‘Tapi Tetua Simpai Gilo memberi nama jurusku dengan nama Tarian Sang Naga.’“Be-Begitu, ya?” Datuak Sani terbatuk lagi dan lelehan darah kembali memuntahkan darah. “Ta-Tarian Sang Naga… Yah, se-sepertinya—uhuk, uhuk… itu nama yang pan-pantas.”Puti Bungo Satangkai tahu bahwa jurusnya terlalu ganas sehingga Datuak Sani mungkin tidak akan selamat setelah ini. Dia menghela napas dalam-dalam.Seandainya bisa memilih, Bungo tak hendak mengeluarkan jurus mengerikannya itu sebab tidak saja akan membunuh lawannya, tapi juga akan berakibat tidak baik kepada dirinya sendiri. untuk sekarang, dia menahan semua itu agar tidak ada lagi orang yang akan memanfaatkannya.“A-Aku senang,” Datuak Sani tersenyum lebar dengan tatapan tertuju ke langit tinggi. “Bisa mati di tangan ga-gadis hebat sepertimu. Aku tidak—uhuk, menyesal. Kerajaan Minanga pasti akan bisa bertahan untuk waktu yang lama.”Meskipun dia tidak begitu memahami apa yang dimaksudkan oleh Datuak Sani sepenuhnya, namun sang gadis tetap menu
“Kalian keparat!” teriak Pandan Arum dan tidak peduli lagi dengan keadaannya sehingga dia meronta-ronta. “Aku pasti akan membunuh kalian dengan lebih kejam!”“Dasar bodoh!” tukas Antaguna. “Kau tahu bahwa dengan meronta, maka jaringku itu akan melilitmu semakin kuat. Berhentilah meronta-ronta!”“Kau bajingan, Antaguna…!” teriak Pandan Arum yang semakin merasakan sesak akibat lilitan Jaring Jerat Naga.Antaguna membuka matanya, melirik pada Puti Bungo Satangkai yang berdiri di kiri depannya sembari memandangi mayat-mayat di tanah, di hadapan mereka.“Apa yang akan kau lakukan kepada mayat-mayat ini?”Bungo mengalihkan pandangannya kepada Antaguna, lalu menggerakkan tangannya, ‘Kupikir lebih baik mereka dikubur saja.’“Yah,” Antaguna mendesah panjang. “Kupikir juga begitu. Tapi maaf, aku masih tidak bertenaga untuk sekarang. Jadi, kau saja yang menggali kuburan untuk mereka.”Sang gadis tersenyum tipis dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.“Hei,” sahut Antaguna. “Kasihanlah sedikit kep
“Itulah mengapa aku mengusulkan kepadamu untuk menyerahkan wanita iblis itu kepada pihak kerajaan,” ujar Antaguna. “Biar pihak kerajaan yang memutuskan akan seperti apa hukuman baginya.”Puti Bungo Satangkai menghela napas dalam-dalam, dan kembali berdiri, lalu tatapannya tertuju kepada Pandan Arum.‘Yah, itu memang lebih baik,’ pikirnya.Toh, dia pribadi tidak memiliki urusan apa pun dengan Pandan Arum. Apa yang dia inginkan dalam tugasnya telah dia dapatkan, hanya tersisa dua kepingan lagi saja. Dan setelah itu, dia membiarkan takdir yang akan menuntun langkah ke depannya.Sementara itu, Pandan Arum mencoba memutar otak untuk bisa lepas dari semua masalah yang sekarang menghimpitnya.Akan tetapi, sekeras apa pun dia berpikir, tidak satu jalan keluar pun yang dapat ia temukan. Terlebih lagi, bila nanti kedua orang itu benar-benar akan menyerahkannya kepada pihak istana. Dia pasti tidak akan lolos dari hukuman kematian, atau minimal penjara bawah tanah yang menyengsarakan itu, sebagai
Di sebuah mata air yang sebening kaca, di kawasan barat kaki Gunung Tandikat, sebelah tenggara Danau Maninjau.Sikumbang sedang merumput di dekat sumber air yang lebih terlihat seperti sebuah sungai kecil selebar satu tombak—kurang lebih satu setengah meter—yang mengalir dari puncak gunung itu sendiri.Di dalam air yang sangat dangkal itu, Antaguna mengernyit dengan tubuh memerah dan berkeringat, begitu juga dengan Puti Bungo Satangkai. Semakin lama napasnya semakin menderu dan sulit untuk ia kendalikan.Perlahan-lahan, pria berbadan besar, tinggi, dan berotot itu melepaskan telapak tangannya dari punggung sang gadis. Dan seiring itu pula rona kemerah-merahan di wajahnya berangsur-angsur menghilang.Sang gadis tersedak, lalu memuntahkan darah kehitam-hitaman.“Kupikir kau sekarang sudah terbebas,” ujar sang pria dan kemudian berdiri. “Aku akan meninggalkanmu sendiri.”Tentu saja, untuk sekarang, Antaguna masih dapat menahan berahinya sebab meskipun mereka sama telanjang, duduk bersimp
