Share

Chapter 3

Penulis: Pena_Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-22 14:35:24

"Ibu kamu dirawat di ruangan apa?" entah mengapa pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari mulutku.

Sejenak tampak raut wajah Lia keheranan. Namun tak lama kemudian ia pun menjawab,

"Kamar Mawar No. 3, Pak."

"Baiklah, kamu boleh pergi."

Dan beberapa detik kemudian, Lia telah lenyap dari pandanganku.

"Astagfirullah," ucapku lirih.

"Apa yang kamu lakukan, Lio?" batinku seraya menggeleng-gelengkan kepala heran dengan diriku sendiri. Kemudian segera beranjak ke ruang rapat.

"Ayah pasti sudah menunggu," batinku.

***

Adelia POV

Aku melangkahkan kaki keluar dari ruangan pak Lio. Rasanya masih seperti mimpi bisa menginjakkan kaki di lantai 5 dari bangunan megah ini. Bahkan dijamu oleh sang CEO dengan begitu baik. Jujur aku tak menyangka, bahwa CEO dari rumah sakit semegah ini ternyata masih sangat muda dan tampan.

Rumah Sakit dr. Mahendra sudah menjadi tempat yang tak asing lagi bagiku, karena sejak 3 bulan belakangan, aku keluar masuk rumah sakit ini untuk menjaga Ibu.

Ibuku sudah lama mengidap penyakit Leukimia. Kondisinya semakin hari semakin parah, hingga terpaksa harus dirujuk ke rumah sakit ini untuk mendapatkan penanganan dan perawatan terbaik.

Rumah Sakit Dr. Mahendra memang rumah sakit terbesar di Bali. Fasilitasnya lengkap, pelayanannya pun sangat baik. Tapi ibu selalu menolak tiap kali kutawari berobat kemari. Sampai pada akhirnya kondisi lah yang membawanya sampai ke tempat ini.Entah apa alasannya? Padahal untuk biaya pengobatannya sudah ditanggung oleh perusahaan asuransi.

Jujur, melihat kondisi Ibu saat ini sangat menyakitkan bagiku. Beliau satu-satunya yang kumiliki di dunia ini, kini hanya bisa terbaring lemah tak berdaya. Segala upaya telah aku lakukan demi kesembuhan Ibu, tetapi kondisinya tak kunjung membaik.

Bayangan tentang Ibu yang akan menyusul Ayah dan meninggalkanku seorang diri di dunia ini selalu menghantui. Bukan aku berburuk sangka bahwa Tuhan akan segera memanggilnya, tetapi kondisi ibu yang semakin hari semakin menurun membuat aku semakin pesimis dan takut hal yang tak diinginkan itu semakin dekat terjadi.

Terkadang terbesit sebuah penyesalan dalam hati, seandainya Ayah tak meninggalkan kami secepat ini, mungkin kondisi kami akan lebih baik. Setidaknya aku masih memiliki sandaran di saat-saat seperti ini.

Akan tetapi, semua itu tak akan terjadi. Jangankan mengharap bisa bersandar di dadanya, bahkan yang kutahu dari ayah hanya gambar dan tulisan nama di batu nisannya. Tidak ada kenangan indah yang tertinggal di memori. Tidak ada nasihat-nasihat yang dapat menguatkanku ketika menghadapi semua masalah ini seorang diri, karena Ayah meninggalkanku saat masih di dalam kandungan Ibu.

Seringkali ku keluhkan bahwa hidup ini tak adil bagiku. Namun, Ibu selalu mengatakan, " Tuhan tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya." Ah, Ibu. Dialah satu-satunya penguatku di dunia ini.

Aku terus melangkahkan kaki menyusuri koridor rumah sakit, melewati taman-taman di depan ruang rawat yang begitu indah, berbagai macam bunga tertanam rapih di sana. Di taman yang beralaskan rumput hijau itu juga terdapat kolam ikan dengan suara gemericik air yang menenangkan, juga kandang burung yang menghasilkan suara kicauan saling bersahutan. Bangku-bangku dan beberapa gazebo juga tersedia di sana. Benar-benar suasana yang nyaman.

Teringat kemarin sore saat Ibu memaksa ingin dibawa kesana untuk menikmati suasana yang indah sembari saling bercerita.

"Nak, Ibu ingin kamu kembali bekerja seperti sedia kala," pinta Ibu sore itu.

