Dulu, sentuhan Reksa selalu Shanum rindukan. Seakan candu yang tak bisa Shanum abaikan. Belaian nakal pria itu mampu membuat Shanum mabuk kepayang. Apalagi jika sudah mendapatkan pelepasannya, Shanum seolah dibuat menggila oleh rasa itu.Akan tetapi, itu dulu! Dulu sekali saat mereka masih sangat saling mencintai. Berjalannya waktu, hal itu mulai pudar. Apalagi sejak kedatangan Ayu. Reksa seolah tak tertarik lagi pada Shanum. Hanya datang saat butuh tempat buang sper-ma saja. Meski begitu, Reksa tak pernah semena-mena. Tetap melakukan hal itu dengan lembut. Membuat hati Shanum menghangat dan cinta itu kembali bersemi. Shanum tetap menantikan sentuhan suaminya meski kecewa mulai menumpuk di hati akan sikap pria itu.Sayangnya, malam ini semua terasa berbeda. Walau Reksa melakukan hal itu dengan lembut seperti biasanya. Namun, hati Shanum yang memang sudah mati rasa seolah tak bisa merasakan gelora yang coba Reksa berikan. Sepanas apa pun rang-sangan yang Reksa berikan. Shanum hanya m
Shanum kira, dulu Daddy hanya lupa saja menyerahkan mobil tapi BPKB-nya tidak sekalian. Namun, kini Shanum yakin itu adalah salah satu cara Daddy menyelamatkan harta Shanum. Sebab jika memang lupa, Daddy pasti akan memberitahukannya dan segera mengirimkannya ke sini. Atau, paling tidak memberikan benda itu saat Shanum mengunjunginya ketika lebaran. Namun ini? Daddy diam saja.Shanum bukan tak pernah bertanya. Pernah, kok. Dan jawaban Daddy adalah, "Sudah, simpan di sini saja.""Lalu bagaimana kalau ada razia?""Bawa photo copy-nya saja. Atau suruh polisi itu telepon Daddy."Shanum nampak ragu waktu itu. Pasalnya, Reksa kerap menanyakan benda itu. Namun, jika suruh bertanya sendiri pun pria itu tak berani. Dasar memang pengecut."Tidak apa-apa, Princess. Percaya sama Daddy, semua milikmu akan aman jika berada di sini," ucap Daddy saat melihat keraguan Shanum. Saat itu akhirnya Shanum percaya saja. Toh, tanpa BPKB pun mobil tersebut masih bisa dipakai ke mana-mana. Meski Reksa sempat m
Semua berjalan sesuai harapan Shanum. Reksa meminjam pada Ayu, dan Ayu memberikannya. Tepatnya, mau tak mau harus memberikan. Karena apa? Karena memang sebelumnya, atas permintaan Shanum, orang-orang yang datang kepada Ayu dalam memberikan proyek besar harus mengatakan jika mereka adalah kenalan Reksa. Jadi pasti untuk menolak permintaan Reksa saat itu, Ayu akan berpikir berulang kali.Wanita seperti Ayu itu pasti akan berpikir, hubungannya dengan para klien yang sudah didapat bisa ikut berpengaruh jika Ayu renggang dengan Reksa. Bahkan mungkin tak dapat klien lagi. Maka dari itu, mau tak mau Ayu harus menolong Reksa, kan?Keterlibatan Ayu dalam hal ini tentu saja membuat Mama Rima sangat senang. Wanita paruh baya yang memang sudah tak menyukai Shanum sejak awal itu pun, semakin menyanjung Ayu setinggi langit di segala momen. Setiap hari, setiap waktu, dan setiap saat yang di bahas hanya kebaikan Ayu, Ayu, dan Ayu terus. Tak perduli sudah ditegur berapa kali pun oleh Papa Hendra. Mam
Sementara Mama Rima terus mencoba menjodohkan Reksa dan Ayu di tiap kesempatan. Di sisi lain Reksa juga tak gentar berusaha memperbaiki hubungannya dengan Shanum. Entahlah apa yang membuat pria itu akhirnya berubah. Nasehat-nasehat ayahnya yang mulai merasuk hatinya, atau hati yang tiba-tiba merasa tak rela melihat Shanum dekat dengan pria lain. Khususnya Shaki. Tidak, sebenarnya saat pesta Hardikusuma waktu itu pun. Reksa sudah mulai tak nyaman kala menemukan beberapa pengusaha muda mencoba menarik perhatian Shanum. Padahal bagi Reksa, istrinya ini biasa saja. Tidak cantik dan juga tidak ada yang istimewa darinya. Akan tetapi mereka semua seolah berlomba menarik perhatian istrinya ini. Uhm ... pasti mereka sama dengannya. Hanya ingin memanfaatkan nama besar Setiawan.Namun, semua dugaannya seketika berubah ketika Shaki datang. Pria muda itu begitu tampan, tenar, kaya dan dari keluarga setara Setiawan. Harusnya bisa mendapatkan wanita mana pun yang ia mau. Akan tetapi kenapa malah m
