"Kak? Hei! Ya ... dia malah ngelamun. Ditungguin juga ceritanya." Suara Shaki berhasil mengembalikan kesadaran Shanum yang sempat tertarik ke masa lalu."Kepo deh kamu, Ki." Meski begitu, Shanum memilih menutup mulut dan tak memenuhi maunya Shaki. Biarlah. Biar kisah salah pilih pasangan Shanum nikmati sendiri sementara. Bukan dia tidak percaya pada Shaki. Hanya saja, Reksa masih suaminya dan menutup aib suami adalah tugas istri, iya kan?"Ah, Kak Shan-Shan nggak seru!" cebik Shaki. Shanum memutar matanya jengah mendengar panggilan Shaki. Pria itu memang suka seenaknya memberi panggilan. Kadang Kak Sha, Kak Shanum, Kak Shan, Kak ShaSha, Kak Shan-Shan, Kak Num-Num, Kak Nanum, dan banyak lagi lainnya. Terserah lidahnya saja sedang mau memanggil Shanum bagaimana. Bahkan, kadang Shaki seenaknya memanggil Shanum dengan panggilan Ayang atau calon istri. Namun, untuk dua panggilan tadi Shanum biasanya menegur dengan kesal. Karena tak ingin ada gosip antara mereka. Terlebih kini Shanum su
Satu sudut bibir Shanum naik dengan tipis. "Pesenin makanan, ya?""Iya, pesenin buruan. Ingat! Yang enak-enak dan yang bergizi. Biar saya cepet sembuh."Shanum mengangguk patuh, lalu membalik badan ke arah Reksa. Menyodorkan salah satu tangannya, seperti minta uang. Reksa menautkan alisnya bingung, pun Ayu dan Mama Rima. Setelahnya .... "Maksudnya apa itu?" tanya Mama Rima tak suka. "Mau minta uang sama suami akulah!" sahut Shanum tanpa beban."Eh, kenapa jadi minta uang sama anak saya?" Mama Rima semakin tak terima"Loh, katanya Mama minta dipesenin makanan. Ya, udah, nggak salah dong aku minta uang sama anak mama ini, yang itu adalah suami aku juga." "Tapi kenapa harus pake uang Reksa. Pake uang kamu kan, bisa.""Uangku tinggal cukup buat ongkos sampe akhir bulan.""Nggak--""Mereka bahkan sudah liat sendiri tadi pagi isi saldo bank aku. Jadi, mohon maaf, aku nggak bisa beliin Mama makanan," sela Shanum cepat, membuat Mama Rima makin meradang. "Ya, udah masak aja sana! Mumpung b
Meski mulai denial, tapi Shanum tetap waspada. Jaga-jaga, takutnya Reksa sedang kesurupan saja saat ini atau apalah, gitu. Kalau nanti kena semburan Mama Rima, pasti kumat lagi. Yee kan?Shanum tak ingin kecewa untuk kesekian kalinya. Dia sadar betul, dan belajar juga dari pengalaman. Wanita itu memang akan guobloknya minta ampun, kalau sudah mengedepankan perasaan. Rela disakiti dan bertahan dengan mengandalkan kata 'semoga'. Padahal, hal itu hanya akan menyakiti dirinya sendiri, membuat mentalnya makin hancur hingga mengalami trauma dalam.Akan tetapi, jangan salah. Kalau sudah logika yang bermain. Jangankan pasangan di ambil pelakor. Diambil yang maha Esa aja. Dia akan santuy. Karena apa? Karena ia tahu, apa yang sudah diambil oleh Tuhan, pasti akan diganti dengan lebih baik. Betul? Jadi, ngapain sih harus bertahan kalau batin hancur tiap hari? Kita ini berhak bahagia, Besti! Dan kalau bukan kita yang mencintai diri sendiri, siapa lagi?"Num? Shanum?!" Suara Reksa yang lumayan la
