Di bagian depan Restoran Luxen terlihat begitu ramai dipadati oleh setidaknya puluhan wartawan yang sedang meliput sebuah berita ekslusif malam itu.
Yang menarik perhatian mereka tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah Tobias Gray, seorang pemuda tampan berusia 20 tahun, yang juga merupakan putra tunggal dari salah satu pengusaha terkaya di Ocean Hill. Dia kini berada di dalam ruang VVIP restoran itu dan sedang menyatakan cinta pada seorang gadis cantik yang juga berasal dari kalangan yang sama dengannya, Lily Osborne. Restoran Luxen adalah salah satu restoran paling mewah di kota itu dan hanya orang-orang yang telah memiliki kartu dengan jenis tertentu saja yang bisa menikmati makananan di tempat megah itu. Selain tempatnya yang begitu luar biasa mengagumkan dengan sentuhan klasik bercampur gaya modern, restoran itu menyajikan aneka hidangan yang juga begitu mewah dan tentunya memiliki cita rasa yang sangat tinggi. Bahkan, konon kabarnya para chef di restoran itu adalah chef pilihan yang dulunya telah memiliki pengalaman yang banyak. Tak heran bila hanya orang-orang tertentu saja yang sanggup makan di tempat itu yang tentu berharga fantastis. "Berita ini akan langsung menjadi berita paling diminati besok pagi." "Nona muda itu salah satu keluarga Osborne, tentu saja pasti akan begitu." Seorang wartawan muda terlihat begitu bahagia dikarenakan tadi telah berhasil mengambil foto Tobias saat menggandeng Lily masuk ke dalam restoran mewah itu. Sementara itu, di ruang khusus untuk mencuci peralatan makan dan minum yang kotor, Jack Morland, seorang mahasiswa tingkat tiga dari Universitas Rundall yang menjadi pekerja paruh waktu sedang menjalankan tugasnya sebagai pencuci piring kotor. Jack Morland masih berusia 20 tahun, memiliki tinggi 183 cm dan berwajah luar biasa tampan. Meskipun tubuhnya terbilang sangat kurus dan kering seolah seperti orang yang menderita anoreksia atau kekurangan makanan, pesona Jack tidak bisa diabaikan begitu saja. Sayangnya, penampilan fisiknya yang sangat memukau itu sangat berbanding terbalik dengan kondisi finansialnya. Jack sangat miskin atau bisa dibilang terlalu miskin. Bahkan, dia tak memiliki uang untuk membeli sepatu kerja. Dia terpaksa menggunakan sepatu kets yang sialnya juga sudah tidak layak pakai. Terlalu banyak robekan di bagian sampingnya dan sol dalamnya pun sudah rusak. Namun, dia berjanji dalam hati bila dia telah menerima gaji pertamanya bekerja di restoran mewah itu, dia akan segera membeli sepatu kerja yang pantas. Samar-samar dia mendengar orang-orang di ruangan itu mulai mengobrol mengenai pelanggan mereka. Meskipun begitu, dia masih tak tertarik untuk ikut dalam obrolan para rekan kerjanya tersebut. Dia lebih memilih untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan dia sadar bila mendapatkan pekerjaan di tempat itu tidaklah mudah. Jika bukan karena Darryl Spencer, salah satu teman baiknya di kampus yang memiliki koneksi orang dalam di Restoran Luxen, dia belum tentu bisa diterima bekerja di restoran mewah itu. "Kau lihat tadi? Pewaris Gray Company sedang melamar pacarnya." Seseorang mengoreksi sambil mengerjakan tugasnya, "Bukan. Kau