Share

Chapter 4

Author: Pena_Zahra
last update Last Updated: 2022-10-23 21:43:54

Rekomendasi Ayah?" Tanya Lio memastikan.

"Iya benar, Pak." Beberapa waktu lalu Dr.Mahendra menginfokan kepada saya.

Lio manggut-manggut tanda mengerti.

'Aneh, kalau memang Lia adalah rekomendasi Ayah, kenapa tidak langsung dipekerjakan saja? Mengapa harus melalui proses sesuai SOP? Ah, mungkin ini salah satu bentuk profesionalisme kerja Ayah,' Batin Lio.

"Baik lah kalau begitu tolong segera dihubungi ya, Pak. Supaya dia secepatnya bisa memulai kerja," titah Lio.

"Baik, Pak Lio. Ada lagi yang bisa saya bantu? "

"Oh, tidak ada. Silakan Bapak boleh pergi.''

" Baiklah, kalau begitu saya permisi, Pak."

"Silakan."

Pak Sigit pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan Lio berdua bersama Wiraguna.

''Adelia Maharani, nama yang direkomendasikan Ayah. Siapa dia sebenarnya?"Dalam hati ia masih bertanya-tanya,

Lio lalu memandang Wiraguna penuh intimidasi. 

"Ada yang ingin anda sampaikan pada saya bapak Wiraguna yang terhormat!?" tanya Lio penuh penekanan pada Wiraguna.

"Saya minta maaf atas kejadian tadi pagi, Pak. Saya benar-benar menyesal. Tolong jangan pecat saya," ujar Wiraguna penuh penyesalan.

"Seharusnya Anda meminta maaf pada Adelia, bukan kepada saya," jawab Lio sinis.

"Kejadian tadi pagi saya saksikan sebelum saya diresmikan sebagai CEO di rumah sakit dr. Mahendra ini. Jadi saya sama sekali tidak berhak memecat Anda. Tapi kalau sampai kejadian serupa terulang kembali, saya tidak akan segan-segan memecat Anda Bapak Wiraguna, apa ucapan saya ini bisa dimengerti?" lanjut Lio.

"Bisa, Pak," jawab Wiraguna cepat.

"Bagus. Yang Anda perlu tahu, bagi saya adab yang baik dari karyawan saya memiliki nilai 50 persen dari keseluruhan. Karena bagi saya percuma kinerja baik tapi kelakuannya tidak baik. Jadi, saya minta kejadian seperti tadi pagi jangan sampai terulang kembali."

"Baik, Pak. Sekali lagi saya minta maaf," sesal Wiraguna sekali lagi.

"Iya. Silakan Anda boleh pergi," titah Lio tak mau berlama-lama.

Wiraguna pun beranjak pergi meninggalkan ruangan Lio.

Lio duduk di kursi kerjanya, ia kembali memandangi ruangan sang Ayah yang kini menjadi ruangannya. 

"Aku tak menyangka Ayah akan secepat ini mempercayakan rumah sakit ini di tanganku. Tapi aku tak boleh menyia-nyiakan kepercayaan Ayah, akan aku buktikan bahwa aku bisa diandalkan, aku akan melakukan yang terbaik untuk kemajuan rumah sakit ini," tekad Lio.

Hening sejenak. Lalu pikiran Lio kembali pada pernyataan pak Sigit soal nama Adelia Maharani.

"Sebenarnya apa alasan Ayah merekomendasikan Lia?" Pikir Lio masih bertanya-tanya.

Ia lalu melirik jam di tangannya. 

"30 menit lagi jam makan siang. Ada baiknya aku makan di kantin rumah sakit, untuk bersosialisasi dengan lingkungan baru ini, " Batin Lio.

Lio berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Berbeda dengan kondisi pagi tadi, siang ini banyak mata yang memandangnya, bahkan tak sedikit yang memberikan senyuman manis dan sekedar bertegur sapa. Semua orang mendadak menjadi ramah. Tampaknya kabar tentang dirinya sebagai CEO baru telah menyebar ke seluruh penjuru bangunan megah ini.

"Ah, ternyata benar juga jargon tak kenal maka tak sayang itu," batin Lio sedikit jumawa.

Lio terus berjalan menyusuri setiap detail dari bangunan rumah sakit ke arah kantin, hingga langkahnya terhenti di ruang mawar karena melihat kehebohan di sana.

Beberapa suster berlari cepat menuju ruang nomor 3, tak lama kemudian mereka membawa seorang pasien menuju ICU.

