"Aku nggak ngajak dia, Ma!" sanggah Sandra berteriak, memekik memandangi mamanya.
Mama Sandra hanya tersenyum tipis. "Iya, iya, masuk dulu, nak Tyo juga. Mari masuk."Ah sepertinya Sandra melupakan sesuatu. Sebelum dia menginjakkan kaki ke dalam halaman rumahnya, ia lalu berbalik arah menuju mobil Tyo yang masih terparkir di depan gerbang."Ma, Mama beneran mau ngajakin dia masuk ke rumah?" Sandra bertanya kepada mamanya yang sudah berjalan duluan ke arah rumah.Dari kejauhan, Sandra bisa melihat raut wajah wanita paruh baya itu dengan jelas. Mamanya terlihat bahagia, sedangkan Tyo sudah jelas menang di waktu ini. Sejak berhubungan dengan Tyo selama hampir lima tahun, Sandra tak pernah mengajak Tyo ke rumahnya. Tyopun juga tak pernah menyinggung tentang keluarga Sandra. Padahal, Sandra memang sengaja melakukan hal itu supaya melihat kegigihan dari Tyo. Tapi, setelah sekian lama Tyo tak pernah berniat menemui kedua orang tuanya.Beberapa tahun yang lalu, ketika papa Tyo meninggal, Sandra jauh-jauh datang ke rumah Tyo untuk melawat. Di sana dia disambut dengan tidak baik oleh keluarga besar Tyo. Sejak saat itulah, nyali Sandra menciut. Dan Tyo tak pernah memperjuangkannya di depan keluarga besarnya, terutama sang kakak."Keluarin Kiara dari mobilmu!" teriak Sandra sebelum Tyo menapaki teras rumah Sandra.Tyo berhenti, kemudian tertawa geli karena dia juga lupa kalau Kiara masih tidur di dalam mobil. Harusnya Tyo biarkan saja Kiara di dalam, jika keluar, wanita itu pasti akan menyerang Tyo kembali."Kiara ikut ke sini, Nak Tyo?" tanya mama Sandra lirih.Tyo mengangguk. "Iya Tante, sebentar saya keluarkan Kiara dulu.Sandra sudah memasang wajah tidak ramah saat Tyo berjalan menghampirinya. Tyo hanya melewatinya begitu saja tanpa mempedulikan Sandra. Memang Tyo sengaja memperlakukan seperti itu supaya harga dirinya tidak jatuh."Bangun! Nyusahin aja."Suara berat Tyo kemudian membangunkan Kiara yang masih berusaha mengerjapkan matanya dengan berat. Wanita itu malah mengomel pada Tyo tanpa mengucapkan terimakasih karena sudah dibangunkan."Loh udah sampe rumah Tante ternyata."Kiara kemudian melenggang masuk bersama Sandra, sedangkan Tyo hanya menggelengkan kepalanya lalu menyusul di belakang.***"Nak Tyo menginap di sini saja, ya?" tawar Papa Sandra kepada Tyo.Mendengar pertanyaan yang terlontar dari Papanya, Sandra berdehem memperingati. Lalu berkata," Pa, dia udah nyewa penginapan. Nggak usah repot-repot nawarin buat nginep di sini. Lagian kamar tamunya udah dipake sama Kiara."Papa Sandra terkekeh. "Ya Kiara bisa tidur sama kamu 'kan?"Sandra melengos lalu dengan langkah seribu meninggalkan Papa, Mama, dan Tyo di ruang tamu. Ia tahu jika akan berakhir seperti ini. Cukup sekali dia disakiti oleh Tyo. Jika mau, saat itu juga dia akan mengumbar kebusukan Tyo di depan kedua orang tuanya.Mama Sandra menarik sudut bibirnya memperhatikan tingkah laku Tyo yang dinilainya sebagai lelaki sopan. "Kenapa kamu nggak pernah ke sini?"Tyo terperanjat. "Belum siap, Tante.""Kita nggak menyuruh kamu buat nikahin Sandra secepatnya, kok. Yang terpenting kamu serius sama dia, iya nggak, Ma?" sahut Papa Sandra