Kaki Sandra melangkah keluar dari gerbong kereta, ia menyeret koper berwarna hijau tua dan membawa satu tas selempang kesayangannya. Langkah kakinya terhenti tatkala ia melihat sekelebat bayangan seseorang. Orang itu tidak asing, Sandra mengenal orang itu dengan baik. Namun, saat Sandra hendak mengejar, ia dikagetkan dengan teriakan Kiara.
"San, bengong terus!" seru Kiara sambil menepuk lengan sahabatnya supaya tersadar.Sandra menoleh dengan senyuman lebar. "Sorry, Ki. Tadi tuh kayak ada Pak David di situ."Kiara melongo. "Siapa Pak David?"Tangan Sandra langsung menggandeng Kiara menuju pintu keluar tanpa harus menjawab pertanyaan Kiara. "Laper nih, makan dulu di situ, Ki."Sandra menunjuk beberapa kedai yang menyediakan berbagai masakan mulai dari fast food, tradisional yang berjejer di sekitar stasiun. Kiara mengangguk mengiyakan, kemudian mereka bergegas mengisi perutnya yang kosong."Ntar deh, Pak David tuh bos kamu?" celetuk Kiara masih penasaran dengan nama Pak David yang diucapkan Sandra tadi.Sandra mengangguk cuek. Matanya masih berusaha bergerilya ke mana-mana. "Aku belum pernah cerita?"Kiara menggeleng. "Kan kamu ceritanya soal Tyo terus, mana pernah kamu cerita soal Pak David-Pak David itu. Otak mu 'kan isi ... ""Isinya Tyo?" potong Sandra. "Tau gitu nggak aku ajak kamu ke sini, Ki!"Kiara tertawa mengejek. "Ya kan cuma bercanda."Selang beberapa saat, makanan mereka datang. Sepiring gudeg khas Yogyakarta dengan toping kerupuk."Waw! Favoritku, nih," ucap Kiara langsung menyantap gudeg di piringnya.Saat menyantap gudeg favoritnya, mata Kiara terbelalak. "Eh, bukannya itu ... "Ucapan Kiara terputus karena saking kagetnya melihat seseorang yang kini berdiri di depannya. "Brengsek!""Long time no see." Pria itu menggeser kursi di sebelah Sandra lalu duduk di sebelahnya.Sandra mengerjap berusaha menetralkan pikiran warasnya lantaran dia masih tidak percaya bahwa pria itu dengan tanpa dosa mengikutinya ke kota ini. Hampir saja dia tersedak teh hangat nya gara-gara saking kagetnya."Mau ngapain?" tanya Sandra dengan tatapan sinis.Kiara mencebik kemudian beranjak dari tempat duduknya. "Kalian lanjut, aku pindah tempat aja ya."Sandra menghela napas panjang, kemudian sedikit menggeser kursinya agar tidak terlalu dekat dengan Tyo. Sedangkan Tyo hanya sesekali tersenyum tipis, dengan satu tangannya menumpu kepalanya sambil miring menatap Sandra."Nggak usah liatin gitu juga kali!" seru Sandra merasa risih ditatap seperti itu.Tyo meringis kemudian duduk dengan posisi menghadap Sandra yang dinilainya salah tingkah. "Yang kamu lihat di stasiun itu emang beneran aku. Sengaja ngikutin kamu ke sini.""Buat apa?""Ketemu mama-papa kamu."Sandra tertawa getir seraya mengetuk-ngetuk sendoknya di atas gudegnya. "Telat. Kenapa nggak dari dulu?"Tyo meraih tangan Sandra kemudian ia kecup perlahan. Peduli setan dengan orang-orang di sekitar situ Tyo tidak peduli. "I know you so well, San. Dengan ketemu mama papamu aku mungkin bisa dikasih restu, 'kan?""Restu? Mimpi kamu terlalu jauh. Lagian kamu nggak ada gunanya ngikutin aku jauh-jauh ke sini. Percuma, mama papa nggak suka sama kamu.""Itu 'kan asumsi kamu aja, San. Selama ini aku belum pernah ketemu sama beliau."Sandra melotot tak percaya. Bulshit! Sejak menjalin hubungan dengan pria brengsek di depannya ini, tak pernah sekalipun Tyo berjuang