Jason menjauhkan wajahnya dari pria tersebut. Kemudian ia kembali beralih pada anak kecil yang menjadi alasannya datang ke tempat ini. Jason membantu anak itu untuk bangkit dengan cara memapahnya. Namun akhirnya laki-laki yang berperan sebagai penonton itu mulai bergerak. Ia menghalangi jalan yang hendak di lalui Jason. Hal itu sama sekali tak mengganggu nya, ia hanya tersenyum pada pria tersebut.
“Kau boleh pergi, tapi tidak dengan anak ini.” Ujar pria itu sambil berusaha mengambil anak tersebut.
Senyum Jason pudar berganti dengan tatapan tajam. “Lepas.”
Pria tersebut nampaknya tak menghiraukan ucapan Jason. Ia masih terus berusaha menarik anak tersebut. Jason menghela nafas panjang sambil mengambil sesuatu dari saku kemejanya. Ia masih terus memperhatikan gerak-gerik pria tersebut dengan tatapan tajamnya. Hingga pria itu bisa mengambil apa yang ia inginkan. Jason menarik sebelah sudut bibirnya saat melihat anak itu sudah berada di tangan lawannya.
Pri
Jason mengendarai mobil Lusiana menuju rumah sakit. Ia sudah berjanji untuk menjemput Lusiana di rumah sakit. Jason mengendarai mobil tersebut dengan tubuh yang masih bergetar. Ia berdeham beberapa kali saat suaranya tak kunjung keluar. Jason masih tak terbiasa saat melihat foto masa lalu nya itu. Walau ia bersikap biasa saja, namun tubuhnya selalu merespon secara berlebihan. Terlalu sibuk dengan pikirannya, hingga tanpa terasa Jason sudah berada di kawasan rumah sakit. Jason memicingkan matanya saat melihat Lusiana yang tengah berjalan beriringan dengan seorang pria. Jason mendesis pelan saat menyadari bahwa pria itu adalah Franco. Jason segera keluar ddari mobil yang belum terparkir denga rapih tersebut.Jason bersama langkah besarnya pun menghampiri Lusiana yang terlihat sedang tertawa bahagia. Jason berdeham saat sudah ada di hadapan mereka. Lusiana menatap Jason dengan datar, seolah tak mengharapkan kedatangannya. Franco yang melihat kedatangan Jason pun dengan terpaksa m
Lusiana mengendarai mobilnya dengan perasaan khawatir, di temani matahari yang sudah berada tepat di atas kepalanya. Ia masih tak bisa menghubungi Jason. Bahkan beberapa waktu yang lalu, ponsel Jason berada di luar jangkauan. Hal itu tentu saja membuat Lusiana menaikan kecepatan mobilnya. Setelah tiba di depan rumah Jason, Lusiana segera turun tanpa memarkirnya di halaman rumah Jason. Lusiana berlari kecil menyusuri halaman Jason, lalu ia segera menekan bel rumah Jason. Namun Lusiana di sambut oleh orang yang tidak ia harapkan. Berdiri seorang pria berambut cepak dengan saus yang menempel di sudut bibirnya.“Maaf, anda mencari siapa?” tanya pria tersebut.Lusiana tak menggubris pria tersebut.Ia memilih untuk segera masuk ke dalam rumah Jason. Namun Lusiana tak menemukan keberadaan Jason di dalam rumah tersebut. Lusiana hanya mendapati seorang pria yang sedang makan dan seorang pria yang tengah berbaring dengan luka di matanya.“Siapa kau? Apa kau perampok?” tanya L
Jason berada di dalam toilet sambil terus memikirkan cara untuk kabur. Di sekeliling ruangan itu sama sekali tidak ada celah untuk meloloskan diri. Seperti sebuah ruangan yang di gunakan untuk menahan seorang penjahat kelas kakap. Tapi, itu memang benar! Jason adalah salah satu pembunuh kelas kakap.Dari dalam ruangan, Jason dapat mendengar suara Hanes yang menunggu nya diluar. Beberapa kali Hanes memanggil namanya, namun Jason sengaja tidak menjawab panggilan tersebut. Samar-samar Jason dapat mendengar suara wanita yang bisa di pastikan bahwa itu adalah Shella. Walau pun pelan, Jason dapat mendengar perbincangan mereka karena keadaan yang sunyi.“Apa kita harus menunggu nya?” tanya Shella.“Mmmm... bagaimana jika kita melakukannya terlebih dahulu?” ujar Hanes dengan sedikit meminta pertimbangan dari wanita tersebut.“Ya, kita bisa saja menyuntiknya tanpa menunggu kedatangan orang itu. Dia sama sekali tak bisa di harapkan.” Ujar Shella.Terdengar tawa b