serius melirik Mama Sandra.Sumpah demi apapun, Tyo sudah memprediksi pertanyaan-pertanyaan macam ini akan terlontar dari orang tua Sandra. Saat ingin menjawab pertanyaan dari Papa Sandra, Sandra lebih dulu menyela."Pa, Mike di mana?" tanya Sandra tanpa peduli dengan Tyo."Belum pulang, jam 12 belas nanti dia baru pulang."Sudut bibir Tyo terangkat sedikit. "Mike biar saya yang jemput sama Sandra, Om."Sandra tidak dapat meloloskan napasnya, karena terlanjur ingin tertawa mendengar ocehan Tyo. Sandra bergerak maju sambil melotot tajam menatap Tyo. Mulutnya sedari sudah gatal karena kata-kata Tyo yang tidak masuk di akal."Ma, Pa, dia bisa nggak sih disuruh pergi aja. Aku tuh ya nggak pernah ngajak dia ke sini lo.Mama Sandra mendongak. Kedua alisnya bertautan, kerutan halus yang ada di dahinya sedikit kentara. " Sandra, dari tadi Mama perhatiin kamu benci banget sama Tyo. Kalian apa sudah putus?""Iya!" sahut Sandra."Belum, Tante." Tyo buru-buru menyela. Ekspresi Tyo berubah tegang.Papa Sandra menggeleng kuat. Pria berusia 50 tahunan itu mendesis. "Jujur saja, kalian masih berpacaran atau sudah putus. Kalau putus, nggak mungkin Nak Tyo bela-belain ke sini."Sandra menghela napas berat. Bahkan papanya itu malah mendukung pria brengsek di depannya ini. Tidakkah dia tahu jika Tyo sudah menghancurkan hidupnya berkali-kali. Tapi, tidak, nyali Sandra sangat kecil untuk mengungkapkan rahasia hubungannya yang rumit kepada mereka berdua.Sandra duduk menghadap kedua orang tuanya. "Ma, Pa, kita sudah putus. Dia ini ngikutin aku ke sini.""Sudah-sudah kalian ini. Capek Mama debat sama kamu, Nak Tyo sebelum jemput Mike, tolong bantu Tante geser lemari yang ada di kamar ya, soalnya Om nggak bisa kalau sendirian."Tyo yang semula tegang, lalu menjadi terkekeh karena dipercayai oleh mama Sandra untuk membantunya. "Saya siap, Tante.""Apaan sih Mama, biar Sandra aja yang bantuin!" protesnya tidak terima.***Siang hari ini, Sandra dan Tyo melaju ke sebuah pusat pelatihan taekwondo di pusat kota Yogyakarta. Mobil Tyo melaju dengan kecepatan sedang. Namun, sesekali Tyo sedikit mengumpat karena, suasana jalanan lumayan ramai karena weekend."Aku malah mikirnya Pak David yang diem-diem ngikutin aku."Tyo terperanjat setelah serius berkonsentrasi di jalanan yang cukup menyita waktunya. "Kak David?" Kalian sedeket itu?""Nggak juga sih, Pak David orangnya baik. Beliau ngajak aku makan di kaki lima deket kantor. Orangnya perhatian sama karyawannya, termasuk aku yang masih baru.""Oh." Tyo hanya ber-oh ria. Kedua tangannya mencengkeram setir karena hatinya terasa sangat nyeri ketika Sandra berani memuji pria lain di hadapannya. Bahkan David pria yang sebenarnya Tyo sangat benci"Kok kamu manggilnya kak. Setauku kakakmu bukan David namanya."Tyo masih bergeming. Membiarkan Sandra memuji-muji David, menceritakan tentang semua kebaikannya. Bagi Tyo, David memang pria baik hati. Dia berhutang budi pada David, ah ... tapi bagi Tyo membereskan David hanya perkara mudah. Ia harus mengatur beberapa strategi agar rencananya berjalan mulus."Habis ini belok kanan apa ke kiri?" tanya Tyo tak ingin menjawab pertanyaan dari