Beranda / Thriller / Shadow / 13. Ancaman

Share

13. Ancaman

Setelah tiga hari menunda kedatangannya ke kantor polisi, kini Jean mendatangi kantor polisi tepat pukul 7 malam. Jean memasuki kantor polisi yang telah lebih dahulu mengamankan rekaman CCTV di lokasi kejadian. Nampak tim Investigasi sedang berkumpul sambil mengamati layar proyektor. Jean mengetuk pintu yang sudah terbuka itu untuk memberitahu kedatangannya. Rekaman di layar proyektor itu berhenti, lalu semua kepala menoleh ke arahnya.

"Selamat datang, Detektif Jean." sapa kepala tim Investigasi sambil berjalan ke arahnya.

Jean melirik badge nama detektif tersebut. "Senang bertemu denganmu, Detektif Wirard."

Detektif bernama Wirard itu mengangguk lalu mengulurkan tangannya. Jean membalas uluran tangan Wirard sejenak kemudian melepaskannya. Wirard mempersilahkan Jean untuk bergabung menonton rekaman CCTV yang ada di layar.

"Dimana letak CCTV yang merekam kejadian ini? Bukankah semua CCTV terdekat sudah di rusak?" tanya Jean.

Wirard mengangguk. "Ya, semuanya rusak. Beruntungnya kami menemukan sebuah CCTV yang ada di samping tempat sampah."

"Apakah pelaku hanya terlihat dari belakang?" tanya Jean.

Wirard mempercepat rekaman tersebut. "Di menit ke tujuh terlihat pelaku menolehkan kepalanya. Tapi belum sempat terlihat, rekaman tiba-tiba mati."

Jean tersenyum kecil hingga tak seorang pun menyadari nya.

"Sepertinya ia tidak bergerak sendirian." gumam salah satu polisi.

Jean mengangguk. "Temannya pasti yang merusak CCTV tersebut."

Semua anggota tim Investigasi mengangguk setuju. Jean menghela nafasnya saat mengingat aksinya tersebut.

"Max, harusnya kau menutup matamu."

Max nampak meringis sambil memegang sebelah telinga nya yang sudah tidak ada. Ia merangkak menjauhi Jean yang pelahan mendekatinya. Akibat benturan keras antara lututnya dengan linggis, kini Max tidak bisa menggunakan kakinya untuk berjalan atau bahkan berdiri. Jean mengeluarkan sebuah suntikan bekas yang ia temukan di laci meja kerjanya.

"Jangan mendekat!" ujar Max.

Bukannya menurut, Jean mempercepat langkahnya hingga kini ia berada di hadapan Max.

"Larilah.." gumam Jean pelan nyaris tak terdengar.

Max menggelengkan kepalanya. "Jangan!"

Jean tak bisa menahan senyumannya. Ia menggerakan suntikan tersebut layaknya pesawat terbang.

"Wushhh.." gumam Jean menirukan suara angin sambil menggerakan suntikan tersebut seolah sedang terbang.

"Awas matamu!"

Jleb!

Jarum suntik itu sukses mendarat di bola mata Max. Pria itu menjerit sambil memegangi suntikan yang menancap di matanya.

"Detektif.."

Jean memulihkan kesadarannya saat seseorang memanggilnya. Jean sedari tadi nampak tersenyum hingga membuat seisi ruangan itu kebingungan. Jean berdeham dan menghapus senyum yang ada di wajahnya.

