David mengernyitkan dahinya. "Kamu sudah kenal Pak Tyo?" tanya David.
Sandra pun hanya menggeleng cepat. Mampus! Jika bosnya tahu, Sandra telah mengenal Tyo sebelumnya pasti akan jadi masalah. Sandrapun langsung beralasan seadanya, dari pada terkena akibat buruk gara-gara si brengsek ini."Oh, saya tidak kenal, Pak," jawab Sandra singkat sembari menggelengkan kepala.Sandra tersenyum tipis sembari mengulurkan tangannya ke arah Tyo yang sudah siap menyambut dengan tatapan berbinar. Benar saja tatapannya siap menerkam Sandra kapanpun dia mau."Tyo Bagaskara."Sandra tersenyum sekilas. "Sandra."Tyo nampak menyengir karena Sandra hanya berkenalan secara singkat saja. Untungnya, bosnya terlihat tidak peduli dengan interaksi mereka yang sedikit menimbulkan tanda tanya. Beberapa waktu kemudian, saat di dalam ruangan Tyo, Sandra terasa sangat canggung. Namun, dia berusaha mengubur perasaan kacaunya itu dengan sikap profesional. Sesekali dia tersenyum dan melihat ekspresi Tyo yang seolah-olah tak peduli akan kehadirannya."Kamu harus hadir dalam acara makan malam nanti," ujar David sambil menyeruput minuman di gelas porselen yang disediakan oleh Tyo.Tyo hampir tersedak minumannya kemudian melirik Sandra yang tidak peduli pada obrolan antara dirinya dan David. Sepertinya dia harus menyudahi percakapan yang tidak seharusnya dikatakan di depan Sandra ini."Oh ya, Kak, pukul tiga nanti aku ada jadwal meeting dengan customer dari Bali."David mencebik. "Kamu sengaja mengusirku, gara-gara tidak enak dengan Sandra?"Tyo menggeleng. "Kita bicarakan itu nanti.""Baiklah, aku akan pamit dulu. Jarang-jarang seorang Bos mengunjungi klien seperti ini, lain kali harus ada jamuan yang mahal untuk kami," ucap David terkekeh.David menjabat tangan Tyo, kemudian berganti dengan Sandra. Kepala Sandra menunduk dalam, ia tidak ingin menatap atau melihat wajah Tyo secara dekat. Cepat-cepat dia menarik tangannya dari tangan Tyo, lalu tanpa sadar berjalan mendahului David keluar."Aku pikir ada yang aneh dengan Bu Sandra hari ini," ucap David kepada Tyo yang juga mematung memperhatikan kepergian Sandra yang sudah menghilang dari balik pintu.Tyo tersenyum kecut. "Mungkin karyawan barumu gugup melihat ketampananku, Kak."David tertawa, kemudian nada bicaranya menjadi serius. "Soal yang tadi, tolong kamu pertimbangkan. Aku tidak enak dengan mama."Mata Tyo menatap David dengan sorot mata tajam. "Apa dia tidak menyerah?"David menepuk pundak Tyo dua kali. "Don't come if you'll leave."Setelah mengatakan kalimat menohok tersebut, David tersenyum dingin kemudian pergi keluar. Sedangkan Tyo tersenyum sinis dan meninju udara. Tangannya mengepal sempurna sampai buku-bukunya terlihat.Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, Sandra terdiam membisu. David sebagai atasannya pun heran, bagaimana ada karyawan baru yang cuek seperti ini. Tak tahan lagi, David pun bertanya. "Apa anda tidak enak badan, Bu Sandra?" David kembali membuyarkan lamunan Sandra yang sedari tadi hanya diam. "Dari tadi anda hanya terdiam. Apa ada yang sakit?" David meneliti ujung rambut Sandra sampai ujung kaki.Sandra tersenyum tipis, kemudian menggeleng. "Saya baik-baik saja, Pak.David bernapas lega. Namun, ada satu hal yang mengganjal pikirannya dari tadi. Sebenarnya, David ingin bertanya kepada Sandra langsung, tapi, ia urungkan.