Sandra mendelik saat pagutannya dilepas begitu saja oleh Tyo. Dagu Tyo diangkat agar supaya Sandra tahu ada seseorang yang sedari tadi mengetuk-ketuk jendela mobilnya. Sandra lalu menoleh.
"Mike? Kenapa nggak bilang dari tadi!" protesnya. "Dia pasti salah paham."Sebelum Sandra membuka pintu untuk keluar, Tyo lebih dulu menarik tangan wanitu itu. "Dia nggak akan salah paham. Jelasin ke dia lah."Sandra tersenyum getir. "Maksud kamu aku harus jelasin hubungan kita ini ke dia?"Tak peduli dengan bujuk rayu Tyo, Sandra lalu beranjak keluar dari kursi penumpang. Di luar, Mike sudah memasang tampang tidak ramah kepada Sandra. Selang beberapa detik, Tyo juga ikut keluar untuk menampakkan batang hidungya kepada Mike."Kamu udah dari tadi?" tanya Sandra basa-basi sambil memaksakan senyum. Dia benar-benar seperti tepergok berbuat mesum dan merasa dihakimi oleh Mike.Mike melengos. "Aku mau pulang sendiri, tanpa dia!"Jari telunjuk Mike dengan mudahnya menunjuk ke arah pria yang sedari tadi berdiri di sebelah Sandra. Mike membenci lelaki itu lebih dari apapun."Mike ... ." Suara Sandra terdengar parau."Mike, pulang yuk sama kita," ucap Tyo dengan senyum lebar.Tak ingin menanggapi, kemarahan Mike sudah di ubun-ubun. Ia lalu menghentakkan Sandra sampai tersungkur di bawah tanah. Mike kemudian berjalan dengan langkah seribu meninggalkan Tyo dan Sandra. Sebelum jauh, Sandra berusaha mengejar Mike, tapi, Mike malah semakin tidak mengindahkan teriakan Sandra sedikitpun. Adegan kejar mengejar pun terputus. Saat, Mike sudah dulu menyeberang ke ujung jalan. Sedangkan Sandra harus kehilangan Mike ketika lampu traffic light sudah berubah warna menjadi hijau."Mike, tunggu atau Mama akan pergi lagi!" teriak Sandra sampai suaranya terdengar serak.Mike sudah hilang dari pandangan Sandra. Mata Sandra perlahan mengabur, isak tangisnya menjadi perhatian orang-orang di sekelilingnya."Sayang ... "Sandra tetap menangis dalam rasa sakit. Ia juga tidak peduli saat Tyo mulai mengajaknya untuk berdiri, kakinya terasa lemas. Harusnya dia berangkat sendiri tadi, tanpa Tyo.***"Kita cari Mike sama-sama," ucap Tyo sambil menyusuri jalanan di pusat kota.Sandra membisu. Ia berkali-kali menyalahkan dirinya karena Mike mengamuk lalu pergi entah ke mana. Mau marah kepada Tyo dirasa percuma. Lelaki itu malah bersikap santai seolah Mike hari itu tidak marah tapi protes pada Sandra. Lalu apa bedanya?Saat Sandra merasa sangat frustasi, ia terus memegang gawainya berharap Mike akan menghubunginya. Tapi, nyatanya bukan. Mama Sandra yang malah menghubunginya lewat pesan singkat.My Love, MamaSan, kamu mampir kemana. Dari tadi kok belum pulang jemput Mike?Deg. Hati Sandra makin teriris. Berarti Mike tidak pulang ke rumah. Mike pasti pergi ke suatu tempat. Nomor Mike juga tidak aktif sedari tadi. Sandra sudah pergi ke rumah teman-temannya yang biasa dia kunjungi tetapi, tidak ada. Ia pun menangis lagi sambil berurai air mata ia mengetikkan sesuatu pesan untuk mamanya.SandraMa, aku lagi muter-muter nyari Mike. Dia marah karna aku jemput dia sama Tyo. Harusnya aku pergi sendiri tadi, aku nyesel kenapa harus nurut papa sama mama pergi sama Tyo.Saat itu juga Tyo menyadari betapa terpuruknya Sandra tanpa Mike di sisinya. Ia melirik wanita penampilan wanita di sampingnya tersebut dengan tatapan iba. Ia lalu membelokkan mobilnya ke sebuah restoran cepat saji agar Sandra bisa mengisi perutnya karena sedari tadi dia belum makan apa-apa."Emang yakin Mike ada di sini?" Sandra berkata dengan suata terbata-bata. "Kita cari ke tempat lain!"Tyo mengelus puncak kepala Sandra dengan penuh kesabaran ia berkata. "Makan dulu, San. Dari tadi siang kamu belum makan, nanti kamu sakit.""Nggak usah sok perhatian. Kamu nggak nyadar Mike hilang itu gara-gara kamu?!" protes Sandra.Sandra mengepalkan tangannya erat-erat. Ia begitu marah. Rencananya pulang ke rumah malah hancur gara-gara Tyo. Kebetulan hari sudah semakin gelap. Sandra sudah mulai putus asa.