"Maksud kalian apa?" cecar lelaki itu penuh tanda tanya.
Sandra dan Tyo reflek menoleh ke sumber suara. Di sana sudah berdiri David dengan wajah garang. Sandra nyaris tak mengenali wajah asli atasannya tersebut."Jelaskan sama saya, kalian punya hubungan apa. Dan kenapa kamu harus membenci dia?!" David menunjuk-nunjuk ke arah wajah Tyo dengan emosi.Tyo pucat pasi. Dia terlalu kagok untuk menjelaskan yang sejujurnya kepada David. Entah alasan apa yang harus dia pakai untuk menutupi hubungannya dengan Sandra. Namun, bak mendapat angin segar, Sandra maju satu langkah menghadapi David."Saya dan Pak Tyo memang sudah mengenal satu sama lain, dia ... Dia kakak senior saya," jelas Sandra secara lugas.David menatap Tyo penuh kebencian. "Berarti benar apa yang dikatakan Zivana, aku mau tanya sama si brengsek ini, bukan kamu, Sandra."Sandra terperangah. Kepalanya menoleh ke kanan ke arah Tyo. Sungguh pertanyaan yang besar, David tidak marah padanya sama sekali? Di situlah Sandra melihat percikan api emosi dari sorot mata David. Tangannya mengepal menahan sesuatu untuk menghajar Tyo detik itu juga."Saya punya bukti foto yang adik Bapak tanyakan," sela Sandra sambil merogoh gawainya di tas jinjingnya."Bajingan! Kenapa kamu diam saja, kenapa harus Sandra yang repot menjelaskan semuanya?!" David mendesis di depan muka Tyo. Ia sudah meremas kerah kemeja Tyo."Pukul aja aku, Kak," pinta Tyo sambil memejamkan matanya.Sandra menowel pundak bosnya dengan pelan takut jika David balik menghajarnya. "Pak David, ini fotonya."David melepas kerah Tyo dengan kasar. Ia pun langsung meraih gawai Sandra untuk mengecek foto yang Zivana curigai. Memang pose Sandra dan Tyo sedikit mesra, tapi, di sana juga ada Kiara dan beberapa teman satu angkatan di kampusnya yang ikut berfoto bersama.David mencebik. "Kalau kalian sudah saling mengenal, kenapa harus berbohong. Ada yang masih kalian sembunyikan?"Pertanyaan yang terakhir membuat Sandra membeku di tempatnya. "Eh itu, Pak Tyo sempat dekat dengan teman saya, Pak."Sandra beralasan dengan sedikit lebih logis. Ia pun tersenyum dengan paksa berharap kali ini David memepercayai semua kata-katanya."Aku akan mempercayaimu, Bu Sandra. Tapi, tidak tahu dengan dia," ancam David penuh penekanan kepada Tyo.David berbalik arah dengan wajah datar dan dingin. Ia meninggalkan Sandra dan Tyo yang masih berdiri di belakang. Saat itu, David berhenti melangkah kemudian kepalanya sedikit menoleh ke kanan tapi, tidak seluruhnya."You don't wanna leave, right?" tanya David datar.Sandra mau tak mau harus pergi ikut dengan David. Sebelum Sandra melangkah pergi, Tyo berkata sesuatu. "Kamu ikut saja, aku mau balik ke kantor.""Yaa itu lebih baik," ucap Sandra namun masih dihalangi oleh Tyo. "Jangan berdiri di situ, kamu menghalangi jalan!""Padahal jalanan lega, aku nggak menghalangi apa-apa. Dari tadi kamus sewot terus."Sandra menyela. "Stop right there! Jangan dilanjut aku mau nyusul Pak David sebelum dia makin curiga sama kita!"Tyo tertohok. Sebelum akhirnye menyerah, dan memberi jalan untuk Sandra lewat. Dengan tatapan tajam Sandra melewati Tyo begitu saja tanpa basa-basi.Setelah berhasil menyusul atasannya menyusuri koridor kantor, Sandra berjalan