Ya, sebelumnya aku memang bekerja berprofesi sebagai perawat di rumah sakit daerah. Namun, sudah tiga bulan ini aku memutuskan untuk resign dari pekerjaanku agar bisa fokus merawat Ibu.

"Nggak, Bu, Lia ingin fokus merawat Ibu di sini sampai sembuh. Kalau Lia kerja, siapa yang akan merawat Ibu? Lagi pula Lia juga sudah resign, Bu," jawabku.

"Tapi hidup kamu harus terus berjalan, Nak. Kamu butuh biaya untuk melanjutkan hidup," ungkap ibu mengkhawatirkanku.

"Ibu tenang aja, ya. Tabungan Lia InsyaAllah masih cukup untuk bertahan, kok. Yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Ibu, " ucapku menenangkannya sembari menghambur ke pelukannya.

Ibu lalu mencium keningku penuh cinta,

"Terima kasih ya, Nak. Kamu memang anak terbaik Ibu."

"Sama-sama, Bu. Ini sudah menjadi kewajiban Lia sebagai anak Ibu," jawabku dengan mengeratkan pelukanku. Sejenak menikmati kehangatan pelukan ibu yang selalu kurindu di kala jauh.

"Tapi menurut ibu tidak ada salahnya kamu mencoba melamar kerja lagi, Nak. Kamu kan bisa melamar kerja di rumah sakit ini. Jadi kamu tetap bisa memantau Ibu."

Ku lepaskan pelukanku dan menatap ibu sejenak,

"Ibu yakin?"

Lalu ibu menganggukkan kepalanya cepat.

"Tapi Lia gak yakin bakal diterima, Bu. Ini kan rumah sakit elite, pasti mereka juga akan sangat selektif dalam memilih tenaga kerjanya. Sedangkan Lia masih sangat minim pengalaman," jelasku ragu.

"Kamu jangan menyerah sebelum berperang dong, nggak ada salahnya kan kalau kamu coba dulu? Ibu akan selalu mendoakan kamu, Nak," ucap ibu menyemangati.

Aku berfikir sejenak, mungkin kali ini harus aku coba saran ibu, siapa tahu keberuntungan sedang berpihak padaku. "

"Oke, Bu. Bismillah, besok Lia akan coba melamar kerja, " jawabku mantap.

"Alhamdulillah," ucap Ibu tersenyum bangga.

Kemudian kami menghabiskan sore bersama, saling bercanda dan tertawa bahagia.

****

Acara peresmian Adelio Mahendra sebagai CEO baru telah usai. dr. Mahendra berpamitan undur diri terlebih dahulu sebab ada urusan yang harus ia selesaikan. Sedang hadirin yang lain bersiap meninggalkan ruangan.

" Oiya, Pak Sigit ikut saya ke ruangan ya, saya ada perlu," ucap Lio kepada Kepala HRD.

"Baik, Pak," jawab Pak Sigit.

"Dan Anda juga pak Wiraguna. Ikut saya ke ruangan, ada hal yang ingin saya sampaikan."

"Baik, Pak," Jawab Wiraguna dengan wajahnya yang pucat pasi. Kejadian pagi tadi membuatnya menciut di hadapan sang pengganti dr. Mahendra. Ia tak eornah menyangka bahwa seseorang yang berhadapan dengannya tadi adalah atasan barunya.

Lio berdiri dan melangkahkan kaki menuju ruangannya, diikuti kepala HRD dan Direktur utama di belakangnya.

Sesampainya di ruangan, Lio mempersilahkan keduanya duduk. Kemudian ia menyerahkan berkas milik Adelia pada kepala HRD.

"Pak Sigit, ini CV salah satu pelamar kerja yang tidak sengaja bertemu dengan saya tadi pagi." Lio menjeda kalimatnya sekejap, lalu melirik ke arah Wiraguna. Tampak Wiraguna hanya menundukkan kepalanya.

"Seharusnya dia ikut interview hari ini, namun karena satu dan lain hal dia gagal hadir," lanjut Lio penuh penekanan membuat Wiraguna semakin ciut.

"Saya sudah sempat interview singkat dengan dia tadi, dan kalau melihat berkasnya sepertinya dia seorang perawat. Secara kepribadian dia sangat baik, tinggal Pak Sigit cek lagi bagaimana pengalaman kerja dia sebelumnya, ya," sambung Lio dengan menyerahkan berkasnya kepada Pak Sigit.