***"Mike marah, Ma!" rengek Sandra setibanya di rumah kepada mamanya.Sudah pukul 11.00 hampir tengah malam dia dan Tyo berputar-putar mencari Mike di tempat yang di mana Mike kunjungi. Sandra hanya berharap Mike baik-baik saja di luar sana."Ini kalo Mama sama Papa nggak ngusul—""Jangan menyalahkan orang lain. Apalagi Tyo sebentar lagi jadi bagian dari keluarga kita, harusnya kamu lebih komunikatif sama Mike," potong Papa Sandra sedikit menunjukkan taringnya.Sandra tersenyum miris. Apa? Bahkan Papanya sendiri malah membela Tyo bukan anaknya sendiri. Dunia memang sudah gila. Memang benar adanya jika mertua itu pasti akan membela menantu apapun yang terjadi. Apalagi jika menantunya itu kaya raya."Siapa yang bilang dia—" Sandra menunjuk Tyo dengan tatapan dendam.Mama Sandra mengelus pundak Sandra. "Mama yakin Mike baik-baik saja. Kalian istirahat dulu ya, besok kita cari Mike pagi-pagi.""Ma! Besok aku udah balik ke Surabaya, nggak ada waktu buat nyari anak itu."Omelan Sandra membuat semua orang di situ terdiam. Apalagi Tyo, kepalanya terasa overheat karena di sepanjang perjalanan Sandra terus menyalahkan dirinya."Aku yang bakal tanggung jawab nyari Mike, aku bakal minta bantuan anak buahku." Tyo menjawab lalu sekali lagi mengusap puncak kepala Sandra disusul dengan tepisan dari tangan Sandra."Nggak usah sok peduli!"Sandra berlalu meninggalkan ketiga manusia itu di lantai bawah. Sedangkan dia menyusul Kiara yang ternyata sudah terlelap ke alam mimpi. Kiara juga tadi seharian menelfon dan mengiriminya beberapa pesan singkat untuk menanyakan keadaan Mike.Sandra merebahkan dirinya di samping Kiara tanpa mencuci kaki, dan berganti baju lebih dulu. Badannya sangat letih, matanya sudah berkantong. Besok pagi, akan bengkak karena kebanyakan menangis.***Malam telah berlalu. Sandra memutuskan untuk pergi mencari Mike sendirian ke Gunung Kidul. Dia sangat yakin, Mike akan pergi ke sana. Anak itu suka pantai, dan gunung. Sebelum dia menginjak pedal gas mobilnya, dia baru sadar jika mobil Tyo malah menghalangi jalannya."Shit! Cowok brengsek ngapain sih mobilnya di parkir di situ."Mau tidak mau Sandra harus mencari Tyo ke dalam rumah lagi. Ia mengayunkan langkah kaki seribu mencari Tyo ke sudut rumah besar itu. Tapi, dia tidak menemukan lelaki itu di mana-mana."Tidur di mana sih begundal itu!" gumam Sandra geram."Cari siapa?" tanya suara serak itu dari belakang Sandra.Rupanya, Tyo baru saja keluar dari kamar mandi lantai bawah rumah Sandra. Sebelumnya dia tidur di kamar tamu yang disediakan oleh mama papa Sandra."Ahhh, ini dia tersangkanya. Singkirin tuh mobilmu, halangin jalan aja.Sambil menguap dan menggaruk rambutnya. "Mau ke mana pagi-pagi gini?"Saat hendak menjawab pertanyaan Tyo. Terdengar suara dari luar rumah Sandra. Sandra bergegas keluar rumah, ia ingin memastikan siapa yang datang. Berharap sekali jika itu adalah Mike.Ternyata memang benar itu Mike, tapi, dia harus datang dengan seseorang yang sangat Sandra benci."Mi ... Ke?""Mi ... Ke?" Mike berdiri di belakang seorang lelaki dengan paras tampan, badan tinggi, dan wajah lelaki itu banyak ditumbuhi kumis tipis. Lelaki itu menatap Sandra dengan wajah tidak ramah. Ia lalu berjalan menuju Sandra, disusul dengan Mike berjalan di belakang lelaki itu. Lelaki itu tersenyum miring. "Mike bilang, kamu jemput sama bajingan itu. Apa itu bener?""Mike, Mama mau cari kamu tadi di pantai. Sini Mama kangen banget." Sandra tak menanggapi pertanyaan lelaki itu. Ia malah menghampiri Mike, sebelum ia dicegah oleh lelaki itu. "Mas! Aku punya hak, dan ... Kamu nggak ada hak berbuat seperti ini."Lelaki itu menarik tangan Sandra hingga tubuh Sandra menghimpit tubuhnya. Ia mendesis memperingati Sandra. "Kamu tuh ibu yang nggak becus didik anak sendiri. Disuruh jemput, malah enak-enakan pacaran sama seorang bajingan.""Kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur aku lagi."Sandra melotot, urat-urat di lehernya terlihat jelas karena sangat marah ketika privasinya dicampuri oleh mant