Sandra.Bibir Sandra manyun. Merasa tidak dianggap oleh Tyo. Akhirnya ia pun memandu arah agar tidak telat sampai tujuan. Setelah sekitar 15 menit, mereka akhirnya sudah sampai di tujuan. Sandra yang kesal, lalu buru-buru melepas seat beltnya dengan gerakan kasar.Namun, segera ditahan oleh tangan besar Tyo. "Sayang ... ""Nggak usah manggil sayang. Kita udah putus!" jawab Sandra tegas. Urat-urat di wajahnya sangat kentara. Dia sangat kesal melihat tingkah Tyo hari ini. Sungguh dia ingin menampar wajah tak tahu malu Tyo sekarang juga."Nggak, sayang. Kamu harus sama aku, kita berjuang sama-sama, oke?"Sandra menunduk, menarik napas dalam-dalam. "Bisa nggak kita akhiri aja. Kamu tahu nggak, aku capek berjuang sendirian. Ke mana kamu pas aku lagi sakit, ke mana?! Yang ada kamu malah mau buang aku sama ... Calon anak kita."Sekali lagi, mata Sandra mulai berkaca-kaca. Ia teringat perbuatan berdosanya beberapa bulan lalu. Ia tak tahan lagi, akhirnya ia menangis dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sungguh, ia sangat menyesali perbuatannya itu."Maaf, My Princess." Tyo menarik tubuh Sandra agar mendekat kepadanya.Seperti magnet, Sandra reflek memeluk erat pria itu ke dalam pelukannya juga. Aroma yang ia rindukan selama ini, kini ia dapat menghirupnya. Setelah beberapa detik saling berpelukan, Tyo menghapus air mata Sandra di pipinya. Ia menaikkan dagu Sandra, dan mengelus rahang mulus itu perlahan.Mereka berdua sekarang tenggelam dalam suasana kerinduan yang mendalam. Tyo menarik tengkuk Sandra dan melumat bibir seksi Sandra dengan lembut. Awalnya Sandra kaget, tapi, ia kini pun mulai menyambut bibir Tyo dengan lembut. Saat itu, Tyo melirik Sandra, ia menarik sudut bibirnya sedikit.Tok ... Tok ...Seseorang mengetuk jendela mobil Tyo dari luar. Entah apa yang diucapkan oleh orang itu, tapi, yang jelas ekspresi wajah orang itu terlihat sangat kecewa.Sandra mendelik saat pagutannya dilepas begitu saja oleh Tyo. Dagu Tyo diangkat agar supaya Sandra tahu ada seseorang yang sedari tadi mengetuk-ketuk jendela mobilnya. Sandra lalu menoleh. "Mike? Kenapa nggak bilang dari tadi!" protesnya. "Dia pasti salah paham." Sebelum Sandra membuka pintu untuk keluar, Tyo lebih dulu menarik tangan wanitu itu. "Dia nggak akan salah paham. Jelasin ke dia lah."Sandra tersenyum getir. "Maksud kamu aku harus jelasin hubungan kita ini ke dia?" Tak peduli dengan bujuk rayu Tyo, Sandra lalu beranjak keluar dari kursi penumpang. Di luar, Mike sudah memasang tampang tidak ramah kepada Sandra. Selang beberapa detik, Tyo juga ikut keluar untuk menampakkan batang hidungya kepada Mike. "Kamu udah dari tadi?" tanya Sandra basa-basi sambil memaksakan senyum. Dia benar-benar seperti tepergok berbuat mesum dan merasa dihakimi oleh Mike. Mike melengos. "Aku mau pulang sendiri, tanpa dia!"Jari telunjuk Mike dengan mudahnya menunjuk ke arah pria yang sedari tad