Di antara beberapa suster yang sedang mendorong brankar itu nampak seorang gadis dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

"Gadis itu, seperti tak asing wajahnya," batin Lio mengingat-ingat.

"Astaghfirullah… Lia! Itu kan Adelia Maharani, cewek yang aku temui tadi pagi?" lirih Lio kala teringat siapa gadis itu. Gegas Lio menyusul menuju ruang ICU.

_____________________

Di depan Ruang ICU

Lia mondar mandir panik di depan ruang ICU, nampak raut wajahnya sangat khawatir.

Segala rasa cemas, takut, gelisah berkumpul menjadi satu. Bagaimana tidak? malaikat dalam hidupnya kini tengah berjuang antara hidup dan mati di dalam sana.

Melihat itu, Lio merasa sangat iba, ia mendekati Lia.

"Lia," Panggil Lio pelan.

Mendengar seseorang memanggil namanya Lia segera menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke arah suara itu berasal, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat pak Lio sudah berdiri di belakangnya.

"Pak Lio?" tanya Lia heran dengan keberadaan Lio disana.

"Kamu tenang, ya, mari duduk sini," ucap Lio sembari memapah Lia untuk duduk di kursi tunggu.

"Ada apa, Lia?" tanya Lio ketika mereka sudah duduk di kursi tunggu.

"Ibu, Pak. Ibu saya … huhuhu,'' Adelia tak mampu lagi menahan tangisnya. Ia terisak hingga punggungnya berguncang hebat.

"Lia, kamu tenang ya. Saya tidak tahu apa yang tengah terjadi dengan ibu kamu, tapi yang jelas dalam kondisi seperti ini kamu harus tenang. Minta lah pertolongan dari Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit. Jangan cemas, jangan gelisah. Kamu tenang, ya."

"Saya takut, Pak. Saya takut Ibu akan pergi meninggalkan saya."

"Sssttt … kamu nggak boleh bicara seperti itu. Ucapanmu adalah doa, Lia. Sebaiknya kita sama-sama berdoa untuk ibu kamu, ya," ucap Lio menenangkan.

Sesaat kemudian kondisi Lia mulai tenang.

Suasana menjadi hening. Tidak ada pembicaraan apapun di antara keduanya. Sedari tadi Lia hanya diam sembari memejamkan mata, ia menautkan jari jemari seraya menengadahkan wajahnya ke atas. Ia tengah memohon pada Yang Maha Esa agar memberikan keajaiban bagi Ibunya.

Sedang Lio hanya terdiam di sisi Lia. Menenangkan gadis yang baru ia kenalnya beberapa waktu lalu, meyakinkannya bahwa ia tidak sendiri.

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki yang begitu cepat menuju ruang ICU, seperti langkah kaki seorang yang sedang terburu-buru.

Lio menoleh ke arah suara tersebut, dan betapa terkejutnya ia ketika tahu ternyata itu adalah suara langkah kaki Ayahnya ditemani seorang suster menuju ke ruang ICU.

"Ayah ...?"

"Lio, Kamu?"

Related chapters

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 5

    "Ayah ...?""Lio, Kamu?"Ucap keduanya bersamaan."Ayah ngapain di sini?"Nanti Ayah jelaskan," jawab dr. Mahendra singkat, sejenak ia melirik ke arah Adelia di sisi putranya, lalu segera memasuki ruang ICU. Tampak raut wajahnya begitu khawatir.'Siapa sebenarnya Ibu Lia? Kenapa Ayah sampai turun tangan sendiri untuk menanganinya? Ayah juga tampak sangat khawatir,' batin Lio bertanya-tanya.'Siapa lelaki itu? Apa beliau seorang dokter sehingga bisa masuk ke ruang ICU untuk menangani Ibu? Dan sebentar, tadi pak Lio memanggilnya dengan sebutan Ayah, apakah beliau dr. Mahendra pemilik rumah sakit ini? Apa hubungan beliau dengan Ibu, ya? Ah, apapun itu, aku harap Ibu bisa diselamatkan dalam penanganannya,' batin Lia juga bertanya-tanya.Di ruang ICU, dr. Mahendra tengah berjuang melakukan pertolongan terbaik pada Maharani."Please, kamu harus kuat, Rani. Masih banyak hal yang harus kita selesaikan bersama," lirih dr. Mahendra berkali-kali.Wajahnya tampak sangat mengkhawatirkan wanita yan

    Last Updated : 2022-10-23
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 6

