"Bukan mancing, Mas ...""Terus?""Tapi minta," sahut Lia dengan senyuman genitnya, membuat Lio tak dapat menahan untuk tak mencubit gemas hidung mungilnya."Dengan senang hati, Sayang ..." sahut Lio sembari mulai membelai pipi Lia yang semakin hari semakin chuby efek kehamilannya.Dan malam itu, mereka kembali menyatu sebagai sepasang suami istri, saling memberikan kehangatan dan kenikmatan, menciptakan peluh dan desahan penuh kenikmatan.Lia dan Lio tertidur sesaat setelah sama-sama mencapai puncak nikmat penyatuan mereka. Kondisi yang melelahkan membuat keduanya begitu mudah terbuai di alam mimpi.Hingga waktu memasuki pertengahan malam, Lia merasakan perutnya begitu mulas, seperti ingin BAB. Dengan terburu-buru Lia berusaha bangun dan beranjak ke kamar mandi. Lio yang merasa kelelahan akibat aktifitas malam mereka, tak merasakan apapun dalam tidurnya, ia begitu terlelap hingga tak menyadari bahwa istrinya tak lagi di sisinya."Mas Lio ...!" tiba-tiba suara Lia yang berteriak di da
[ Pak Lio, tenang, ya. Dampingi dulu istrinya, saya masuk minta bantuan satpam saja. ][ Baik, Dok. Mohon maaf sebelumnya. ][ Nggak apa-apa, saya mengerti kok, Pak. ]Panggilan berakhir, kemudian Lio segera mendekati Lia, memberi support dan afirmasi positif untuk istri tercintanya."Kamu pasti kuat, Sayang. Kamu pasti bisa."Selang lima menit, dr. Melani datang dan langsung mengambil tindakan. Dengan cekatan dr. Melani mengecek pembukaan jalan lahir."Masih bukaan 4 Pak Lio, tapi kondisi Bu Lia sudah melemah. Bisa tolong bantu saya pasangkan cairan infusnya?" tanya dr. Melani.Dengan cekatan Lio segera melakukan apa yang dr. Melani perintahkan. 10 tahun mengenyam pelajaran kedokteran ternyata tak cukup membuat Lio memahami apa yang harus dilakukannya di saat-saat genting seperti ini. Isi otaknya seakan ngeblank ketika dihadapkan dengan situasi seperti saat ini.Di sisi lain, dr. Melani segera memasang Kardiotokografi di perut Lia, sebuah alat yang merekam denyut nadi janin juga keku
Chapter 1 PerkenalanIni adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di rumah sakit milik Ayah, yang termasuk salah satu rumah sakit terbesar di Bali. Tak banyak yang mengenalku di tempat ini, hanya segelintir orang kepercayaan Ayah saja. Karena Ayah memang tidak pernah mau memperkenalkan kami ke publik. Entah mengapa? Tapi tiap kali aku mempertanyakan soal itu, beliau hanya menjawab,"Ada privasi keluarga yang harus Ayah jaga, dan memperkenalkan kalian di depan publik tanpa tujuan pasti hanya akan mempersulit Ayah menjaga hal itu, akan ada saatnya kamu akan dikenal tanpa harus Ayah perkenalkan.''Ya, aku bisa memahami maksud dan tujuan Ayah. Di sisi lain selama 10 tahun terakhir ini aku menghabiskan waktuku untuk menyelesaikan study di luar negeri, sehingga tempat ini benar benar semakin terasa asing."Adelio Mahendra" itulah nama yang Ayah dan Bunda sematkan padaku saat aku lahir 28 tahun lalu. Bunda selalu bercerita, bahwa Ayahlah yang memberikan nama itu untukku.Aku terus berjalan me
Aku membalikkan badan ke arah suara tersebut, dan benar sesuai dugaanku, Om Mario lah pemilik suara itu.Om Mario adalah asisten pribadi Ayah, termasuk salah satu orang kepercayaannya. Badannya tinggi dan kekar. Maklum, dalam memilih asisten pribadinya, Ayah benar-benar selektif. Tidak hanya yang pintar dan berprestasi, tetapi dia juga harus pandai bela diri, karena dia lah yang akan mendampingi dan menjaga Ayah di mana pun beliau pergi."Eh, Om Mario. Apa kabar, Om?""Alhamdulillah Om sehat, Kamu apa kabar, Lio? Lama tak jumpa sudah makin keren aja dokter muda ini sekarang," puji Om Mario dengan memandangiku dari atas ke bawah."Ah, Om bisa aja. Alhamdulilah aku sehat, Om," jawabku basi-basi." Oiya, Jam segini udah stand by aja, Om? Bukannya acara masih satu jam lagi, ya?""Iya, tadi dr. Mahendra minta Om untuk berangkat lebih awal, karena harus memastikan calon penggantinya sampai di sini dengan selamat."" Oiya?""Of course," jawab Om Mario dengan senyuman khasnya. Beliau lalu m
