Beranda / Thriller / Shadow / 10. Arcturians

Share

10. Arcturians

"PAMAN!!!"

Han berteriak histeris dari dalam mobil saat melihat tubuh Jason yang sudah terkapar di aspal. Darah tak henti hentinya mengalir dari luka di pinggang Jason. Sedangkan Lusiana hanya bisa membeku di tempatnya, menatap Jason layaknya orang yang baru pertama kali melihat darah.

"Dokter Lusiana.. tolong paman.." ujar Han lirih.

Lusiana sontak menolehkan kepalanya ke arah Jason. Matanya masih terasa kosong, nyawa nya bagaikan terbang ke tempat lain.

"DOKTER!"

Teriakan Han tersebut mampu menyatukan jiwa dan raga Lusiana. Ia segera keluar dari mobil dan memapah Jason ke dalam mobil dengan di bantu oleh bocah tersebut. Selanjutnya, Lusiana akan membawa nya pulang.

Apa Lusiana tahu dimana tempat tinggal Jason?

Tentu saja tidak.

Pulang yang di maksud adalah ke rumah Lusiana. Han sedari tadi hanya menangis di sebelah Jason. Berulang kali Lusiana bertanya dimana alamat rumah mereka, Han hanya menangis. Satu-satunya tempat untuk pulang saat ini adalah rumahnya. Untuk pertama kalinya ia mengendarai BMW i8 Roadster yang seharga gajinya selama tiga bulan.

Drrtt Drrtt

Lusiana meraih ponsel Jason yang sengaja ia simpan. Terdapat sebuah panggilan dari nomor yang tidak di kenal. Namun Lusiana tetap menerima panggilan tanpa nama tersebut. Lusiana menghidupkan loudspeaker karena ia harus tetap menyetir. Namun tak ada suara apapun dari seberang sana.

"Selamat malam." Ujar Lusiana untuk membuka percakapan.

Lalu mulai terdengar suara tawa. "Hey dokter."

"Siapa kau?" Tanya Lusiana.

Lagi-lagi si penelepon tertawa. "Bebas bukan berarti kau akan tetap hidup."

Lusiana mengernyit bingung. "Apa maksudmu?"

"Kau mencurangi kematian. Aku selaku tangan kematian akan terus mengejarmu." Jawab si penelepon.

Kemudian panggilan terputus. Lusiana hendak menghubungi kembali nomor tersebut, namun sepertinya nomornya sudah di blokir dari sebelah pihak. Lusiana melirik Han melalui ekor matanya. Nampaknya anak tersebut sudah tertidur karena tak ada lagi tangisan yang keluar darinya. Lusiana pun mempercepat laju mobil tersebut agar cepat tiba di rumahnya untuk beristirahat.

~~~

Bugghh!

Sinar matahari yang mulai menembus kaca itu membuat Jason menggeliat dan terjatuh dari sofa tempatnya tidur. Jason meringis saat tubuhnya membentur lantai. Ia berusaha bangun, namun pinggang nya terasa sangat nyeri.

"Ahh.. aku ingin membunuhnya!" Gumam Jason.

Tiba-tiba pintu dari sebuah kamar terbuka. Munculah sosok yang sangat tidak asing bagi nya. Sosok cantik yang berani membuatnya membuang waktu di rumah sakit.

"Kamar mandi di sebelah sana." Ujar Lusiana sambil menunjuk ke sebuah ruangan di bawah tangga.

Jason hanya mengangguk kaku. Lusiana juga ikut mengangguk dan pergi menuju dapur. Ia harus segera menyiapkan makanan karena saat ini ia tidak sendiri dirumah. Hal itu sangat merepotkan.

Lusiana membuka kulkasnya, dan..

Zonk!

Lusiana lupa membeli bahan makanan karena sudah sebulan ini ia jarang pulang ke rumah. Biasanya Lusiana akan memesan makanan atau membeli nya saat pulang dari rumah sakit.

"ARRGHHH!!"

Lusiana sontak berlari menuju kamar mandi saat mendengar suara teriakan Jason yang menggelegar. Jason nampak hanya mengenakan handuk dengan kaki terangkat sebelah. Keadaan pintu kamar mandi sudah terbuka lebar. Di bawah kakinya terlihat seekor cicak yang entah sejak kapan berada disana.

"Hush! Hush!" Gumam Jason.

Ia menggerak-gerakan tangannya untuk mengusir cicak tersebut. Jason bahkan menyipratkan air ke arah cicak tersebut, namun masih tak ada pergerakan. Lusiana tak mampu menahan senyumnya saat melihat ekspresi ketakutan Jason. Bahkan Jason tak menyadari Lusiana yang sedari tadi berdiri di depan pintu. Sosok pria dengan tampang kriminal ternyata takut pada seekor cicak kecil.

"Ehem.." Lusiana berdeham pelan.

Jason sontak menoleh ke arah wanita tersebut. Secepat kilat Jason keluar dari kamar mandi dan bersembunyi di belakang Lusiana.

"Apa dia peliharaan mu?" Tanya Jason sambil menunjuk ke arah hewan yang berada di dalam kamar mandi.

Lusiana mengangguk. "Bahkan aku punya yang lebih besar di kamar ku."

Jason membelalakan matanya. Ia mundur satu langkah dari Lusiana. Wanita itu sungguh menakutkan. Melihat Jason yang ketakutan, Lusiana pun mendekatinya dengan senyuman yang membuat Jason bergidik ngeri.

"JA.NGAN MEN.DE.KAT, ARC.TU.RI.ANS!" Ujar Jason dengan penuh penekanan.

Lusiana menatap Jason dengan bingung. "Akturins?"

"Arcturians." Ujar Jason membetulkan.

"Apa itu?" Tanya Lusiana.

Jason menunjuk Lusiana sambil tersenyum. "Kau! Alien yang tinggal di bintang Arcturus. Sedang apa kau dibumi? Cepat kembali ke asalmu!"

Lusiana mencebikan bibirnya. "Cepat mandi! Bahkan cicak pun bosan mendengar ocehanmu!"

Mendengar hal itu, Jason menolehkan kepalanya ke arah kamar mandi. Cicak itu sudah tidak ada disana. Jason segera masuk ke kamar mandi dan menutupnya rapat rapat.

Sedangkan Lusiana masih penasaran seperti apa rupa dari Arcturians. Mengapa laki-laki itu menyamakannya dengan Alien? Bukankah dia yang lebih mirip Alien daripada Lusiana? Tingkahnya yang aneh, sifatnya yang berubah-ubah, Jason lah alien sesungguhnya.