***Tyo mengulas senyum lebar saat menghadiri acara jamuan makan malam yang diadakan oleh David. Di bawah cahaya bulan, mereka sesekali tertawa, mengobrol santai lalu menyeruput minuman yang ada di depan mereka. Jamuan makan malam itu diadakan di sebuah cafe outdoor dengan suasana santai."Selamat atas kesuksesanmu, Tyo," ucap David sambil mengarahkan gelasnya untuk bersulang dengan Tyo.Tyo tersenyum miring. "Thanks, Kak. Ini semua juga berkat dirimu, dan juga ... Ehm, dia." Tyo melirik seseorang yang duduk di seberangnya dengan tatapan datar."Kamu harus ingat perkataanku tadi di kantor."David tersenyum palsu. Sambil terus menyeruput segelas winenya, ia tiba-tiba menangkap siluet seorang wanita dari ujung ekor matanya. Tak asing lagi, wajah wanita yang sedari tadi terdiam di sepanjang perjalanan bersamanya."Aku ke sana dulu," ucap David terburu-buru sambil meletakkan gelasnya di meja.Dahi Tyo berkerut-kerut. Ia pun penasaran, apa yang membuat David sampai rela tak menandaskan minumannya hanya karena ingin pergi terburu-buru. Saat itu, Tyo tak melihat siapa yang ditemui David sampai wajahnya terlihat sumringah di ujung sana karena, cahayanya hanya temaram."Hai," sapa seorang wanita dari belakang tubuh Tyo.Tyo berbalik menatap wanita yang sudah berdiri di depannya itu. Wanita cantik itu terlihat anggun hanya memakai blouse warna putih, celana pendek selutut dan dipadu padan dengan sepatu sneakers putih. Sementara rambutnya digerai panjang. Ia sesekali menyibak rambutnya itu ke belakang."Siapa yang ditemui Kak David di sana?" tanya Tyo basa-basi. Sambil menunjuk ke arah David mengobrol.Wanita itu melihat David bersama seseorang, tapi, wanita itu juga tidak yakin siapa itu. "Kurasa hanya teman, kenapa Mas Tyo sampai penasaran begitu?"Tangan Tyo bersidekap. "Kakakmu tidak pernah membawa seorang wanita sebelumnya."Wanita itu tertawa jahil. "Aku tidak peduli pada kakakku, yang aku pedulikan hanya orang yang di depanku saja."Tentu saja. Malam itu Tyo memakai pakaian casual, wangi maskulin menguar dari tubub Tyo. Siapa wanita yang tidak terpesona dengannya. Apalagi wanita di depannya itu, hanya memandanginya sepanjang malam."Let's go out and talk." Wanita itu mengapit lengan Tyo tak sabaran.Sebuah ide cemerlang muncul di dalam otaknya. Ia menarik Tyo untuk menemui David di meja seberang. Tampaknya David sangat berantusias sampai lupa jika keluarganya masih berada satu tempat dengannya."Here we go!" Lagi-lagi wanita itu berkata seolah tanpa beban di dekat David.Meja kotak yang berisikan dua orang wanita, ditambah satu orang yaitu David itu menjadi saksi di mana Tyo bertemu dengan sang pujaan hatinya kembali. Memang jika dilihat dari jauh, tidak akan jelas, karena minim cahaya. Namun, mata David seolah berubah menjadi mata elang sehingga mampu menangkap siluet wanita yang bernama Sandra yang duduk menghadap ke arah Kiara, sahabatnya.Sandra melotot, salah tingkah. Tak hanya Sandra, Tyo sangat merasa bersalah saat tangan wanita yang sedari tadi bersamanya itu malah semakin kuat mengapitnya."Kak David, siapa dia?" tanya wanita itu penuh dengan semangat. "Apa kita boleh bergabung juga?" tanyanya memastikan, sambil tersenyum melihat Tyo.David menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Dia karyawan baruku di kantor, aku tidak sengaja melihatnya di sini.""Ada apa sampai Kakak menghampirinya duluan?""Zii ... Hentikan," titah David. "Ayo kita pergi, Sandra dan temannya jadi tidak nyaman."Tyo menuruti, sedangkan David sudah berdiri dan berpamitan dengan Sandra. Tak disangka wanita yang dipanggil Zi oleh David itu menanyakan sesuatu kepada Sandra."Sebentar, aku kayaknya pernah lihat dia." Wanita itu menunjuk salah seorang di antara Sandra dan Kiara.Sandra dan Kiara saling bertukar pandang. Mata Sandra tak henti-hentinya melihat tangan wanita itu mengapit lengan Tyo dengan erat. Perasaan murka dan sedih seolah bercampur jadi satu di hati Sandra. Tega. Kata yang ingin diucapkan oleh Sandra malam itu."Maaf, tapi, siapa yang anda maksud?" Kiara menjawab karena penasaran.Tyo mengusap wajahnya kasar. Dia sendiri tidak menyangka akan bertemu dengan Sandra dengan kondisi seperti ini. Apalagi wanita agresif di sampingnya ini yang memulai percakapan yang tidak jelas."Dia," tunjuk wanita ke arah Sandra. "Apa kamu pacarnya dulu?" tanya wanita itu tegas.David tiba-tiba tertawa. "Situasi macam apa ini. Zivana, hentikan omong kosongmu!" "Tapi, Kak wajahnya nggak asing. Aku emang pernah lihat dia di ponsel Mas