Franco terdiam sejenak, keringat dingin mengalir dari dahinya. Secepat kilat, Franco mampu merubah ekspresinya. Sebisa mungkin ia menarik sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan yang natural. Walaupun sebenarnya jantungnya sudah berdetak tak karuan karena tatapan dari ketiga dokter di hadapannya.
"Aku kesulitan mencari ruang administrasi." Ujar Franco.
Dokter penengah itu mengernyitkan dainya. "Bukankah ruang administrasi ada di lantai 1?"
Dokter yang sedari tadi diam ikut mengangguk setuju.
"Aku tidak dapat menemukannya, yang aku lihat hanya lautan manusia di lantai 1." Jelas Franco.
Ketiga dokter itu menganggukan kepalanya.
"Sudah lebih dari lima hari ini rumah sakit memang di penuhi oleh manusia. Angka kematian di Chicago menjadi meningkat pesat, dan tentunya kami kekurangan istirahat." Jelas dokter penengah itu sambil tersenyum.
"Mari kami antar." Lanjutnya.
Setelah itu tak ada perbincangan apapun lagi, karena pintu lift sudah t
Jason menatap makanan di meja tanpa gairah apa pun. Sudah tiga hari ia berada di rumah Lusiana, dan semua makanannya selalu sama.Nasi Goreng.Ia menoleh ke arah Lusiana yang berada di hadapannya. Gadis itu nampak tengah menikmati makanannya. Lusiana yang menyadari Jason tidak menikmati makanannya pun mendengus pelan."Cepat makan. Sarapan itu perlu agar kau cepat pulih." Ujar Lusiana.Jason hanya menarik sebelah sudut bibirnya hingga menampakan senyum yang di paksakan. Lusiana bangkit dari kursi nya dan pindah ke sebelah Jason."Apa mau mu?!" Tanya Jason dengan kaget.Lusiana meletakan telunjuknya di bibir Jason. Kemudian ia menyendok nasi goreng yang ada di piring Jason, lalu ia melahapnya.Setelah itu Lusiana menatap Jason sambil tersenyum dengan mulut yang penuh makanan."Amwan.." ujar Lusiana sambil mengacungkan ibu jarinya.Jason mengernyitkan dahinya. "Apa?"Sebisa mungkin Lusiana segera menelan semua nasi goreng yan
Jean membuka matanya setelah tak sadarkan diri selama beberapa jam. Tubuhnya terasa nyeri karena tidur dalam posisi duduk dalam waktu yang cukup lama. Jean di sambut oleh senyuman dari rekan kerja lamanya, Watt. Ia menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan tersebut. Semuanya bangunan ini terbuat dari kayu. Ia sadar bahwa ia sekarang sedang berada di xebuah kabin tua. Kabin ini dulu nya merupakan laboratorium milik Jean. Namun sejak ia berhasil masuk ke dalam Departemen Kepolisian, Ia menitipkan labpratprium itu kepada Watt dan Nancy yang merupakan teman lamanya. Jean menarik salah satu sudut bibirnya membentuk senyum miring yang dipaksakan.“Teman memiliki potensi paling besar dalam hal pengkhianatan.” Ujar Jean.Watt tersenyum dan menyodorkan segelas air pada Jean. “Kau pasti haus.”Jean meraih gelas tersebut dan menciumnya. “Heh... bau ricin.”Watt tersenyum mendengar ucapan Jean. “Penciuman mu boleh juga, kawan.”“Kau masih bisa memanggilku kawan sa
Jason menjauhkan wajahnya dari pria tersebut. Kemudian ia kembali beralih pada anak kecil yang menjadi alasannya datang ke tempat ini. Jason membantu anak itu untuk bangkit dengan cara memapahnya. Namun akhirnya laki-laki yang berperan sebagai penonton itu mulai bergerak. Ia menghalangi jalan yang hendak di lalui Jason. Hal itu sama sekali tak mengganggu nya, ia hanya tersenyum pada pria tersebut.“Kau boleh pergi, tapi tidak dengan anak ini.” Ujar pria itu sambil berusaha mengambil anak tersebut.Senyum Jason pudar berganti dengan tatapan tajam. “Lepas.”Pria tersebut nampaknya tak menghiraukan ucapan Jason. Ia masih terus berusaha menarik anak tersebut. Jason menghela nafas panjang sambil mengambil sesuatu dari saku kemejanya. Ia masih terus memperhatikan gerak-gerik pria tersebut dengan tatapan tajamnya. Hingga pria itu bisa mengambil apa yang ia inginkan. Jason menarik sebelah sudut bibirnya saat melihat anak itu sudah berada di tangan lawannya.Pri