~~~

Di tempat lain, Xenovia menemukan rekannya yang sudah tak bernyawa. Rekannya tersebut sudah dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Darah terus mengalir dari perutnya. Xenovia menarik salah satu kursi dan mengamati kondisi rekannya tersebut.

"Ternyata hanya sejauh ini persahabatan kita." Gumam Xenovia.

Kemudian Xenovia menyeret rekannya tersebut menuju tempat penampungan air yang berada di atap gedung tersebut. Ia tak punya waktu untuk mengubur mayat tersebut karena misi utama nya saat ini adalah membunuh Lusiana. Hal itu di lakukan agar Franco dan Tim SWAT tidak melanjutkan usaha pencarian terhadapnya.

Xenovia tiba di atap gedung bersama dengan mayat yang sudah berlumuran darah. Ia berjalan menuju tepi dan melihat ke bawah, lalu ia tersenyum. Kemudian Xenovia menarik mayat rekannya tersebut. Langkah selanjutnya, ia mendorong mayat rekannya itu hingga terjatuh. Kini bukan hanya perutnya yang terluka, tapi sekujur tubuhnya mungkin sudah hancur karena terjun bebas dari lantai tujuh.

Setelah itu, Xenovia pun turun dan bergegas pergi dari kawasan itu. Sebelum pergi, ia menyempatkan diri untuk memberi penghormatan kepada mayat rekannya tersebut. Xenovia bahkan menaburkan beberapa permen coklat di atas tubuh rekannya tersebut.

"Kau sudah gagal dalam menjalani tugas. Jadi jangan berharap kau akan mati dengan tenang. Selamat tinggal. Sampai jumpa di neraka."

Xenovia membungkukan tubuhnya. Kemudian ia menutup gerbang gedung tersebut. Tak lupa ia mengunci nya dengan rantai agar tak ada yang masuk. Xenovia meninggalkan mayat itu tanpa menguburnya. Ia berlalu saja pergi dengan mobil mewahnya. Ia melajukan mobilnya tersebut menuju tempat persembunyiannya. Kini ia harus bergerak sendiri karena temannya sudah gugur terlebih dahulu di tangan adiknya sendiri, Jason.

Ia melirik ponselnya yang berada di kursi sebelahnya. Terdapat sebuah panggilan dari seseorang yang di beri nama "Ayah". Sedangkan Xenovia hanya menghela nafasnya tanpa berniat untuk menjawab panggilan tersebut karena ia sudah tahu apa yang akan terjadi. Ayahnya akan membunuhnya, karena Xenovia telah gagal menyingkirkan seorang saksi dari aksi nya. Hidupnya sudah berada di ujung tanduk.

"Jangan berharap apapun. Bahkan iblis tidak akan menerima orang yang gagal, Sherla." Gumamnya.

To be continue..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status