Tyo," tukasnya kepada David. Hati Sandra terasa berdenyut nyeri saat mendengar wanita yang bernama Zivana itu memanggil Tyo dengan sebutan "mas". Sandra bertanya-tanya sebenarnya apa hubungan Tyo dengan wanita itu. "Kami pulang dulu, Tuan, dan Nona freak!" ejek Kiara ditujukan untuk Zivana. Zivana mengerutkan dahinya bersiap menyerang Kiara dengan sejuta umpatannya. "Heh! Kamu ngatain saya freak?!"Kiara menggulung lengan kemejanya sampai ke atas dan berkecak pinggang menantang Zivana. "Kalau iya emangnya kenapa. Datang-datang menuduh yang tidak-tidak, sok kenal lagi."Zivana maju satu langkah, namun, ditahan oleh David dan Tyo. "Sudahlah Zivana, ayo kita pergi. Maaf ya Sandra, dan Mbak Kiara." Bukan Tyo yang meminta maaf, tapi, David. Tyo hanya membisu di depan Sandra dan Kiara. Seperti kehilangan nyali untuk meredam amarah
"Maksud kalian apa?" cecar lelaki itu penuh tanda tanya. Sandra dan Tyo reflek menoleh ke sumber suara. Di sana sudah berdiri David dengan wajah garang. Sandra nyaris tak mengenali wajah asli atasannya tersebut. "Jelaskan sama saya, kalian punya hubungan apa. Dan kenapa kamu harus membenci dia?!" David menunjuk-nunjuk ke arah wajah Tyo dengan emosi. Tyo pucat pasi. Dia terlalu kagok untuk menjelaskan yang sejujurnya kepada David. Entah alasan apa yang harus dia pakai untuk menutupi hubungannya dengan Sandra. Namun, bak mendapat angin segar, Sandra maju satu langkah menghadapi David. "Saya dan Pak Tyo memang sudah mengenal satu sama lain, dia ... Dia kakak senior saya," jelas Sandra secara lugas. David menatap Tyo penuh kebencian. "Berarti benar apa yang dikatakan Zivana, aku mau tanya sama si brengsek ini, bukan kamu, Sandra."Sandra terperangah. Kepalanya menoleh ke kanan ke arah Tyo. Sungguh pertanyaan yang besar, David tidak marah padanya sama sekali? Di situlah Sandra melihat
Kaki Sandra melangkah keluar dari gerbong kereta, ia menyeret koper berwarna hijau tua dan membawa satu tas selempang kesayangannya. Langkah kakinya terhenti tatkala ia melihat sekelebat bayangan seseorang. Orang itu tidak asing, Sandra mengenal orang itu dengan baik. Namun, saat Sandra hendak mengejar, ia dikagetkan dengan teriakan Kiara. "San, bengong terus!" seru Kiara sambil menepuk lengan sahabatnya supaya tersadar. Sandra menoleh dengan senyuman lebar. "Sorry, Ki. Tadi tuh kayak ada Pak David di situ."Kiara melongo. "Siapa Pak David?" Tangan Sandra langsung menggandeng Kiara menuju pintu keluar tanpa harus menjawab pertanyaan Kiara. "Laper nih, makan dulu di situ, Ki."Sandra menunjuk beberapa kedai yang menyediakan berbagai masakan mulai dari fast food, tradisional yang berjejer di sekitar stasiun. Kiara mengangguk mengiyakan, kemudian mereka bergegas mengisi perutnya yang kosong. "Ntar deh, Pak David tuh bos kamu?" celetuk Kiara masih penasaran dengan nama Pak David yang
"Aku nggak ngajak dia, Ma!" sanggah Sandra berteriak, memekik memandangi mamanya. Mama Sandra hanya tersenyum tipis. "Iya, iya, masuk dulu, nak Tyo juga. Mari masuk."Ah sepertinya Sandra melupakan sesuatu. Sebelum dia menginjakkan kaki ke dalam halaman rumahnya, ia lalu berbalik arah menuju mobil Tyo yang masih terparkir di depan gerbang. "Ma, Mama beneran mau ngajakin dia masuk ke rumah?" Sandra bertanya kepada mamanya yang sudah berjalan duluan ke arah rumah. Dari kejauhan, Sandra bisa melihat raut wajah wanita paruh baya itu dengan jelas. Mamanya terlihat bahagia, sedangkan Tyo sudah jelas menang di waktu ini. Sejak berhubungan dengan Tyo selama hampir lima tahun, Sandra tak pernah mengajak Tyo ke rumahnya. Tyopun juga tak pernah menyinggung tentang keluarga Sandra. Padahal, Sandra memang sengaja melakukan hal itu supaya melihat kegigihan dari Tyo. Tapi, setelah sekian lama Tyo tak pernah berniat menemui kedua orang tuanya. Beberapa tahun yang lalu, ketika papa Tyo meninggal,
