Wanita itu menguncir rambut nya dan keluar dari toilet dengan kedua tangan menarik koper besar. Di belakangnya berjalan seorang pria yang juga tengah menarik sebuah koper. Wanita itu tersenyum pada semua staff rumah sakit Lakeshore yang di lewatinya.
“Apa kabar nona Keanna?” Sapa seorang dokter laki-laki sambil membungkukkan tubuhnya.
Wanita bernama Keanna itu hanya melemparkan senyum pada pria tersebut. Keanna merupakan pemilik rumah sakit Lakeshore yang sudah berdiri kurang lebih tiga puluh tahun. Sudah lebih dari lima tahun Keanna tidak menjejakan kakinya di rumah sakit tersebut. Ia menyerahkan rumah sakit itu pada suami nya yang merupakan seorang kepala kepolisian untuk mengawasi rumah sakit tersebut. Sementara dirinya harus terus bekerja sebagai dokter lapangan yang terus berkelana di seluruh dunia.
“Hei Keanna. Apa kita harus menyerahkan mayat ini?” tanya pria dibelakangnya.
Keanna mendesis pelan seraya membulatkan matanya seolah menyuruh pria itu u
Keesokan harinya, Jason memutuskan untuk mengunjungi ibu nya. Sudah lebih dari sebulan ia tidak pergi bekerja. Ibu nya tidak mungkin marah, namun Jason merasa tidak enak karena bayaran tetap masuk ke rekeningnya. Jason mengendarai BMW kesayangannya yang sudah banyak terluka. Ia membelah jalan dengan perlahan sambil terus memikirkan cara untuk langkah pertama nya. Kini Jason sudah memiliki rekan kerja, jadi ia tidak akan bekerja sendirian lagi. Keuntungan lainnya, Jason tak perlu terlihat di sekitar lingkungan korbannya.Saat Jason tengah berkutat dengan pikirannya, ponsel yang ada di dashboard mobilnya itu berbunyi. Jason menepikan mobilnya dan menerima panggilan tersebut."Ya... Ada apa Lusiana?" Ujar Jason pada seseorang di seberang yang sudah bisa dipastikan adalah Lusiana.Jason tertawa pelan saat mendengar jawaban dari wanita tersebut."Kau merindukan ku?" Tanya Jason."Aku akan pergi ke San Fransisco dan menetap untuk beberapa
321"Nampaknya mereka semua sudah pergi." Ujar salah satu pasukan khusus yang berada di ruang depan.Jean menghentikan aksinya untuk membuka pintu saat mendengar ucapan tersebut. Jean mengisyaratkan agar semua yang ada di ruangan untuk diam agar tidak menimbulkan kecurigaan. Tak lama, terdengar langkah kaki yang cukup ramai mulai menjauh.'Sepertinya mereka sudah pergi' batin Jean.Jean menundukan kepalanya untuk mengintip lewat celah knop pintu. Tubuh Jean membeku saat melihat sebuah mata yang juga sedang menatapnya."Ketemu." Gumam orang yang kini berada tepat di pintu tersebut.Jean sontak menjauh dari pintu tersebut. Dalam waktu yang singkat, pintu itu sudah berhasil di buka secara paksa. Terdapat lima orang anggota pasukan khusus yang di lengkapi topeng hitam. Mereka semua kini menodongkan senjata api berupa MP5 ke arah Jean dan yang lainnya.Jean dan yang lainnya serempak mengang
Lusiana berdiri di depan cermin besar yang terletak di sudut kamarnya. Sebelah tangannya menggenggam ponsel yang masih terhubung panggilan oleh seseorang. Lusiana dapat mendengar suara orang itu karena panggilan yang di load speaker."Mereka pasti sudah membereskan akar dari permasalahan ini." Ujar seseorang di telepon.Lusiana tersenyum dengan tatapan lurus ke arah cermin. "Aku bahkan belum memberikan instruksi apapun.""Aku sama sekali tak bermaksud membunuhnya." Lanjut Lusiana.Seseorang di telepon itu nampak tertawa mendengar ucapan Lusiana. Namun Lusiana sama sekali tak marah jika orang itu menertawakan kebodohannya."Dia sudah menghancurkan hidupmu, Lusiana. Bagaimana bisa kau tidak ingin membunuh laki-laki itu?"Lusiana memejamkan matanya sejenak. Perlahan ingatan masa lalu mulai menyeruak masuk ke dalam pikiran Lusiana yang masih sadar total.Terlihat seorang anak laki-laki tengah tersenyum ke arahn