Tubuh Shanum sempat menegang beberapa detik ketika melihat siapa yang ia tabrak. Apalagi, pria itu juga langsung menyapanya, kan?Beruntung Shanum segera menguasai keadaan. Mencoba biasa saja dan menarik kedua sudut bibirnya memamerkan deretan gigi putihnya yang berbaris rapi.Wanita itu menyapa pria yang masih sangatlah tampan di usianya yang sudah tidak muda lagi. Sambil meraih salah satu lengan kekarnya dan mencium punggung tangannya dengan sopan."Uncle. Apa kabar?"Tadi pagi anaknya pamit, eh malam malah bapaknya yang nongol. Ya ampun! Sepertinya rencana Shanum harus segera di percepat. Karena pria ini belum tentu mau diajak kerja sama untuk menutupi semua hal dari sang Daddy. "Baik, princess. Kamu sendiri bagaimana?" balas pria bule bernerta hijau itu, yang tak lain adalah Raid Anderson."Alhamdulilah, baik." Shanum mempertahankan senyum cemerlangnya agar salah satu sahabat ayahnya itu tak curiga.Masalahnya, Reyn saja selalu bisa langsung menebak isi kondisi seseorang dari sor
"Gimana, Num. Uncle kamu udah bales chat belum?"Diam-diam Shanum mendesah lelah ketika tanya itu kembali terdengar hari ini. Padahal sudah dua minggu berlalu sejak kejadian malam itu. Tetapi, Reksa ternyata masih belum menyerah juga. Bahkan tiap hari menanyakan pertanyaan yang sama. Dan Shanum pun akan menjawab dengan jawaban sama pula. "Belum."Reksa terlihat kesal. "Kamu nih sebenarnya beneran udah chat belum sih, Shanum. Masa sudah dua minggu berlalu belum juga di balas. Padahal kan, orangnya sendiri yang menyuruh kamu chat kapan pun!" Mendengar ucapan itu, Shanum tetap santai. Tanpa kata, Shanum malah menunjukan ponselnya ke hadapan sang suami, di mana ada ruang obrolan ia dan uncle Raid sehari setelah pertemuan malam itu. Shanum [Morning, Uncle. Apa Uncle sedang sibuk? Apa aku mengganggu?]Uncle Raid [Morning, Sweety. Ada apa Princess, kenapa bertanya begitu? Ada yang kamu butuhkan?]Shanum [Ya, aku membutuhkan sesuatu. Tapi, tidak bisa lewat telepon. Jadi, bisa kah kita ber
Meski hak makan dan menikmati fasilitas di rumah ini sudah kembali. Tetapi tidak dengan ketenangan. Tentu saja, Mama Rima mana mau memberikan hal itu pada Shanum. Meski sudah tidak ada Amanda sebagai partnernya, tapi kan masih ada si Mbok yang setia. Tiap hari ada saja yang dilakukan untuk mengganggu Shanum. Apalagi jika ia sedang di rumah saat ini, ada saja ulahnya yang menguji ketenangan Shanum.Seperti saat ini. Sudah tahu meski di Rumah, Shanum tetap harus kerja. Tetapi satu jam setelah Reksa berangkat, sudah terdengar gaduh diluar kamarnya. Awalnya Shanum acuh, tapi lama-lama ya kesel juga. Apalagi pekerjaan Shanum itu membutuhkan fokus tinggi. Karenanya dia ya butuh suasana tenang saat bekerja. Kalau bisa malah hening saja sekalian."Mbok ngapain, sih? Berisik banget." "Bebersih Rumah lah. Non Shanum nggak bisa liat apa?" Itu jawab si Mbok saat Shanum tegur. Dengan raut berani dan tak ada hormat sama sekali. Padahal, Shanum selalu menegurnya dengan baik-baik. "Tapi ini udah
Dulu, sentuhan Reksa selalu Shanum rindukan. Seakan candu yang tak bisa Shanum abaikan. Belaian nakal pria itu mampu membuat Shanum mabuk kepayang. Apalagi jika sudah mendapatkan pelepasannya, Shanum seolah dibuat menggila oleh rasa itu.Akan tetapi, itu dulu! Dulu sekali saat mereka masih sangat saling mencintai. Berjalannya waktu, hal itu mulai pudar. Apalagi sejak kedatangan Ayu. Reksa seolah tak tertarik lagi pada Shanum. Hanya datang saat butuh tempat buang sper-ma saja. Meski begitu, Reksa tak pernah semena-mena. Tetap melakukan hal itu dengan lembut. Membuat hati Shanum menghangat dan cinta itu kembali bersemi. Shanum tetap menantikan sentuhan suaminya meski kecewa mulai menumpuk di hati akan sikap pria itu.Sayangnya, malam ini semua terasa berbeda. Walau Reksa melakukan hal itu dengan lembut seperti biasanya. Namun, hati Shanum yang memang sudah mati rasa seolah tak bisa merasakan gelora yang coba Reksa berikan. Sepanas apa pun rang-sangan yang Reksa berikan. Shanum hanya m