Jason mengendarai mobil Lusiana menuju rumah sakit. Ia sudah berjanji untuk menjemput Lusiana di rumah sakit. Jason mengendarai mobil tersebut dengan tubuh yang masih bergetar. Ia berdeham beberapa kali saat suaranya tak kunjung keluar. Jason masih tak terbiasa saat melihat foto masa lalu nya itu. Walau ia bersikap biasa saja, namun tubuhnya selalu merespon secara berlebihan. Terlalu sibuk dengan pikirannya, hingga tanpa terasa Jason sudah berada di kawasan rumah sakit. Jason memicingkan matanya saat melihat Lusiana yang tengah berjalan beriringan dengan seorang pria. Jason mendesis pelan saat menyadari bahwa pria itu adalah Franco. Jason segera keluar ddari mobil yang belum terparkir denga rapih tersebut.Jason bersama langkah besarnya pun menghampiri Lusiana yang terlihat sedang tertawa bahagia. Jason berdeham saat sudah ada di hadapan mereka. Lusiana menatap Jason dengan datar, seolah tak mengharapkan kedatangannya. Franco yang melihat kedatangan Jason pun dengan terpaksa m
Lusiana mengendarai mobilnya dengan perasaan khawatir, di temani matahari yang sudah berada tepat di atas kepalanya. Ia masih tak bisa menghubungi Jason. Bahkan beberapa waktu yang lalu, ponsel Jason berada di luar jangkauan. Hal itu tentu saja membuat Lusiana menaikan kecepatan mobilnya. Setelah tiba di depan rumah Jason, Lusiana segera turun tanpa memarkirnya di halaman rumah Jason. Lusiana berlari kecil menyusuri halaman Jason, lalu ia segera menekan bel rumah Jason. Namun Lusiana di sambut oleh orang yang tidak ia harapkan. Berdiri seorang pria berambut cepak dengan saus yang menempel di sudut bibirnya.“Maaf, anda mencari siapa?” tanya pria tersebut.Lusiana tak menggubris pria tersebut.Ia memilih untuk segera masuk ke dalam rumah Jason. Namun Lusiana tak menemukan keberadaan Jason di dalam rumah tersebut. Lusiana hanya mendapati seorang pria yang sedang makan dan seorang pria yang tengah berbaring dengan luka di matanya.“Siapa kau? Apa kau perampok?” tanya L
Jason berada di dalam toilet sambil terus memikirkan cara untuk kabur. Di sekeliling ruangan itu sama sekali tidak ada celah untuk meloloskan diri. Seperti sebuah ruangan yang di gunakan untuk menahan seorang penjahat kelas kakap. Tapi, itu memang benar! Jason adalah salah satu pembunuh kelas kakap.Dari dalam ruangan, Jason dapat mendengar suara Hanes yang menunggu nya diluar. Beberapa kali Hanes memanggil namanya, namun Jason sengaja tidak menjawab panggilan tersebut. Samar-samar Jason dapat mendengar suara wanita yang bisa di pastikan bahwa itu adalah Shella. Walau pun pelan, Jason dapat mendengar perbincangan mereka karena keadaan yang sunyi.“Apa kita harus menunggu nya?” tanya Shella.“Mmmm... bagaimana jika kita melakukannya terlebih dahulu?” ujar Hanes dengan sedikit meminta pertimbangan dari wanita tersebut.“Ya, kita bisa saja menyuntiknya tanpa menunggu kedatangan orang itu. Dia sama sekali tak bisa di harapkan.” Ujar Shella.Terdengar tawa b
Jason berdiri di tempatnya sambil terus memperhatikan Hanes dan Shella yang mulai masuk lewat lubang buatan mereka.“Kau akan selamat.” Ujar Jason sambil tersenyum ke arah Marley yang sudah tak sadarkan diri.“Menjauh darinya!” teriak Shella.Jason menolehkan kepalanya ke arah Shella yang ternyata sudah menggenggam pistol di tangan kanannya. Jason membulatkan mulutnya dan bergerak menjauh dari Marley sambil mengangkat kedua tangannya. Terlihat Hanes yang sedang berusaha memapah tubuh Marley“Hei!” teriak Jason sambil tersenyum ke arah pintu.Hanes dan Shella sontak menolehkan kepala mereka ke arah pintu. Melihat kedua orang itu tengah lengan, Jason pun bergerak secepat mungkin dan menendang pistol di tangan Shella hingga benda itu terpental ke sudut ruangan. Jason yang kini sudah tak merasa terancam dengan apapun mulai bisa bergerak bebas.Jason tersenyum tipis ke arah Shella, lalu Jason melayangkan tendangannya tepat di perut wanita tersebu
