Dug!
"Awhs!" Tyo merintih kesakitan akibat aset berharganya ditendang dengan lutut Sandra.Mereka berdua sudah sampai di lantai tiga, di mana unit Sandra berada. Saat Tyo merintih kesakitan karena ulah Sandra, wanita itu buru-buru melangkahkan kaki seribu meninggalkan Tyo."Sandra!" teriak Tyo. "Tunggu! Ah ... Sialan!" rintih Tyo sembari memegangi perutnya yang sedikit ngilu.Sandra buru-buru memencet tombol password unitnya, namun, lagi-lagi gerakannya tidak cukup cepat dan Tyo-pun mendapatkan Sandra kembali. Dengan cekatan, Tyo meraih pergelangan tangan Sandra dengan sedikit menekannya."Aku akan memberimu hukuman, lihat saja nanti."Sandra tersenyum remeh. "Memang kamu siapa berani berkata seperti itu!""Kenapa kamu tidak bilang jika pindah ke Surabaya?" tanya Tyo terus terang.Sandra menghela napas berat. Kemudian memicingkan matanya. "Memang apa pedulimu jika aku pindah ke sini. Apa itu bisa merubah segalanya?"Tyo terdiam menatap ke arah Sandra lekat. Senyumnya tipis namun penuh arti, ia sadar dia begitu merindukan wanitanya ini. Gerakan tangannya reflek mengusap puncak kepala Sandra dengan lembut.Sandra yang diperlakukan seperti itupun jadi salah tingkah. Tanpa sadar kedua pipinya merah merona karena malu."Sebaiknya kamu pulang," ucap Sandra kikuk. Kedua tangannya mencengkeram tas jinjingnya itu dengan kencang, karena gugup."Apa kamu tidak merindukanku, Sandra?" tanya Tyo lembut. Sambil pandangannya tak teralihkan sedikitpun ke arah Sandra.Kepala Sandra reflek mendongak, kedua matanya membulat. "Ehm ... Aku ...""Maaf." Tyo memeluk tubuh Sandra erat. Dia menghembuskan napasnya yang berat di tubuh itu. Tubuh Sandra yang tidak berdaya setiap kali bertemu dengan lelakinya.Sandra berdehem. "Aku harus masuk ke dalam, besok hari pertamaku bekerja."Tyo mengernyit. "Kamu bekerja di mana. Kenapa kamu tidak memberitahuku?"Sandra tersenyum tipis. Dalam hatinya, dia sangat bahagia karena dia bisa bertemu dengan Tyo meskipun tadi dia sempat berlaku kasar padanya. Tak bisa dipungkiri, dirinya masih sangat mencintai lelaki itu walaupun, Tyo sangat brengsek."Lalu bagaimana kamu tahu aku ada di sini?" Sandra berbalik bertanya.Tyo mengelus lembut pipi Sandra. "Dari Kiara, aku sangat berterimakasih kepadanya."***"Bu Sandra, anda diminta Bapak David untuk ke ruang kerjanya sekarang," ucap salah satu karyawan kepada Sandra.Sandra terkesiap. Ia begitu trauma karena ini adalah hari pertamanya bekerja. Beberapa minggu yang lalu sama seperti dulu, ia juga dipanggil managernya untuk menghadap. Dan ujung-ujungnya dia harus di pindah tugaskan ke Surabaya. Ia berharap, pagi ini bisa berjalan dengan baik.Kini, dia sudah tiba di depan pintu atasannya dan mengatur nafasnya agar tidak gugup. Sembari tersenyum hangat, Sandra menyapa atasannya dengan kata-kata lembut."Selamat pagi, Pak." Sandra tersenyum sembari menundukkan kepalanya memberi salam hormat.Atasannya yang bername tag David Nelson— itu juga tersenyum ramah. "Silahkan duduk, Bu Sandra senang bisa bertemu dengan anda."Sandra duduk dengan hati-hati. Kedua matanya menyapu seluruh ruangan David tanpa berkedip. Tanpa sadar ia pun lupa jika David masih memperhatikannya sejak tadi."Selamat bergabung di kantor utama, Bu Sandra. Dalam minggu-minggu ini sepertinya anda akan sibuk," ucap David ramah."Itu tidak masalah, Pak. Saya akan bekerja lebih keras lagi," jawab Sandra yakin.David mengulas senyum ramah. Dia menjelaskan jika seminggu ke depan dia akan bekerja sama dengan sebuah perusahaan furniture yang baru berdiri di kota Surabaya. Kebetulan, para pekerjanya belum terdaftar di asuransi di manapun. Jadi, Sandra yang akan ditugaskan untuk menginput data dan bekerja sama dengan perusahaan tersebut."Kita akan ke perusahaan itu setelah jam istirahat selesai, apa Bu Sandra tidak keberatan?" tanya David.Sandra