Kepala HRD itu lalu segera mengecek CV yang diberikan atasannya.

"Adelia Maharani, Pak?"

"Ya, betul"

"Kalau begitu saya tidak perlu mengeceknya secara mendetail, karena nama ini adalah rekomendasi Dr.Mahendra sendiri," jawab Pak Sigit mantap.

"Rekomendasi Ayah?" 

Bab terkait

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 4

    Rekomendasi Ayah?" Tanya Lio memastikan."Iya benar, Pak." Beberapa waktu lalu Dr.Mahendra menginfokan kepada saya.Lio manggut-manggut tanda mengerti.'Aneh, kalau memang Lia adalah rekomendasi Ayah, kenapa tidak langsung dipekerjakan saja? Mengapa harus melalui proses sesuai SOP? Ah, mungkin ini salah satu bentuk profesionalisme kerja Ayah,' Batin Lio."Baik lah kalau begitu tolong segera dihubungi ya, Pak. Supaya dia secepatnya bisa memulai kerja," titah Lio."Baik, Pak Lio. Ada lagi yang bisa saya bantu? ""Oh, tidak ada. Silakan Bapak boleh pergi.''" Baiklah, kalau begitu saya permisi, Pak.""Silakan."Pak Sigit pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan Lio berdua bersama Wiraguna.''Adelia Maharani, nama yang direkomendasikan Ayah. Siapa dia sebenarnya?"Dalam hati ia masih bertanya-tanya,Lio lalu memandang Wiraguna penuh intimidasi. "Ada yang ingin anda sampaikan pada saya bapak Wiraguna yang terhormat!?" tanya Lio penuh penekanan pada Wiraguna."Saya minta maaf atas kejadian

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 5

    "Ayah ...?""Lio, Kamu?"Ucap keduanya bersamaan."Ayah ngapain di sini?"Nanti Ayah jelaskan," jawab dr. Mahendra singkat, sejenak ia melirik ke arah Adelia di sisi putranya, lalu segera memasuki ruang ICU. Tampak raut wajahnya begitu khawatir.'Siapa sebenarnya Ibu Lia? Kenapa Ayah sampai turun tangan sendiri untuk menanganinya? Ayah juga tampak sangat khawatir,' batin Lio bertanya-tanya.'Siapa lelaki itu? Apa beliau seorang dokter sehingga bisa masuk ke ruang ICU untuk menangani Ibu? Dan sebentar, tadi pak Lio memanggilnya dengan sebutan Ayah, apakah beliau dr. Mahendra pemilik rumah sakit ini? Apa hubungan beliau dengan Ibu, ya? Ah, apapun itu, aku harap Ibu bisa diselamatkan dalam penanganannya,' batin Lia juga bertanya-tanya.Di ruang ICU, dr. Mahendra tengah berjuang melakukan pertolongan terbaik pada Maharani."Please, kamu harus kuat, Rani. Masih banyak hal yang harus kita selesaikan bersama," lirih dr. Mahendra berkali-kali.Wajahnya tampak sangat mengkhawatirkan wanita yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 6

    MAHENDRA POV**FLASH BACK**Sore itu aku berjalan melewati komplek ruang rawat "Mawar". Seperti biasa, setiap sehari dalam seminggu aku selalu turun lapangan untuk melihat sendiri kinerja para tenaga kerja di rumah sakit yang sudah kubangun ini.Hari itu kebetulan jadwalku untuk mengecek komplek Mawar dan Melati. Aku sengaja membuat jadwalnya secara acak, agar apa yang aku lihat dari kinerja mereka adalah sebuah spontanitas. Bukan suatu hal yang di buat-buat.Ku langkahkan kaki melewati ruang mawar, hingga tak sengaja netraku menangkap pemandangan yang tak asing.Tampak seorang suster tengah membantu pasien wanita kembali tidur ke ranjangnya, mungkin dia dari kamar mandi, tebakku kala itu.Tapi yang menjadi fokusku adalah wajah pucat pasien itu, seperti tak asing bagiku."Rani? Apa benar dia Rani? Seseorang yang selama ini aku cari tahu keberadaannya," batinku.Aku terus memperhatikannya dari kejauhan. Sepertinya memang benar itu Rani. Dia sudah sangat berubah, bahkan hampir saja aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 7