Shanum kira, dulu Daddy hanya lupa saja menyerahkan mobil tapi BPKB-nya tidak sekalian. Namun, kini Shanum yakin itu adalah salah satu cara Daddy menyelamatkan harta Shanum. Sebab jika memang lupa, Daddy pasti akan memberitahukannya dan segera mengirimkannya ke sini. Atau, paling tidak memberikan benda itu saat Shanum mengunjunginya ketika lebaran. Namun ini? Daddy diam saja.Shanum bukan tak pernah bertanya. Pernah, kok. Dan jawaban Daddy adalah, "Sudah, simpan di sini saja.""Lalu bagaimana kalau ada razia?""Bawa photo copy-nya saja. Atau suruh polisi itu telepon Daddy."Shanum nampak ragu waktu itu. Pasalnya, Reksa kerap menanyakan benda itu. Namun, jika suruh bertanya sendiri pun pria itu tak berani. Dasar memang pengecut."Tidak apa-apa, Princess. Percaya sama Daddy, semua milikmu akan aman jika berada di sini," ucap Daddy saat melihat keraguan Shanum. Saat itu akhirnya Shanum percaya saja. Toh, tanpa BPKB pun mobil tersebut masih bisa dipakai ke mana-mana. Meski Reksa sempat m
Syukurlah Shanum akhirnya bisa melewati masa kritisnya berkat Mr Chen. Dia sudah dipindahkan ke ruang perawatan, tinggal menunggu untuk siuman. Karina pun sudah bertemu Mr Chen dan mengobrol banyak hal. Pria itu menunjukan banyak bukti tentang keterikatan darahnya dengan Shanum. Membuat Karina akhirnya bisa menerima kenyataan jika putrinya memiliki keluarga lain selain mereka. Arjuna sendiri tahu fakta barusan beberapa hari setelah pertemuan di kantornya, yang melahirkan kecurigaan pada sikap Mr Chen terhadap sang putri. Sebagai seorang ayah, dia tentu tak ingin sampai anaknya jadi buruan penjahat birahi. Karenanya, ia segera meminta anak buahnya melakukan penyelidikan di bantu Raid untuk penyelidikan lebih dalam. "Jangan membuatku cemburu dengan melihat putriku seperti itu Mr Chen. Anda tahu, saya ini sangat posesif sebagai kepala keluarga. Saya tak segan mematahkan leher orang jika sudah sangat cemburu," tegur Arjuna dengan nada bercanda. Meski begitu, tetap ada ketegasan dan p
Arjuna langsung meninggalkan ruang rapat setelah mendengar laporan tentang Shanum. Tak perduli rapat sebenarnya masih berlangsung, Arjuna tetap pergi begitu saja. Toh, ada Arsen yang pasti akan menyelesaikan semuanya."Antarkan aku ke Setiawan Healty secepatnya!" titahnya pada sang sopir. Tak menunggu perintah dua kali, sopir tersebut pun langsung tancap gas. Sementara itu Arjuna segera menelepon kepala pelayan di rumahnya dan meminta rekaman cctv di rumah. Ia ingin tahu kenapa Shanum sampai mengalami pendarahan hari ini? Padahal saat kemarin ditinggalkan putrinya itu masih baik-baik saja. Arjuna juga ingat jika sekarang belum HPL kandungan Shanum.Sepanjang perjalanan Arjuna tak bisa tenang sedikit pun. Otaknya terus saja mengingatkan dirinya pada kenangan kelam di masa lalu. Saat Karina kritis dan kehilangan anak pertama mereka. Rasanya dejavu. Kekhawatiran ini. Rasa takut ini semua sama. Arjuna benar-benar tak ingin berada di posisi itu kembali.Setelah melakukan perjalanan yang