"Mi ... Ke?" Mike berdiri di belakang seorang lelaki dengan paras tampan, badan tinggi, dan wajah lelaki itu banyak ditumbuhi kumis tipis. Lelaki itu menatap Sandra dengan wajah tidak ramah. Ia lalu berjalan menuju Sandra, disusul dengan Mike berjalan di belakang lelaki itu. Lelaki itu tersenyum miring. "Mike bilang, kamu jemput sama bajingan itu. Apa itu bener?""Mike, Mama mau cari kamu tadi di pantai. Sini Mama kangen banget." Sandra tak menanggapi pertanyaan lelaki itu. Ia malah menghampiri Mike, sebelum ia dicegah oleh lelaki itu. "Mas! Aku punya hak, dan ... Kamu nggak ada hak berbuat seperti ini."Lelaki itu menarik tangan Sandra hingga tubuh Sandra menghimpit tubuhnya. Ia mendesis memperingati Sandra. "Kamu tuh ibu yang nggak becus didik anak sendiri. Disuruh jemput, malah enak-enakan pacaran sama seorang bajingan.""Kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur aku lagi."Sandra melotot, urat-urat di lehernya terlihat jelas karena sangat marah ketika privasinya dicampuri oleh mant
Tyo menghembuskan napas panjang saat tiba di depan pintu gerbang kediaman Zivana. Setiap detik, setiap jam gadis manja itu tak henti-hentinya menghubunginya. Spam lewat telpon, pesan singkat sampai Tyo tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Zivana selepas pulang kerja. "Ibu ada, Pak Narko?" tanya Tyo kepada satpam rumah Zivana. Lelaki berkepala plontos itu mengangguk. "Ada, Pak. Kayaknya tadi Mas David juga udah dateng. Lengkap deh pokoknya."Sial! Kenapa harus ada David juga, padahal dia pikir David akan pulang terlambat karena ini hari Senin. Tyo lengah jika ada David mencampuri masalahnya. Tyo kemudian memarkirkan mobil civic hitamnya di sebelah mobil BMW milik David. Sebetulnya jika bisa memilih, dia ingin membatalkan pernikahan sialan ini. Namun, dia masih ada urusan dengan David. Krek! Tyo perlahan membuka pintu berukuran besar itu, di balik pintu sudah ada Zivana, Mamanya dan juga David yang sepertinya sudah siap akan me
"Hm," jawab Sandra cuek. Satu tangan memegang tangan Sandra posesif. Manik mata Tyo berubah sendu. Ia tak tahu apa yang akan disampaikan malam ini akan membuat Sandra atau senang. "Lepasss ... "Detik berikutnya, Tyo melepaskannya. "Well, aku nggak mau buat Om Ray sama Tante Nania kecewa."Sandra tersenyum sinis. "Kenapa mereka harus kecewa?" Sandra mengedikkan dagunya agar Tyo duduk di sofa. Sementara Sandra duduk di seberang Tyo sambil bersidekap. "Aku mau bilang kalau ... Kalau bulan depan aku mau merid."Sandra meneguk ludahnya kasar. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Brengsek! Sudah ia duga, jika Sandra pindah ke sini pasti akan semenyakitkan ini. Sandra terdiam cukup lama sambil tertunduk. "Sandra, apa kamu—""Congratulation!" Sandra menengadahkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Dahi Tyo berkerut. Dia terkejut dengan respon Sandra yang terlihat santai. Tapi, dia harus memastikannya sekali lagi. "San, apa kamu nggak marah atau kecewa sama aku? Apa kamu terima aku