    MAHENDRA POV**FLASH BACK**Sore itu aku berjalan melewati komplek ruang rawat "Mawar". Seperti biasa, setiap sehari dalam seminggu aku selalu turun lapangan untuk melihat sendiri kinerja para tenaga kerja di rumah sakit yang sudah kubangun ini.Hari itu kebetulan jadwalku untuk mengecek komplek Mawar dan Melati. Aku sengaja membuat jadwalnya secara acak, agar apa yang aku lihat dari kinerja mereka adalah sebuah spontanitas. Bukan suatu hal yang di buat-buat.Ku langkahkan kaki melewati ruang mawar, hingga tak sengaja netraku menangkap pemandangan yang tak asing.Tampak seorang suster tengah membantu pasien wanita kembali tidur ke ranjangnya, mungkin dia dari kamar mandi, tebakku kala itu.Tapi yang menjadi fokusku adalah wajah pucat pasien itu, seperti tak asing bagiku."Rani? Apa benar dia Rani? Seseorang yang selama ini aku cari tahu keberadaannya," batinku.Aku terus memperhatikannya dari kejauhan. Sepertinya memang benar itu Rani. Dia sudah sangat berubah, bahkan hampir saja aku

    Last Updated : 2022-10-24
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 7

    "Oiya? Padahal aku nggak kemana-mana loh, Hen. Buktinya kamu menemukan aku begitu dekat denganmu, kan?" Aku hanya terdiam mendengar jawaban Rani. "Lagi pula untuk apa lagi kamu mencariku, Hen? bukan kah kamu sudah memiliki kehidupan yang lebih baik?" lanjut Rani terus terang. Entah mengapa jawabannya begitu menyakitkan bagiku. Aku memang bersalah telah meninggalkannya saat itu. "Maafkan aku, Ran," sesalku. Rani tersenyum tipis. "Kamu tidak perlu meminta maaf, Hen. Permintaan maaf hanya untuk orang-orang yang menyesal. Sedang kamu tak pernah menyesali keputusanmu, kan?" jawabnya tenang. Ya Allah, perih sekali hati ini mendengarnya. Lagi-lagi aku tak menyangkal jawaban Rani, karena apa yang dia katakan memang benar adanya. Justru aku sangat mensyukuri pernikahanku dengan Arumi. "Lagipula tak ada yang perlu dimaafkan darimu, Hen. Kamu sudah mengambil keputusan yang tepat. Justru aku bangga sama kamu yang selalu berbakti pada orang tuamu, " Lanjut Rani. Aku memang meninggalkannya d

    Last Updated : 2022-11-03
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 8

    "Dijdohkan?""Iya, kita jodohkan.""Tapi apa mereka mau? Ini kan sudah bukan zaman kita lagi, Hen.""Kita buat perjodohan ini senatural mungkin, kita pertemukan mereka diam-diam, dan membuat mereka saling mencintai. Masih ada waktu satu bulan untuk kita menjalankan rencana ini. Bagaimana menurutmu?""Oke, aku setuju, harapanku semoga aku bisa menyaksikan mereka menikah sebelum tubuh ini di lalap tanah," jawab Rani bersemangat."Amiin."Kemudian aku dan Rani pun menyusun rencana perjodohan anak-anak kami.______Lia dan Lio kini duduk berdampingan di hadapan penghulu, di sisi mereka terdapat keranda yang siap mengantarkan Ibu Lia ke peristirahatan terakhirnya.Seperti wasiat Ibu Lia,Dengan terpaksa mereka akhirnya melakukan ijab qobul sesaat sebelum Ibu Lia di kebumikan.Tidak ada gaun pengantin, tidak ada texudo, tidak ada dekorasi, tidak ada jamuan dan hiburan seperti pesta pernikahan pada umum nya. Justru pernikahan ini di gelar dengan linangan air mata dan dalam lingkup kedukaan y

    Last Updated : 2022-11-04
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 9

    Lia hanya mengangguk pasrah. Di liriknya suami yang sedang duduk di sisi nya. Sedari tadi ia hanya diam membisu. Kepalanya memandang ke sisi jendela. Pandangan nya menerawang jauh,entah apa yang tengah memenuhi pikiran nya. Mungkin semua kejadian di hari ini masih belum bisa ia terima begitu saja."Kamu ikut tinggal bersama kami, Lia. Status kamu sekarang wanita bersuami,jadi kamu harus ikut kemanapun suami kamu tinggal." titah Ayah mertuanya tak terbantahkan.Apa yang mertuanya katakan itu benar,saat ini dia telah bersuami, ia memiliki hak dan kewajiban sebagai istri yang harus ia prioritaskan sejak kini. Kehidupan nya tak lagi sama, semua hal yang akan dia lakukan harus berlandaskan keridhoan suaminya. Walau pernikahan ini terjadi di luar rencana nya, namun Lia cukup memahami apa yang menjadi tugas nya saat ini.Tak berselang lama mobil sudah terparkir di halaman rumah Lia. Lia bergegas turun untuk menyiapkan segala keperluan nya, ia tak mau mertua dan suami nya menunggu terlalu lam