Jason berdiri di tempatnya sambil terus memperhatikan Hanes dan Shella yang mulai masuk lewat lubang buatan mereka.“Kau akan selamat.” Ujar Jason sambil tersenyum ke arah Marley yang sudah tak sadarkan diri.“Menjauh darinya!” teriak Shella.Jason menolehkan kepalanya ke arah Shella yang ternyata sudah menggenggam pistol di tangan kanannya. Jason membulatkan mulutnya dan bergerak menjauh dari Marley sambil mengangkat kedua tangannya. Terlihat Hanes yang sedang berusaha memapah tubuh Marley“Hei!” teriak Jason sambil tersenyum ke arah pintu.Hanes dan Shella sontak menolehkan kepala mereka ke arah pintu. Melihat kedua orang itu tengah lengan, Jason pun bergerak secepat mungkin dan menendang pistol di tangan Shella hingga benda itu terpental ke sudut ruangan. Jason yang kini sudah tak merasa terancam dengan apapun mulai bisa bergerak bebas.Jason tersenyum tipis ke arah Shella, lalu Jason melayangkan tendangannya tepat di perut wanita tersebu
Wanita itu menguncir rambut nya dan keluar dari toilet dengan kedua tangan menarik koper besar. Di belakangnya berjalan seorang pria yang juga tengah menarik sebuah koper. Wanita itu tersenyum pada semua staff rumah sakit Lakeshore yang di lewatinya.“Apa kabar nona Keanna?” Sapa seorang dokter laki-laki sambil membungkukkan tubuhnya.Wanita bernama Keanna itu hanya melemparkan senyum pada pria tersebut. Keanna merupakan pemilik rumah sakit Lakeshore yang sudah berdiri kurang lebih tiga puluh tahun. Sudah lebih dari lima tahun Keanna tidak menjejakan kakinya di rumah sakit tersebut. Ia menyerahkan rumah sakit itu pada suami nya yang merupakan seorang kepala kepolisian untuk mengawasi rumah sakit tersebut. Sementara dirinya harus terus bekerja sebagai dokter lapangan yang terus berkelana di seluruh dunia.“Hei Keanna. Apa kita harus menyerahkan mayat ini?” tanya pria dibelakangnya.Keanna mendesis pelan seraya membulatkan matanya seolah menyuruh pria itu u
Keesokan harinya, Jason memutuskan untuk mengunjungi ibu nya. Sudah lebih dari sebulan ia tidak pergi bekerja. Ibu nya tidak mungkin marah, namun Jason merasa tidak enak karena bayaran tetap masuk ke rekeningnya. Jason mengendarai BMW kesayangannya yang sudah banyak terluka. Ia membelah jalan dengan perlahan sambil terus memikirkan cara untuk langkah pertama nya. Kini Jason sudah memiliki rekan kerja, jadi ia tidak akan bekerja sendirian lagi. Keuntungan lainnya, Jason tak perlu terlihat di sekitar lingkungan korbannya.Saat Jason tengah berkutat dengan pikirannya, ponsel yang ada di dashboard mobilnya itu berbunyi. Jason menepikan mobilnya dan menerima panggilan tersebut."Ya... Ada apa Lusiana?" Ujar Jason pada seseorang di seberang yang sudah bisa dipastikan adalah Lusiana.Jason tertawa pelan saat mendengar jawaban dari wanita tersebut."Kau merindukan ku?" Tanya Jason."Aku akan pergi ke San Fransisco dan menetap untuk beberapa
321"Nampaknya mereka semua sudah pergi." Ujar salah satu pasukan khusus yang berada di ruang depan.Jean menghentikan aksinya untuk membuka pintu saat mendengar ucapan tersebut. Jean mengisyaratkan agar semua yang ada di ruangan untuk diam agar tidak menimbulkan kecurigaan. Tak lama, terdengar langkah kaki yang cukup ramai mulai menjauh.'Sepertinya mereka sudah pergi' batin Jean.Jean menundukan kepalanya untuk mengintip lewat celah knop pintu. Tubuh Jean membeku saat melihat sebuah mata yang juga sedang menatapnya."Ketemu." Gumam orang yang kini berada tepat di pintu tersebut.Jean sontak menjauh dari pintu tersebut. Dalam waktu yang singkat, pintu itu sudah berhasil di buka secara paksa. Terdapat lima orang anggota pasukan khusus yang di lengkapi topeng hitam. Mereka semua kini menodongkan senjata api berupa MP5 ke arah Jean dan yang lainnya.Jean dan yang lainnya serempak mengang
Lusiana berdiri di depan cermin besar yang terletak di sudut kamarnya. Sebelah tangannya menggenggam ponsel yang masih terhubung panggilan oleh seseorang. Lusiana dapat mendengar suara orang itu karena panggilan yang di load speaker."Mereka pasti sudah membereskan akar dari permasalahan ini." Ujar seseorang di telepon.Lusiana tersenyum dengan tatapan lurus ke arah cermin. "Aku bahkan belum memberikan instruksi apapun.""Aku sama sekali tak bermaksud membunuhnya." Lanjut Lusiana.Seseorang di telepon itu nampak tertawa mendengar ucapan Lusiana. Namun Lusiana sama sekali tak marah jika orang itu menertawakan kebodohannya."Dia sudah menghancurkan hidupmu, Lusiana. Bagaimana bisa kau tidak ingin membunuh laki-laki itu?"Lusiana memejamkan matanya sejenak. Perlahan ingatan masa lalu mulai menyeruak masuk ke dalam pikiran Lusiana yang masih sadar total.Terlihat seorang anak laki-laki tengah tersenyum ke arahn