"Ibu kamu dirawat di ruangan apa?" entah mengapa pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari mulutku.Sejenak tampak raut wajah Lia keheranan. Namun tak lama kemudian ia pun menjawab,"Kamar Mawar No. 3, Pak.""Baiklah, kamu boleh pergi."Dan beberapa detik kemudian, Lia telah lenyap dari pandanganku."Astagfirullah," ucapku lirih."Apa yang kamu lakukan, Lio?" batinku seraya menggeleng-gelengkan kepala heran dengan diriku sendiri. Kemudian segera beranjak ke ruang rapat."Ayah pasti sudah menunggu," batinku.***Adelia POVAku melangkahkan kaki keluar dari ruangan pak Lio. Rasanya masih seperti mimpi bisa menginjakkan kaki di lantai 5 dari bangunan megah ini. Bahkan dijamu oleh sang CEO dengan begitu baik. Jujur aku tak menyangka, bahwa CEO dari rumah sakit semegah ini ternyata masih sangat muda dan tampan.Rumah Sakit dr. Mahendra sudah menjadi tempat yang tak asing lagi bagiku, karena sejak 3 bulan belakangan, aku keluar masuk rumah sakit ini untuk menjaga Ibu.Ibuku sudah lama mengidap
Rekomendasi Ayah?" Tanya Lio memastikan."Iya benar, Pak." Beberapa waktu lalu Dr.Mahendra menginfokan kepada saya.Lio manggut-manggut tanda mengerti.'Aneh, kalau memang Lia adalah rekomendasi Ayah, kenapa tidak langsung dipekerjakan saja? Mengapa harus melalui proses sesuai SOP? Ah, mungkin ini salah satu bentuk profesionalisme kerja Ayah,' Batin Lio."Baik lah kalau begitu tolong segera dihubungi ya, Pak. Supaya dia secepatnya bisa memulai kerja," titah Lio."Baik, Pak Lio. Ada lagi yang bisa saya bantu? ""Oh, tidak ada. Silakan Bapak boleh pergi.''" Baiklah, kalau begitu saya permisi, Pak.""Silakan."Pak Sigit pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan Lio berdua bersama Wiraguna.''Adelia Maharani, nama yang direkomendasikan Ayah. Siapa dia sebenarnya?"Dalam hati ia masih bertanya-tanya,Lio lalu memandang Wiraguna penuh intimidasi. "Ada yang ingin anda sampaikan pada saya bapak Wiraguna yang terhormat!?" tanya Lio penuh penekanan pada Wiraguna."Saya minta maaf atas kejadian
"Ayah ...?""Lio, Kamu?"Ucap keduanya bersamaan."Ayah ngapain di sini?"Nanti Ayah jelaskan," jawab dr. Mahendra singkat, sejenak ia melirik ke arah Adelia di sisi putranya, lalu segera memasuki ruang ICU. Tampak raut wajahnya begitu khawatir.'Siapa sebenarnya Ibu Lia? Kenapa Ayah sampai turun tangan sendiri untuk menanganinya? Ayah juga tampak sangat khawatir,' batin Lio bertanya-tanya.'Siapa lelaki itu? Apa beliau seorang dokter sehingga bisa masuk ke ruang ICU untuk menangani Ibu? Dan sebentar, tadi pak Lio memanggilnya dengan sebutan Ayah, apakah beliau dr. Mahendra pemilik rumah sakit ini? Apa hubungan beliau dengan Ibu, ya? Ah, apapun itu, aku harap Ibu bisa diselamatkan dalam penanganannya,' batin Lia juga bertanya-tanya.Di ruang ICU, dr. Mahendra tengah berjuang melakukan pertolongan terbaik pada Maharani."Please, kamu harus kuat, Rani. Masih banyak hal yang harus kita selesaikan bersama," lirih dr. Mahendra berkali-kali.Wajahnya tampak sangat mengkhawatirkan wanita yan
MAHENDRA POV**FLASH BACK**Sore itu aku berjalan melewati komplek ruang rawat "Mawar". Seperti biasa, setiap sehari dalam seminggu aku selalu turun lapangan untuk melihat sendiri kinerja para tenaga kerja di rumah sakit yang sudah kubangun ini.Hari itu kebetulan jadwalku untuk mengecek komplek Mawar dan Melati. Aku sengaja membuat jadwalnya secara acak, agar apa yang aku lihat dari kinerja mereka adalah sebuah spontanitas. Bukan suatu hal yang di buat-buat.Ku langkahkan kaki melewati ruang mawar, hingga tak sengaja netraku menangkap pemandangan yang tak asing.Tampak seorang suster tengah membantu pasien wanita kembali tidur ke ranjangnya, mungkin dia dari kamar mandi, tebakku kala itu.Tapi yang menjadi fokusku adalah wajah pucat pasien itu, seperti tak asing bagiku."Rani? Apa benar dia Rani? Seseorang yang selama ini aku cari tahu keberadaannya," batinku.Aku terus memperhatikannya dari kejauhan. Sepertinya memang benar itu Rani. Dia sudah sangat berubah, bahkan hampir saja aku