beriringan di samping atasannya percaya diri. Dia pikir dia akan di bawa atasannya ke sebuah restoran mahal, namun, sungguh di luar dugaannya. David mengajak Sandra ke sebuah warung kaki lima di depan kantornya."Kita makan di sini, Pak?" tanya Sandra hati-hati.David mengangguk. "Kalau kamu nggak suka silahkan cari tempat lain."Bukannya apa-apa seorang David seorang bos asuransi makan di pinggir jalan seperti ini? Sungguh di luar nalar Sandra. Merakyat sekali batinnya."Ayam bakarnya dua, Cak," ucap David kepada sang penjual ayam bakar.Sandra buru-buru menyela. "Pak David, nggak apa-apa makan di sini?"David menggeleng. Bagi David, makan di tempat kaki lima seperti ini sudah nyaman baginya. Tak ada patokan seorang bos harus makan di kantin, atau sebuah restoran yang mahal untuk mengisi perut. Jika, dirasa masakan dan tempatnya bersih untuk menyantap makanan, David tak enggan untuk membeli makan.***Tyi sudah berada di depan rumah bercat putih bersih, dan juga gerbang tinggi sampai isi dari dalam rumah nyaris tak terlihat. Dia buru-buru mengklakson bel agar satpam tahu jika ada tamu yang datang. Nampak dua orang satpam berhambur keluar, lalu menghampirinya. Dia sudah menurunkan kaca mobil,supaya satpam itu tahu, kalau dirinya adalah pacar dari Zivana. Ya benar, rumah yang Tyo datangi ini adalah rumah Zivana tunangannya selama beberapa bulan ini."Malam, Pak Tyo." Seorang satpam tersenyum lebar menyambut Tyo untuk masuk ke dalam rumah yang mempunyai halaman yang sangat luas. Tyo pun juga membalas seadanya.Setelah Tyo selesai parkir, kakinya langsung cepat menuju pintu utama. Dan betapa terkejutnya saat di balik pintu, Tyo menemukan sosok Zivana dengan baju kimono satin yang sangat tipis."Sayang, Mami ..."Zivana langsung menyergap Tyoa agresif. "Mami udah tidur, kita bisa nonton n*****x di sana," tunjuknya seraya mengapit lenganku posesif.Gadis ini memang sedikit berbeda dari pada Sandra. Sandra akan berpikir dua kali jika ingin melakukan sesuatu, tidak dengan Zivana, dia akan langsung to the point dan melakukannya sesuka hatinya."Aku mau ketemu Mami, ada yang mau aku biacarakan." Tyo berusaha mencari alasan agar tak terpancing oleh Zivana.Zivana terlihat cemberut. "Kamu lebih memilih Mami dari pada cewek kamu sendiri, iya?!""Bukan gitu, Sayang ..."Zivana tak mendengar penjelasan Tyo terlebih dulu. Padahal dia ke sini memang untuk membicarakan pernikahannya dengan anak gadisnya ini. Sampai dia lupa jika ada Sandra yang masih bersemayam di hati Tyo. Saat menerima ancaman dari David—kakak Zivana, Tyo langsung menerima adiknya itu untuk menikah dengannya. Tyo pun tak menyangka jika, Sandra harus pindah ke Surabaya dan mereka bertemu kembali setelah sekian lama berhubungan jarak jauh."Lho? Tyo sudah di sini, kenapa kamu nggak bilang Mami sih, Zi?" Calon ibu mertu Tyo tiba-tiba muncul dari lantai atas rumahnya dengan wajah segar, tak nampak seperti orang bangun tidur."Jadi, Mas Tyo emang mau ketemu sama Mami, bukannya aku?" cecar Zivana menyalahkan maminya.Tyo pun tersenyum lebar melihat calon mertunya turun tergesa-gesa. Ia pun mempersilahkan Tyo duduk di ruang tamu. Sementara anak gadisnya itu duduk dengan wajah ditekuk karena sangat kesal pada