menemui keluarga Sandra di kota Yogyakarta. Sedangkan setelah semua kepahitan yang harus Sandra lalui sendiri, kini Tyo dengan mudahnya ingin menemui kedua orang tuanya.Napas Sandra memburu mendengar ocehan lelaki itu. "Aku berjuang sendiri selama ini. Dan kamu ... Kamu nggak pernah hargai itu semua, pengorbananku buat kamu itu nggak ada gunanya!""Sekarang kamu dateng-dateng mau minta restu? Mulut kamu itu emang manis, sampe cewek yang di samping kamu itu gelendotan terus," sindir Sandra ketus.Tyo tertawa lepas mendengar ocehan Sandra. "Cewek siapa, sayang?"Pertanyaan itu turut mengundang gelak tawa dari Kiara yang sedari tadi menahan kegeramannya terhadap Tyo. "Belagak bodoh gitu untungnya apa?"Tyo menatap Kiara dengan tatapan tidak ramah. Meskipun mereka pernah berkuliah dengan jurusan yang sama, tapi, memang Kiara sedikit banyak membenci dan tidak terima jika sang sahabat berpacaran dengan Tyo."Ikut campur aja. Urusin sendiri urusan mu!" gertak Tyo kepada Kiara.Kiara berdiri, seperti biasa dengan menggulung lengan kanan kirinya untuk melawan Tyo yang sudah ada dilevel kesombongan yang tinggi. "Heh! Kamu tuh udah nyakitin Sandra berkali-kali masih aja sok-sok an mau nemui orang tuanya?!""Trus apa peduli mu? Ini urusanku sama Sandra. Bukan urusanmu, ngerti nggak?!"Merasa perdebatan Tyo dan Kiara tidak akan ada habisnya, dia kemudian bangkit berdiri memisahkan mereka. "Udah, udah. Malu dilihatin orang.""Tapi, San. Dia yang mulai duluan!" tukas Kiara cemberut.Tyo mendengus kasar. Lalu meraih tangan Sandra keluar dari warung gudeg tersebut tanpa peduli dengan omelan Kiara di dalam. Tentu saja kejadian itu membuat heboh orang-orang di dalam warung. Sementara Tyo sudah berdua dengan Sandra di luar."San, trust me!" sanggah Tyo sambil menatap lekat-lekat mata Sandra. "Aku mau kita berjuang sama-sama, dari awal."Sandra menggeleng lemah. "Buat apa sih. Udah terlambat, aku capek!"Tyo menggenggam erat kedua tangan Sandra. "Ada hal yang nggak bisa aku ceritain ke kamu.""Aku juga nggak pengen tahu sama masalah kamu." Sandra melepas genggaman tangan Tyo. Ia melambaikan tangannya ke Kiara yang sudah memasang tampang kesal di ambang pintu warung. "Yuk, Ki aku udah nggak pengen makan lagi."Suara lantang Kiara menusuk telinga Tyo sambil berlalu. "Udah aku bayar. Aku juga eneg makan sambil liat setan macem dia!""Aku anterin kalian, aku janji nggak akan aneh-aneh," pinta Tyo sedikit memohon kepada Sandra terutama.Melihat wajah Tyo memelas, membuat hati Sandra tergerak. Dia pun sedikit berpikir apakah kata-katanya tadi menyakiti hati Tyo. Sekali lagi, Tyo berhasil mengobrak-abrik dinding pertahanan Sandra pagi itu."Cukup anterin sampe luar gerbang aja," jawab Sandra cuek."Yah kok kamu mau sih dianterin dia, San?" protes Kiara sembari memandang kesal Tyo yang berdiri tepat di sebelahnya. "Kita pesen ojol aja, 'kan banyak di sini."Sandra bergumam lirih. "Nggak papa, siapa tahu abis nganterin dia langsung enyah. Turutin aja."Kiara terkekeh kemudian menowel lengan Tyo yang sedari tadi mengawasi dua wanita labil tersebut dengan tatapan datar."Habis nganterin kalian, aku mau cari penginapan." Suara Tyo terbawa angin begitu saja sebab, dia sudah berjalan menuju ke dalam mobilnya."Dia ngomong apa?" tanya Kiara.Sandra mengedikkan bahunya, lalu menyusul Tyo ke dalam mobil. Begitupun juga Kiara. Sandra