kursi dan tidak bisa melarikan diri, dua pria suruhan Robin menjauh. Giliran Robin yang mendekat.“Bagaimana? Penawaran yang menarik, bukan?” Robin tersenyum puas.Aqsal terus meronta dan berusaha lepas, tetapi tidak bisa. Mulutnya juga terdengar meracau tidak jelas.“Kenapa? Lo ingin bilang sesuatu?” tanya Robin sambil tertawa.“Baiklah, Aqsal. Mari kita mulai permainannya. Ikatan di mulut lo akan gue lepas, tapi jangan sampai teriak. Kalau teriak, istri lo yang akan menanggung akibatnya.”Robin melepas ikatan kain di mulut Aqsal.Aqsal spontan meludahi wajah Robin. Raut muka Robin tampak merah padam mendapat serangan demikian. “An*ing lo!” teriak Aqsal.“Lucuti pakaian wanita itu!” Robin menunjuk Niha. Ia memerintah dua pesuruhnya sambil menyeka ludah Aqsal di wajahnya.Niha terus menggeleng dengan air mata yang sudah menganak sungai.Dengan tawa menggelegar, hijab Niha yang tadi sempat dipasang asal oleh Robin mulai dilepas kembali dan
Robin terbahak-bahak setelah kata talak keluar dari mulut Aqsal. Ia merasa menang telah berhasil memisahkan pasangan suami istri di hadapannya.Napas Aqsal terengah-engah. Ia menyimpan dendam kesumat dalam tiap embusan napas itu. Pria berhidung bangir tersebut berjanji akan membalas semua perbuatan Robin jika ada kesempatan melarikan diri nanti.Perkara talak, Aqsal berpikir bukan masalah menceraikan Niha sekarang. Semua dilakukan untuk kebaikan dan keselamatan sang kekasih. Jika sudah bisa keluar dari sangkar Robin dan bebas, ia berjanji akan merujuk Niha kembali. Namun, jika masa iddah sudah habis dan tidak bisa rujuk, ia bisa menikahi pujaan hatinya lagi.Mata Aqsal berkilat merah. Ia menatap Robin jijik. Selama matanya masih bisa melihat, pria itu berjanji akan membalas semua perlakuan Robin pada Niha barusan. Ia tidak rela tubuh Niha disentuh pria ba*ingan tersebut.Sementara Niha kian tergugu dalam tangis. Ia tidak marah, tidak kecewa, dan tidak menyesal karena telah ditalak Aqs
Niha menahan napas ketika ponsel justru didekatkan Robin ke telinganya yang matanya masih tertutup rapat."Silakan menikah lagi, Mas." Niha ingat, pernah menyuruh Aqsal menikah lagi. Lalu sekarang perintah itu seperti bumerang yang menghancurkannya ketika sang kekasih benar-benar akan menikah lagi.Niha menyesal. Baru sadar bahwa ucapan itu doa. Mulai sekarang, ia akan berhati-hati dalam berucap “Buka mata lo, biar lo tahu seperti apa saat mantan suami lo menikahi wanita lain,” desis Robin.Pria itu lalu membuka paksa mata Niha. Namun, Niha terus menggeleng.“Buka dan lihatlah! Atau saat ini juga, gue benar-benar menggauli lo,” tambah pria itu seraya menyentuh dada Niha.Niha pun akhirnya membuka mata.“Bagus. Tapi ngomong-ngomong, tubuh lo putih, seksi, dan sintal. Bagaimana kalau kita menikah? Asti sama Aqsal, gue sama lo. Siapa tahu kalau kita menikah, gue insyaf kayak si Aqsal. Kedengarannya menarik.” Robin berbisik penuh ejekan.Niha menatap pria berkemeja pres bodi warna hitam
Bugh!Perut Aqsal mendapat bogem mentah dari orang-orang Robin.Amir, Tami, dan tiga orang itu mengabaikan teriakan Aqsal karena memang menganggap pria tersebut gila.“Kalian, tolong istri saya! Dia–” Aqsal kembali berteriak, tetapi kalimatnya tidak lengkap saat anak buah Robin memukuli tubuh dan wajahnya.“Pa, Ma! Kalian mau ke mana?” Asti berlari menghampiri orang tuanya.“Asti, Sayang. Kami tidak bisa menikahkanmu dengan Aqsal. Kita semua tahu sepak terjangnya, bagaimana dia menyiksa Niha. Kami tidak mau kamu mengalami hal serupa,” ujar Tami.“Tapi aku mencintainya, Ma.”“Pak, tolong jangan pergi dulu. Nikahkan saya dengan Aqsal.” Asti menatap kiai dan saksi bergantian.“Asti, jangan b*doh! Kamu pikir cinta saja cukup untuk berumah tangga? Tidak! Kamu akan menderita jika menikah dengan Aqsal!” gertak Amir.“Pa, kumohon.” Asti mengiba.“Sekali tidak tetap tidak! Selamanya Papa nggak akan sudi jadi wali menikahkanmu dengannya. Dia itu gila!”“Entah bagaimana dan di mana Niha sekarang