"Maaf, aku tiba-tiba mengingat ulang tahun anak ku."

~~~

Lusiana tiba di depan rumah Jason. Ia mendapatkan alamat itu lewat data yang di kirim oleh Franco. Lusiana merapihkan pakaiannya dan berulang kali mengatur senyum di wajahnya. Lusiana menekan bel yang ada di dekat pintu.

Tanpa menunggu waktu lama, pintu itu pun terbuka. Nampak Jason dengan wajah tanpa ekspresi nya.

"Bagaimana kau tahu alamat ku?" tanya Jason.

Lusiana berdeham. "Data rumah sakit."

"Maaf aku tidak bisa membawa masuk wanita ke rumahku." ujar Jason sambil mendorong pintu tersebut.

Lusiana menahan pintu tersebut. "Tunggu!"

Jason menatap tajam ke arah Lusiana. "Pergi."

Lusiana menggeleng, lalu ia mendorong pintu tersebut agar terbuka. Namun tenaga Jason lebih besar hingga pintu itu tak bergerak sedikit pun.

"Aku hitung sampai tiga."

Lusiana masih tidak bergerak, ia terus mendorong pintu tersebut agar terbuka.

"Satu."

Lusiana masih terus mendorong pintu tersebut.

"Dua."

Tiba-tiba Han muncul dari belakang tubuh Jason.

"Dokter Lusiana!"

Berkat bocah itu Lusiana bisa masuk ke dalam rumah Jason. Sedangkan si pemilik rumah itu menatapnya dengan tajam. Lusiana berusaha tidak memperdulika tatapan tajam itu dan terus berbincang dengan Han.

"Bagaimana kondisi kepalamu?" tanya Lusiana.

Han mengetuk pelan kepalanya. "Sudah keras kembali."

Lusiana terkekeh melihat tingkah bocah tersebut. Namun Lusiana baru menyadari bahwa Han mengenakan tongkat kruk untuk membantunya berjalan.

"Apa yang terja-?" tanya Lusiana.

"Jika tidak ada yang penting, kau boleh pulang. Sudah hampir larut malam." potong Jason.

Lusiana melirik jam dinding yang ada di rumah di dekatnya. Jarum pendek nya baru menunjuk ke angka sembilan. Ia masih memiliki banyak waktu untuk berbincang.

"Aku akan pulang tepat pukul sepuluh." ujar Lusiana.

Jason menganggukan kepalanya. "Han, tutup pintu saat dia sudah pulang. Aku ingin beristirahat di kamar."

Han mengacungkan ibu jari nya. Kemudian Jason melenggang pergi menuju kamarnya yang tidak terlalu jauh dari ruang tamu. Sesampainya di kamar, Jason tidak segera beranjak ke ranjangnya. Ia menarik salah satu kursi dan duduk di dekat pintu. Ia dapat mendengar percakapan kedua orang tersebut.

"Apa paman mu itu orang baik?" Tanya Lusiana.

Jason mendecih mendengar pertanyaan wanita tersebut.

"Tentu saja baik. Kalau paman orang jahat, mungkin aku sudah ada di kuburan saat ini." Jawab Han.

Jason tersenyum saat mendengar jawaban anak asuhnya tersebut. 

"Benar." Gumam Jason.

Lusiana terdengar tertawa mendengar jawaban dari Han. Setelah itu tak terdengar percakapan apapun antara mereka berdua. Jason sedikit membuka pintu kamarnya untuk melihat apa yang di lakukan mereka.

"Tidak beristirahat?"

Jason terjatuh dari ke belakang bersama kursinya. Baru saja ia ingin mengintip lewat celah pintu, tapi wajah Lusiana sudah berada tepat di depannya. Jason bangkit dan membetulkan pakaiannya yang sedikit terangkat.

"Kau tidak mau pulang?" Tanya Jason.

Lusiana menolehkan kepalanya ke arah jam dinding. Kurang tiga menit lagi waktu akan segera menunjukan pukul 10 malam.

"Ya, segera." Jawab Lusiana sambil menganggukan kepalanya.

Jason pun ikut menganggukan kepalanya. "Bagus. Cepat pulang sebelum pintu ku terkunci permanen."

Lusiana memicingkan matanya. "Apa ini semacam godaan orang kaya?"

Jason mendengus dan menutup pintu nya sekencang mungkin. Sedangkan diluar kamarnya, Lusiana tertawa melihat tingkah Jason.

~~~

Tepat tengah malam, Jason melangkahkan kakinya ke ruang bawah tanah. Ia harus segera memeriksa kondisi peliharaannya. Terutama boneka beruang karya pertama nya. Jason melewati tangga yang berwarna merah karena lampu di sekitarnya. Sesampainya disana, Ruangan rahasia itu tidak terkunci. Pintu terbuka sangat lebar dan sistem keamanan sudah tergeletak di lantai.

Jason segera menghambur masuk ke dalam ruangan tersebut. Kemudian ia menekan sebuah tombol di lantai yang mengarahkannya pada ruangan rahasia sesungguhnya. Kondisi disana sudah sangat kacau. Rahangnya mengeras, kedua mata nya terbuka lebar saat melihat peliharaannya sudah tergeletak di lantai. Jason mendekati peliharaannya tersebut, darah sudah mengalir hingga menggenang di lantai. Jason tanpa sadar mengepalkan tangannya yang sudah berlumuran darah itu. Kemudian ia terfikirkan bocah yang ia ubah menjadi Ryan.

"Jangan.."

Lagi-lagi ia melihat ruangan tempat bocah itu berada sudah terbuka lebar. Ia tidak menemukan sosok yang dicarinya. Hanya ditemukan sebuah surat yang bertuliskan

'Siksaan yang paling mengerikan adalah sendirian'

Kemudian Jason melihat lembar berikutnya dari surat tersebut.

'Berhenti bermain karena kau bukan lagi anak kecil'

'Kau orang dewasa yang tidak berguna'

'Matilah'

'Kau ingin bertemu Keisha, bukan?'

Genggaman Jason melemah hingga kertas itu melayang jatuh ke lantai. Tubuhnya bergetar, lututnya melemas hingga tak mampu menopang berat tubuhnya. Jason pun jatuh ke lantai sambil menutup kedua telinganya.

"Ke-Keisha.."

Jason menitikan air matanya namun ia tertawa. "Kei..sha.."

Tuk tuk tuk.

Jason menolehkan kepalanya mendengar sesuatu dari belakangnya. Ia melihat Han yang sudah berada di bawah tangga yang mengarahkannya ke ruang rahasia. Kini Han menatapnya dengan ekspresi yang sulit di artikan.

"Ini tidak seperti-"

"AAAAAAAAAA!!!"

To be continue..​

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status