[Sayang, maaf. Kayaknya aku nggak bisa makan siang sama kamu hari ini. Bos tiba-tiba ngajakin meeting. Nggak papa, kan? Kamu jangan marah, ya? Nanti aku DO makanan ke tempat kamu, ya?]Shanum menatap datar layar gawai mahalnya, di mana ada chat Reksa yang masuk beberapa menit lalu. Pria itu membatalkan janji makan siang yang dia buat sendiri. Bahkan, tadi pagi, agak memaksa Shanum agar bersedia menerima ajakannya itu. Eh, sekarang malah dia juga yang membatalkan. Konyol, nggak sih?Huft .... Untung saja Shanum tak begitu berharap. Jadi tidak terlalu nelangsa seperti dulu. Cuma kecewa saja dikit. Wajar, kan? Namanya juga wanita, gampang baper. Apalagi melihat perubahan sikap Reksa dan pembelaan-pembelaannya di depan Mama Rima beberapa minggu ini. Hati Shanum sebenarnya sedikit goyah karena hal itu. Dia berpikir, 'mungkin tidak ada salahnya memberikan kesempatan kedua untuk Reksa.'Siapa tahu Reksa beneran bisa berubah, kan? Shanum pasti akan menekan egonya dan bertahan lagi. Bagaimana
Shanum melempar ponselnya agak kasar ke atas meja, seraya menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Wanita itu mangangsur nafas kasar sambil memejamkan mata. Sialan! Shanum rasanya kesal sekali mengetahui fakta barusan. Bagaimana tidak? Sudah sejauh ini langkahnya untuk bisa dilepaskan Reksa, eh malah salah sasaran. Bisa-bisanya dia salah langkah begini. Memberikan Ayu power lewat materi, berharap wanita itu merasa di atas awan dan dengan tegas merebut Reksa. Kan, nanti pasti seru kalau pas Shanum pergi semuanya Shanum cabut.Ah, salahnya juga tak membuat penyelidikan pada Ayu lebih detail selama ini. Melihat sikap Ayu yang sering menempeli Reksa macam lintah, Shanum kira wanita itu memang menginginkan suaminya. Tahu begini, lebih mending Reksa saja yang Shanum buat di atas angin. Dengan begitu tidak ada drama Reksa berubah sikap yang membuat Shanum hampir luluh lagi. "Arg!" Shanum menggeram kesal sambil menyugar rambut panjangnya dengan kasar. Ddrrtt ... ddrrtt ... ddrrtt ...
Sakit itu kembali terasa mencengkram perut bawah Shanum, dan kali ini rasanya lebih menyakitkan dari siang tadi. Shanum pun berusaha mengatur napas, agar rasa sakit itu sedikit berkurang.Setelah sakitnya terasa berkurang, Shanum segera menyelesaikan acara mandinya, kemudian mengambil baju ganti yang lebih nyaman. Lalu keluar dari walk in closet yang tersambung dengan kamar mandi di kamarnya. Secara perlahan-lahan dan sambil perpegangan pada tembok dia berjalan tertatih "Akh!" Shanum meringis pelan sepanjang perjalanan. Jarak kamar mandi dan ujung walk in closet tiba-tiba terasa melebar puluhan kilometer untuknya.Sakit! Sakit sekali! Perutnya terasa diremas-remas oleh seribu tangan. Sepertinya, Shanum memang harus segera ke Rumah sakit sekarang. Firasatnya benar-benar tidak enak akan sakit yang kerap dia rasakan sejak siang tadi. Kali ini, bahkan lebih sakit lagi.Ceklek!Akhirnya, Shanum sampai pada pintu yang menghubungkan walk in closet dan kamarnya. Saat wanita itu membuka pintu
"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan janinnya."Kalimat itu bagai vonis kematian untuk Shanum. Sukses meluluh lantahkan hati dan kekuatan terakhirnya. Apa yang Shanum takutkan terjadi juga. Hati Shanum hancur sehancur-hancurnya. Dua tahun sudah Shanum menunggu kehadirannya. Setelah hadir, dia malah pergi lagi. Sialnya tanpa Shanum sadari keberadaannya.Shanum sedih, sekaligus kecewa pada dirinya. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari keberadan sang buah hati beberapa minggu ini? Shanum sungguh kecewa. Ibu macam apa dia ya Tuhan?Dan yang lebih membuat Shanum makin sedih. Suaminya tak kunjung datang jua, padahal sudah dikabari oleh Diva. Bahkan, ponselnya mendadak tidak aktif dan tidak bisa dihubungi. Sementara saat ini, Dokter memerlukan tanda tangan sang suami untuk tindakan kuret. Beruntung ada ayah mertua yang bersedia menggantikan tanggung jawab Reksa. Shanum semakin kecewa dengan suaminya itu.***"Ayo, buka mulutnya. Aaa ...."Shanum memalingkan wajahnya, menghidari sendok yan