menggeleng cepat. "Saya bersedia, Pak."Setelah jam istirahat usai, Sandra, David dan salah seorang supir kantor pergi ke pabrik furniture di salah satu kota Surabaya."Surabaya sangat padat, jangan kaget ya," celetuk David tiba-tiba.Sandra tersenyum kikuk. Suara berat David membuyarkan semua lamunannya di sepanjang jalan kota Surabaya. Padahal, sedari tadi dia masih merangkai puing-puing kenangan bersama Tyo saat dulu ketika masih berkuliah di kota ini. Dia pun jadi terhanyut dalam suasana sehingga dia lebih memilih untuk diam sambil mengenang masa lalu."Oh itu, kebetulan saya lama di kota ini, Pak."David tersenyum lebar kemudian semangat mengajak bicara Sandra lebih banyak lagi. "Kamu sempat tinggal di sini atau—""Saya berkuliah di sini," potong Sandra.Kepala David mengangguk. "Takdir kamu di sini mungkin."Lirih, David menjawabnya sambil membuang muka ke arah jendela lalu tersenyum tipis."Maksud Bapak apa, ya?" tanya Sandra sedikit kikuk.David hanya menggeleng, dia pun berusaha mengalihkan pembicaraan. "Bukan apa-apa, sebentar lagi kita akan tiba. Siap-siap ya, Bu Sandra."Sandra hanya ber-oh ria. Dia hanya melotot melihat kantor itu, karena di desain sangat artistik dan futuristik. Seumur hidup dia baru tahu jika ada pabrik furniture semegah ini. Turun dari mobil, mata Sandra tak berhenti berkedip. Ornamen kayu jati sangat kentara di depan pintu masuk kantor yang bertuliskan Bagaskara House of Furniture. Sebelum akhirnya dia sedikit curiga dengan nama depan kantor itu."Tidak mungkin."David menoleh. "Ada apa?"Tidak ada apa-apa, Pak. Cuma kagum saja," jawab Sandra sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Setelah dipersilahkan masuk oleh resepsionis, David dan Sandra harus menunggu di ruang tunggu. Tak lepas sedikitpun dari pandangan mata Sandra, foto-foto yang digantung di dinding. Ada beberapa pigura berisikan sertifikat, dan ada satu yang menarik perhatiannya sedari tadi.Tak peduli ada atasannya yang duduk di sampingnya, Sandra justru berdiri untuk melihat foto itu kembali. Belum sempat ia perhatikan, suara seorang wanita membuyarkan perhatiannya sejenak."Bapak David dan Nona sudah ditunggu di dalam, mari saya antar masuk," ucap wanita berparas cantik tersebut.Sandra berteriak dalam hati. Mau tak mau ia harus ikut dengan atasannya untuk menemui seseorang itu yang disebut adalah pemilik dari pabrik furniture yang ia datangi.David masuk duluan, sementara Sandra masih sibuk mengambil beberapa dokumen yang ia tinggal di meja tunggu tadi. Saat David masuk, seorang pria menyambutnya dengan ramah."Halo, Kak. Aku tidak menyangka kamu akan datang sendiri ke kantorku seperti ini," ucap pria itu.David menggeleng. "Aku tidak datang sendiri, aku bersama seorang karyawan baru. Sekaligus aku akan mengajarinya bagaimana meloby klien baru.Pria itu tertawa renyah, kemudian celingak celinguk mencari karyawan yang katanya baru itu. "Di mana dia, aku tidak melihatnya?"David terhenyak, ia pun juga tak tahu jika Sandra tidak masuk bersama dengan dirinya tadi. Baru saja ketika David akan memanggil, Sandra sudah tersenyum cerah di depan pintu masuk."Maaf, Pak David, tadi saya masih mengambil beberapa dokumen di meja dan di kursi," tutur Sandra dengan nada suara tidak enak.David mengerti kemudian memperkenalkan seorang pria yang sedari tadi berdiri memperhatikan interaksi mereka berdua. Saat Sandra berbalik arah, langkah kakinya langsung berhenti. Seketika ia langsung meneguk ludahnya kasar."Di-dia .... "David mengernyitkan dahinya. "Kamu sudah kenal Pak Tyo?" tanya David.Sandra pun hanya menggeleng cepat. Mampus! Jika bosnya tahu, Sandra telah mengenal Tyo sebelumnya pasti akan jadi masalah. Sandrapun langsung beralasan seadanya, dari pada terkena akibat buruk gara-gara si brengsek ini. "Oh, saya tidak kenal, Pak," jawab Sandra singkat