Tyo. Saat melirik Zivana, maminya langsung menutupi paha Zivana yang terekspos di depan Tyo, dengan bantal berukuran jumbo."Di tutup, Zi. Sengaja ya kamu!" Maminya membentak dengan nada kasar."Maaf ya, Tyo. Bagaimana, apa sudah siap tentang rencana pernikahan kalian? Kapan mulai fitting, lalu tentang vendor, EO, apa sudah beres?" cecar mami Zivana pada Tyo.Tyo sempat kagok karena tiba-tiba sudah di tanyai macam-macam pertanyaan oleh beliau. Tyo menjawab seadanya. "Semua ... Semua yang mengatur Zivana, Tante."Mami Zivana melotot pada Tyo. Kemudian mengomeli Zivana lagi. "Gimana sih kamu, kamu nggak bicarain ini sama Mami? Jangan asal kasih keputusan, soalnya kamu tuh anaknya ceroboh dan semau kamu sendiri.Zivana lagi-lagi mendesah kesal. "Apa sih Mami, aku tuh bukan anak kecil lagi. Beda sama Kak David, sampe jodoh yang ngatur juga Mami.""Jaga mulut kamu!" Mami Zivana sepertinya tampak emosi gara-gara ocehan Zivana.Krek.Tyo dan semua yang ada di situ menoleh pada pintu utama. Sudah Tyo duga jika yang datang malam itu adalah David kakak Zivana. David nampak terkejut saat melihat ada Tyo yang tengah duduk bersama Mami dan juga adiknya. Ekspresi wajahnya langsung berubah sinis. Dia berjalan melewati Tyo, tanpa menyapanya sedikitpun. Nampaknya, David masih menaruh dendam gara-gara kejadian tadi siang yang melibatkan Sandra."Zi, Mi, David ke atas dulu ya," ucapnya dengan nada datar.Zivana yang menaruh keanehan pada kakaknya, langsung bertanya. "Kak, ada Mas Tyo di sini, kok nggak disapa?"Langkah kaki David berhenti di anak tangga. Ia tak menoleh sedikitpun, tapi, terlihat jelas kepalanya sedikit diangkat ke kanan."Kalian masih percaya sama pembohong macam dia?" sahut David dingin.Tyo langsung membeku. Kemudian melihat ekspresi Zivana dan juga maminya yang tampak sangat terkejut sekaligus bingung. Brengsek! Tyo hanya mengumpat dalam hati. Walau bagaimanapun, Tyo tak akan membiarkan David mengacaukan segalanya. Zivana lalu menoleh kepada Tyo. Sedangkan, sang tersangka utama—David— justru telah menghilang dari tangga. Dasar brengsek! Umpatnya, dalam hati lagi."Apa yang dikatakan Kak David? Mas Tyo bohong soal apa?" Zivana mulai kebingungan, ia akhirnya mendekati Tyo dan menatap matanya dengan tatapan tajam."Apa semua gara-gara wanita brengsek itu?!"Kaki Sandra melangkah keluar dari gerbong kereta, ia menyeret koper berwarna hijau tua dan membawa satu tas selempang kesayangannya. Langkah kakinya terhenti tatkala ia melihat sekelebat bayangan seseorang. Orang itu tidak asing, Sandra mengenal orang itu dengan baik. Namun, saat Sandra hendak mengejar, ia dikagetkan dengan teriakan Kiara. "San, bengong terus!" seru Kiara sambil menepuk lengan sahabatnya supaya tersadar. Sandra menoleh dengan senyuman lebar. "Sorry, Ki. Tadi tuh kayak ada Pak David di situ."Kiara melongo. "Siapa Pak David?" Tangan Sandra langsung menggandeng Kiara menuju pintu keluar tanpa harus menjawab pertanyaan Kiara. "Laper nih, makan dulu di situ, Ki."Sandra menunjuk beberapa kedai yang menyediakan berbagai masakan mulai dari fast food, tradisional yang berjejer di sekitar stasiun. Kiara mengangguk mengiyakan, kemudian mereka bergegas mengisi perutnya yang kosong. "Ntar deh, Pak David tuh bos kamu?" celetuk Kiara masih penasaran dengan nama Pak David yang