"Ma-Mas Tyo!" seru Zivana kegirangan dengan cepat ia memeluk lelaki itu. Namun, ada kedua mata yang saling menatap dengan tatapan penuh dendam. Tyo dan Galen. "Ah, sorry aku telat." Matanya menatap ke arah Galen tanpa teralihkan sedikitpun. Zivana yang semula cemberut, mood-nya kini berubah bahagia. Ia pun lalu mendongak melihat sorot mata Tyo yang tak seperti biasanya. "Mas? Itu Pak Galen. Dia—"Tyo menjauhkan diri dari Zivana lalu segera menjabat tangan Galen. Galen tentu merasa sangat tersanjung saat dirinya langsung disambut dengan baik oleh sang calon pengantin. Beberapa hari yang lalu, Galen gagal menemui Tyo di rumah Sandra. Tapi, lihat kini Galen bertemu dengan Tyo tepat di depan matanya. "Saya Tyo."Galen tersenyum miring. "Saya Galen, yang bertugas mengurus acara pernikahan kalian nanti."Tyo membalas jabatan tangan Galen dengan sedikit kasar. Begitu pula Galen. Jika tidak ada Zivana mungkin Tyo akan babak belur di tangannya sekarang. Tatapan mereka penuh dengan kebenc
Sandra mencebik ketika sosok itu kembali ke hadapannya sekarang. Bahkan lelaki itu tidak lebihnya seorang pria brengsek yang tidak ada bedanya dengan Tyo. Senyum pria itu memancar seolah bahagia. Tapi, mata Sandra terpaku pada kaki Galen yang sepertinya sedikit pincang. Serta bajunya terlihat lusuh seperti orang habis berkelahi. Ah, Sandra tak mau tahu urusan Galen lagi. Kini, Galen sudah duduk di depan mereka berdua—Sandra dan David—. David menyimpan penasaran terhadap baju Galen yang terlihat lusuh. "Habis ngapain, Bro?"Galen memperhatikan penampilannya sendiri. "Oh, tadi aku sedikit jatuh pas mau ke sini."Sandra memutar bola matanya jengah. Jelas saja bohong. Galen tidak mungkin jujur. Lihat itu, wajahnya sedikit memar. "Abis berantem?" David langsung menatap dalam ke arah Sandra. "Mana mungkin—""Mungkin sekali, Pak. Dia 'kan tukang berantem." Sandra berbicara cuek. Persetan jika Galen marah kepadanya. David diselimuti atmosfer permusuhan yang kentara di antara Galen dan San
"Sandra ... "Tiba-tiba saja bulu kuduk Sandra merinding. Suara itu ... "Hai!" seru Sandra memaksakan senyum. Galen berdiri sambil kedua tangannya merogoh sakunya. Lelaki itu menatap Sandra penuh dengan intimidasi. "Kamu tinggal di sini?" tanyanya. Sandra hampir saja mengangguk mengiyakan. Namun buru-buru dia menggeleng. "Engh ... Enggak. Ini aku tinggal sama temenku."Galen mengangkat alisnya satu. "Cowok apa cewek?"Sandra memutar bola mata malas. "Berisik deh." Segera dia membuka pintu lobby namun, suara Galen menginterupsi. "Kenapa kamu nggak aja Mike tinggal di sini. Malah kamu tinggal sama temen kamu."Kepala Sandra memutar mendongak menatap getir Galen. "What?! Trus kamu ngapain di sini nggak ngajak Mike tinggal sama kamu? Oh ya, aku lupa kamu 'kan tinggal di sini sama istrimu."Galen terdiam sesaat. Kemudian mengangkat kepalanya menatap Sandra. "Kita lagi proses cerai." Mata Sandra membola, hampir saja mau copot. Ia menelan ludahnya kasar. "Ko-kok bisa, bukannya kalian b
Beberapa waktu kemudian, Kiara melihat wajah Sandra sangat pucat, seperti mayat hidup! Suhu badannya juga sangat tinggi. Sandra benar-benar menderita. Kiara menyeka keringat Sandra yang mengalir dari pelipisnya. "Kasian banget sih ni anak."Saat itu bel unitnya berbunyi nyaring. Kiara menyunggingkan senyum sedikit. Lalu dengan cepat beranjak mengayunkan langkah untuk membukakan pintu. Dari balik pintu, nampak seorang pria berdiri dengan wajah gelisah dan cemas. Masih jelas di mana luka di sekitar pinggir bibirnya belum mengering. "Ck, kenapa ke sini!" Kiara memutar bola matanya malas. Galen tentu terkejut ketika bukan Sandra yang muncul, tapi Kiara. Wajahnya berubah masam. "Kamu tinggal di sini sama Sandra?"Mata Kiara melotot. "Kalo iya emang kenapa?"Galen menunduk sebentar sembari mengusap darah di bibirnya akibat ulah wanita di depannya ini. "Sandra, ada?"Kiara mencengkeram kedua tangannya ingin menghajar Galen lagi. Tapi, dia harus tenang setenang air. Dia akan bertindak jik
