David tiba-tiba tertawa. "Situasi macam apa ini. Zivana, hentikan omong kosongmu!"
"Tapi, Kak wajahnya nggak asing. Aku emang pernah lihat dia di ponsel Mas Tyo," tukasnya kepada David.Hati Sandra terasa berdenyut nyeri saat mendengar wanita yang bernama Zivana itu memanggil Tyo dengan sebutan "mas". Sandra bertanya-tanya sebenarnya apa hubungan Tyo dengan wanita itu."Kami pulang dulu, Tuan, dan Nona freak!" ejek Kiara ditujukan untuk Zivana.Zivana mengerutkan dahinya bersiap menyerang Kiara dengan sejuta umpatannya. "Heh! Kamu ngatain saya freak?!"Kiara menggulung lengan kemejanya sampai ke atas dan berkecak pinggang menantang Zivana. "Kalau iya emangnya kenapa. Datang-datang menuduh yang tidak-tidak, sok kenal lagi."Zivana maju satu langkah, namun, ditahan oleh David dan Tyo. "Sudahlah Zivana, ayo kita pergi. Maaf ya Sandra, dan Mbak Kiara."Bukan Tyo yang meminta maaf, tapi, David. Tyo hanya membisu di depan Sandra dan Kiara. Seperti kehilangan nyali untuk meredam amarah wanita itu. Sandra hanya memandangi kepergian Tyo dan juga wanita itu sampai mereka duduk kembali ke meja asalnya."Brengsek! Kamu lihat Tyo kan, San? Dia belagak sok nggak ngenalin kita!"Tubuh Sandra membeku, hatinya terasa pedih. Yang paling dia sesali adalah, cara wanita itu memanggil Tyo dengan sebutan 'mas' masih terngiang di telinganya saat ini. Sandra tersenyum miris, dia juga melihat bagaimana interaksi Tyo dari jauh dengan orang-orang di meja itu, begitu hangat. Setelah Sandra pikir-pikir lagi, itu adalah pertemuan keluarga, dan mengapa harus ada David di sana?"Mungkin cewek tadi itu pacarnya." Sandra masih menatap Tyo dari kejauhan dengan pandangan mengabur.Kiara menggeram murka. "Bajingan tengik! Baru pertama ketemu di sini, udah bawa pacar baru!""Siapa yang ngomong aku baru pertama ketemu sama dia? Kemarin aku ketemu sama Tyo, gara-gara dirimu," ujar Sandra lalu pergi begitu saja.Kiara menggigit bibir bawahnya karena merasa bersalah. Sudah pasti Sandra akan kecewa berat dengannya. Akibatnya, Tyo jadi tahu keberadaan Sandra di Surabaya. Terlepas kejadian malam ini, memang benar sebuah kesengajaan.***"Bu Sandra, ditunggu di ruangan Pak David sekarang," ucap salah satu karyawan kepada Sandra."Baru kerja dua hari sudah dipanggil terus sama si bos," celetuk salah satu karyawan di ruangan Sandra.Sandra memilih tidak menanggapi. Dia hanya membalas dengan senyuman tipis, kemudian pamit pergi. Suasana hatinya sangat kacau pagi itu, ditambah lagi siang nanti dia harus pergi ke kantor Tyo untuk menginput calon klien baru."Bu Sandra, jangan lupa nanti siang ada pekerjaan di BHF ya," ucap David.Sandra mengangguk pelan. "Baik, Pak. Apa masih ada lagi?"Mata David setengah mengawang. "Sebenarnya, saya mau minta maaf soal kejadian semalam. Zivana itu adik saya, dan ... Kamu ingat laki-laki yang bersama adik saya itu 'kan dia—""Oh ya, Pak David saya juga mau bilang sesuatu," potong Sandra tergesa-gesa.Bibir David menerbitkan senyuman lebar. "Benarkah, apa itu?""Saya kagum sama Pak David," ucap Sandra dengan memasang wajah sumringah.David merasa di atas awan. Pujian itu nampaknya membuat David lupa apa yang akan disampaikan soal Tyo dan Zivana. Saat itu juga David menawarkan ajakan makan malam selepas pulang bekerja."Maaf, Pak. Saya harus pulang ke Jogja setelah selesai kerja," tolak Sandra halus.David hanya ber-oh ria. Selang beberapa detik, suara ketukan pintu dari luar menenggelamkan rasa kecewa David terhadap Sandra begitu saja."Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak David." Sandra pamit, namun, saat itu juga dia berpapasan dengan Tyo yang sudah menunggu di depan pintu.Mata mereka saling beradu tatap. Entah apa tanggapan David jika melihat pemandangan seperti ini."Kebetulan ada Tyo, dan Bu Sandra. Silahkan masuk lagi, Bu!" titah David dari dalam ruangan. "Padahal Bu Sandra akan ke sana sebentar lagi," oceh David yang masih ada di dalam ruangannya.*Flashback On*Pertemuan demi pertemuan yang mereka lalui, membuat hati keduanya bergejolak. Padahal, tiga hari yang lalu saat mereka berdua bertemu di apartement Sandra, Sandra jelas-jelas sudah tidak bisa meneruskan hubungannya dengan Tyo."Mana mungkin aku bisa melupakanmu, Sandra," ucap Tyo frustasi.Sandra memejamkan matanya. "Kamu saja bisa dengan mudah melupakan buah hati kita, kamu juga tidak peduli sedikitpun padaku."Mimik muka Tyo berubah masam. Sebetulnya dia berbuat seperti itu hanya karena tidak ingin menambah resiko. Resiko dibenci oleh seluruh anggota keluarganya karena gengsi. Karena itulah, dia lebih memilih jalan lain yang aman bagi dirinya."San ..."Tak terasa peluh membasahi pipi Sandra, ia masih ingat betul betapa kesakitannya dirinya saat itu berjuang sendirian di malam mengerikan itu. Sandra tak mati malam itu juga sudah beruntung, padahal, Sandra sudah jadi orang jahat sedunia. Mungkin, Tuhan ingin memberi kesempatan hidup untuk Sandra untuk menjalani kehidupan sekali lagi."Apa karena keluargamu, kamu tega berbuat begini?" tanya Sandra lirih.Tyo membisu.Sandra tertawa miris. Bodohnya dirinya ini sampai ke tulang-tulang. Mempercayai mulut manis Tyo. "Jadi, selama bertahun-tahun, hanya aku yang berjuang mencintaimu?""Aku juga berjuang, San. Tapi, orangtuaku—"Sandra mengusap air matanya yang semakin deras. "Aku tahu, tidak usah diperjelas. Kita tidak sederajat, status kita berbeda. Tapi, aku juga punya harga diri."*Flashback Off*"Bu Sandra?"Lagi-lagi suara David membuyarkan lamunan Sandra di sela-sela obrolannya dengan Tyo di ruang kerja David.Sandra tergagap. "Ya, Pak? Maaf, saya terlalu berkonsentrasi.""Melamun dan konsentrasi itu hal berbeda," sela Tyo lugas.Layaknya karyawan yang baik, Sandra hanya mengangguk pelan dan sopan di depan calon klien. Tidak mungkin dia akan mencakar wajah Tyo di depan David. Meskipun matanya sudah panas harus melihat kehadiran Tyo di depannya."Apa kalian sudah saling mengenal sebelumnya?" tanya David menatap Sandra dan Tyo bergantian."Belum," sahut Sandra tegas.Tyo tertawa kaku. "Kamu masih memikirkan ucapan Zivana semalam?"Sandra menjerit dalam hati. Ingin rasanya dia menghajar pria di depannya ini dan melemparnya ke laut. Sungguh pria yang pintar berdrama."Zivana tak pernah salah selama ini." Ucapan David terdengar santai, tapi, raut wajahnya nampak begitu dingin. "Kalian ada janji hari ini?" tanya David, kini raut wajahnya berubah seperti biasanya, ramah.Sandra menggeleng, diikuti Tyo yang juga menggeleng."Kalau begitu, kalian tunggu di luar ya. Saya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan lagi," ucap David begitu hati-hati, seperti biasa dengan senyumnya yang menampilkan lesung pipinya.Kini, Sandra dan Tyo sudah keluar dari ruangan David. Mereka sama-sama menunggu di depan lift untuk turun ke lantai dasar. Karena, sudah jam istirahat, maka, lift jadi penuh sesak. Terdengar suara Sandra yang mengeluh karena setiap terbuka liftnya akan penuh dengan orang."Kita lewat tangga saja, San," ucap Tyo santai.Sandra memutar bola mata malas. Mau tidak mau dia harus melewati tangga bersama orang yang paling ia benci sedunia. Mustahil menunggu sampai penghuni lift sepi.Di perjalanan dalam melewati tangga satu persatu, pandangan Tyo teralih ke Sandra yang sedari tadi menekuk wajahnya. "Aku tahu kamu masih marah dan kecewa."Gerakan kaki Sandra terhenti di pembatas tangga. "What? Buat apa bahas itu lagi. Capek!" Sandra melanjutkan menuruni tangga yang sepertinya akan lama karena perdebatan panjang antar dirinya dan Tyo."I know you for a long time, Sandra. Kalau kamu masih marah, it's ok. Aku harap kamu jangan berpikir macam-macam tentang wanita semal—""Cukup! Aku tidak peduli," Sandra menyela dengan cepat karena tidak ingin obrolan ini berlanjut."Sandra!" Tyo ingin menggapai tangan Sandra namun, sudah buru-buru ditepis.Setelah melalui perjalanan menuruni tangga yang melelahkan, akhirnya, mereka berdua sampai di lobby. Sandra memilih untuk menunggu atasannya di ruang tunggu, Tyo pun menyusul Sandra dan duduk di sampingnya."Jangan dekat-dekat, nanti Pak David curiga." Sandra menggeser bokongnya supaya tercipta jarak antara dirinya dan Tyo.Tyo menyunggingkan senyuman jahil. "Aku benci kamu yang begini.""Bagus, aku lebih benci, benci seratus persen benci sama kamu!" Sandra meneriaki Tyo tepat di depannya."Benci?" tanya seseorang dari belakang mereka berdua.Tyo dan Sandra reflek menoleh kompak."Maksud kalian apa?" cecar lelaki itu penuh tanda tanya. Sandra dan Tyo reflek menoleh ke sumber suara. Di sana sudah berdiri David dengan wajah garang. Sandra nyaris tak mengenali wajah asli atasannya tersebut. "Jelaskan sama saya, kalian punya hubungan apa. Dan kenapa kamu harus membenci dia?!" David menunjuk-nunjuk ke arah wajah Tyo dengan emosi. Tyo pucat pasi. Dia terlalu kagok untuk menjelaskan yang sejujurnya kepada David. Entah alasan apa yang harus dia pakai untuk menutupi hubungannya dengan Sandra. Namun, bak mendapat angin segar, Sandra maju satu langkah menghadapi David. "Saya dan Pak Tyo memang sudah mengenal satu sama lain, dia ... Dia kakak senior saya," jelas Sandra secara lugas. David menatap Tyo penuh kebencian. "Berarti benar apa yang dikatakan Zivana, aku mau tanya sama si brengsek ini, bukan kamu, Sandra."Sandra terperangah. Kepalanya menoleh ke kanan ke arah Tyo. Sungguh pertanyaan yang besar, David tidak marah padanya sama sekali? Di situlah Sandra melihat