juga tidak tahu jika Tyo akan menyusulnya ke Yogyakarta. Itu membuat Sandra menjadi berpikir seribu kali mengenai tawaran Tyo barusan.Setelah dua puluh menit perjalanan ke rumah Sandra, mereka pun akhirnya tiba di depan gerbang rumah Sandra. Gerbang besar bercat cokelat tersebut menutupi sebagian rumah Sandra. Tanpa disadari, seorang wanita paruh baya membuka gerbang itu perlahan."Duh, kenapa juga sih mama harus buka gerbang pas aku dateng?" gerutunya sambil melepas seat belt yang melingkar di perutnya."Itu tandanya mama kamu punya chemistry kuat sama aku, Sayang," sahut Tyo sambil cengengesan.Sandra memutar bola mata jengah. Bukannya apa-apa namun, sudah pasti wanita paruh baya itu bertanya macam-macam tentang Tyo. Kebetulan sekali Sandra duduk di depan bersama Tyo. Sedangkan Kiara duduk di tengah. Harusnya, dia duduk di kursi tengah bersama Kiara, supaya Tyo dikira driver online oleh mamanya."Udah ngelamunnya?" celetuk Tyo. Dia juga bersiap akan turun dari mobil."Mau kemana?!" tanya Sandra dengan nada setengah mengancam.Senyum Tyo mengembang sempurna. "Mau nemuin mama kamu. Tuh lihat gara-gara kelamaan dimobil, sampe diketuk-ketuk gitu jendela mobilnya."Kedua tangan Sandra mengepal sempurna. Sial! Ternyata dia dijebak oleh Tyo. Tyo memasang wajah super ramah lalu tanpa berdosanya turun dari mobil pertama kali. Tanpa menunggu protes dari Sandra, dia sudah berjalan menghampiri wanita paruh baya itu yang berdiri di samping pintu mobil Tyo."Ki, udah sampai."Kiara tak menjawab, ternyata gadis itu mendengkur sangat keras akibat kelelahan. Kiara tidur sangat pulas hingga Sandra tak tega membangunkannya. Dari pada membuang waktu, Sandra lalu memutuskan untuk keluar dari mobil."Mama!" teriak Sandra sembari menghambur keluar memeluk mamanya.Wanita paruh baya itu mengelus pundak Sandra lembut. "Sandraaa ... Mama seneng akhirnya kamu membawa Tyo ke rumah setelah sekian lama."Sandra melepas pelukan mamanya, ia menatap dengan tatapan tak bisa diartikan. Lagi-lagi Sandra kecolongan. Ia terdiam."Aku nggak ngajak dia, Ma!""Aku nggak ngajak dia, Ma!" sanggah Sandra berteriak, memekik memandangi mamanya. Mama Sandra hanya tersenyum tipis. "Iya, iya, masuk dulu, nak Tyo juga. Mari masuk."Ah sepertinya Sandra melupakan sesuatu. Sebelum dia menginjakkan kaki ke dalam halaman rumahnya, ia lalu berbalik arah menuju mobil Tyo yang masih terparkir di depan gerbang. "Ma, Mama beneran mau ngajakin dia masuk ke rumah?" Sandra bertanya kepada mamanya yang sudah berjalan duluan ke arah rumah. Dari kejauhan, Sandra bisa melihat raut wajah wanita paruh baya itu dengan jelas. Mamanya terlihat bahagia, sedangkan Tyo sudah jelas menang di waktu ini. Sejak berhubungan dengan Tyo selama hampir lima tahun, Sandra tak pernah mengajak Tyo ke rumahnya. Tyopun juga tak pernah menyinggung tentang keluarga Sandra. Padahal, Sandra memang sengaja melakukan hal itu supaya melihat kegigihan dari Tyo. Tapi, setelah sekian lama Tyo tak pernah berniat menemui kedua orang tuanya. Beberapa tahun yang lalu, ketika papa Tyo meninggal,
