Dayang Kemilau kertakkan rahangnya. Dengan pelipis mengerut menahan sakit, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka ini perlahan-lahan bangkit dengan kesiagaan penuh.
Kedudukannya sangat goyah dan darah semakin banyak keluar dari sela-sela bibirnya. Lalu dengan suara geram dia berkata, "Ayu Wulan! Aku memang menginginkan nyawa Si Buta dari Sungai Ular! Tetapi... apa yang kau tuduhkan itu salah!"
Mengkelap wajah Ayu Wulan mendengar kata-kata orang.
"Jangan memaksaku untuk bertindak kejam!"
"Peduli setan hendak kau apakan diriku sekarang! Tetapi, apa yang kukatakan tadi benar!"
Di seberang, Handaka diam-diam membatin, "Celaka kalau gadis berjubah hitam itu membuka mulut! Ini tak boleh kubiarkan terlalu lama!"
Lalu katanya pada Ayu Wulan, "Ayu! Untuk apa berlama-lama! Sudah tentu dia tak akan mau mengatakan apa yang terjadi sebenarnya!"
Sebelum Ayu Wulan membuka mulut, Dayang Kemilau sudah berkata dengan sorot mata tajam pada Handak
“Tak ada maksud apa-apa. Aku hanya melihat kalau gadis berjubah hitam itu sudah tak berdaya," kata Ayu Wulan tetap tak mengalihkan pandangan pada Handaka. Diam-diam gadis ini dapat merasakan geraman dalam suara Handaka.Sebelum Handaka membuka mulut, Dayang Kemilau sudah membentak, "Jangan bicara ngaco! Apakah kau pikir aku sudah tak mampu menghadapi kalian berdua!"Bentakan Dayang Kemilau tak membuat Ayu Wulan bergeming. Pandangannya tetap tajam. Namun tetap pula dia tak melakukan apa-apa. "Aku tak mengatakan demikian.""Jahanam! Jangan berbangga dulu, Ayu Wulan!""Kau salah menduga apa yang kumaksudkan!""Perjelas kata-katamu! Tanganku jadi semakin gatal untuk merobek niulutmu!""Kau pasti sudah jelas dengan kata-kataku.""Keparat! Ingin kulihat lagi apa yang kau bisa, hah!"Sebelum Ayu Wulan menyahut, Handaka sudah mendahului, "Kau dengar sendiri apa yang dikatakannya, Ayu Wulan! Gadis semacam dia tak perlu dikasihani!
Makanya, dengan gerakan yang tak kalah cepatnya gadis berjubah hitam itu menggebrak ke depan. Untuk kedua kalinya terdengar letupan yang sangat keras. Akibat bentrokan dua pukulan tadi, tanah segera muncrat dan menutupi pandangan. Dalam naungan tanah yang menghalangi itu, mendadak terdengar seruan keras,"Dayang Kemilau! Kelak kita berjumpa lagi!"Menggeram keras Dayang Kemilau mendengarnya. Diterobosnya debu-debu itu. Namun dia sudah tak melihat lagi sosok pemuda berpakaian hitam."Setan keparat! Justru kelak kau yang tak akan pernah kumaafkan!" geramnya sengit seraya lepaskan pukulan ke depan.Dua batang pohon tersambar pukulannya. Sesaat pohon itu bergetar dan dedaunannya berguguran. Di saat lain terdengar suara menggemuruh hebat, menyusul suara berdebam dua kali yang menimpa ranggasan semak yang langsung berpentalan.Di tempatnya, Dayang Kemilau terdiam dengan dada naik turun. Wajahnya tampak diliputi kegeraman dalam. "Aku tahu apa yang kau hen
Sunyi mengerjap dalam. Beberapa daun kering berguguran dihembusi angin senja. Di ufuk barat Sana, matahari mulai menurunkan kegarangannya. Dan perlahan-lahan segera berangkat pulang ditemani oleh burung-burung camar yang di kejauhan beterbangan membentuk siluet-siluet indah.Dewi Awan Putih bertanya, "Apakah kita hanya berdiam di sini saja?""Untuk sementara, memang itulah yang bisa kita lakukan.""Apakah kau lapar, Manggala?" tanya Dewi Awan Putih lagi.Manggala menganggukkan kepalanya. "Ya.""Kalau begitu... kau tunggu saja dulu di sini. Aku akan mencari....""Tidak," kata Manggala sambil menggelengkan kepalanya. "Kau tetap di sini.""Jadi kau yang hendak mencari pengisi perut?""Tidak juga."Kali ini Dewi Awan Putih mengernyitkan kening. Dipandanginya baik-baik pemuda yang di dadanya terdapat rajahan petir itu. Tatkala dia hendak mengutarakan keheranannya, Si Buta dari Sungai Ular sudah mendahului, "Kita tunda dulu la
Sebelum kita ikuti perjalanan Si Buta dari Sungai Ular dan Dewi Awan Putih menuju Bulak Batu Bulan, serta kejadian apa yang akan dialami mereka, sebaiknya kita lihat dulu siapa yang telah menyelamatkan Dayang Harum dari kematian yang hendak diturunkan oleh Ratu Jagat Raya. Saat itu, Ratu Jagat Raya yang hendak menurunkan tangan maut pada Dayang Harum, bukan main terkejutnya mendapati seseorang yang bergerak secepat angin telah melesat dan menyambar tubuh Dayang Harum. Menyusul dengan gerakan yang benar-benar susah diikuti oleh mata, orang yang menyambar tubuh Dayang Harum sudah berkelebat sedemikian cepat dan lenyap dari pandangan hingga serangan yang dilepaskan oleh Ratu Jagat Raya hanya menghantam sebuah pohon.Di sebuah ngarai yang teduh, orang yang ternyata mengenakan pakaian berwarna biru agak kehijauan, menghentikan kelebatannya. Tanpa pandangi lagi sekelilingnya seolah orang itu sudah sangat hafal dengan tempat yang dipijaknya, enteng saja dilemparnya tubuh Dayang Haru