salah. Dia bukan melamar tapi hanya meminta gadis kaya itu menjadi kekasihnya." "Oh, tapi aku rasa mereka akan berlanjut ke jenjang pernikahan. Dengar, anak muda itu sudah menghabiskan $1000.000 untuk acara makan malam ini." "Benar juga. Siapa yang akan menghabiskan uang sebanyak itu jika tak berniat untuk menikah?" "Tapi untuk seorang yang berasal dari keluarga Gray, jumlah itu tentu saja sangatlah kecil." "Hei, bahkan untuk orang kaya saja, jumlah uang sebanyak itu tetap saja berlebihan kalau hanya dipakai untuk satu kali berkencan. Sangat tidak masuk akal," sahut salah seorang pelayan laki-laki. Seorang pencuci gelas ikut menimpali, "Tapi dia gadis yang sangat cantik. Dia memang berhak mendapatkan kemewahan itu. Kalau aku jadi Tobias Gray, aku juga pasti akan memperlakukan gadis cantik itu dengan cara yang sama." "Layaknya seorang putri dari kerajaan," tambah laki-laki muda itu. "Aku setuju. Gadis itu memang sangat cantik. Aku dengar dia juga salah satu gadis paling cantik di kampusnya. Beruntung sekali dia mendapat seorang pacar dari pewaris perusahaan besar." "Memang, di mana dia berkuliah?" "Universitas Rundall." Pada awalnya tadi Jack tampak tak berminat sedikitpun, dia hanya berkosentrasi pada pekerjaannya saat ini. Namun, saat nama kampusnya disebut-sebut, dia pun menjadi sedikit agak tertarik. Tetapi, sesuatu tiba-tiba membuat hatinya luar biasa bahagia. Bahkan, dia tersenyum samar. Gadis paling cantik di Universitas Rundall? Tentu saja menurut Jack, Lily Osborne, kekasih tercintanya adalah gadis paling cantik di Universitas Rundall, tempat di mana dia sedang belajar saat ini sebagai mahasiswa jurusan manajemen bisnis. Dia pun berpikir bila orang-orang itu terlalu berlebihan. Tak ada gadis yang lebih cantik dari Lily. Gadis yang disebut orang-orang itu pastilah tidak lebih cantik dari Lily. Diam-diam Jack kembali tersenyum senang. Dia bisa mendapatkan Lily Osborne dengan perjuangan cukup keras. Gadis itu awalnya menolak dirinya mentah-mentah. Tapi setelah Jack mendekatinya selama hampir satu tahun lamanya, Lily akhirnya menerima cintanya dengan satu syarat yang dianggap oleh Jack sebagai syarat yang biasa saja. Syarat itu adalah Jack tidak boleh membicarakan hubungan mereka pada siapapun. Hubungan mereka hanya boleh diketahui oleh mereka berdua saja. "Dia salah satu anggota keluarga Osborne." "Siapa namanya tadi?" "Lily, aku rasa. Lily Osborne." Jack Morland seketika mematikan air keran dan dia menoleh ke arah teman kerjanya. "Maaf, apa aku tidak salah dengar?" "Apa maksudmu?" "Nama gadis yang kalian bicarakan tadi. Bukan Lily Osborne kan?" Jack masih mencoba berpikir positif. Salah satu rekan kerjanya terlihat menatap Jack dengan tatapan malas, "Memang benar Lily Osborne. Kenapa? Ada masalah?" Jack sontak mematung di tempatnya berdiri. 