Kaki Sandra melangkah keluar dari gerbong kereta, ia menyeret koper berwarna hijau tua dan membawa satu tas selempang kesayangannya. Langkah kakinya terhenti tatkala ia melihat sekelebat bayangan seseorang. Orang itu tidak asing, Sandra mengenal orang itu dengan baik. Namun, saat Sandra hendak mengejar, ia dikagetkan dengan teriakan Kiara. "San, bengong terus!" seru Kiara sambil menepuk lengan sahabatnya supaya tersadar. Sandra menoleh dengan senyuman lebar. "Sorry, Ki. Tadi tuh kayak ada Pak David di situ."Kiara melongo. "Siapa Pak David?" Tangan Sandra langsung menggandeng Kiara menuju pintu keluar tanpa harus menjawab pertanyaan Kiara. "Laper nih, makan dulu di situ, Ki."Sandra menunjuk beberapa kedai yang menyediakan berbagai masakan mulai dari fast food, tradisional yang berjejer di sekitar stasiun. Kiara mengangguk mengiyakan, kemudian mereka bergegas mengisi perutnya yang kosong. "Ntar deh, Pak David tuh bos kamu?" celetuk Kiara masih penasaran dengan nama Pak David yang
"Aku nggak ngajak dia, Ma!" sanggah Sandra berteriak, memekik memandangi mamanya. Mama Sandra hanya tersenyum tipis. "Iya, iya, masuk dulu, nak Tyo juga. Mari masuk."Ah sepertinya Sandra melupakan sesuatu. Sebelum dia menginjakkan kaki ke dalam halaman rumahnya, ia lalu berbalik arah menuju mobil Tyo yang masih terparkir di depan gerbang. "Ma, Mama beneran mau ngajakin dia masuk ke rumah?" Sandra bertanya kepada mamanya yang sudah berjalan duluan ke arah rumah. Dari kejauhan, Sandra bisa melihat raut wajah wanita paruh baya itu dengan jelas. Mamanya terlihat bahagia, sedangkan Tyo sudah jelas menang di waktu ini. Sejak berhubungan dengan Tyo selama hampir lima tahun, Sandra tak pernah mengajak Tyo ke rumahnya. Tyopun juga tak pernah menyinggung tentang keluarga Sandra. Padahal, Sandra memang sengaja melakukan hal itu supaya melihat kegigihan dari Tyo. Tapi, setelah sekian lama Tyo tak pernah berniat menemui kedua orang tuanya. Beberapa tahun yang lalu, ketika papa Tyo meninggal,
Sandra mendelik saat pagutannya dilepas begitu saja oleh Tyo. Dagu Tyo diangkat agar supaya Sandra tahu ada seseorang yang sedari tadi mengetuk-ketuk jendela mobilnya. Sandra lalu menoleh. "Mike? Kenapa nggak bilang dari tadi!" protesnya. "Dia pasti salah paham." Sebelum Sandra membuka pintu untuk keluar, Tyo lebih dulu menarik tangan wanitu itu. "Dia nggak akan salah paham. Jelasin ke dia lah."Sandra tersenyum getir. "Maksud kamu aku harus jelasin hubungan kita ini ke dia?" Tak peduli dengan bujuk rayu Tyo, Sandra lalu beranjak keluar dari kursi penumpang. Di luar, Mike sudah memasang tampang tidak ramah kepada Sandra. Selang beberapa detik, Tyo juga ikut keluar untuk menampakkan batang hidungya kepada Mike. "Kamu udah dari tadi?" tanya Sandra basa-basi sambil memaksakan senyum. Dia benar-benar seperti tepergok berbuat mesum dan merasa dihakimi oleh Mike. Mike melengos. "Aku mau pulang sendiri, tanpa dia!"Jari telunjuk Mike dengan mudahnya menunjuk ke arah pria yang sedari tad
"Mi ... Ke?" Mike berdiri di belakang seorang lelaki dengan paras tampan, badan tinggi, dan wajah lelaki itu banyak ditumbuhi kumis tipis. Lelaki itu menatap Sandra dengan wajah tidak ramah. Ia lalu berjalan menuju Sandra, disusul dengan Mike berjalan di belakang lelaki itu. Lelaki itu tersenyum miring. "Mike bilang, kamu jemput sama bajingan itu. Apa itu bener?""Mike, Mama mau cari kamu tadi di pantai. Sini Mama kangen banget." Sandra tak menanggapi pertanyaan lelaki itu. Ia malah menghampiri Mike, sebelum ia dicegah oleh lelaki itu. "Mas! Aku punya hak, dan ... Kamu nggak ada hak berbuat seperti ini."Lelaki itu menarik tangan Sandra hingga tubuh Sandra menghimpit tubuhnya. Ia mendesis memperingati Sandra. "Kamu tuh ibu yang nggak becus didik anak sendiri. Disuruh jemput, malah enak-enakan pacaran sama seorang bajingan.""Kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur aku lagi."Sandra melotot, urat-urat di lehernya terlihat jelas karena sangat marah ketika privasinya dicampuri oleh mant