Dayang Harum benar-benar tak mengerti melihat sikap aneh si kakek. Lalu dengan berhati-hati dia berkata, "Ratu Jagat Raya adalah guruku."Seketika kepala si kakek menoleh."Edan! Sudah edan zaman barangkali! Jangan-jangan... kau sama kejinya dengan nenek busuk itu! Huh! Menyesal aku telah menolongmu!"Kali ini perlahan-lahan Dayang Harum menganggukkan kepalanya. Perasaannya mendadak sedih mendengar kata-kata si kakek. Sambil menghela napas panjang dia berkata dalam hati, "Mungkin dalam soal kekejian, hampir seimbang kekejian yang kumiliki dengan guruku sendiri. Tetapi... kini semuanya mulai berubah. Dan aku harus mengubahnya. Apa yang dikatakan Si Buta dari Sungai Ular memang benar. Bisa jadi pula kalau ternyata yang membunuh kedua orang tuaku adalah guruku sendiri...."Merasa tak ada sahutan dari si gadis, Manusia Angin berkata, "Mengapa kau mau menjadi muridnya, hah!"Dayang Harum kembali tak segera menjawab. Kembali ingatannya beralih pada Si Bu
Kejap berikutnya, Dayang Harum segera menyusul. Disadarinya sekarang kebenaran kata-kata yang diucapkan Si Buta dari Sungai Ular. Mulai saat ini dia bersumpah, akan menghentikan sepak terjang kejamnya yang pernah dilakukan. Dan dia berharap, bila berjumpa dengan Dayang Kemilau atau pun Dayang Pandan, akan dicobanya untuk mengajak mereka kembali ke jalan kebenaran.-o0o-RAMBATAN senja telah diganti oleh hamparan malam kelam. Langit begitu cerah tanpa gumpalan awan hitam. Udara pun berhembus dingin, membelai ranggasan semak dan menerobos dedaunan. Si Buta dari Sungai Ular yang curiga kalau ada seseorang yang mengikuti mereka terus berkelebat ke arah yang dituju. Tetapi dia tidak langsung mencari dua buah bukit yang menghimpit satu jalan di mana letak Bulak Batu Bulan berada. Justru bergerak dengan cara memutar. Ini dikarenakan dia masih penasaran untuk mengetahui siapa yang mengikutinya.Dewi Awan Putih yang masih tak mengerti akan sikap pemuda dari
Makin keras tawa si nenek hingga kepalanya yang ditutupi caping lebar terbuat dari baja bergerak-gerak. Si Buta dari Sungai Ular berusaha untuk melihat wajah si nenek lebih jelas. Tetapi yang nampak hanya bibirnya yang keriput. Kejap kemudian si nenek hentikan tawanya. Kepalanya bergerak ke arah Dewi Awan Putih. Menyusul kata-katanya setelah terdiam beberapa saat, "Anak gadis... aku tahu engkaulah yang berjuluk Dewi Awan Putih, murid dari Dewi Pesisir Utara. Nah! Sebelum kutanyakan mengapa kau mencariku, hendak kutanyakan dulu bagaimana kabar gurumu? Apakah dia baik-baik saja?"Dewi Awan Putih yang sejak tadi hanya memperhatikan si nenek berpakaian putih kusam itu, dan tak menyangka akan mendengar pertanyaan seperti itu tak segera menjawab. Diam-diam dia membatin, "Dari pertanyaan yang diucapkan Hantu Caping Baja, aku bisa menarik kesimpulan kalau dia tak tahu menahu kematian Guru. Berarti yang dikatakan oleh Si Buta dari Sungai Ular tak perlu diragukan lagi. Bukan Hantu Capi
Pagi kembali datang dalam naungan cahaya yang indah. Sang surya telah luncurkan panah merahnya hingga menerangi persada. Di sebuah tempat yang agak sepi dan dipenuhi pepohonan, seorang gadis bangkit dari duduknya. Ditepuk-tepuk pantatnya guna menanggalkan debu-debu yang melekat. Gadis berjubah putih yang berambut lurus hingga pinggang ini mengedarkan pandangannya sejenak sebelum berkata, "Ke mana perginya Dayang Kemilau dan Dayang Harum? Tatkala aku tiba di tempat yang dijanjikan, keduanya tak muncul. Bahkan aku masih menunggu mereka selama satu hari satu malam. Apakah ada sesuatu yang terjadi pada mereka?"Gadis berjubah putih yang tak lain Dayang Pandan adanya kembali edarkan pandangan. Yang nampak hanya jajaran pepohonan belaka."Aku memang gagal menemukan jejak Si Buta dari Sungai Ular maupun gadis bernama Ayu Wulan. Apakah keduanya pun gagal? Tetapi, mengapa mereka kemarin tidak tiba di tempat yang telah kami sepakati untuk bertemu kembali?" Dayang Pandan mencoba