Tyo menghembuskan napas panjang saat tiba di depan pintu gerbang kediaman Zivana. Setiap detik, setiap jam gadis manja itu tak henti-hentinya menghubunginya. Spam lewat telpon, pesan singkat sampai Tyo tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Zivana selepas pulang kerja. "Ibu ada, Pak Narko?" tanya Tyo kepada satpam rumah Zivana. Lelaki berkepala plontos itu mengangguk. "Ada, Pak. Kayaknya tadi Mas David juga udah dateng. Lengkap deh pokoknya."Sial! Kenapa harus ada David juga, padahal dia pikir David akan pulang terlambat karena ini hari Senin. Tyo lengah jika ada David mencampuri masalahnya. Tyo kemudian memarkirkan mobil civic hitamnya di sebelah mobil BMW milik David. Sebetulnya jika bisa memilih, dia ingin membatalkan pernikahan sialan ini. Namun, dia masih ada urusan dengan David. Krek! Tyo perlahan membuka pintu berukuran besar itu, di balik pintu sudah ada Zivana, Mamanya dan juga David yang sepertinya sudah siap akan me
"Hm," jawab Sandra cuek. Satu tangan memegang tangan Sandra posesif. Manik mata Tyo berubah sendu. Ia tak tahu apa yang akan disampaikan malam ini akan membuat Sandra atau senang. "Lepasss ... "Detik berikutnya, Tyo melepaskannya. "Well, aku nggak mau buat Om Ray sama Tante Nania kecewa."Sandra tersenyum sinis. "Kenapa mereka harus kecewa?" Sandra mengedikkan dagunya agar Tyo duduk di sofa. Sementara Sandra duduk di seberang Tyo sambil bersidekap. "Aku mau bilang kalau ... Kalau bulan depan aku mau merid."Sandra meneguk ludahnya kasar. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Brengsek! Sudah ia duga, jika Sandra pindah ke sini pasti akan semenyakitkan ini. Sandra terdiam cukup lama sambil tertunduk. "Sandra, apa kamu—""Congratulation!" Sandra menengadahkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Dahi Tyo berkerut. Dia terkejut dengan respon Sandra yang terlihat santai. Tapi, dia harus memastikannya sekali lagi. "San, apa kamu nggak marah atau kecewa sama aku? Apa kamu terima aku
"Ma-Mas Tyo!" seru Zivana kegirangan dengan cepat ia memeluk lelaki itu. Namun, ada kedua mata yang saling menatap dengan tatapan penuh dendam. Tyo dan Galen. "Ah, sorry aku telat." Matanya menatap ke arah Galen tanpa teralihkan sedikitpun. Zivana yang semula cemberut, mood-nya kini berubah bahagia. Ia pun lalu mendongak melihat sorot mata Tyo yang tak seperti biasanya. "Mas? Itu Pak Galen. Dia—"Tyo menjauhkan diri dari Zivana lalu segera menjabat tangan Galen. Galen tentu merasa sangat tersanjung saat dirinya langsung disambut dengan baik oleh sang calon pengantin. Beberapa hari yang lalu, Galen gagal menemui Tyo di rumah Sandra. Tapi, lihat kini Galen bertemu dengan Tyo tepat di depan matanya. "Saya Tyo."Galen tersenyum miring. "Saya Galen, yang bertugas mengurus acara pernikahan kalian nanti."Tyo membalas jabatan tangan Galen dengan sedikit kasar. Begitu pula Galen. Jika tidak ada Zivana mungkin Tyo akan babak belur di tangannya sekarang. Tatapan mereka penuh dengan kebenc
