Home / Thriller / Shadow / 06. Penculikan

Share

06. Penculikan

Pagi ini kondisi Chicago Lakeshore Hospital dipadati oleh mobil polisi karena kejadian semalam. Lusiana masih tak bisa membuka mulutnya, bibirnya sangat sulit terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi semalam. Franco mengantar Lusiana pulang agar ia bisa menenangkan dirinya. Selama di perjalanan, Lusiana tidak mengatakan apapun. Matanya terus menatap ke arah jalan dengan wajah ketakutan. Franco yang merasa khawatir pada Lusiana pun memutuskan untuk berbicara pada Holland mengenai Lusiana yang tidak perlu ikut dalam misi kali ini.

Setiba nya mereka di depan rumah Lusiana, wanita itu menghambur masuk tanpa berkata apapun. Lusiana hanya menganggukan kepalanya entah bermaksud apa. Franco mengemudikan Mercedes-Benz ya menuju Departemen Kepolisian Chicago. Ia sedikit menambah kecepatannya saat waktu hampir menunjukan waktu patroli pertama nya di Chicago.

Tak perlu waktu lama, ia sudah tiba di depan bangunan tersebut. Ia melihat Holland di luar gedung bersama Tim SWAT. Franco pun segera keluar dari mobilnya untuk menghampiri Holland.

"Maaf saya terlambat, pak. Saya ingin memberi sedikit laporan terkait kejadian semalam di Hospital Lakeshore Chicago." Ujar Franco kepada Holland di sertai penghormatan.

Holland mengangguk. "Informasi apa yang kamu dapatkan dari lokasi kejadian?"

Franco memberikan sebuah cokelat kepada Holland. Holland menatap coklat itu penuh tanda tanya. Tatapan bingung itu beralih kepada Franco.

"Itu satu satunya barang bukti yang di tinggalkan korban." Ujar Franco.

Holland tertawa pelan. "Saya mengira, kamu memberi cokelat karena merasa bersalah telah membuat saya menunggu."

Franco ikut tertawa pelan, kemudian ia menghentikan tawa nya. "Sebenarnya, Lusiana satu satunya saksi yang berada di tempat kejadian. Bahkan Lusiana berhadapan langsung dengan pelaku tersebut."

Ekspresi Holland mendadak berubah menjadi tegang. "Apa putri ku baik baik saja?"

Franco mengangguk, hal itu membuat Holland mengelus dada nya.

"Untuk sementara waktu Lusiana tidak bisa ikut dalam misi kita sampai kondisi nya kembali stabil." Ujar Franco.