Dave dan rekannya tersebut segera membawa tubuh Jason untuk menjauh dari tempat tersebut. Dave sama sekali tak bisa mengenali jalan yang sebelumnya mereka lalui. Kini yang mereka lakukan hanyalah berjalan keluar dari hutan untuk mencari pertolongan. Samar-samar Dave melihat cahaya lampu yang menyorot mereka. Nampaknya itu adalah sebuah mobil. Dave berlari dan menghadang mobil itu agar berhenti. Untungnya mobil itu mau berhenti dan memberikan tumpangan.“Kemana kalian akan pergi?” tanya si pemilik mobil tersebut.“Ke rumah sakit.” Jawab Dave singkat.Dave sibuk melepaskan pakaian Jason yang sudah berlumuran darah. Walaupun Dave tak memiliki pengalaman dalam penangan pertama, tapi Dave tetap melakukan apapun yang muncul di kepalanya. Dave mengambil air mineral yang ada di tasnya dan membasahi baju Jason. Kemudian ia menggunakan baju itu untuk membersihkan da
Jason membuka matanya secara perlahan. Ia mandapati pemandangan ruangan serba putih. Di sisi ranjangnya, Jason melihat Dave dan rekannya yang sedang tertidur. Jason menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul 07.00 a.m. Sinar matahari sudah mulai masuk melalui celah tirai di jendela kamarnya. Jason merasakan dada nya yang terasa nyeri, hingga ia tidak dapat memaksa tubuhnya untuk duduk.“Jangan memaksakan diri.”Jason melihat Dave yang sudah membuka matanya. Dave bangun dari kursi nya dan meregangkan otot nya yang terasa kaku. Dave mengambil segelas air yang ada di meja disamping tempat tidur Jason. Lalu ia menyodorkan gelas itu pada Jason yang masih terbaring di ranjangnya. Tak lupa Dave memberikan sedotan agar Jason dapat minum walau dalam posisi tidur.Jason tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, ia tak salah meminta Dave untuk menjadi rekan kerjanya. Nyatanya, Dave adalah sosok yang peduli dengan pemb
Jason masih terus mengamati pergerakan dari Dave dan rekannya tersebut. Jason sedikit memiliki kecurigaan pada kedua orang tersebut karena geral-gerik mereka sendiri. Pada GPS yang tengah Jason amati, nampak mereka sudah sampai di Departemen Kepolisian San Francisco. Jason yakin bahwa mereka akan pergi ke tempat itu. Namun, ternyata titik kedua orang itu kembali berjalan. Mereka pergi ke arah lokasi dimana Jason tertembak.‘Apa ada bukti yang tertinggal?’ batin Jason.Jason mencoba menghubungi tangan kanannya itu untuk kesekian kalinya. Jason sangat penasaran dengan apa yang kedua orang itu lakukan. Tak perlu menunggu lama, si Tangan Kanan itu segera menjawab panggilan tersebut.“Bagaimana keadaan saat ini? Apa mereka terlihat mencurigakan?” tanya Jason.“Sama sekali tak ada yang mencurigakan.” Jawab si Tangan Kanan.Jason terdiam sejenak, hingga ia mengingat sesuatu. “Terus ikuti mereka. Aku akan tiba di kabin dalam waktu sete
Jason dengan tertatih berjalan menyusuri hutan untuk segera kembali ke rumah sakit. Luka di dada nya kembali mengeluarkan darah, tentu saja sangat menyakitkan. Ia menggunakan sebelah tangannya untuk menahan pendarahan tersebut. Jason meraba sakunya, ia kesulitan menggapai ponsel yang ada di saku nya dengan sebelah tangan. Jason pun memutuskan untuk menepi di sebuah pohon besar. Ia menyapukan pandangannya ke segala arah. Ia tak boleh sampai ketahuan oleh kedua rekannya.Jason menggeser layar ponselnya dan menghubungi seseorang."Jemput aku secepatnya!" Perintah Jason."Lima menit." Jawab seseorang di telepon.Mendengar hal tersebut, Jason segera memutuskan panggilan. Ia kembali berjalan menyusuri hutan yang sudah semakin dekat dengan jalan utama. Dari kejauhan, ia melihat sebuah mobil berwarna hitam. Jason hendak melambaikan tangannya, namun saat melihat ke arah plat mobil tersebut ia pun mengurungkan niatnya. Plat mobi