"Aku nggak ngajak dia, Ma!" sanggah Sandra berteriak, memekik memandangi mamanya. Mama Sandra hanya tersenyum tipis. "Iya, iya, masuk dulu, nak Tyo juga. Mari masuk."Ah sepertinya Sandra melupakan sesuatu. Sebelum dia menginjakkan kaki ke dalam halaman rumahnya, ia lalu berbalik arah menuju mobil Tyo yang masih terparkir di depan gerbang. "Ma, Mama beneran mau ngajakin dia masuk ke rumah?" Sandra bertanya kepada mamanya yang sudah berjalan duluan ke arah rumah. Dari kejauhan, Sandra bisa melihat raut wajah wanita paruh baya itu dengan jelas. Mamanya terlihat bahagia, sedangkan Tyo sudah jelas menang di waktu ini. Sejak berhubungan dengan Tyo selama hampir lima tahun, Sandra tak pernah mengajak Tyo ke rumahnya. Tyopun juga tak pernah menyinggung tentang keluarga Sandra. Padahal, Sandra memang sengaja melakukan hal itu supaya melihat kegigihan dari Tyo. Tapi, setelah sekian lama Tyo tak pernah berniat menemui kedua orang tuanya. Beberapa tahun yang lalu, ketika papa Tyo meninggal,
Sandra mendelik saat pagutannya dilepas begitu saja oleh Tyo. Dagu Tyo diangkat agar supaya Sandra tahu ada seseorang yang sedari tadi mengetuk-ketuk jendela mobilnya. Sandra lalu menoleh. "Mike? Kenapa nggak bilang dari tadi!" protesnya. "Dia pasti salah paham." Sebelum Sandra membuka pintu untuk keluar, Tyo lebih dulu menarik tangan wanitu itu. "Dia nggak akan salah paham. Jelasin ke dia lah."Sandra tersenyum getir. "Maksud kamu aku harus jelasin hubungan kita ini ke dia?" Tak peduli dengan bujuk rayu Tyo, Sandra lalu beranjak keluar dari kursi penumpang. Di luar, Mike sudah memasang tampang tidak ramah kepada Sandra. Selang beberapa detik, Tyo juga ikut keluar untuk menampakkan batang hidungya kepada Mike. "Kamu udah dari tadi?" tanya Sandra basa-basi sambil memaksakan senyum. Dia benar-benar seperti tepergok berbuat mesum dan merasa dihakimi oleh Mike. Mike melengos. "Aku mau pulang sendiri, tanpa dia!"Jari telunjuk Mike dengan mudahnya menunjuk ke arah pria yang sedari tad
"Mi ... Ke?" Mike berdiri di belakang seorang lelaki dengan paras tampan, badan tinggi, dan wajah lelaki itu banyak ditumbuhi kumis tipis. Lelaki itu menatap Sandra dengan wajah tidak ramah. Ia lalu berjalan menuju Sandra, disusul dengan Mike berjalan di belakang lelaki itu. Lelaki itu tersenyum miring. "Mike bilang, kamu jemput sama bajingan itu. Apa itu bener?""Mike, Mama mau cari kamu tadi di pantai. Sini Mama kangen banget." Sandra tak menanggapi pertanyaan lelaki itu. Ia malah menghampiri Mike, sebelum ia dicegah oleh lelaki itu. "Mas! Aku punya hak, dan ... Kamu nggak ada hak berbuat seperti ini."Lelaki itu menarik tangan Sandra hingga tubuh Sandra menghimpit tubuhnya. Ia mendesis memperingati Sandra. "Kamu tuh ibu yang nggak becus didik anak sendiri. Disuruh jemput, malah enak-enakan pacaran sama seorang bajingan.""Kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur aku lagi."Sandra melotot, urat-urat di lehernya terlihat jelas karena sangat marah ketika privasinya dicampuri oleh mant