'Itu tidak mungkin. Lily gadis baik, dia tidak mungkin mengkhianatiku.' Jack menolak mempercayainya. Namun, seseorang lainnya terlihat teringat sesuatu. "Hei, Jack. Bukankah kau juga salah satu mahasiswa Universitas Rundall? Apakah kau kenal dengan dua anak muda itu? Lily Osborne dan Tobias Gray?" Sebelum Jack sempat menanggapi, teman kerjanya yang lain menjawab, "Mana mungkin dia mengenal mereka? Apa kau tidak bisa lihat? Mereka berasal dari kalangan kelas atas. Jack jelas bukan berasal dari kalangan mereka. Ayolah, kalian sendiri tahu. Tak mungkin orang-orang itu bergaul dengan orang rendahan macam Jack." Orang itu menyeringai, terlihat sekali dia ingin merendahkan Jack, tapi saat ini Jack tidak peduli. Dia malah bergegas ke depan, ingin menemui Lily Osborne dan meminta penjelasan dari kekasihnya itu. Tapi dia malah dihalangi oleh seorang penjaga restoran berbadan besar. "Staf bagian belakang tidak diizinkan masuk ke dalam area restoran utama." "Saya hanya ingin melihat-lihat ke dalam sebentar saja." "Tidak bisa." Jack mulai sangat gusar, "Tapi saya harus memeriksa sebentar. Teman saya ada di dalam." Seorang penjaga itu tertawa mengejek, "Hei, anak muda. Berani sekali kau mengaku-ngaku memiliki teman seorang tamu di restoran di sini. Apa kau tidak malu?" "Lihatlah sepatu yang kau pakai! Pengemis jalanan saja memiliki sepatu yang lebih bagus darimu. Bagaimana bisa kau diterima di restoran ini?" Penjaga itu menatap Jack dengan tatatapan merendahkan. Namun, Jack sungguh tidak memiliki waktu untuk menanggapi penjaga itu sehingga dia berjalan kembali ke area kerjanya. Dia sempat mendengar penjaga itu menertawakannya. "Dasar miskin! Berani sekali menipuku!" "Orang miskin rendahan berteman dengan anak pengusaha kaya? Berhentilah bermimpi, anak muda!" Jack hanya bisa mengepalkan tangan saat mendengarnya. Yang bisa dia lakukan saat ini adalah segera menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih cepat. Tapi, sayangnya hal itu tak semudah apa yang dia pikirkan. Jack terpaksa harus melakukan pekerjaan-pekerjaan tambahan sehingga saat dia keluar dari restoran itu, dia sudah tak melihat dua orang yang sedang dibicarakan oleh orang-orang itu. Jack pun mencoba menghubungi Lily tapi setelah melakukan percobaan yang keempat kalinya, dia menyerah karena Lily tak kunjung mengangkat panggilan teleponnya. "Lily, kau ada di mana sekarang? Kau tidak mungkin melakukan itu kepadaku kan?" Jack bergumam dengan gelisah.Tak mau membuang-buang waktu, Jack dengan segera merogoh sakunya dan melihat isi dompetnya. Dia pun hanya bisa menghela napas panjang. Seseorang yang sering sekali disebut sebagai tikus got itu memang benar-benar sangat miskin. Di dalam dompet buluknya itu dia bahkan hanya memiliki $10 saja yang tersisa. Jumlah itu jelas tak akan cukup untuk membawa dirinya ke rumah Lily Osborne dengan menggunakan taksi. Dia setidaknya membutuhkan uang sekitar $15 untuk bisa sampai ke rumah Lily. Maka, dengan sangat terpaksa Jack memilih berjalan kaki lebih cepat menuju ke kediaman Lily yang terletak di kawasan The DownGrow House, sebuah kawasan elit yang sangat terkenal di Ocean Hill. Tapi, baru saja dia sebentar berjalan, perutnya mulai keroncongan. Dia menyentuh perutnya dan berusaha menahan lapar. Hari ini dia hanya memakan roti cokelat yang disediakan pihak kampus secara gratis untuk sarapan dan siang harinya dia hanya mengambil sepotong pizza yang dibawa oleh teman satu asramanya. Lapar,