Holland mengerti, ia juga tidak ingin putri tunggalnya berada dalam bahaya. Kemudian Holland memerintahkah Franco bersama Tim SWAT untuk kembali menyapu daerah sekitar Chicago Lakeshore Hospital untuk mencari barang atau jejak yang ditinggalkan oleh sang pelaku. Setelah selesai memberi komando, Franco dan Tim SWAT pergi meninggalkan Departemen Kepolisian untuk segera menjalankan tugas mereka.

~~~

Jason menggotong tubuh tak bernyawa yang tergeletak di depan rumahnya. Ia tidak mengenali mayat tersebut karena tidak di temukan kartu identitas apapun. Jason mau tak mau membawa mayat tersebut masuk ke dalam rumahnya. Sesampainya di dalam rumah, Jason di sambut ekspresi terkejut dari anak asuh nya.

"Paman, apa kau membunuh orang?" Tanya Han.

Mata nya seperti hendak melompat keluar saat melihat mayat tersebut. Tidak ada jawaban apapun dari Jason. Han pun mengekori Jason yang membawa jasad tersebut menuju ruang bawah tanah. Suasana lorong yang mencekam membuat Han reflek meremas kemeja Jason.

"Hei, laki laki tidak boleh penakut." Ujar Jason sambil menoleh ke arah bocah di belakangnya.

Han menyapukan pandangannya ke setiap sudut lorong. "Aku merasa berada di film horor."

Jason menggelengkan kepalanya. Ia pun melanjutkan langkahnya menuju pintu yang berada di ujung lorong. Pintu itu berwarna merah tua menambah kesan misterius tentang apa yang ada di dalam nya. Jason menurunkan mayat yang ia gotong sedari tadi. Ia menempelkan ibu jarinya pada fingerprint yang ada di pintu tersebut.

"Paman, apa aku boleh ikut masuk?" Tanya Han.

Jason mengangguk. "Silakan, tapi pastikan untuk tidak mengotori ruangan ini."

Han mengangguk, lalu pintu misterius itu pun terbuka. Jason memasuki ruangan tersebut diiringi oleh Han yang menatap horor seisi ruangan tersebut.

Kosong.

Ruangan tersebut tidak berisi apa pun, hanya beberapa bangkai tikus yang sudah membusuk. Han mengira Jason menyembunyikan mayat atau sejenisnya di dalam ruangan tersebut. Mengingat ketatnya keamanan pada ruangan tersebut. Han mengelus dadanya merasa lega karena Jason tidak seperti perkiraannya.

"Kau pasti berpikir bahwa aku menyembunyikan mayat disini?" Tanya Jason.

Han menarik sudut bibirnya. "Maafkan aku paman."

Jason mencebikkan bibirnya. Kemudian ia menggiring Han untuk keluar. Saat Han sudah keluar, ia pun menutup pintu tersebut. Terdengar suara teriakan dari Han yang berada di luar ruangan tersebut, tapi Jason tak menghiraukannya. Jason menekan sebuah tombol yang ada di lantai. Tiba-tiba lantai tersebut terbuka dan menampakan tangga yang menuju ke bawah. Jason melangkahkan kakinya sambil menyeret mayat yang ia temukan di luar rumahnya.

"Pa-paman.." panggil salah satu anak berkostum kupu-kupu.

Jason tersenyum. "Selamat pagi, anak-anak ku."

Anak-anak itu meringkuk ketakutan saat melihat senyum Jason, apalagi dengan tangan yang menyeret mayat. Jason mendekati anak anak tersebut dan mengeluarkan suntikan. Jason memang mempunyai rutinitas untuk menyuntikan vitamin ke tubuh para korbannya. Walaupun anak-anak tersebut hidup dalam kurungan, tapi Jason tidak pernah lalai dalam memberikan makanan, minuman, bahkan vitamin.

Sejak Jason memindahkan mereka ke ruangan tersebut, Jason melepaskan rantai dan melepas jahitan mulut mereka. Tapi yang lebih buruk, mereka di jahit bersama kostum yang mereka gunakan. Awalnya mereka mengalami pendarahan hebat hingga salah satunya tewas. Namun kedua anak tersebut ternyata cukup kuat menahan pendarahan tersebut dan hidup sebagai monster yang terkurung di kostum lucu. Bahkan mereka memakan mayat temannya sendiri sampai hanya menyisakan kepalanya.

"Pa..man.. kakak yang di dalam sana.. berteriak histeris sejak semalam." Ujar salah satu anak berkostum kelinci.

Jason menunjuk sebuah pintu yang di lapisi besi. "Kakak yang di dalam situ?"

Anak tersebut mengangguk. Jason pun melangkah perlahan menuju pintu tersebut. Jason menempelkan ibu jari nya pada fingerprint yang ada di pintu tersebut. Jason memang memasang fingerprint untuk keamanan di ruangan tersebut. Saat pintu terbuka, Jason hanya melihat kegelapan. Lampu yang semula berwarna merah, kini sudah padam. Entah di rusak atau memang rusak.

"Halo." Sapa Jason.

Tak ada jawaban. Jason pun memutuskan untuk menggunakan senter yang ada di ponselnya. Ia dapat melihat sesosok pria berkostum naga tergeletak di lantai. Darah mengalir dari hidung dan telinga nya. Jason segera menghambur ke arah sosok tersebut. Jason memeriksa denyut nadi dan jantung sosok tersebut, denyut nya masih terasa normal.

Jason mengguncang tubuh sosok yang sudah melemah tersebut.

"Ryan? Kau bisa mendengarku?"

~~~

Lusiana terbangun dari tidurnya tepat pukul 12 siang. Ia mengerjapkan mata nya berulang kali, hingga ia tersadar berada di kamarnya.

"Aishh.. Kepala ku.." Gumam Lusiana.

Lusiana bangkit dari kasurnya dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa sangat lengket. Lusiana tinggal seorang diri di rumah yang cukup luas tersebut. Awalnya ia tinggal bersama ayahnya, namun sang ayah harus menetap di kantor karena kelompok mafia di kota tersebut tengah mengincar nyawa nya. Ayahnya yang terkenal suka ikut campur memang seringkali menempatkan nyawa nya dalam bahaya. Namun ayahnya hanya menanggapi dengan santai.

Pluk.

Lusiana reflek menundukan kepalanya saat terdengar ada sesuatu yang jatuh. Tubuh Lusiana sukses menghantam lantai saat ia menemukan sebuah permen cokelat di hadapannya. Lusiana membuang cokelat tersebut melalui jendela. Kemudian ia bergegas menuju pintu untuk menguncinya. Lusiana menutup semua jalur keluar masuk dirumahnya. Bahkan ia menutup cerobong asapnya dengan kursi.

Lusiana menjatuhkan tubuhnya di sofa. Ia menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya. Jantungnya berdegup tak karuan hingga hampir membuatnya nyaris tak bisa bernafas. Kini ia sudah sedikit bisa bernafas dengan tenang. Ia sudah menutup semua jalur masuk yang ada dirumahnya.

Setelah cukup lama beristirahat di sofa kesayangannya, Lusiana pun kembali masuk ke dalam kamarnya. Hanya di sana lah tempat teramannya saat ini. Lusiana mengunci pintu kamarnya dan menahannya dengan lemari buku. Mungkin terkesan berlebihan, tapi Lusiana memaku jendelanya. Ia juga menutup pagar besi di jendela nya yang setelah lama tidak di pakai.

"I'm going crazy!!" Pekik Lusiana.

Lusiana pun kembali merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Matanya dengan mudah terpejam mungkin karena terlalu cemas hingga membuatnya merasa sangat lelah. Namun Lusiana tidak menyadari sesuatu. Terlihat sepasang mata di bawah kasurnya. Sosok tersebut keluar dari persembunyiannya. Sosok tersebut memakai gaun lebar dan rambut panjang yang terurai.

"Terpejamlah selama nya, dokter."

To be continue...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status