Tyo menghembuskan napas panjang saat tiba di depan pintu gerbang kediaman Zivana. Setiap detik, setiap jam gadis manja itu tak henti-hentinya menghubunginya. Spam lewat telpon, pesan singkat sampai Tyo tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Zivana selepas pulang kerja. "Ibu ada, Pak Narko?" tanya Tyo kepada satpam rumah Zivana. Lelaki berkepala plontos itu mengangguk. "Ada, Pak. Kayaknya tadi Mas David juga udah dateng. Lengkap deh pokoknya."Sial! Kenapa harus ada David juga, padahal dia pikir David akan pulang terlambat karena ini hari Senin. Tyo lengah jika ada David mencampuri masalahnya. Tyo kemudian memarkirkan mobil civic hitamnya di sebelah mobil BMW milik David. Sebetulnya jika bisa memilih, dia ingin membatalkan pernikahan sialan ini. Namun, dia masih ada urusan dengan David. Krek! Tyo perlahan membuka pintu berukuran besar itu, di balik pintu sudah ada Zivana, Mamanya dan juga David yang sepertinya sudah siap akan me
"Hm," jawab Sandra cuek. Satu tangan memegang tangan Sandra posesif. Manik mata Tyo berubah sendu. Ia tak tahu apa yang akan disampaikan malam ini akan membuat Sandra atau senang. "Lepasss ... "Detik berikutnya, Tyo melepaskannya. "Well, aku nggak mau buat Om Ray sama Tante Nania kecewa."Sandra tersenyum sinis. "Kenapa mereka harus kecewa?" Sandra mengedikkan dagunya agar Tyo duduk di sofa. Sementara Sandra duduk di seberang Tyo sambil bersidekap. "Aku mau bilang kalau ... Kalau bulan depan aku mau merid."Sandra meneguk ludahnya kasar. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Brengsek! Sudah ia duga, jika Sandra pindah ke sini pasti akan semenyakitkan ini. Sandra terdiam cukup lama sambil tertunduk. "Sandra, apa kamu—""Congratulation!" Sandra menengadahkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Dahi Tyo berkerut. Dia terkejut dengan respon Sandra yang terlihat santai. Tapi, dia harus memastikannya sekali lagi. "San, apa kamu nggak marah atau kecewa sama aku? Apa kamu terima aku
"Ma-Mas Tyo!" seru Zivana kegirangan dengan cepat ia memeluk lelaki itu. Namun, ada kedua mata yang saling menatap dengan tatapan penuh dendam. Tyo dan Galen. "Ah, sorry aku telat." Matanya menatap ke arah Galen tanpa teralihkan sedikitpun. Zivana yang semula cemberut, mood-nya kini berubah bahagia. Ia pun lalu mendongak melihat sorot mata Tyo yang tak seperti biasanya. "Mas? Itu Pak Galen. Dia—"Tyo menjauhkan diri dari Zivana lalu segera menjabat tangan Galen. Galen tentu merasa sangat tersanjung saat dirinya langsung disambut dengan baik oleh sang calon pengantin. Beberapa hari yang lalu, Galen gagal menemui Tyo di rumah Sandra. Tapi, lihat kini Galen bertemu dengan Tyo tepat di depan matanya. "Saya Tyo."Galen tersenyum miring. "Saya Galen, yang bertugas mengurus acara pernikahan kalian nanti."Tyo membalas jabatan tangan Galen dengan sedikit kasar. Begitu pula Galen. Jika tidak ada Zivana mungkin Tyo akan babak belur di tangannya sekarang. Tatapan mereka penuh dengan kebenc