Merasa begitu terhina dan sangat sedih, Jack pun pada akhirnya memilih untuk segera meninggalkan kediaman keluarga Osborne. Ia sudah tersadar sepenuhnya bila dia tidak akan mungkin lagi bisa mendapatkan Lily. Lawannya adalah seorang Tobias Gray yang tidak hanya tampan tapi juga kaya luar biasa. Pesonanya begitu kuat sehingga Lily pun terpesona kepadanya. Di samping itu, Lily juga benar-benar sudah tak menginginkan dirinya lagi. Tak ada alasan lain baginya untuk mempertahankan Lily. Lily telah menjadi mantan kekasihnya saat ini.Dengan hati yang remuk, Jack berjalan sembari menahan rasa lapar yang mengganggunya. Akan tetapi, baru saja dia berjalan tidak terlalu jauh dari sana, dia malah dikejutkan dengan sebuah mobil polisi yang berhenti tepat di dekatnya.Dua orang polisi turun dari mobil dan berjalan ke arahnya, "Jack Morland, Anda ditangkap. Silakan ikut kami ke kantor polisi."Salah seorang dari polisi itu telah memegang tangannya dan berniat memborgolnya.Jack membelalakkan mata
"Sir, saya masih sulit mempercayainya." Jack berkata dengan sangat jujur.Hugh langsung tersenyum lembut pada Jack. "Aku mengerti. Tak mudah untuk kau mempercayainya, tapi inilah kenyataannya. Kau memang cucuku, satu-satunya cucuku, Jack."Hugh menambahkan lagi, "Kau adalah pewaris kerajaan bisnis keluarga Morland."Pewaris kerajaan bisnis? Dirinya? Seseorang yang kerap disebut sebagai seorang pecundang? Bagaimana mungkin bisa begitu?Jack yang kepalanya sudah dipenuhi oleh berbagai pertanyaan pun bertanya, "Sebenarnya apa yang terjadi, Tuan? Kalau saya cucu Anda, kenapa Anda membiarkan saya hidup sendirian di panti asuhan?"Tentu saja hal itulah yang membuat Jack kebingungan.Hugh tidak terkejut dengan pertanyaan itu dan pria tua itu pun langsung menjawab, "Jack, kau sudah salah paham, Nak. Biar Kakek jelaskan terlebih dulu."Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ayah Jack, Joss dan ibunya, Claire sedang mengajak bermain Jack ke sebuah taman yang terletak tak jauh dari rumah keluarga b
"Apa Kakek sedang bercanda? Bagaimana mungkin aku menggantikan Kakek?" Jack berkata dengan ekspresi terlihat luar biasa bingung. Hugh tersenyum lembut. "Kenapa tidak mungkin? Harus berapa kali aku katakan? Kau satu-satunya pewaris kerajaan bisnis keluarga ini, tentu kau adalah pengganti Kakek." Setelah mempercayai statusnya, Jack malah semakin terlihat kebingungan. "Ta-tapi, Kek. Aku masih seorang mahasiswa." "Memang kenapa kalau kau masih mahasiswa? Kau tetap bisa menjalankan perusahaan keluarga sembari kau belajar di universitas." Hugh berhenti sejenak, mengamati ekspresi cucunya. "Dan lagi pula, kudengar kau mengambil jurusan bisnis manajemen. Bukankah itu sangat cocok?" Jack tidak pernah menduganya. "Aku mengambil jurusan itu dengan harapan setelah lulus nantinya bisa mengembangkan bisnisku sendiri." Hugh bertepuk tangan untuk sang cucu, "Itu luar biasa, Jack. Itu baru keturunan keluarga Morland." Jack meringis. "Tapi, tidakkah aku masih terlalu muda untuk menjalankan bis