    "Oiya? Padahal aku nggak kemana-mana loh, Hen. Buktinya kamu menemukan aku begitu dekat denganmu, kan?" Aku hanya terdiam mendengar jawaban Rani. "Lagi pula untuk apa lagi kamu mencariku, Hen? bukan kah kamu sudah memiliki kehidupan yang lebih baik?" lanjut Rani terus terang. Entah mengapa jawabannya begitu menyakitkan bagiku. Aku memang bersalah telah meninggalkannya saat itu. "Maafkan aku, Ran," sesalku. Rani tersenyum tipis. "Kamu tidak perlu meminta maaf, Hen. Permintaan maaf hanya untuk orang-orang yang menyesal. Sedang kamu tak pernah menyesali keputusanmu, kan?" jawabnya tenang. Ya Allah, perih sekali hati ini mendengarnya. Lagi-lagi aku tak menyangkal jawaban Rani, karena apa yang dia katakan memang benar adanya. Justru aku sangat mensyukuri pernikahanku dengan Arumi. "Lagipula tak ada yang perlu dimaafkan darimu, Hen. Kamu sudah mengambil keputusan yang tepat. Justru aku bangga sama kamu yang selalu berbakti pada orang tuamu, " Lanjut Rani. Aku memang meninggalkannya d

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-03
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 8

    "Dijdohkan?""Iya, kita jodohkan.""Tapi apa mereka mau? Ini kan sudah bukan zaman kita lagi, Hen.""Kita buat perjodohan ini senatural mungkin, kita pertemukan mereka diam-diam, dan membuat mereka saling mencintai. Masih ada waktu satu bulan untuk kita menjalankan rencana ini. Bagaimana menurutmu?""Oke, aku setuju, harapanku semoga aku bisa menyaksikan mereka menikah sebelum tubuh ini di lalap tanah," jawab Rani bersemangat."Amiin."Kemudian aku dan Rani pun menyusun rencana perjodohan anak-anak kami.______Lia dan Lio kini duduk berdampingan di hadapan penghulu, di sisi mereka terdapat keranda yang siap mengantarkan Ibu Lia ke peristirahatan terakhirnya.Seperti wasiat Ibu Lia,Dengan terpaksa mereka akhirnya melakukan ijab qobul sesaat sebelum Ibu Lia di kebumikan.Tidak ada gaun pengantin, tidak ada texudo, tidak ada dekorasi, tidak ada jamuan dan hiburan seperti pesta pernikahan pada umum nya. Justru pernikahan ini di gelar dengan linangan air mata dan dalam lingkup kedukaan y

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-04
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 9

    Lia hanya mengangguk pasrah. Di liriknya suami yang sedang duduk di sisi nya. Sedari tadi ia hanya diam membisu. Kepalanya memandang ke sisi jendela. Pandangan nya menerawang jauh,entah apa yang tengah memenuhi pikiran nya. Mungkin semua kejadian di hari ini masih belum bisa ia terima begitu saja."Kamu ikut tinggal bersama kami, Lia. Status kamu sekarang wanita bersuami,jadi kamu harus ikut kemanapun suami kamu tinggal." titah Ayah mertuanya tak terbantahkan.Apa yang mertuanya katakan itu benar,saat ini dia telah bersuami, ia memiliki hak dan kewajiban sebagai istri yang harus ia prioritaskan sejak kini. Kehidupan nya tak lagi sama, semua hal yang akan dia lakukan harus berlandaskan keridhoan suaminya. Walau pernikahan ini terjadi di luar rencana nya, namun Lia cukup memahami apa yang menjadi tugas nya saat ini.Tak berselang lama mobil sudah terparkir di halaman rumah Lia. Lia bergegas turun untuk menyiapkan segala keperluan nya, ia tak mau mertua dan suami nya menunggu terlalu lam

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 10

    "Siapa gadis itu, Mas?" tanya Arumi pada suaminya dengan tatapan penuh selidik. Sejenak suasana menjadi hening. "Lio, dia siapa?" Tanya Arumi pada puteranya setelah tak kunjung mendapatkan Jawaban dari suaminya. Kemudian pandangan nya mengarah pada koper yang sedang di bawa Lio. "Dan kamu? Kenapa kamu bawa koper? Bukan nya kamu dari Rumah Sakit?" tanya Arumi penuh selidik. Namun Lio hanya diam membisu. "Ini kenapa pada diem gini sih, ga ada yang mau jawab Bunda?" Arumi semakin tidak sabar. "Mas, jawab aku dong ,Mas" pinta Arumi sekali lagi. Dr. Mahendra tampak menghela nafas berat sebelum kemudian memutuskan untuk menjawab pertanyaan isterinya. "Dia isteri Lio" Jawab Dr. Mahendra singkat,padat dan jelas. Arumi tertawa hambar."Ga usah bercanda deh kamu, Mas. Lio anak kita kan belum menikah, dia baru datang dari USA." ucap Arumi yang justru merasa suaminya sedang melawak. "Mas serius,Arumi. Dia Lia,Isteri Lio anak kita. Merka baru melaksanakan pernikahan sore tadi. Ucapan Ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 11