Jason menekan luka yang ada di dadanya. Berulang kali ia mengerang kesakitan karena lukanya yang semakin banyak mengeluarkan darah. Si Tangan Kanan pun berulang kali menoleh ke arahnya dengan cemas. Ia mempercepat laju mobil itu agar cepat tiba di rumah sakit terdekat."Bertahanlah. Aku melihat sebuah klinik di ujung jalan ini." Ujar si Tangan Kanan.Jason menarik nafasnya dalam-dalam dengan tangan yang masih terus menahan pendarahan di dadanya. Jason yakin bahwa jahitan di lukanya itu robek, maka dari itu darah kembali keluar dari luka tersebut. Tak lama, mobil mereka berhenti tak jauh dari sebuah bangunan yang asing. Tempat itu tak seperti bangunan kesehatan pada umumnya, terlihat sedikit lebih kumuh."Kita tidak perlu kesana. Berikan aku kotak P3K yang ada di bagasi mobil. Aku akan menjahit luka ku sendiri." Ujar Jason.Si Tangan Kanan itu pun menganggukan kepalanya. Ia keluar dari mobil dan mengambil kot
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat
Jason mengambil ponselnya, lalu ia beranjak ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia melihat walikota yang sedang meringsut di kasurnya. Jason masuk ke kamarnya, lalu mengunci pinter tersebut. Walikota itu sangat panik saat melihat Jason sudah ada di dalam bersama nya. Jason meletakan ponselnya di atas meja yang bisa menangkap seluruh kamarnya. Kemudian Jason mengenakan topeng yang pernah di beli nya sewaktu kecil. Setelah menggunakan topeng, Jason menekan layar ponselnya. Jason melambaikan tangannya ke kamera saat siaran langsung di mulai."Selamat siang semuanya." Sapa Jason sambil melambaikan tangannya.Jason dapat melihat banyak sekali komentar, tapi ia tak bisa membacanya karena jarak yang cukup jauh. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar para penonton bisa melihat walikota yang sedang ketakutan."Aku tidak akan menyakiti pak walikota. Aku hanya akan menanyakan beberapa hal padanya." Ujar Jason.
Jean merasa sangat resah saat ini. Sudah lebih dari 2 jam saat Jason memutuskan untuk menjemput Franco dan Walikota. Seharusnya ia menembak mati Jason saat diminta. Namun rupanya ia sama sekali tak bisa menyingkirkan iblise kecil itu. Jadilah kini ia yang sangat resah karena Jason tak kunjung kembali. Hanya ada dua kemungkinan saat ini. Kemungkinan pertama Jason tertangkap, lalu kemungkinan kedua Jason mati di tempat. Jean menghela nafasnya dengan kasar. Ia menatap Tangan Kanan yang tengah fokus memakan sesuatu di mangkuk. Jean pun menarik mangkuk itu dan mengambil alihnya."Itu punya ku." Ujar Tangan Kanan.Jean mengedikan bahunya. "Mengalah dengan yang lebih tua."Tangan Kanan hanya bisa mendengus pelan menatap mie instan nya yang sudah habis tak tersisa di makan oleh seniornya tersebut. Tangan Kanan bangkit dari kursi nya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Ia lupa jika d
"Kau pernah menjadi sopir Holland?" Tanya Jason.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Ia baru saja memberitahu Jason tentang masa lalunya. Asal usul keluarga nya dan bagaimana dia bisa mengenal Jean. Sebenarnya pertemuannya dengan Jason saat itu memang sudah di rencanakan bersama Jean. Tangan Kanan sengaja menemui Jason yang masih kecil itu untuk berteman dengannya."Lalu mengapa kau di undang ke permainan?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengedikan bahunya. "Mungkin dia takut rahasianya terbongkar."Jason menganggukan kepalanya, itu bisa jadi alasan yang sangat masuk akal. Pasti Holland sangat takut rahasia besarnya terbongkar oleh Tangan Kanan."Apa Holland pernah membunuh seseorang?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengangguk. "Aku pernah di perintahkan untuk mengubur seorang wanita yang di jadikan eksperimen olehnya."