Sandra mendelik saat pagutannya dilepas begitu saja oleh Tyo. Dagu Tyo diangkat agar supaya Sandra tahu ada seseorang yang sedari tadi mengetuk-ketuk jendela mobilnya. Sandra lalu menoleh. "Mike? Kenapa nggak bilang dari tadi!" protesnya. "Dia pasti salah paham." Sebelum Sandra membuka pintu untuk keluar, Tyo lebih dulu menarik tangan wanitu itu. "Dia nggak akan salah paham. Jelasin ke dia lah."Sandra tersenyum getir. "Maksud kamu aku harus jelasin hubungan kita ini ke dia?" Tak peduli dengan bujuk rayu Tyo, Sandra lalu beranjak keluar dari kursi penumpang. Di luar, Mike sudah memasang tampang tidak ramah kepada Sandra. Selang beberapa detik, Tyo juga ikut keluar untuk menampakkan batang hidungya kepada Mike. "Kamu udah dari tadi?" tanya Sandra basa-basi sambil memaksakan senyum. Dia benar-benar seperti tepergok berbuat mesum dan merasa dihakimi oleh Mike. Mike melengos. "Aku mau pulang sendiri, tanpa dia!"Jari telunjuk Mike dengan mudahnya menunjuk ke arah pria yang sedari tad
"Mi ... Ke?" Mike berdiri di belakang seorang lelaki dengan paras tampan, badan tinggi, dan wajah lelaki itu banyak ditumbuhi kumis tipis. Lelaki itu menatap Sandra dengan wajah tidak ramah. Ia lalu berjalan menuju Sandra, disusul dengan Mike berjalan di belakang lelaki itu. Lelaki itu tersenyum miring. "Mike bilang, kamu jemput sama bajingan itu. Apa itu bener?""Mike, Mama mau cari kamu tadi di pantai. Sini Mama kangen banget." Sandra tak menanggapi pertanyaan lelaki itu. Ia malah menghampiri Mike, sebelum ia dicegah oleh lelaki itu. "Mas! Aku punya hak, dan ... Kamu nggak ada hak berbuat seperti ini."Lelaki itu menarik tangan Sandra hingga tubuh Sandra menghimpit tubuhnya. Ia mendesis memperingati Sandra. "Kamu tuh ibu yang nggak becus didik anak sendiri. Disuruh jemput, malah enak-enakan pacaran sama seorang bajingan.""Kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur aku lagi."Sandra melotot, urat-urat di lehernya terlihat jelas karena sangat marah ketika privasinya dicampuri oleh mant
Tyo menghembuskan napas panjang saat tiba di depan pintu gerbang kediaman Zivana. Setiap detik, setiap jam gadis manja itu tak henti-hentinya menghubunginya. Spam lewat telpon, pesan singkat sampai Tyo tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Zivana selepas pulang kerja. "Ibu ada, Pak Narko?" tanya Tyo kepada satpam rumah Zivana. Lelaki berkepala plontos itu mengangguk. "Ada, Pak. Kayaknya tadi Mas David juga udah dateng. Lengkap deh pokoknya."Sial! Kenapa harus ada David juga, padahal dia pikir David akan pulang terlambat karena ini hari Senin. Tyo lengah jika ada David mencampuri masalahnya. Tyo kemudian memarkirkan mobil civic hitamnya di sebelah mobil BMW milik David. Sebetulnya jika bisa memilih, dia ingin membatalkan pernikahan sialan ini. Namun, dia masih ada urusan dengan David. Krek! Tyo perlahan membuka pintu berukuran besar itu, di balik pintu sudah ada Zivana, Mamanya dan juga David yang sepertinya sudah siap akan me
"Hm," jawab Sandra cuek. Satu tangan memegang tangan Sandra posesif. Manik mata Tyo berubah sendu. Ia tak tahu apa yang akan disampaikan malam ini akan membuat Sandra atau senang. "Lepasss ... "Detik berikutnya, Tyo melepaskannya. "Well, aku nggak mau buat Om Ray sama Tante Nania kecewa."Sandra tersenyum sinis. "Kenapa mereka harus kecewa?" Sandra mengedikkan dagunya agar Tyo duduk di sofa. Sementara Sandra duduk di seberang Tyo sambil bersidekap. "Aku mau bilang kalau ... Kalau bulan depan aku mau merid."Sandra meneguk ludahnya kasar. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Brengsek! Sudah ia duga, jika Sandra pindah ke sini pasti akan semenyakitkan ini. Sandra terdiam cukup lama sambil tertunduk. "Sandra, apa kamu—""Congratulation!" Sandra menengadahkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Dahi Tyo berkerut. Dia terkejut dengan respon Sandra yang terlihat santai. Tapi, dia harus memastikannya sekali lagi. "San, apa kamu nggak marah atau kecewa sama aku? Apa kamu terima aku