Tobias Gray mengernyitkan dahi kembali, "Voucher? Buat apa?"Lily menatap Jack si mantan kekasih dengan pandangan meremehkan, "Astaga, Toby. Lihatlah sepatu bututnya itu! Mungkin dia ingin memiliki sepatu baru."Tebakan Lily itu membuat Tobias sontak tertawa terpingkal-pingkal. Dia memberikan tatapan mencibir pada Jack, "Sepatu? Jadi, kau mau membeli sepatu di mall milik keluargaku, pecundang?"Jack masih terdiam, menanti ucapan Tobias selanjutnya seolah dia tahu Tobias masih belum berhenti berbicara."Apa kau tidak tahu berapa harga minimum sepatu di Gray Mall?" ucap Tobias sambil menyeringai, "Ah, tidak. Kalau aku sebutkan, aku takut kau akan pingsan.""Katakan saja berapa harganya!" Jack membalas masih menahan diri. "Tidak usah, yang pasti kau tidak akan mampu membelinya.""Jangankan sepasang, sebelahnya saja kau tak akan sanggup," tambah Tobias dengan senyum mengejek yang semakin menyebalkan."Bagaimana kalau aku bisa membelinya?" balas Jack pada akhirnya yang sudah tidak sanggup
"Kau akan diperiksa lebih lanjut di sana tentang uang yang kau bawa ini."Sang petugas menuntun Jack untuk menuju ke arah ruang keamanan. Akan tetapi, sebelum mereka berjalan lebih jauh, seseorang berkata, "Tunggu!"Dua petugas itu pun berhenti dan menoleh."Tuan Muda Gray." Mereka menyapa dengan membungkuk sopan.Jack tidak menduga akan bertemu dengan orang itu sekarang. Namun, saat dia ingat dia sedang berada di mall milik keluarga Gray, dia pun berpikir bila kemungkinan besar bertemu dengan pria muda yang telah mencuri kekasihnya itu sangatlah besar.Jack melihat Tobias Gray sedang berjalan bersama Lily dengan tangan tertaut pada lengan Toby. "Ada apa ini?" Toby bertanya pada dua satpam itu."Anak muda ini adalah pengemis yang mencuri uang, Pak." Salah satu dari penjaga itu menjawab.LIily melebarkan mata. "Mencuri? Uang milik siapa yang dia curi?"Jack menghela napas dengan lelah, "Aku tidak mencuri apapun. Uang itu bukan hasil curian."Tobias menatap Jack dengan tatapan menghina
Sebelum karyawan itu sempat membalas, Lily Osborne bergerak mendekat ke arah Jack lalu merebut sepatu mewah itu dari tangan Jack yang terkejut melihat Lily sudah berdiri di dekatnya. Gadis cantik itu meneliti bahan sepatu pilihan Jack tersebut dan juga harganya. Tidak salah. Sepatu memang berharga $200.000. Lily bahkan harus menghitung angka nol di bagian belakang angka dua itu demi memastikan harga sepatu memanglah sudah benar."Apa kau sedang bercanda, Jack? Harga sepatu ini bahkan lebih besar dari gajimu selama bertahun-tahun sebagai seorang pelayan. Jadi, bagaimana mungkin kamu bisa membelinya?"Tobias ikut berjalan mendekat ke arah sang kekasih. "Sudahlah, biarkan saja, Lily. Mana mungkin dia punya uang? Dia pasti hanya ingin menipu kita saja."Lily menyerahkan sepatu itu pada sang karyawan, "Kembalikan pada tempatnya saja. Dia tak akan bisa membayarnya. Dia ... hanya membohongi kalian saja. Pasti saat dia sampai di kasir, dia akan memberi alasan bila dia tak bisa membayar kare