Sandra mencebik ketika sosok itu kembali ke hadapannya sekarang. Bahkan lelaki itu tidak lebihnya seorang pria brengsek yang tidak ada bedanya dengan Tyo. Senyum pria itu memancar seolah bahagia. Tapi, mata Sandra terpaku pada kaki Galen yang sepertinya sedikit pincang. Serta bajunya terlihat lusuh seperti orang habis berkelahi. Ah, Sandra tak mau tahu urusan Galen lagi. Kini, Galen sudah duduk di depan mereka berdua—Sandra dan David—. David menyimpan penasaran terhadap baju Galen yang terlihat lusuh. "Habis ngapain, Bro?"Galen memperhatikan penampilannya sendiri. "Oh, tadi aku sedikit jatuh pas mau ke sini."Sandra memutar bola matanya jengah. Jelas saja bohong. Galen tidak mungkin jujur. Lihat itu, wajahnya sedikit memar. "Abis berantem?" David langsung menatap dalam ke arah Sandra. "Mana mungkin—""Mungkin sekali, Pak. Dia 'kan tukang berantem." Sandra berbicara cuek. Persetan jika Galen marah kepadanya. David diselimuti atmosfer permusuhan yang kentara di antara Galen dan San
"Itu surat cinta," jawab David seraya tertawa dengan terpaksa. Sandra menatap David dengan tatapan yang sulit diartikan. Sudah jauh-jauh hari Sandra menyiapkan dokumen itu untuk ditanda tangani oleh Tyo. Sekarang kemenangan sudah hampir di depan mata, tapi tidak sampai sedetik Bosnya menghancurkan harapan Sandra dengan mudahnya. "Saya mau pulang."Sandra berdiri kemudian meremat kedua jari-jemarinya, ia menggigit bibir bawahnya. Sungguh, dia merasa dipermalukan oleh David. Terlebih di depan Tyo. Wajah David berubah masam saat Sandra meminta untuk pulang. Ia lalu berdiri memegang lengan Sandra yang sedikit bergetar. David tahu jika Sandra sangat kecewa dengannya. Tapi, sungguh David tidak bermaksud mengecewakannya. Kepala Sandra mendongak menatap David sambil berurai air mata. "Bapak tahu, saya mengerjakan semua itu sampai lupa tidur. Kenapa sekarang Anda mempermalukan saya di depan klien Bapak sendiri?"Sandra melirik Tyo sedikit. "Pak Tyo juga pasti kecewa jauh-jauh datang kemari
Galen menumpu kedua tangannya di atas lutut. Ia melihat betapa Tyo ternyata tidak berdaya. Apalagi Galen sangat menganggap remeh Tyo karena, ketidaktegasannya sebagai lelaki. Hal itu sangat menggelikan. Tyo mengaduh lalu sedikit memposisikan badannya menjadi duduk bersandar tembok. Sedangkan Galen berdiri tegak lalu mengambil sebuah sesuatu di dalam laci nakas. Setelah itu, Galen melemparnya di depan Tyo. "Jauhi Sandra, atau aku bilang ke David sekarang."Tangan Tyo meraih amplop putih yang masih terbungkus rapi. Tyo lalu membuka perlahan, lalu dia sedikit memijat pelipisnya sedikit. "Nggak perlu gini lah, Bro!"Galen tersenyum dingin sambil duduk di tepi ranjang. "Sandra nggak perlu lelaki lembek kayak kamu gini."Tyo mencengkeram foto itu lalu merobeknya. Dia tahu percuma merobek foto itu sebab, Galen pasti punya file-nya. Galen bisa mencetak foto itu kapanpun dia mau. Tyo pikir dia bisa lepas dari Galen karena Galen adalah masa lalu kelam Sandra dulunya. Galen juga sudah menikah
Sandra buru-buru menutup pintu hotel dengan kasar setelah tahu siapa yang datang. Pria itu memang sengaja mengikutinya, tapi pertanyaannya sejak kapan? Sebenarnya apa tujuan Gilang. Keringat Sandra bercucuran di pelipisnya. Untungnya, Sandra punya tenaga dalam untuk segera menutup pintu dengan cepat. Jika tidak, mungkin Sandra akan terjebak bersama lelaki itu. Pria itu masih tetap menggedor-gedor pintu. Namun, Sandra masih tetap bergeming di tempatnya dan menutupi kedua telinganya. Satu jam kemudian, Sandra sudah tak mendengar suara berisik dari luar. Sandra berharap dia bisa keluar dari tempat itu. "Kenapa aku jadi kayak di sandera gini?" gumamnya pada dirinya sendiri. Sebelum Sandra melangkah menuju kamar, ia mendengar pintunya diketuk kembali. Kali ini terdengar sedikit beraturan. Terdengar lirih samar-samar bukan suara lelaki tadi. Namun, dia tampaknya tahu siapa yang datang. Satu tangan Sandra menarik handle pintu itu lalu tersenyum lebar melihat lelaki yang berbeda dengan t