    " Tapi kenapa harus dia,Mas? Kenapa harus anaknya Rani ?Kamu kan tahu, Mas .Rani adalah wanita yang paling aku cemburu selama ini. "Suara Bundanya Terdengar sangat parau di telinga Lio." Arumi Please, Rani sudah Tiada. biarkan dia tenang di alamnya, apa yang terjadi di masa lalu tolong lupakanlah." pinta Dr.Mahendra."Bagaimana bisa aku melupakan wanita yang pernah mengisi ruang di hati suamiku begitu mendalam?bahkan sampai menyebabkan kamu mengabaikanku di awal pernikahan kita,Mas. Apa kamu lupa semua itu?Tiga bulan Mas ,tiga bulan lamanya kamu mengbaikanku, tidak sudi menyentuhku sebagai istrimu, karena kamu yang masih saja dihantui dengan rasa bersalahmu pada Rani. aku sudah cukup menderita di awal-awal pernikahan kita, namun aku tetap bersabar. lalu sekarang kamu mau menambah penderitaanku lagi?" Ucap Arumi dengan deraian air mata."Maafkan aku, Arumi, aku tahu saat itu aku memang salah, aku salah telah mengabaikanmu, aku salah telah menyakiti dan melukai hatimu begitu dala

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05

Bab terbaru

  • Setipis Benang Sutera   extra part 5

    [ Pak Lio, tenang, ya. Dampingi dulu istrinya, saya masuk minta bantuan satpam saja. ][ Baik, Dok. Mohon maaf sebelumnya. ][ Nggak apa-apa, saya mengerti kok, Pak. ]Panggilan berakhir, kemudian Lio segera mendekati Lia, memberi support dan afirmasi positif untuk istri tercintanya."Kamu pasti kuat, Sayang. Kamu pasti bisa."Selang lima menit, dr. Melani datang dan langsung mengambil tindakan. Dengan cekatan dr. Melani mengecek pembukaan jalan lahir."Masih bukaan 4 Pak Lio, tapi kondisi Bu Lia sudah melemah. Bisa tolong bantu saya pasangkan cairan infusnya?" tanya dr. Melani.Dengan cekatan Lio segera melakukan apa yang dr. Melani perintahkan. 10 tahun mengenyam pelajaran kedokteran ternyata tak cukup membuat Lio memahami apa yang harus dilakukannya di saat-saat genting seperti ini. Isi otaknya seakan ngeblank ketika dihadapkan dengan situasi seperti saat ini.Di sisi lain, dr. Melani segera memasang Kardiotokografi di perut Lia, sebuah alat yang merekam denyut nadi janin juga keku

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 4

    "Bukan mancing, Mas ...""Terus?""Tapi minta," sahut Lia dengan senyuman genitnya, membuat Lio tak dapat menahan untuk tak mencubit gemas hidung mungilnya."Dengan senang hati, Sayang ..." sahut Lio sembari mulai membelai pipi Lia yang semakin hari semakin chuby efek kehamilannya.Dan malam itu, mereka kembali menyatu sebagai sepasang suami istri, saling memberikan kehangatan dan kenikmatan, menciptakan peluh dan desahan penuh kenikmatan.Lia dan Lio tertidur sesaat setelah sama-sama mencapai puncak nikmat penyatuan mereka. Kondisi yang melelahkan membuat keduanya begitu mudah terbuai di alam mimpi.Hingga waktu memasuki pertengahan malam, Lia merasakan perutnya begitu mulas, seperti ingin BAB. Dengan terburu-buru Lia berusaha bangun dan beranjak ke kamar mandi. Lio yang merasa kelelahan akibat aktifitas malam mereka, tak merasakan apapun dalam tidurnya, ia begitu terlelap hingga tak menyadari bahwa istrinya tak lagi di sisinya."Mas Lio ...!" tiba-tiba suara Lia yang berteriak di da