"Lebih cepat, Angga! Shanum hampir tak bisa bertahan!" seru Frans kesal pada Angga mana kala merasa mobil yang ditumpangi tak berjalan lancar. "Macet, Bos." Angga menyahut tak kalah gusar. Dia pun bukan ingin sengaja memperlambat perjalanan. Apa mau di kata, jalanan saat ini lumayan macet.Frans mengeram kesal. Melongokkan kepala lewat kaca jendela pintu demi bisa memantau kondisi sekeliling. Sial! Mereka benar-benar terjebak macet. Mana masih jauh pula ke rumah sakit. Salahnya juga yang malah memilih mobil bukan hellypad. Padahal Arjuna sengaja tak menggunakan kendaraan itu kemarin untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu pada Shanum dan kehamilannya. Mau bagaimana lagi, Frans tadi terlalu panik. Otaknya blank dan lupa pada benda terbang itu. Seumur-umur baru kali ini otaknya mendadak macet hanya karena panik."Bertahan, Sha! Jangan tidur dulu." Frans menepuk pipi Shanum yang mulai memucat agar tetap sadar. Setelah itu, Frans pun menghubungi Reyn."Reyn, Shanum akan melahirkan. Tapi k
"Mas, tadi kata Papa kamu dapat hadiah rumah dari Pak Arjuna. Itu maksudnya apa, ya?" Amanda mengeluarkan penasaran yang sedari tadi ditahannya."Bukan apa-apa. Tidak usah dipikirkan," jawab Randy tak ingin jujur. Amanda mengangsur nafas kasar mendengarnya. "Mas, ayolah! Jangan bohong. Kita kan udah janji memulai semuanya lagi dari awal. Tanpa ada yang ditutupi lagi dan selalu saling percaya. Mas lupa?"Randy melipat bibirnya. Sesungguhnya Randy masih ragu untuk berterus terang. Akan tetapi, Amanda benar. Mereka sudah punya kesepakatan tadi. Istimewanya dia sendiri yang mencetuskan hal itu pertama kali. Masa kini ia juga yang mangkir. "Mas? Ayolah! Jujur aja. Aku nggak akan menghakimi kamu apa pun, kok. Aku janji akan mendukung apa pun keputusan yang kamu ambil akan masalah itu." Amanda kembali mendesak. Membuat Randy makin dilema. "Mas, ayo cerita aja. Bukan hanya aku loh yang kepo. Para Reader juga. Kalau nggak percaya, tanya aja gih!" Randy pun mendesah berat mendengarnya. Mung
"Kenapa kamu tidak ambil rumah yang dihadiahkan Pak Arjuna saja, Ran?" tanya Hendra tiba-tiba. Mendengar kalimat barusan, kening Amanda bertaut bingung. Rumah hadiah Pak Arjuna? Itu ayah angkatnya Shanum kan?Maksudnya apa?Memang apa yang sudah Randy lakukan hingga bisa mendapatkan hadiah rumah dari Pak Arjuna? Cerita tentang keterlibatan Randy pada penyelamatan Shanum memang orang-orang tertentu saja yang tahu. Hendra pun tahu sebab tak sengaja melihat Pak Arjuna menemui Randy untuk menyampaikan terima kasihnya. "Nggak, Pa. Randy sungkan," jawab Randy kemudian. Amanda masih memilih menyimak saja meski hati sudah sangat penasaran. Cerita apa yang sudah ia lewatkan hingga Randy tau-tau dapat rumah begitu dari ayahnya Shanum."Kenapa sungkan? Pak Arjuna kan memberikan rumah itu untuk balas budi karena kamu--""Pa?" cegah Randy. "Tidak usah membahas itu lagi. Randy malu. Karena apa yang Randy lakukan tidak ada apa-apanya dengan kebaikan Shanum selama menjadi keluarga kita. Maka da
Randy menulikan diri dan tetap melangkah pergi di sela raungan pilu Rima yang memintanya tetap tinggal. Menggandeng erat lengan Amanda, pria itu melangkah dengan yakin dari tempat tersebut. "Mau kasihan, tapi ya salah sendiri terlalu pilih kasih," celetuk salah satu tetangga yang masih bisa Randy dengar."Iya, ya. Padahal Randy itu orangnya baik dan sopan. Dia juga ramah dan ringan tangan selama tinggal di sini. Sayang, punya keluarga kok toxic semua," sahut lainnya. Tetangga lainnya menyahut kembali, tapi kini tak bisa Randy dengar karena mereka memang sudah jauh melangkah. "Mas, kita mau ke mana?" tanya Amanda meminta keyakinan sambil membenarkan gendongan pada putri kecilnya yang tengah terlelap dalam gendongan kain.Randy terdiam. Tak langsung menjawab tanya Amanda yang sebenarnya ia pun tak tahu akan kemana saat ini. Keputusan pergi menjauh dari Rima diakuinya memang terlalu impulsif. Akan tetapi, semua tercetus begitu saja ketika melihat istrinya di tampar Reksa. 'Mereka tid