sembari menggelengkan kepala. Sandra tersenyum tipis sembari mengulurkan tangannya ke arah Tyo yang sudah siap menyambut dengan tatapan berbinar. Benar saja tatapannya siap menerkam Sandra kapanpun dia mau. "Tyo Bagaskara."Sandra tersenyum sekilas. "Sandra."Tyo nampak menyengir karena Sandra hanya berkenalan secara singkat saja. Untungnya, bosnya terlihat tidak peduli dengan interaksi mereka yang sedikit menimbulkan tanda tanya. Beberapa waktu kemudian, saat di dalam ruangan Tyo, Sandra terasa sangat canggung. Namun, dia berusaha mengubur perasaan kacaunya itu dengan sikap profesional. Sesekali dia tersenyum dan melihat ekspresi Tyo yang seolah-o
David tiba-tiba tertawa. "Situasi macam apa ini. Zivana, hentikan omong kosongmu!" "Tapi, Kak wajahnya nggak asing. Aku emang pernah lihat dia di ponsel Mas Tyo," tukasnya kepada David. Hati Sandra terasa berdenyut nyeri saat mendengar wanita yang bernama Zivana itu memanggil Tyo dengan sebutan "mas". Sandra bertanya-tanya sebenarnya apa hubungan Tyo dengan wanita itu. "Kami pulang dulu, Tuan, dan Nona freak!" ejek Kiara ditujukan untuk Zivana. Zivana mengerutkan dahinya bersiap menyerang Kiara dengan sejuta umpatannya. "Heh! Kamu ngatain saya freak?!"Kiara menggulung lengan kemejanya sampai ke atas dan berkecak pinggang menantang Zivana. "Kalau iya emangnya kenapa. Datang-datang menuduh yang tidak-tidak, sok kenal lagi."Zivana maju satu langkah, namun, ditahan oleh David dan Tyo. "Sudahlah Zivana, ayo kita pergi. Maaf ya Sandra, dan Mbak Kiara." Bukan Tyo yang meminta maaf, tapi, David. Tyo hanya membisu di depan Sandra dan Kiara. Seperti kehilangan nyali untuk meredam amarah
"Maksud kalian apa?" cecar lelaki itu penuh tanda tanya. Sandra dan Tyo reflek menoleh ke sumber suara. Di sana sudah berdiri David dengan wajah garang. Sandra nyaris tak mengenali wajah asli atasannya tersebut. "Jelaskan sama saya, kalian punya hubungan apa. Dan kenapa kamu harus membenci dia?!" David menunjuk-nunjuk ke arah wajah Tyo dengan emosi. Tyo pucat pasi. Dia terlalu kagok untuk menjelaskan yang sejujurnya kepada David. Entah alasan apa yang harus dia pakai untuk menutupi hubungannya dengan Sandra. Namun, bak mendapat angin segar, Sandra maju satu langkah menghadapi David. "Saya dan Pak Tyo memang sudah mengenal satu sama lain, dia ... Dia kakak senior saya," jelas Sandra secara lugas. David menatap Tyo penuh kebencian. "Berarti benar apa yang dikatakan Zivana, aku mau tanya sama si brengsek ini, bukan kamu, Sandra."Sandra terperangah. Kepalanya menoleh ke kanan ke arah Tyo. Sungguh pertanyaan yang besar, David tidak marah padanya sama sekali? Di situlah Sandra melihat
Kaki Sandra melangkah keluar dari gerbong kereta, ia menyeret koper berwarna hijau tua dan membawa satu tas selempang kesayangannya. Langkah kakinya terhenti tatkala ia melihat sekelebat bayangan seseorang. Orang itu tidak asing, Sandra mengenal orang itu dengan baik. Namun, saat Sandra hendak mengejar, ia dikagetkan dengan teriakan Kiara. "San, bengong terus!" seru Kiara sambil menepuk lengan sahabatnya supaya tersadar. Sandra menoleh dengan senyuman lebar. "Sorry, Ki. Tadi tuh kayak ada Pak David di situ."Kiara melongo. "Siapa Pak David?" Tangan Sandra langsung menggandeng Kiara menuju pintu keluar tanpa harus menjawab pertanyaan Kiara. "Laper nih, makan dulu di situ, Ki."Sandra menunjuk beberapa kedai yang menyediakan berbagai masakan mulai dari fast food, tradisional yang berjejer di sekitar stasiun. Kiara mengangguk mengiyakan, kemudian mereka bergegas mengisi perutnya yang kosong. "Ntar deh, Pak David tuh bos kamu?" celetuk Kiara masih penasaran dengan nama Pak David yang