"Itu surat cinta," jawab David seraya tertawa dengan terpaksa. Sandra menatap David dengan tatapan yang sulit diartikan. Sudah jauh-jauh hari Sandra menyiapkan dokumen itu untuk ditanda tangani oleh Tyo. Sekarang kemenangan sudah hampir di depan mata, tapi tidak sampai sedetik Bosnya menghancurkan harapan Sandra dengan mudahnya. "Saya mau pulang."Sandra berdiri kemudian meremat kedua jari-jemarinya, ia menggigit bibir bawahnya. Sungguh, dia merasa dipermalukan oleh David. Terlebih di depan Tyo. Wajah David berubah masam saat Sandra meminta untuk pulang. Ia lalu berdiri memegang lengan Sandra yang sedikit bergetar. David tahu jika Sandra sangat kecewa dengannya. Tapi, sungguh David tidak bermaksud mengecewakannya. Kepala Sandra mendongak menatap David sambil berurai air mata. "Bapak tahu, saya mengerjakan semua itu sampai lupa tidur. Kenapa sekarang Anda mempermalukan saya di depan klien Bapak sendiri?"Sandra melirik Tyo sedikit. "Pak Tyo juga pasti kecewa jauh-jauh datang kemari
Galen menumpu kedua tangannya di atas lutut. Ia melihat betapa Tyo ternyata tidak berdaya. Apalagi Galen sangat menganggap remeh Tyo karena, ketidaktegasannya sebagai lelaki. Hal itu sangat menggelikan. Tyo mengaduh lalu sedikit memposisikan badannya menjadi duduk bersandar tembok. Sedangkan Galen berdiri tegak lalu mengambil sebuah sesuatu di dalam laci nakas. Setelah itu, Galen melemparnya di depan Tyo. "Jauhi Sandra, atau aku bilang ke David sekarang."Tangan Tyo meraih amplop putih yang masih terbungkus rapi. Tyo lalu membuka perlahan, lalu dia sedikit memijat pelipisnya sedikit. "Nggak perlu gini lah, Bro!"Galen tersenyum dingin sambil duduk di tepi ranjang. "Sandra nggak perlu lelaki lembek kayak kamu gini."Tyo mencengkeram foto itu lalu merobeknya. Dia tahu percuma merobek foto itu sebab, Galen pasti punya file-nya. Galen bisa mencetak foto itu kapanpun dia mau. Tyo pikir dia bisa lepas dari Galen karena Galen adalah masa lalu kelam Sandra dulunya. Galen juga sudah menikah
Sandra buru-buru menutup pintu hotel dengan kasar setelah tahu siapa yang datang. Pria itu memang sengaja mengikutinya, tapi pertanyaannya sejak kapan? Sebenarnya apa tujuan Gilang. Keringat Sandra bercucuran di pelipisnya. Untungnya, Sandra punya tenaga dalam untuk segera menutup pintu dengan cepat. Jika tidak, mungkin Sandra akan terjebak bersama lelaki itu. Pria itu masih tetap menggedor-gedor pintu. Namun, Sandra masih tetap bergeming di tempatnya dan menutupi kedua telinganya. Satu jam kemudian, Sandra sudah tak mendengar suara berisik dari luar. Sandra berharap dia bisa keluar dari tempat itu. "Kenapa aku jadi kayak di sandera gini?" gumamnya pada dirinya sendiri. Sebelum Sandra melangkah menuju kamar, ia mendengar pintunya diketuk kembali. Kali ini terdengar sedikit beraturan. Terdengar lirih samar-samar bukan suara lelaki tadi. Namun, dia tampaknya tahu siapa yang datang. Satu tangan Sandra menarik handle pintu itu lalu tersenyum lebar melihat lelaki yang berbeda dengan t