"Mencuri bagaimana? Aku sama sekali tidak mencuri." Jack menggelengkan kepala dengan tegas.Tobias mendengus keras, "Kau pikir kau bisa menipuku? Mana mungkin tikus got sepertimu memiliki uang sebanyak itu?"Lily mendukung argumen Tobias, sang kekasih. Dia pun ikut menambahkan dengan nada mengejek, "Untuk membeli makanan saja terkadang kau tidak bisa. Lalu, bagaimana mungkin kau sekarang bisa membayar sepatu berharga $200.000. Jelas sekali ini tidak masuk akal."Jack menatap dua orang itu secara bergantian. Pria yang masih memegang ponselnya yang bermodel kuno itu pun menanggapi, "Kenapa tidak masuk akal? Kalian sendiri tadi melihat bagaimana aku membayarnya. Aku membayarnya sendiri.""Bohong. Kau pasti menghubungi seseorang kan? Iya kan? Dasar penipu!" tuduh Lily sambil tersenyum mengejek. Tobias Gray berkata cepat, "Tunggu dulu, Lily. Bukankah kau tadi bilang jika dia memiliki teman yang lumayan kaya? Yah, meskipun aku sangat yakin dia tidak lebih kaya dariku.""Siapa orang itu? Mu
"Pak, saya sungguh sangat meminta maaf pada Anda. Tapi, ini tidak seperti yang Anda pikirkan. Saya hanya merasa ... tidak ingin membebani orang lain." Aletta berhenti berkata selama beberapa detik, seakan memikirkan kata-kata yang tepat yang tidak akan menyinggung Jack.Melihat Jack yang terlihat sedang menunggunya, dia segera melanjutkan, "Anda tadi sudah menolong saya, Pak. Saya rasa itu sudah sangat cukup. Saya bisa mencari pekerjaan sendiri."Jack mengerti. Dia tahu gadis muda di depannya ini memang sebenarnya tidak terlalu percaya kepadanya, tapi dia senang Aletta berbicara dengan cara yang sangat sopan sehingga dia tidak mempermasalahkan hal itu."Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusanmu, Nona. Tapi, jika Anda membutuhkan bantuan, Anda bisa hubungi saya. Saya akan dengan senang hati memiliki pekerja seperti Anda." Pria itu berkata sambil meminta Aletta untuk menyimpan nomornya.Aletta mengerutkan kening tapi tetap mencatat nomor ponsel Jack di ponselnya. Ketika Jack pergi da
Ledakan tawa seketika memenuhi di sekitar toko itu. Itu adalah suara tawa Tobias Gray dan juga Lily Osborne.Bagaimana tidak mereka berdua itu tertawa, sebab di mata mereka Jack Morland adalah mahasiswa paling miskin di kampus mereka. Lalu, mereka kemudian melihat dia membela karyawan perempuan itu dengan cara menawarkan sebuah pekerjaan.Siapa yang akan percaya kepadanya?"Jack, bangunlah dari mimpimu! Tolong jangan gila!" Tobias menggelengkan kepala dan masih sambil tertawa keras.Lily menyeka air mata yang jatuh menetes akibat menertawakan kekonyolan Jack. Gadis itu lalu menanggapi, "Jack, ayolah. Kau masih waras kan?"Jack tidak merespon dan dia malah mengambil sepatu milik Aletta yang ditinggal tak jauh di belakangnya. Aletta masih bingung bagaimana dia harus bertindak."Pak, Anda serius?" Aletta akhirnya bertanya."Saya selalu serius." Jack memberikan sepasang sepatu milik Aletta tersebut kepada sang pemilik.Lily memutar bola mata. Dulu Jack memang selalu bersikap manis kepada
Aletta Miller sontak segera menghapus air mata yang telah membasahi pipinya. Gadis itu kemudian mencoba untuk memberanikan diri menatap pada Tobias Gray, sang putra dari pemilik mall besar tempatnya bekerja itu. Pria muda itu kini sedang berdiri tidak jauh darinya. Jarak mereka tak kurang dari tiga meter saja sehingga Aletta bisa melihat bagaimana Tobias terlihat begitu serius mengatakan hal itu. "Apa Anda sungguh-sungguh, Pak? Apa saya tidak akan dihukum?" Aletta bertanya dengan nada yang begitu sangat lirih.Siapapun yang mendengar suara gadis muda itu, mereka akan dengan mudah mengetahui jika gadis itu memang sedang sangat ketakutan.Lily Osborne semakin tidak sabar dan menjadi begitu kesal gadis yang tidak kalah cantik darinya itu. Dia juga mulai cemburu.Sementara itu Tobias masih terlihat tenang dan berwibawa. "Sejak kapan aku bercanda untuk masalah seperti ini, Nona ....?""Aletta Miller," ucap Kevin, sang manager ketika Tobias menoleh ke arahnya seolah-olah sedang bertanya k