"Aku nggak ngajak dia, Ma!" sanggah Sandra berteriak, memekik memandangi mamanya. Mama Sandra hanya tersenyum tipis. "Iya, iya, masuk dulu, nak Tyo juga. Mari masuk."Ah sepertinya Sandra melupakan sesuatu. Sebelum dia menginjakkan kaki ke dalam halaman rumahnya, ia lalu berbalik arah menuju mobil Tyo yang masih terparkir di depan gerbang. "Ma, Mama beneran mau ngajakin dia masuk ke rumah?" Sandra bertanya kepada mamanya yang sudah berjalan duluan ke arah rumah. Dari kejauhan, Sandra bisa melihat raut wajah wanita paruh baya itu dengan jelas. Mamanya terlihat bahagia, sedangkan Tyo sudah jelas menang di waktu ini. Sejak berhubungan dengan Tyo selama hampir lima tahun, Sandra tak pernah mengajak Tyo ke rumahnya. Tyopun juga tak pernah menyinggung tentang keluarga Sandra. Padahal, Sandra memang sengaja melakukan hal itu supaya melihat kegigihan dari Tyo. Tapi, setelah sekian lama Tyo tak pernah berniat menemui kedua orang tuanya. Beberapa tahun yang lalu, ketika papa Tyo meninggal,
Sandra mendelik saat pagutannya dilepas begitu saja oleh Tyo. Dagu Tyo diangkat agar supaya Sandra tahu ada seseorang yang sedari tadi mengetuk-ketuk jendela mobilnya. Sandra lalu menoleh. "Mike? Kenapa nggak bilang dari tadi!" protesnya. "Dia pasti salah paham." Sebelum Sandra membuka pintu untuk keluar, Tyo lebih dulu menarik tangan wanitu itu. "Dia nggak akan salah paham. Jelasin ke dia lah."Sandra tersenyum getir. "Maksud kamu aku harus jelasin hubungan kita ini ke dia?" Tak peduli dengan bujuk rayu Tyo, Sandra lalu beranjak keluar dari kursi penumpang. Di luar, Mike sudah memasang tampang tidak ramah kepada Sandra. Selang beberapa detik, Tyo juga ikut keluar untuk menampakkan batang hidungya kepada Mike. "Kamu udah dari tadi?" tanya Sandra basa-basi sambil memaksakan senyum. Dia benar-benar seperti tepergok berbuat mesum dan merasa dihakimi oleh Mike. Mike melengos. "Aku mau pulang sendiri, tanpa dia!"Jari telunjuk Mike dengan mudahnya menunjuk ke arah pria yang sedari tad
"Mi ... Ke?" Mike berdiri di belakang seorang lelaki dengan paras tampan, badan tinggi, dan wajah lelaki itu banyak ditumbuhi kumis tipis. Lelaki itu menatap Sandra dengan wajah tidak ramah. Ia lalu berjalan menuju Sandra, disusul dengan Mike berjalan di belakang lelaki itu. Lelaki itu tersenyum miring. "Mike bilang, kamu jemput sama bajingan itu. Apa itu bener?""Mike, Mama mau cari kamu tadi di pantai. Sini Mama kangen banget." Sandra tak menanggapi pertanyaan lelaki itu. Ia malah menghampiri Mike, sebelum ia dicegah oleh lelaki itu. "Mas! Aku punya hak, dan ... Kamu nggak ada hak berbuat seperti ini."Lelaki itu menarik tangan Sandra hingga tubuh Sandra menghimpit tubuhnya. Ia mendesis memperingati Sandra. "Kamu tuh ibu yang nggak becus didik anak sendiri. Disuruh jemput, malah enak-enakan pacaran sama seorang bajingan.""Kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur aku lagi."Sandra melotot, urat-urat di lehernya terlihat jelas karena sangat marah ketika privasinya dicampuri oleh mant
Tyo menghembuskan napas panjang saat tiba di depan pintu gerbang kediaman Zivana. Setiap detik, setiap jam gadis manja itu tak henti-hentinya menghubunginya. Spam lewat telpon, pesan singkat sampai Tyo tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Zivana selepas pulang kerja. "Ibu ada, Pak Narko?" tanya Tyo kepada satpam rumah Zivana. Lelaki berkepala plontos itu mengangguk. "Ada, Pak. Kayaknya tadi Mas David juga udah dateng. Lengkap deh pokoknya."Sial! Kenapa harus ada David juga, padahal dia pikir David akan pulang terlambat karena ini hari Senin. Tyo lengah jika ada David mencampuri masalahnya. Tyo kemudian memarkirkan mobil civic hitamnya di sebelah mobil BMW milik David. Sebetulnya jika bisa memilih, dia ingin membatalkan pernikahan sialan ini. Namun, dia masih ada urusan dengan David. Krek! Tyo perlahan membuka pintu berukuran besar itu, di balik pintu sudah ada Zivana, Mamanya dan juga David yang sepertinya sudah siap akan me