    Last Updated : 2022-11-05
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 10

    "Siapa gadis itu, Mas?" tanya Arumi pada suaminya dengan tatapan penuh selidik. Sejenak suasana menjadi hening. "Lio, dia siapa?" Tanya Arumi pada puteranya setelah tak kunjung mendapatkan Jawaban dari suaminya. Kemudian pandangan nya mengarah pada koper yang sedang di bawa Lio. "Dan kamu? Kenapa kamu bawa koper? Bukan nya kamu dari Rumah Sakit?" tanya Arumi penuh selidik. Namun Lio hanya diam membisu. "Ini kenapa pada diem gini sih, ga ada yang mau jawab Bunda?" Arumi semakin tidak sabar. "Mas, jawab aku dong ,Mas" pinta Arumi sekali lagi. Dr. Mahendra tampak menghela nafas berat sebelum kemudian memutuskan untuk menjawab pertanyaan isterinya. "Dia isteri Lio" Jawab Dr. Mahendra singkat,padat dan jelas. Arumi tertawa hambar."Ga usah bercanda deh kamu, Mas. Lio anak kita kan belum menikah, dia baru datang dari USA." ucap Arumi yang justru merasa suaminya sedang melawak. "Mas serius,Arumi. Dia Lia,Isteri Lio anak kita. Merka baru melaksanakan pernikahan sore tadi. Ucapan Ma

    Last Updated : 2022-11-05
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 11

    " Tapi kenapa harus dia,Mas? Kenapa harus anaknya Rani ?Kamu kan tahu, Mas .Rani adalah wanita yang paling aku cemburu selama ini. "Suara Bundanya Terdengar sangat parau di telinga Lio." Arumi Please, Rani sudah Tiada. biarkan dia tenang di alamnya, apa yang terjadi di masa lalu tolong lupakanlah." pinta Dr.Mahendra."Bagaimana bisa aku melupakan wanita yang pernah mengisi ruang di hati suamiku begitu mendalam?bahkan sampai menyebabkan kamu mengabaikanku di awal pernikahan kita,Mas. Apa kamu lupa semua itu?Tiga bulan Mas ,tiga bulan lamanya kamu mengbaikanku, tidak sudi menyentuhku sebagai istrimu, karena kamu yang masih saja dihantui dengan rasa bersalahmu pada Rani. aku sudah cukup menderita di awal-awal pernikahan kita, namun aku tetap bersabar. lalu sekarang kamu mau menambah penderitaanku lagi?" Ucap Arumi dengan deraian air mata."Maafkan aku, Arumi, aku tahu saat itu aku memang salah, aku salah telah mengabaikanmu, aku salah telah menyakiti dan melukai hatimu begitu dala

    Last Updated : 2022-11-05
  • Setipis Benang Sutera   Chapter 12

    Fajar mulai menampakan sinarnya Lio mencoba untuk bangkit dari tempatnya, Ia tak mungkin terus-menerus mengurung diri seperti ini,banyak hal yang harus ia selesaikan.Lio mulai melangkahkan kakinya memasuki kamar, kepalanya terasa sangat berat, pandangannya mulai merabun. Mungkin itu disebabkan oleh dirinya yang tidak tidur semalam.Lia sedang menunggu suaminya di ujung ranjang dengan mengenakan mukena,bersiap mengajak Lio untuk sholat subuh berjamaah. Sebenarnya Lia sangat khawatir dengan kondisi suaminya,sebab semalam suntuk suaminya itu berada di balkon kamar, Lia bahkan tidak tahu apa yang suaminya lakukan di luar sana.Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 namun Lio tak kunjung memasuki kamarnya, Lia semakin khawatir, Ia takut terjadi sesuatu pada suaminya. awalnya Lia ragu untuk menyusul Lio ke balkon, karena lelaki itu sempat berpesan agar Lia tidak mengganggunya, Namun karena hari sudah mulai pagi, akhirnya Lia memberanikan diri untuk menyusul suaminya. Lia berjalan ke arah pint