Badan Aletta Miller langsung bergetar hebat mendengar ancaman sang putra pemilik Gray Mall itu. Gadis muda itu tentu saja sangat takut. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia tidak memiliki pekerjaan. Dia masih memiliki seorang adik laki-laki kecil yang masih membutuhkan banyak biaya. Usianya masih dua belas tahun. Tahun depan, Aletta harus mengirimkan sang adik ke sekolah lain setelah lulus dari sekolah dasar. Lalu, bagaimana dia bisa melakukan semua itu jika dia dipecat dari mall itu? Air matanya langsung terjatuh begitu dia memikirkan bagaimana menderita hidupnya dan adiknya bila dia menjadi seorang pengangguran."Mencari pekerjaan itu tidak mudah. Aku pikir kau juga tahu akan hal itu," Tobias terlihat menatap gadis itu dengan tatapan kesal."Maafkan saya, Pak. Tapi, saya tidak mengerti mengapa sikap saya dikatakan salah. Saya benar-benar hanya mencoba melakukannya sesuai dengan peraturan perusahaan. Peraturan nomor 12, Pak." Meskipun Aletta sangat ketakutan, dia tak mau
"Mencuri bagaimana? Aku sama sekali tidak mencuri." Jack menggelengkan kepala dengan tegas.Tobias mendengus keras, "Kau pikir kau bisa menipuku? Mana mungkin tikus got sepertimu memiliki uang sebanyak itu?"Lily mendukung argumen Tobias, sang kekasih. Dia pun ikut menambahkan dengan nada mengejek, "Untuk membeli makanan saja terkadang kau tidak bisa. Lalu, bagaimana mungkin kau sekarang bisa membayar sepatu berharga $200.000. Jelas sekali ini tidak masuk akal."Jack menatap dua orang itu secara bergantian. Pria yang masih memegang ponselnya yang bermodel kuno itu pun menanggapi, "Kenapa tidak masuk akal? Kalian sendiri tadi melihat bagaimana aku membayarnya. Aku membayarnya sendiri.""Bohong. Kau pasti menghubungi seseorang kan? Iya kan? Dasar penipu!" tuduh Lily sambil tersenyum mengejek. Tobias Gray berkata cepat, "Tunggu dulu, Lily. Bukankah kau tadi bilang jika dia memiliki teman yang lumayan kaya? Yah, meskipun aku sangat yakin dia tidak lebih kaya dariku.""Siapa orang itu? Mu
Sebelum karyawan itu sempat membalas, Lily Osborne bergerak mendekat ke arah Jack lalu merebut sepatu mewah itu dari tangan Jack yang terkejut melihat Lily sudah berdiri di dekatnya. Gadis cantik itu meneliti bahan sepatu pilihan Jack tersebut dan juga harganya. Tidak salah. Sepatu memang berharga $200.000. Lily bahkan harus menghitung angka nol di bagian belakang angka dua itu demi memastikan harga sepatu memanglah sudah benar."Apa kau sedang bercanda, Jack? Harga sepatu ini bahkan lebih besar dari gajimu selama bertahun-tahun sebagai seorang pelayan. Jadi, bagaimana mungkin kamu bisa membelinya?"Tobias ikut berjalan mendekat ke arah sang kekasih. "Sudahlah, biarkan saja, Lily. Mana mungkin dia punya uang? Dia pasti hanya ingin menipu kita saja."Lily menyerahkan sepatu itu pada sang karyawan, "Kembalikan pada tempatnya saja. Dia tak akan bisa membayarnya. Dia ... hanya membohongi kalian saja. Pasti saat dia sampai di kasir, dia akan memberi alasan bila dia tak bisa membayar kare