Siang itu, Sandra akhirnya pergi bersama sekretaris David dan juga supir kantornya. Perjalanan dari kantor menuju rumah Tyo memakan waktu kurang lebih tiga jam. Sandra berpikir ini adalah ide yang sangat gila demi selembar dokumen dia rela melakukan hal gila ini. "Pak David kenapa perginya buru-buru, Pak?" tanya Sandra kepada sekretaris David. Ya pikir Sandra daripada sepi di dalam mobil, ia memutuskan untuk memulai ngobrol dengan Pak Gilang-sekretaris David-. Gilang tak melihat wajah Sandra saat menjawab, pandangannya lurus ke depan. "Tidak tahu."Bibir Sandra mencebik. Terkejut dengan jawaban Gilang padanya. Sangat misterius. Sandra hanya ber-oh ria. Ia juga tidak jadi meneruskan niatnya untuk mengobrol terlalu jauh dengan Gilang. Lebih baik dia tidur saja mengingat masih dua jam lagi perjalanannya. Beberapa jam kemudian, pundak Sandra terasa ditepuk beberapa kali oleh seseorang. Kedua matanya mengerjap. "Sudah sampai, Bu." Gilang berkata dengan suara datar. Lalu beranjak pergi
"Mau apa?" tanya sang Mama terlihat penasaran sampai melepas pelukannya. Sementara sang kakak-Sintia- menukikkan sebelah alisnya mencoba mengancam jika Tyo berani berbicara hal-hal yang membuat Mamanya drop. Tyo tampak kikuk lalu tersenyum kaku. "Mau merid 'kan, Ma. "Mama Tyo tersenyum puas. Lalu menyuruh Tyo masuk ke dalam rumah. Sintia pun turut serta duduk sebelum dia kembali ke kantornya. Kebetulan sekali sewaktu dia pulang, Tyo berdiri di ambang pintu rumahnya. "Loh kamu nggak berangkat kerja, Sin?" tanya Mama Tyo mengalihkan pandangannya. Sintia menggeleng pelan. Lalu menatap Tyo penuh tatapan intimidasi. "Ya 'kan adik Sintia tersayang pulang, ya diajak ngobrol bentar lah, Ma."Tyo memutar bola mata malas. Lalu tanpa peduli dengan kakaknya, ia menatap sendu mamanya. Mulutnya sedari tadi ingin berbicara hal yang penting tapi, kakaknya malah tanpa merasa bersalah ikut campur masalahnya. "Ma, gimana kabar Mama?"Wanita paruh baya itu mengangguk kecil, ia mengusap punggung tan
Beberapa waktu kemudian, Kiara melihat wajah Sandra sangat pucat, seperti mayat hidup! Suhu badannya juga sangat tinggi. Sandra benar-benar menderita. Kiara menyeka keringat Sandra yang mengalir dari pelipisnya. "Kasian banget sih ni anak."Saat itu bel unitnya berbunyi nyaring. Kiara menyunggingkan senyum sedikit. Lalu dengan cepat beranjak mengayunkan langkah untuk membukakan pintu. Dari balik pintu, nampak seorang pria berdiri dengan wajah gelisah dan cemas. Masih jelas di mana luka di sekitar pinggir bibirnya belum mengering. "Ck, kenapa ke sini!" Kiara memutar bola matanya malas. Galen tentu terkejut ketika bukan Sandra yang muncul, tapi Kiara. Wajahnya berubah masam. "Kamu tinggal di sini sama Sandra?"Mata Kiara melotot. "Kalo iya emang kenapa?"Galen menunduk sebentar sembari mengusap darah di bibirnya akibat ulah wanita di depannya ini. "Sandra, ada?"Kiara mencengkeram kedua tangannya ingin menghajar Galen lagi. Tapi, dia harus tenang setenang air. Dia akan bertindak jik