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 3

    "Ke bawahan lagi, Mas ...""Ini?""Dikit lagi, Mas.""Sudah, Pas?""Terlalu ke bawah itu, Mas.""Jadi yang sebelah mana?"Tanya Lio mulai frustasi, itulah rutinitasnya tiap malam di sembilan bulan kehamilan istrinya.Lia yang perutnya semakin membuncit kerap kali mengeluh merasa kesakitan di punggungnya. Mungkin akibat ketidak seimbangan beban dengan pasaknya.Setiap malam, sebelum tidur, Lio selalu menyempatkan diri untuk memijat halus tubuh istrinya, menyampaikan afirmasi positif untuk istri dan juga janin yang ada di dalam kandungannya."Kalian sangat kuat, kalian juga sangat hebat. Papa yakin, Mama dan Dede di perut bisa bekerja sama dengan baik nantinya. Papa selalu berharap, semoga semua prosesnya diberi kelancaran," ucap Lio diikuti ciuman yang mendarat di perut buncit milik istrinya.Saat Lio baru saja mendaratkan bibirnya di sana, tiba-tiba ia merasakan tendangan kuat dari dalam perut Lia tepat mengenai bibirnya."MasyaAllah, kamu menyambut Papa ya, Nak? Papa jadi nggak sabar

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 2

    "Apa sih yang nggak buat kamu?""Ya udah, tolong Mas bilang sama cheffnya, ya suruh ikutin resepnya abang-abang martabak yang biasa di pinggir jalan."Kenapa harus gitu, Sayang? Dah biar resepnya apa kata mereka aja, ya? Pastinya mereka juga lebih tau dan ahli dibanding abang-abang penjual kaki lima.""Tapi Lia pengennya yang gitu, Mas," rengek Lia."Ya udah, ya udah, nanti Mas coba bilangin, kamu doa aja ya semoga cheffnya bisa dan mau.""Amiin."Lio lalu mengantar Lia ke kamar untuk beristirahat, kemudian meninggalkannya ke restoran tempat mereka menginap.Satu jam berlalu, saat Lio dengan penuh semangat membawa martabak manis pesanan istri tercinta. "Sayang, Mas datang ..." ucapnya seraya memasuki kamar, berharap istrinya itu akan menyambutnya dengan mata berbinar-binar.Namun ternyata kenyataan tak semanis yang dibayangkan. Istrinya itu justru tengah terpejam, lelap dalam tidur siangnya, bahkan sampai tak menyadari kehadirannya.Lio tersenyum simpul, diletakkannya piring berisi

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 1

    "Udah boleh dibuka belum, Mas?" tanya Lia sembari memegangi kain yang menutupi matanya."Belum, dikit lagi," sahut Lio yang memapahnya dari belakang. Diputarnya tubuh sang istri perlahan."Kamu ini ada-ada aja deh, Mas. Seharusnya kamu yang dapat surprise dari aku, karena kamu kan yang baru pulang dari rumah sakit. Ini kok kebalik, malah kamu yang kasih aku surprise," ungkap Lia sembari suaminya memutar-mutar tubuhnya."Udah ya, kamu nurut aja sama Mas," sahut Lio setelah mendapatkan posisi yang pas."Udah?""Udah, saya buka ya, tapi kamu tetap pejamkan mata sampai hitungan ke-tiga," ucap Lio mengarahkan."Okey."Perlahan Lio membuka kain yang menutupi mata istrinya, lalu mulai berhitung, "Satu ... Dua ... Tiga ... Buka mata kamu, Sayang!" titah Lio. Dan perlahan Lia mulai membuka matanya."Masya Allah," gumam Lia pelan. Ternyata suaminya itu membawanya ke sebuah Villa yang terletak di sebuah tebing, saat ini mereka tengah berada di area kolam renang yang terletak di balkon kamar, den