Wanita itu menguncir rambut nya dan keluar dari toilet dengan kedua tangan menarik koper besar. Di belakangnya berjalan seorang pria yang juga tengah menarik sebuah koper. Wanita itu tersenyum pada semua staff rumah sakit Lakeshore yang di lewatinya.“Apa kabar nona Keanna?” Sapa seorang dokter laki-laki sambil membungkukkan tubuhnya.Wanita bernama Keanna itu hanya melemparkan senyum pada pria tersebut. Keanna merupakan pemilik rumah sakit Lakeshore yang sudah berdiri kurang lebih tiga puluh tahun. Sudah lebih dari lima tahun Keanna tidak menjejakan kakinya di rumah sakit tersebut. Ia menyerahkan rumah sakit itu pada suami nya yang merupakan seorang kepala kepolisian untuk mengawasi rumah sakit tersebut. Sementara dirinya harus terus bekerja sebagai dokter lapangan yang terus berkelana di seluruh dunia.“Hei Keanna. Apa kita harus menyerahkan mayat ini?” tanya pria dibelakangnya.Keanna mendesis pelan seraya membulatkan matanya seolah menyuruh pria itu u
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat
Jason mengambil ponselnya, lalu ia beranjak ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia melihat walikota yang sedang meringsut di kasurnya. Jason masuk ke kamarnya, lalu mengunci pinter tersebut. Walikota itu sangat panik saat melihat Jason sudah ada di dalam bersama nya. Jason meletakan ponselnya di atas meja yang bisa menangkap seluruh kamarnya. Kemudian Jason mengenakan topeng yang pernah di beli nya sewaktu kecil. Setelah menggunakan topeng, Jason menekan layar ponselnya. Jason melambaikan tangannya ke kamera saat siaran langsung di mulai."Selamat siang semuanya." Sapa Jason sambil melambaikan tangannya.Jason dapat melihat banyak sekali komentar, tapi ia tak bisa membacanya karena jarak yang cukup jauh. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar para penonton bisa melihat walikota yang sedang ketakutan."Aku tidak akan menyakiti pak walikota. Aku hanya akan menanyakan beberapa hal padanya." Ujar Jason.
Jean merasa sangat resah saat ini. Sudah lebih dari 2 jam saat Jason memutuskan untuk menjemput Franco dan Walikota. Seharusnya ia menembak mati Jason saat diminta. Namun rupanya ia sama sekali tak bisa menyingkirkan iblise kecil itu. Jadilah kini ia yang sangat resah karena Jason tak kunjung kembali. Hanya ada dua kemungkinan saat ini. Kemungkinan pertama Jason tertangkap, lalu kemungkinan kedua Jason mati di tempat. Jean menghela nafasnya dengan kasar. Ia menatap Tangan Kanan yang tengah fokus memakan sesuatu di mangkuk. Jean pun menarik mangkuk itu dan mengambil alihnya."Itu punya ku." Ujar Tangan Kanan.Jean mengedikan bahunya. "Mengalah dengan yang lebih tua."Tangan Kanan hanya bisa mendengus pelan menatap mie instan nya yang sudah habis tak tersisa di makan oleh seniornya tersebut. Tangan Kanan bangkit dari kursi nya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Ia lupa jika d
"Kau pernah menjadi sopir Holland?" Tanya Jason.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Ia baru saja memberitahu Jason tentang masa lalunya. Asal usul keluarga nya dan bagaimana dia bisa mengenal Jean. Sebenarnya pertemuannya dengan Jason saat itu memang sudah di rencanakan bersama Jean. Tangan Kanan sengaja menemui Jason yang masih kecil itu untuk berteman dengannya."Lalu mengapa kau di undang ke permainan?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengedikan bahunya. "Mungkin dia takut rahasianya terbongkar."Jason menganggukan kepalanya, itu bisa jadi alasan yang sangat masuk akal. Pasti Holland sangat takut rahasia besarnya terbongkar oleh Tangan Kanan."Apa Holland pernah membunuh seseorang?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengangguk. "Aku pernah di perintahkan untuk mengubur seorang wanita yang di jadikan eksperimen olehnya."