"Sandra ... "Tiba-tiba saja bulu kuduk Sandra merinding. Suara itu ... "Hai!" seru Sandra memaksakan senyum. Galen berdiri sambil kedua tangannya merogoh sakunya. Lelaki itu menatap Sandra penuh dengan intimidasi. "Kamu tinggal di sini?" tanyanya. Sandra hampir saja mengangguk mengiyakan. Namun buru-buru dia menggeleng. "Engh ... Enggak. Ini aku tinggal sama temenku."Galen mengangkat alisnya satu. "Cowok apa cewek?"Sandra memutar bola mata malas. "Berisik deh." Segera dia membuka pintu lobby namun, suara Galen menginterupsi. "Kenapa kamu nggak aja Mike tinggal di sini. Malah kamu tinggal sama temen kamu."Kepala Sandra memutar mendongak menatap getir Galen. "What?! Trus kamu ngapain di sini nggak ngajak Mike tinggal sama kamu? Oh ya, aku lupa kamu 'kan tinggal di sini sama istrimu."Galen terdiam sesaat. Kemudian mengangkat kepalanya menatap Sandra. "Kita lagi proses cerai." Mata Sandra membola, hampir saja mau copot. Ia menelan ludahnya kasar. "Ko-kok bisa, bukannya kalian b
Sandra mencebik ketika sosok itu kembali ke hadapannya sekarang. Bahkan lelaki itu tidak lebihnya seorang pria brengsek yang tidak ada bedanya dengan Tyo. Senyum pria itu memancar seolah bahagia. Tapi, mata Sandra terpaku pada kaki Galen yang sepertinya sedikit pincang. Serta bajunya terlihat lusuh seperti orang habis berkelahi. Ah, Sandra tak mau tahu urusan Galen lagi. Kini, Galen sudah duduk di depan mereka berdua—Sandra dan David—. David menyimpan penasaran terhadap baju Galen yang terlihat lusuh. "Habis ngapain, Bro?"Galen memperhatikan penampilannya sendiri. "Oh, tadi aku sedikit jatuh pas mau ke sini."Sandra memutar bola matanya jengah. Jelas saja bohong. Galen tidak mungkin jujur. Lihat itu, wajahnya sedikit memar. "Abis berantem?" David langsung menatap dalam ke arah Sandra. "Mana mungkin—""Mungkin sekali, Pak. Dia 'kan tukang berantem." Sandra berbicara cuek. Persetan jika Galen marah kepadanya. David diselimuti atmosfer permusuhan yang kentara di antara Galen dan San
"Ma-Mas Tyo!" seru Zivana kegirangan dengan cepat ia memeluk lelaki itu. Namun, ada kedua mata yang saling menatap dengan tatapan penuh dendam. Tyo dan Galen. "Ah, sorry aku telat." Matanya menatap ke arah Galen tanpa teralihkan sedikitpun. Zivana yang semula cemberut, mood-nya kini berubah bahagia. Ia pun lalu mendongak melihat sorot mata Tyo yang tak seperti biasanya. "Mas? Itu Pak Galen. Dia—"Tyo menjauhkan diri dari Zivana lalu segera menjabat tangan Galen. Galen tentu merasa sangat tersanjung saat dirinya langsung disambut dengan baik oleh sang calon pengantin. Beberapa hari yang lalu, Galen gagal menemui Tyo di rumah Sandra. Tapi, lihat kini Galen bertemu dengan Tyo tepat di depan matanya. "Saya Tyo."Galen tersenyum miring. "Saya Galen, yang bertugas mengurus acara pernikahan kalian nanti."Tyo membalas jabatan tangan Galen dengan sedikit kasar. Begitu pula Galen. Jika tidak ada Zivana mungkin Tyo akan babak belur di tangannya sekarang. Tatapan mereka penuh dengan kebenc