"Kau akan diperiksa lebih lanjut di sana tentang uang yang kau bawa ini."Sang petugas menuntun Jack untuk menuju ke arah ruang keamanan. Akan tetapi, sebelum mereka berjalan lebih jauh, seseorang berkata, "Tunggu!"Dua petugas itu pun berhenti dan menoleh."Tuan Muda Gray." Mereka menyapa dengan membungkuk sopan.Jack tidak menduga akan bertemu dengan orang itu sekarang. Namun, saat dia ingat dia sedang berada di mall milik keluarga Gray, dia pun berpikir bila kemungkinan besar bertemu dengan pria muda yang telah mencuri kekasihnya itu sangatlah besar.Jack melihat Tobias Gray sedang berjalan bersama Lily dengan tangan tertaut pada lengan Toby. "Ada apa ini?" Toby bertanya pada dua satpam itu."Anak muda ini adalah pengemis yang mencuri uang, Pak." Salah satu dari penjaga itu menjawab.LIily melebarkan mata. "Mencuri? Uang milik siapa yang dia curi?"Jack menghela napas dengan lelah, "Aku tidak mencuri apapun. Uang itu bukan hasil curian."Tobias menatap Jack dengan tatapan menghina
Tobias Gray mengernyitkan dahi kembali, "Voucher? Buat apa?"Lily menatap Jack si mantan kekasih dengan pandangan meremehkan, "Astaga, Toby. Lihatlah sepatu bututnya itu! Mungkin dia ingin memiliki sepatu baru."Tebakan Lily itu membuat Tobias sontak tertawa terpingkal-pingkal. Dia memberikan tatapan mencibir pada Jack, "Sepatu? Jadi, kau mau membeli sepatu di mall milik keluargaku, pecundang?"Jack masih terdiam, menanti ucapan Tobias selanjutnya seolah dia tahu Tobias masih belum berhenti berbicara."Apa kau tidak tahu berapa harga minimum sepatu di Gray Mall?" ucap Tobias sambil menyeringai, "Ah, tidak. Kalau aku sebutkan, aku takut kau akan pingsan.""Katakan saja berapa harganya!" Jack membalas masih menahan diri. "Tidak usah, yang pasti kau tidak akan mampu membelinya.""Jangankan sepasang, sebelahnya saja kau tak akan sanggup," tambah Tobias dengan senyum mengejek yang semakin menyebalkan."Bagaimana kalau aku bisa membelinya?" balas Jack pada akhirnya yang sudah tidak sanggup
"Apa Kakek sedang bercanda? Bagaimana mungkin aku menggantikan Kakek?" Jack berkata dengan ekspresi terlihat luar biasa bingung. Hugh tersenyum lembut. "Kenapa tidak mungkin? Harus berapa kali aku katakan? Kau satu-satunya pewaris kerajaan bisnis keluarga ini, tentu kau adalah pengganti Kakek." Setelah mempercayai statusnya, Jack malah semakin terlihat kebingungan. "Ta-tapi, Kek. Aku masih seorang mahasiswa." "Memang kenapa kalau kau masih mahasiswa? Kau tetap bisa menjalankan perusahaan keluarga sembari kau belajar di universitas." Hugh berhenti sejenak, mengamati ekspresi cucunya. "Dan lagi pula, kudengar kau mengambil jurusan bisnis manajemen. Bukankah itu sangat cocok?" Jack tidak pernah menduganya. "Aku mengambil jurusan itu dengan harapan setelah lulus nantinya bisa mengembangkan bisnisku sendiri." Hugh bertepuk tangan untuk sang cucu, "Itu luar biasa, Jack. Itu baru keturunan keluarga Morland." Jack meringis. "Tapi, tidakkah aku masih terlalu muda untuk menjalankan bis