Sandra mendelik saat pagutannya dilepas begitu saja oleh Tyo. Dagu Tyo diangkat agar supaya Sandra tahu ada seseorang yang sedari tadi mengetuk-ketuk jendela mobilnya. Sandra lalu menoleh. "Mike? Kenapa nggak bilang dari tadi!" protesnya. "Dia pasti salah paham." Sebelum Sandra membuka pintu untuk keluar, Tyo lebih dulu menarik tangan wanitu itu. "Dia nggak akan salah paham. Jelasin ke dia lah."Sandra tersenyum getir. "Maksud kamu aku harus jelasin hubungan kita ini ke dia?" Tak peduli dengan bujuk rayu Tyo, Sandra lalu beranjak keluar dari kursi penumpang. Di luar, Mike sudah memasang tampang tidak ramah kepada Sandra. Selang beberapa detik, Tyo juga ikut keluar untuk menampakkan batang hidungya kepada Mike. "Kamu udah dari tadi?" tanya Sandra basa-basi sambil memaksakan senyum. Dia benar-benar seperti tepergok berbuat mesum dan merasa dihakimi oleh Mike. Mike melengos. "Aku mau pulang sendiri, tanpa dia!"Jari telunjuk Mike dengan mudahnya menunjuk ke arah pria yang sedari tad
"Mi ... Ke?" Mike berdiri di belakang seorang lelaki dengan paras tampan, badan tinggi, dan wajah lelaki itu banyak ditumbuhi kumis tipis. Lelaki itu menatap Sandra dengan wajah tidak ramah. Ia lalu berjalan menuju Sandra, disusul dengan Mike berjalan di belakang lelaki itu. Lelaki itu tersenyum miring. "Mike bilang, kamu jemput sama bajingan itu. Apa itu bener?""Mike, Mama mau cari kamu tadi di pantai. Sini Mama kangen banget." Sandra tak menanggapi pertanyaan lelaki itu. Ia malah menghampiri Mike, sebelum ia dicegah oleh lelaki itu. "Mas! Aku punya hak, dan ... Kamu nggak ada hak berbuat seperti ini."Lelaki itu menarik tangan Sandra hingga tubuh Sandra menghimpit tubuhnya. Ia mendesis memperingati Sandra. "Kamu tuh ibu yang nggak becus didik anak sendiri. Disuruh jemput, malah enak-enakan pacaran sama seorang bajingan.""Kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur aku lagi."Sandra melotot, urat-urat di lehernya terlihat jelas karena sangat marah ketika privasinya dicampuri oleh mant
Tyo menghembuskan napas panjang saat tiba di depan pintu gerbang kediaman Zivana. Setiap detik, setiap jam gadis manja itu tak henti-hentinya menghubunginya. Spam lewat telpon, pesan singkat sampai Tyo tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Zivana selepas pulang kerja. "Ibu ada, Pak Narko?" tanya Tyo kepada satpam rumah Zivana. Lelaki berkepala plontos itu mengangguk. "Ada, Pak. Kayaknya tadi Mas David juga udah dateng. Lengkap deh pokoknya."Sial! Kenapa harus ada David juga, padahal dia pikir David akan pulang terlambat karena ini hari Senin. Tyo lengah jika ada David mencampuri masalahnya. Tyo kemudian memarkirkan mobil civic hitamnya di sebelah mobil BMW milik David. Sebetulnya jika bisa memilih, dia ingin membatalkan pernikahan sialan ini. Namun, dia masih ada urusan dengan David. Krek! Tyo perlahan membuka pintu berukuran besar itu, di balik pintu sudah ada Zivana, Mamanya dan juga David yang sepertinya sudah siap akan me
"Hm," jawab Sandra cuek. Satu tangan memegang tangan Sandra posesif. Manik mata Tyo berubah sendu. Ia tak tahu apa yang akan disampaikan malam ini akan membuat Sandra atau senang. "Lepasss ... "Detik berikutnya, Tyo melepaskannya. "Well, aku nggak mau buat Om Ray sama Tante Nania kecewa."Sandra tersenyum sinis. "Kenapa mereka harus kecewa?" Sandra mengedikkan dagunya agar Tyo duduk di sofa. Sementara Sandra duduk di seberang Tyo sambil bersidekap. "Aku mau bilang kalau ... Kalau bulan depan aku mau merid."Sandra meneguk ludahnya kasar. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Brengsek! Sudah ia duga, jika Sandra pindah ke sini pasti akan semenyakitkan ini. Sandra terdiam cukup lama sambil tertunduk. "Sandra, apa kamu—""Congratulation!" Sandra menengadahkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Dahi Tyo berkerut. Dia terkejut dengan respon Sandra yang terlihat santai. Tapi, dia harus memastikannya sekali lagi. "San, apa kamu nggak marah atau kecewa sama aku? Apa kamu terima aku