  • Setipis Benang Sutera   ENDING

    ***Lio mengerjapkan matanya kala cahaya mentari mulai menyilaukan matanya, dan pemandangan pertama yang ia lihat saat matanya terbuka adalah seorang wanita cantik yang tengah tersenyum hangat padanya. Wanita yang belakangan selalu memenuhi pikiran dan hatinya.Lio membalas senyum istrinya, " Lia ..." ucapnya lirih. Ini kali pertama ia mengeluarkan suaranya setelah sadar dari koma, semalam, setelah dipindahkan ke ruang perawatan, Lio segera tertidur hingga pagi ini."Selamat pagi, Mas," sambut Lia dengan ucapan selamat pagi."Aku seneng deh, Mas, akhirnya pagi ini aku bisa melihat kamu membuka mata, setelah sebulan lamanya di setiap pagi aku terus mengharapkannya," ucap Lia penuh bahagia."Maaf, ya, Mas terlalu lama melewatkan waktu bersama kamu," ucap Lio sembari membelai pipi istrinya."Kamu nggak perlu minta maaf, Mas. Dengan kamu kembali sadar seperti ini, aku sudah sangat bahagia. Selamat ulang tahun, ya, Mas. Semua harapan

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 73

    Satu bulan berlalu dan Lio masih belum sadar dari komanya. Selama itu pula Lia selalu berada di sisinya, melangitkan doa-doa agar keajaiban datang memberi kesembuhan pada suaminya, memohon pada Allah agar ia diberi kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki segala kesalahan yang sempat ia lakukan sebelumnya."Lio sangat beruntung memiliki kamu, Lia," ucap Arumi saat baru saja memasuki ruang rawat anaknya. Lia baru saja selesai sholat isya' saat mertuanya itu datang dan masuk ke ruangan."Eh, Bunda? Ayah mana?" sapa Lia sembari mencium punggung tangan mertuanya."Ayah masih ada urusan sebentar, bentar lagi juga kesini," jelas Arumi sembari mendekati putranya yang masih terbaring koma.Arumi meraih tangan Lio, kemudian mengecupnya beberapa kali, "Bagaimana kabarmu hari ini, Nak? Bunda selalu berharap kamu segera pulih, lihatlah, kita semua menunggumu, Lio. Kita semua merindukanmu.Lihatlah Lia, setiap hari istrimu itu selalu mengurusmu dengan begitu baik, bahkan sampai tak sempat mengur

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 72

    Waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi, namun Lio tak kunjung datang menjemput Lia. Sedari tadi Lia tampak gelisah, langkahnya tak berhenti mengitari rumah, mondar-mandir tak tentu arah."Tumben sih Mas Lio datang telat? Apa dia lupa ya kalau harus jemput aku? Mana dihubungi dari tadi susah banget lagi. Suka begini deh kalau lagi genting,'' gerutu Lia dalam hati. Walau begitu ia sangat mengkhawatirkan kondisi suaminya yang tak kunjung datang.Waktu terus berlalu, hingga menunjukkan pukul 07.30, tapi Lio tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Perasaan Lia semakin resah, disamping ia kepikiran suaminya, kini ia juga tak dapat terlalu lama menunggu, karena ia akan datang terlambat jika tidak segera berangkat.Segera Lia membuka aplikasi hijau, dan memesan sebuah taxi online. Namun tiba-tiba sebuah panggilan dari Vino masuk.Sejenak Lia ragu untuk mengangkatnya, mengingat suaminya yang begitu sensitif jika ia berhubungan dengan Vino. Lia sengaja mengabaikan panggilan itu dan lanjut memesan

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 71

    Tok ... Tok ... Tok ..."Lia, buka pintunya, Nak!" Lia mendengar suara ketukan dari pintu kamarnya, perlahan ia berjalan dan membukanya."Ibu?" tanya Lia sedikit terkejut."Boleh Ibu masuk?""Boleh dong, Bu. Ayo," ucap Lia bersemangat."Ibu, Lia kangen banget ...," ucap Lia sesaat setelah duduk di tepi ranjang lalu memeluk ibunya."Ibu juga kangen sama, Lia," sahut Ibunya membalas pelukan. "Lia kenapa di sini? Bukankah seharusnya Lia ada di rumah suami Lia?" tanya Ibunya sembari perlahan melepas pelukannya." Lia kangen sama Ibu," jawab Lia sembari memandang wajah teduh Ibunya, wajah itu kini tampak semakin segar dan cantik, berbeda dengan yang Lia lihat saat terakhir bertemu."Ibu sudah sehat?" tanya Lia ingin mengetahui kondisi ibunya.Rani tersenyum, anak perempuannya itu tidak pernah berubah, selalu mencari pelukannya setiap kali menghadapi masalah, juga selalu memperhatikan kesehatannya."Ibu sehat, Nak. Ibu sudah tidak sakit lagi, seperti yang kamu lihat," jelas Rani pada putr

DMCA.com Protection Status