Siang itu, Sandra akhirnya pergi bersama sekretaris David dan juga supir kantornya. Perjalanan dari kantor menuju rumah Tyo memakan waktu kurang lebih tiga jam. Sandra berpikir ini adalah ide yang sangat gila demi selembar dokumen dia rela melakukan hal gila ini. "Pak David kenapa perginya buru-buru, Pak?" tanya Sandra kepada sekretaris David. Ya pikir Sandra daripada sepi di dalam mobil, ia memutuskan untuk memulai ngobrol dengan Pak Gilang-sekretaris David-. Gilang tak melihat wajah Sandra saat menjawab, pandangannya lurus ke depan. "Tidak tahu."Bibir Sandra mencebik. Terkejut dengan jawaban Gilang padanya. Sangat misterius. Sandra hanya ber-oh ria. Ia juga tidak jadi meneruskan niatnya untuk mengobrol terlalu jauh dengan Gilang. Lebih baik dia tidur saja mengingat masih dua jam lagi perjalanannya. Beberapa jam kemudian, pundak Sandra terasa ditepuk beberapa kali oleh seseorang. Kedua matanya mengerjap. "Sudah sampai, Bu." Gilang berkata dengan suara datar. Lalu beranjak pergi
"Mau apa?" tanya sang Mama terlihat penasaran sampai melepas pelukannya. Sementara sang kakak-Sintia- menukikkan sebelah alisnya mencoba mengancam jika Tyo berani berbicara hal-hal yang membuat Mamanya drop. Tyo tampak kikuk lalu tersenyum kaku. "Mau merid 'kan, Ma. "Mama Tyo tersenyum puas. Lalu menyuruh Tyo masuk ke dalam rumah. Sintia pun turut serta duduk sebelum dia kembali ke kantornya. Kebetulan sekali sewaktu dia pulang, Tyo berdiri di ambang pintu rumahnya. "Loh kamu nggak berangkat kerja, Sin?" tanya Mama Tyo mengalihkan pandangannya. Sintia menggeleng pelan. Lalu menatap Tyo penuh tatapan intimidasi. "Ya 'kan adik Sintia tersayang pulang, ya diajak ngobrol bentar lah, Ma."Tyo memutar bola mata malas. Lalu tanpa peduli dengan kakaknya, ia menatap sendu mamanya. Mulutnya sedari tadi ingin berbicara hal yang penting tapi, kakaknya malah tanpa merasa bersalah ikut campur masalahnya. "Ma, gimana kabar Mama?"Wanita paruh baya itu mengangguk kecil, ia mengusap punggung tan
Beberapa waktu kemudian, Kiara melihat wajah Sandra sangat pucat, seperti mayat hidup! Suhu badannya juga sangat tinggi. Sandra benar-benar menderita. Kiara menyeka keringat Sandra yang mengalir dari pelipisnya. "Kasian banget sih ni anak."Saat itu bel unitnya berbunyi nyaring. Kiara menyunggingkan senyum sedikit. Lalu dengan cepat beranjak mengayunkan langkah untuk membukakan pintu. Dari balik pintu, nampak seorang pria berdiri dengan wajah gelisah dan cemas. Masih jelas di mana luka di sekitar pinggir bibirnya belum mengering. "Ck, kenapa ke sini!" Kiara memutar bola matanya malas. Galen tentu terkejut ketika bukan Sandra yang muncul, tapi Kiara. Wajahnya berubah masam. "Kamu tinggal di sini sama Sandra?"Mata Kiara melotot. "Kalo iya emang kenapa?"Galen menunduk sebentar sembari mengusap darah di bibirnya akibat ulah wanita di depannya ini. "Sandra, ada?"Kiara mencengkeram kedua tangannya ingin menghajar Galen lagi. Tapi, dia harus tenang setenang air. Dia akan bertindak jik