Sandra mencebik ketika sosok itu kembali ke hadapannya sekarang. Bahkan lelaki itu tidak lebihnya seorang pria brengsek yang tidak ada bedanya dengan Tyo. Senyum pria itu memancar seolah bahagia. Tapi, mata Sandra terpaku pada kaki Galen yang sepertinya sedikit pincang. Serta bajunya terlihat lusuh seperti orang habis berkelahi. Ah, Sandra tak mau tahu urusan Galen lagi. Kini, Galen sudah duduk di depan mereka berdua—Sandra dan David—. David menyimpan penasaran terhadap baju Galen yang terlihat lusuh. "Habis ngapain, Bro?"Galen memperhatikan penampilannya sendiri. "Oh, tadi aku sedikit jatuh pas mau ke sini."Sandra memutar bola matanya jengah. Jelas saja bohong. Galen tidak mungkin jujur. Lihat itu, wajahnya sedikit memar. "Abis berantem?" David langsung menatap dalam ke arah Sandra. "Mana mungkin—""Mungkin sekali, Pak. Dia 'kan tukang berantem." Sandra berbicara cuek. Persetan jika Galen marah kepadanya. David diselimuti atmosfer permusuhan yang kentara di antara Galen dan San
"Sandra ... "Tiba-tiba saja bulu kuduk Sandra merinding. Suara itu ... "Hai!" seru Sandra memaksakan senyum. Galen berdiri sambil kedua tangannya merogoh sakunya. Lelaki itu menatap Sandra penuh dengan intimidasi. "Kamu tinggal di sini?" tanyanya. Sandra hampir saja mengangguk mengiyakan. Namun buru-buru dia menggeleng. "Engh ... Enggak. Ini aku tinggal sama temenku."Galen mengangkat alisnya satu. "Cowok apa cewek?"Sandra memutar bola mata malas. "Berisik deh." Segera dia membuka pintu lobby namun, suara Galen menginterupsi. "Kenapa kamu nggak aja Mike tinggal di sini. Malah kamu tinggal sama temen kamu."Kepala Sandra memutar mendongak menatap getir Galen. "What?! Trus kamu ngapain di sini nggak ngajak Mike tinggal sama kamu? Oh ya, aku lupa kamu 'kan tinggal di sini sama istrimu."Galen terdiam sesaat. Kemudian mengangkat kepalanya menatap Sandra. "Kita lagi proses cerai." Mata Sandra membola, hampir saja mau copot. Ia menelan ludahnya kasar. "Ko-kok bisa, bukannya kalian b
Beberapa waktu kemudian, Kiara melihat wajah Sandra sangat pucat, seperti mayat hidup! Suhu badannya juga sangat tinggi. Sandra benar-benar menderita. Kiara menyeka keringat Sandra yang mengalir dari pelipisnya. "Kasian banget sih ni anak."Saat itu bel unitnya berbunyi nyaring. Kiara menyunggingkan senyum sedikit. Lalu dengan cepat beranjak mengayunkan langkah untuk membukakan pintu. Dari balik pintu, nampak seorang pria berdiri dengan wajah gelisah dan cemas. Masih jelas di mana luka di sekitar pinggir bibirnya belum mengering. "Ck, kenapa ke sini!" Kiara memutar bola matanya malas. Galen tentu terkejut ketika bukan Sandra yang muncul, tapi Kiara. Wajahnya berubah masam. "Kamu tinggal di sini sama Sandra?"Mata Kiara melotot. "Kalo iya emang kenapa?"Galen menunduk sebentar sembari mengusap darah di bibirnya akibat ulah wanita di depannya ini. "Sandra, ada?"Kiara mencengkeram kedua tangannya ingin menghajar Galen lagi. Tapi, dia harus tenang setenang air. Dia akan bertindak jik
"Mau apa?" tanya sang Mama terlihat penasaran sampai melepas pelukannya. Sementara sang kakak-Sintia- menukikkan sebelah alisnya mencoba mengancam jika Tyo berani berbicara hal-hal yang membuat Mamanya drop. Tyo tampak kikuk lalu tersenyum kaku. "Mau merid 'kan, Ma. "Mama Tyo tersenyum puas. Lalu menyuruh Tyo masuk ke dalam rumah. Sintia pun turut serta duduk sebelum dia kembali ke kantornya. Kebetulan sekali sewaktu dia pulang, Tyo berdiri di ambang pintu rumahnya. "Loh kamu nggak berangkat kerja, Sin?" tanya Mama Tyo mengalihkan pandangannya. Sintia menggeleng pelan. Lalu menatap Tyo penuh tatapan intimidasi. "Ya 'kan adik Sintia tersayang pulang, ya diajak ngobrol bentar lah, Ma."Tyo memutar bola mata malas. Lalu tanpa peduli dengan kakaknya, ia menatap sendu mamanya. Mulutnya sedari tadi ingin berbicara hal yang penting tapi, kakaknya malah tanpa merasa bersalah ikut campur masalahnya. "Ma, gimana kabar Mama?"Wanita paruh baya itu mengangguk kecil, ia mengusap punggung tan