‘Bukan seperti itu,’ ujar Puti Bungo Satangkai dengan bahasa isyaratnya. ‘Jurus itu sangat ganas.’“Yeah,” sahut Antaguna, “aku sudah melihat itu dalam pertarunganmu sebelumnya. Gila! Bahkan orang seperti Datuak Sani kau buat hancur tulang-tulang tangannya. Kau gadis yang mengerikan!”Bungo menghela napas dalam-dalam. ‘Itulah yang tidak aku inginkan terjadi kepadamu.’ Dan dia meraih kembali ayam bakarnya, menyantap daging ayam yang masih mengepulkan uap panas tersebut.Sementara Antaguna terdiam demi mengetahui alasan sang gadis tidak menggunakan jurus mengerikan itu ketika mereka terlibat perkelahian di saat pertemuan pertama mereka.Benarkah seperti itu? pikirnya, dan lantas mereguk ludah. Atau… karena ada alasan lainnya?“Katakan padaku,” ujar Antaguna, “kenapa kau tidak mau membunuhku padahal kau tidak segan-segan membunuh anak buahku?”Lagi-lagi sang gadis mengendikkan bahunya. Kembali dia meletakkan ranting penusuk daging ayam bakar tersebut, lalu meraih kantong kulit dan meregu
Antaguna mereguk ludah dan wajahnya bersemu, lalu terdengar Sikumbang yang meringkik halus seolah-olah menertawai tuannya yang sedang mati kutu tersebut di hadapan gadis yang dicintainya.“Kuda berengsek!” dengus Antaguna dengan bergumam pelan. “Awas kau nanti!”Tapi lagi-lagi Sikumbang meringkik halus dengan menggerak-gerakkan bulu ekornya yang panjang ke kiri dan ke kanan.Puti Bungo Satangkai tersenyum lebar. Bagaimanapun, semua sudah terlihat jelas di depan matanya. Sikap pria tersebut telah memberitahukan lebih dari satu kata kepadanya.‘Kau tahu,’ ujar Bungo kemudian dengan gerakan isyaratnya, ‘saat aku meninggalkanmu di goa di Pantai Sungai Suci itu, aku berjanji bahwa aku akan kembali untuk menemuimu setelah semua urusanku selesai.’Antaguna membelalak mengetahui itu. “B-Benarkah?” tanyanya dan kemudian mereguk ludah. “K-Kenapa?”Sang gadis mengangguk dalam senyuman. ‘Sebab aku ingin melihat apakah kau benar-benar memenuhi permintaanku untuk tidak kembali menjadi seorang penja
Si Kumbang Janti semakin mengernyit ketika pandangannya membentur enam kuburan yang berjejer di dekat perapian yang padam. Dia memang belum pernah sekalipun mengunjungi Datuak Sani sebelum ini, sehingga, dia mengabaikan saja enam kuburan tersebut.Karena curiga dengan tidak melihat adanya tanda-tanda seseorang di dalam rumah, tidak pula di sekitar, si Kumbang Janti memutuskan untuk memeriksa rumah tersebut.Dan ya, dia tidak menemukan siapa pun di dalam rumah. Dia mencoba mencari-cari ke sekeliling rumah, dan hasilnya tetap sama.Dalam kebingungannya, langkah kakinya membawanya kembali ke bagian depan, dan kembali tatapannya tertuju pada enam gundukan tanah di depan perapian.Lalu tiba-tiba dia membelalak. “Benar juga,” gumamnya seraya mendekati enam kuburan itu. “I-Ini, semuanya adalah kuburan baru!”Dan hal ini semakin diyakinkan dengan si Kumbang Janti yang menemukan setiap papan nisan yang ada pada kuburan tersebut tertulis keterangan.“Siapa yang melakukan ini semua?” gumamnya. “
“Bersabarlah!” kekeh si pria yang sudah telanjang sebagian ke bawah tubuhnya. “Kalian akan mendapatkan giliran. Tenang, tidak akan ada orang di sekitar jalan yang gelap ini.”“L-Lepaskan…!” teriak si wanita.Si penjahat lantas menindih tubuh si wanita sedemikian rupa, si wanita meronta-ronta semakin kuat. Dan sepertinya, si penjahat cukup kesulitan menggagahi si wanita yang selalu bergerak dan meronta-ronta.Lalu…Plakk!Lagi-lagi si wanita terpekik kencang sebab si penjahat menamparnya dengan sangat keras hingga membuatnya merasa pusing berat dan berkunang-kunang.“Bagus!” kekeh si penjahat. “Kau lebih tenang, maka akan lebih mudah dan senang bagiku untuk menikmatimu!”“T-Tidak…!” teriak sang wanita dengan pipi yang memerah dan bengkak akibat tamparan keras itu. “Kumohon, lepaskan aku…!”Sesaat sebelum si penjahat berhasil menusukkan pusakanya ke liang sanggama sang wanita, sesuatu melesat dengan sangat cepat, lalu menancap tepat di pangkal lehernya.Si penjahat tersentak, tersedak,