Share

Sampai Tuntas

Menunggu mungkin adalah satu hal yang sangat membosankan. Dan itu pula yang terjadi kepada si Kapuyuak. Berkali-kali dia melirik ke arah pintu depan rumah sang tabib yang tertutup. Atau terkadang dia berdiri, lalu duduk lagi, begitu terus berulang-ulang.

Kegelisahannya tidak dapat ia sembunyikan. Puti Bungo Satangkai dan Antaguna dapat memaklumi itu.

Menunggu tanpa kepastian, tentu akan lebih tidak menyenangkan.

“Duduk gelisah tidak akan dapat membantu adikmu,” ujar Antaguna.

“Uda, aku—”

“Tenanglah.” Antaguna menjulurkan tangannya, mengusap punggung kurus sang remaja. “Bukankah lebih baik kau berdoa demi kesembuhan adikmu?”

Si Kapuyuak menekur, sementara Bungo tersenyum tipis memandangi Antaguna. Tipis, tapi sangat manis.

Siapa yang bisa menduga? Pikirnya. Doanya ketika hendak meninggalkan kawasan Pantai Sungai Suci ternyata terwujud.

Ya, ketika itu, sang gadis berharap bahwa Antaguna akan berubah, meninggalkan semua jalan keburukan yang ia pilih.

Dan di sinilah pria itu kini, selalu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status