Tyo menghembuskan napas panjang saat tiba di depan pintu gerbang kediaman Zivana. Setiap detik, setiap jam gadis manja itu tak henti-hentinya menghubunginya. Spam lewat telpon, pesan singkat sampai Tyo tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Zivana selepas pulang kerja. "Ibu ada, Pak Narko?" tanya Tyo kepada satpam rumah Zivana. Lelaki berkepala plontos itu mengangguk. "Ada, Pak. Kayaknya tadi Mas David juga udah dateng. Lengkap deh pokoknya."Sial! Kenapa harus ada David juga, padahal dia pikir David akan pulang terlambat karena ini hari Senin. Tyo lengah jika ada David mencampuri masalahnya. Tyo kemudian memarkirkan mobil civic hitamnya di sebelah mobil BMW milik David. Sebetulnya jika bisa memilih, dia ingin membatalkan pernikahan sialan ini. Namun, dia masih ada urusan dengan David. Krek! Tyo perlahan membuka pintu berukuran besar itu, di balik pintu sudah ada Zivana, Mamanya dan juga David yang sepertinya sudah siap akan me
"Hm," jawab Sandra cuek. Satu tangan memegang tangan Sandra posesif. Manik mata Tyo berubah sendu. Ia tak tahu apa yang akan disampaikan malam ini akan membuat Sandra atau senang. "Lepasss ... "Detik berikutnya, Tyo melepaskannya. "Well, aku nggak mau buat Om Ray sama Tante Nania kecewa."Sandra tersenyum sinis. "Kenapa mereka harus kecewa?" Sandra mengedikkan dagunya agar Tyo duduk di sofa. Sementara Sandra duduk di seberang Tyo sambil bersidekap. "Aku mau bilang kalau ... Kalau bulan depan aku mau merid."Sandra meneguk ludahnya kasar. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Brengsek! Sudah ia duga, jika Sandra pindah ke sini pasti akan semenyakitkan ini. Sandra terdiam cukup lama sambil tertunduk. "Sandra, apa kamu—""Congratulation!" Sandra menengadahkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Dahi Tyo berkerut. Dia terkejut dengan respon Sandra yang terlihat santai. Tapi, dia harus memastikannya sekali lagi. "San, apa kamu nggak marah atau kecewa sama aku? Apa kamu terima aku
"Ma-Mas Tyo!" seru Zivana kegirangan dengan cepat ia memeluk lelaki itu. Namun, ada kedua mata yang saling menatap dengan tatapan penuh dendam. Tyo dan Galen. "Ah, sorry aku telat." Matanya menatap ke arah Galen tanpa teralihkan sedikitpun. Zivana yang semula cemberut, mood-nya kini berubah bahagia. Ia pun lalu mendongak melihat sorot mata Tyo yang tak seperti biasanya. "Mas? Itu Pak Galen. Dia—"Tyo menjauhkan diri dari Zivana lalu segera menjabat tangan Galen. Galen tentu merasa sangat tersanjung saat dirinya langsung disambut dengan baik oleh sang calon pengantin. Beberapa hari yang lalu, Galen gagal menemui Tyo di rumah Sandra. Tapi, lihat kini Galen bertemu dengan Tyo tepat di depan matanya. "Saya Tyo."Galen tersenyum miring. "Saya Galen, yang bertugas mengurus acara pernikahan kalian nanti."Tyo membalas jabatan tangan Galen dengan sedikit kasar. Begitu pula Galen. Jika tidak ada Zivana mungkin Tyo akan babak belur di tangannya sekarang. Tatapan mereka penuh dengan kebenc