"Sandra ... "Tiba-tiba saja bulu kuduk Sandra merinding. Suara itu ... "Hai!" seru Sandra memaksakan senyum. Galen berdiri sambil kedua tangannya merogoh sakunya. Lelaki itu menatap Sandra penuh dengan intimidasi. "Kamu tinggal di sini?" tanyanya. Sandra hampir saja mengangguk mengiyakan. Namun buru-buru dia menggeleng. "Engh ... Enggak. Ini aku tinggal sama temenku."Galen mengangkat alisnya satu. "Cowok apa cewek?"Sandra memutar bola mata malas. "Berisik deh." Segera dia membuka pintu lobby namun, suara Galen menginterupsi. "Kenapa kamu nggak aja Mike tinggal di sini. Malah kamu tinggal sama temen kamu."Kepala Sandra memutar mendongak menatap getir Galen. "What?! Trus kamu ngapain di sini nggak ngajak Mike tinggal sama kamu? Oh ya, aku lupa kamu 'kan tinggal di sini sama istrimu."Galen terdiam sesaat. Kemudian mengangkat kepalanya menatap Sandra. "Kita lagi proses cerai." Mata Sandra membola, hampir saja mau copot. Ia menelan ludahnya kasar. "Ko-kok bisa, bukannya kalian b
Sandra mencebik ketika sosok itu kembali ke hadapannya sekarang. Bahkan lelaki itu tidak lebihnya seorang pria brengsek yang tidak ada bedanya dengan Tyo. Senyum pria itu memancar seolah bahagia. Tapi, mata Sandra terpaku pada kaki Galen yang sepertinya sedikit pincang. Serta bajunya terlihat lusuh seperti orang habis berkelahi. Ah, Sandra tak mau tahu urusan Galen lagi. Kini, Galen sudah duduk di depan mereka berdua—Sandra dan David—. David menyimpan penasaran terhadap baju Galen yang terlihat lusuh. "Habis ngapain, Bro?"Galen memperhatikan penampilannya sendiri. "Oh, tadi aku sedikit jatuh pas mau ke sini."Sandra memutar bola matanya jengah. Jelas saja bohong. Galen tidak mungkin jujur. Lihat itu, wajahnya sedikit memar. "Abis berantem?" David langsung menatap dalam ke arah Sandra. "Mana mungkin—""Mungkin sekali, Pak. Dia 'kan tukang berantem." Sandra berbicara cuek. Persetan jika Galen marah kepadanya. David diselimuti atmosfer permusuhan yang kentara di antara Galen dan San
"Ma-Mas Tyo!" seru Zivana kegirangan dengan cepat ia memeluk lelaki itu. Namun, ada kedua mata yang saling menatap dengan tatapan penuh dendam. Tyo dan Galen. "Ah, sorry aku telat." Matanya menatap ke arah Galen tanpa teralihkan sedikitpun. Zivana yang semula cemberut, mood-nya kini berubah bahagia. Ia pun lalu mendongak melihat sorot mata Tyo yang tak seperti biasanya. "Mas? Itu Pak Galen. Dia—"Tyo menjauhkan diri dari Zivana lalu segera menjabat tangan Galen. Galen tentu merasa sangat tersanjung saat dirinya langsung disambut dengan baik oleh sang calon pengantin. Beberapa hari yang lalu, Galen gagal menemui Tyo di rumah Sandra. Tapi, lihat kini Galen bertemu dengan Tyo tepat di depan matanya. "Saya Tyo."Galen tersenyum miring. "Saya Galen, yang bertugas mengurus acara pernikahan kalian nanti."Tyo membalas jabatan tangan Galen dengan sedikit kasar. Begitu pula Galen. Jika tidak ada Zivana mungkin Tyo akan babak belur di tangannya sekarang. Tatapan mereka penuh dengan kebenc