"Jangan sentuh aku! Aku sudah muak dengan kalian!" Amanda masih meraung marah. "Sekali lagi aku tanya kamu, Mas. Pilih kami atau mereka!"Nyatanya Amanda sepertinya sudah tidak bisa dibujuk. Apalagi melihat tempramen Reksa yang makin hari makin mengkhawatirkan. Tadi pria itu berani mengacak kamar pribadinya, lalu mengambil dompetnya, dan barusan. Barusan saja berani menampar keras Amanda. Bukan apa-apa, Amanda cuma takut nanti bukan hanya ia yang disakiti, tapi juga anaknya, Nikita. Seburuk-buruknya Amanda, jelas tidak mau sampai anaknya kenapa-napa."Pilih, Mas!" desak Amanda sekali lagi. Randy menyugar rambutnya kasar. Sungguh dia bingung harus memilih yang mana. Di satu sisi ada rasa bersalah dan hutang budi. Sisi lainnya ada anak dan istri yang makin tersakiti. Randy harus pilih yang mana?"Sudahlah!" Salah satu Debkolektor yang dari tadi menyimak akhirnya buka suara. "Kami ke sini tuh buat nagih hutang, bukan malah liat drama kalian. Sekarang, cepat bayar hutang!" inbuhnya kemu
Meskipun berat, sepertinya Amanda memang harus mulai ambil keputusan tegas. Ia tidak mau hidupnya sia-sia bersama sang suami yang terlalu lembek. Selalu di nomor sekian kan dan ... ah, ternyata begini yang Shanum rasakan selama ini. Pantas saja wanita sabar itu akhirnya berontak. Tolong ingatkan Amanda untuk meminta maaf pada Shanum jika nanti bertemu lagi. Meski tidak tahu kapan, tapi semoga saja Tuhan masih sudi mengabulkan doa orang yang berlumuran dosa ini."Man, aku mohon jangan begitu." Randy berucap lirih. Tak sanggup jika harus memilih antara anak istri dan keluarganya. Apalagi, Randy masih punya satu rahasia, yang membuatnya sangat merasa bersalah hingga saat ini pada Reksa dan Mama Rima."Pilih saja, Mas. Aku nggak mau denger alasan apa pun lagi." Nampaknya Manda sudah benar-benar bulat pada keputusannya. Randy terdiam bingung. Sementara tetangga mulai riuh membicarakannya."Kalau saya jadi Amanda juga mending hidup sendirilah daripada sama suami lembek begitu.""Iyalah.
"Bayar tuh' hutangmu!" tandas Amanda hendak berlalu ke dalam kamar. Namun, langsung dicegat Reksa."Man, bayarkan dulu. Aku sedang tidak punya uang." Reksa memerintah seenak udelnya. Seolah Amanda adalah bawahannya. "Ya, gimana bisa punya uang, kalau kerja aja nggak mau?" ketus Amanda.Pria mendengkus tak suka. "Nggak usah bawel. Bayarin dulu sana!" Reksa masih menyuruh dengan tak tahu malu. Malahan kini, pria itu yang seenaknya pergi ke kamar. Pasti akan melanjutkan tidur.Selalu saja begini. Siapa yang berhutang, siapa yang harus membayar. Amanda benar-benar tidak tahan lagi. Ia bukan Randy yang kesabarannya seluas samudera. Ia Amanda Saputri yang sudah terlalu kecewa dengan keluarga suaminya. Cukup sudah! Lihat saja, hari ini akan Amanda beri pelajaran pria mokondo tak tahu diri itu. Dengan langkah pasti Amanda menuju pintu rumah kontrakan reyotnya."Orangnya di dalam. Nggak punya uang katanya buat bayar hutang. Terserah kalian mau apa kan dia. Tuh! Kamarnya di sana!" tunjuk Aman