"Ma-Mas Tyo!" seru Zivana kegirangan dengan cepat ia memeluk lelaki itu. Namun, ada kedua mata yang saling menatap dengan tatapan penuh dendam. Tyo dan Galen. "Ah, sorry aku telat." Matanya menatap ke arah Galen tanpa teralihkan sedikitpun. Zivana yang semula cemberut, mood-nya kini berubah bahagia. Ia pun lalu mendongak melihat sorot mata Tyo yang tak seperti biasanya. "Mas? Itu Pak Galen. Dia—"Tyo menjauhkan diri dari Zivana lalu segera menjabat tangan Galen. Galen tentu merasa sangat tersanjung saat dirinya langsung disambut dengan baik oleh sang calon pengantin. Beberapa hari yang lalu, Galen gagal menemui Tyo di rumah Sandra. Tapi, lihat kini Galen bertemu dengan Tyo tepat di depan matanya. "Saya Tyo."Galen tersenyum miring. "Saya Galen, yang bertugas mengurus acara pernikahan kalian nanti."Tyo membalas jabatan tangan Galen dengan sedikit kasar. Begitu pula Galen. Jika tidak ada Zivana mungkin Tyo akan babak belur di tangannya sekarang. Tatapan mereka penuh dengan kebenc
Sandra mencebik ketika sosok itu kembali ke hadapannya sekarang. Bahkan lelaki itu tidak lebihnya seorang pria brengsek yang tidak ada bedanya dengan Tyo. Senyum pria itu memancar seolah bahagia. Tapi, mata Sandra terpaku pada kaki Galen yang sepertinya sedikit pincang. Serta bajunya terlihat lusuh seperti orang habis berkelahi. Ah, Sandra tak mau tahu urusan Galen lagi. Kini, Galen sudah duduk di depan mereka berdua—Sandra dan David—. David menyimpan penasaran terhadap baju Galen yang terlihat lusuh. "Habis ngapain, Bro?"Galen memperhatikan penampilannya sendiri. "Oh, tadi aku sedikit jatuh pas mau ke sini."Sandra memutar bola matanya jengah. Jelas saja bohong. Galen tidak mungkin jujur. Lihat itu, wajahnya sedikit memar. "Abis berantem?" David langsung menatap dalam ke arah Sandra. "Mana mungkin—""Mungkin sekali, Pak. Dia 'kan tukang berantem." Sandra berbicara cuek. Persetan jika Galen marah kepadanya. David diselimuti atmosfer permusuhan yang kentara di antara Galen dan San
"Sandra ... "Tiba-tiba saja bulu kuduk Sandra merinding. Suara itu ... "Hai!" seru Sandra memaksakan senyum. Galen berdiri sambil kedua tangannya merogoh sakunya. Lelaki itu menatap Sandra penuh dengan intimidasi. "Kamu tinggal di sini?" tanyanya. Sandra hampir saja mengangguk mengiyakan. Namun buru-buru dia menggeleng. "Engh ... Enggak. Ini aku tinggal sama temenku."Galen mengangkat alisnya satu. "Cowok apa cewek?"Sandra memutar bola mata malas. "Berisik deh." Segera dia membuka pintu lobby namun, suara Galen menginterupsi. "Kenapa kamu nggak aja Mike tinggal di sini. Malah kamu tinggal sama temen kamu."Kepala Sandra memutar mendongak menatap getir Galen. "What?! Trus kamu ngapain di sini nggak ngajak Mike tinggal sama kamu? Oh ya, aku lupa kamu 'kan tinggal di sini sama istrimu."Galen terdiam sesaat. Kemudian mengangkat kepalanya menatap Sandra. "Kita lagi proses cerai." Mata Sandra membola, hampir saja mau copot. Ia menelan ludahnya kasar. "Ko-kok bisa, bukannya kalian b