    Last Updated : 2022-11-05

Latest chapter

  • Setipis Benang Sutera   extra part 5

    [ Pak Lio, tenang, ya. Dampingi dulu istrinya, saya masuk minta bantuan satpam saja. ][ Baik, Dok. Mohon maaf sebelumnya. ][ Nggak apa-apa, saya mengerti kok, Pak. ]Panggilan berakhir, kemudian Lio segera mendekati Lia, memberi support dan afirmasi positif untuk istri tercintanya."Kamu pasti kuat, Sayang. Kamu pasti bisa."Selang lima menit, dr. Melani datang dan langsung mengambil tindakan. Dengan cekatan dr. Melani mengecek pembukaan jalan lahir."Masih bukaan 4 Pak Lio, tapi kondisi Bu Lia sudah melemah. Bisa tolong bantu saya pasangkan cairan infusnya?" tanya dr. Melani.Dengan cekatan Lio segera melakukan apa yang dr. Melani perintahkan. 10 tahun mengenyam pelajaran kedokteran ternyata tak cukup membuat Lio memahami apa yang harus dilakukannya di saat-saat genting seperti ini. Isi otaknya seakan ngeblank ketika dihadapkan dengan situasi seperti saat ini.Di sisi lain, dr. Melani segera memasang Kardiotokografi di perut Lia, sebuah alat yang merekam denyut nadi janin juga keku

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 4

    "Bukan mancing, Mas ...""Terus?""Tapi minta," sahut Lia dengan senyuman genitnya, membuat Lio tak dapat menahan untuk tak mencubit gemas hidung mungilnya."Dengan senang hati, Sayang ..." sahut Lio sembari mulai membelai pipi Lia yang semakin hari semakin chuby efek kehamilannya.Dan malam itu, mereka kembali menyatu sebagai sepasang suami istri, saling memberikan kehangatan dan kenikmatan, menciptakan peluh dan desahan penuh kenikmatan.Lia dan Lio tertidur sesaat setelah sama-sama mencapai puncak nikmat penyatuan mereka. Kondisi yang melelahkan membuat keduanya begitu mudah terbuai di alam mimpi.Hingga waktu memasuki pertengahan malam, Lia merasakan perutnya begitu mulas, seperti ingin BAB. Dengan terburu-buru Lia berusaha bangun dan beranjak ke kamar mandi. Lio yang merasa kelelahan akibat aktifitas malam mereka, tak merasakan apapun dalam tidurnya, ia begitu terlelap hingga tak menyadari bahwa istrinya tak lagi di sisinya."Mas Lio ...!" tiba-tiba suara Lia yang berteriak di da

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 3

    "Ke bawahan lagi, Mas ...""Ini?""Dikit lagi, Mas.""Sudah, Pas?""Terlalu ke bawah itu, Mas.""Jadi yang sebelah mana?"Tanya Lio mulai frustasi, itulah rutinitasnya tiap malam di sembilan bulan kehamilan istrinya.Lia yang perutnya semakin membuncit kerap kali mengeluh merasa kesakitan di punggungnya. Mungkin akibat ketidak seimbangan beban dengan pasaknya.Setiap malam, sebelum tidur, Lio selalu menyempatkan diri untuk memijat halus tubuh istrinya, menyampaikan afirmasi positif untuk istri dan juga janin yang ada di dalam kandungannya."Kalian sangat kuat, kalian juga sangat hebat. Papa yakin, Mama dan Dede di perut bisa bekerja sama dengan baik nantinya. Papa selalu berharap, semoga semua prosesnya diberi kelancaran," ucap Lio diikuti ciuman yang mendarat di perut buncit milik istrinya.Saat Lio baru saja mendaratkan bibirnya di sana, tiba-tiba ia merasakan tendangan kuat dari dalam perut Lia tepat mengenai bibirnya."MasyaAllah, kamu menyambut Papa ya, Nak? Papa jadi nggak sabar

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 2

    "Apa sih yang nggak buat kamu?""Ya udah, tolong Mas bilang sama cheffnya, ya suruh ikutin resepnya abang-abang martabak yang biasa di pinggir jalan."Kenapa harus gitu, Sayang? Dah biar resepnya apa kata mereka aja, ya? Pastinya mereka juga lebih tau dan ahli dibanding abang-abang penjual kaki lima.""Tapi Lia pengennya yang gitu, Mas," rengek Lia."Ya udah, ya udah, nanti Mas coba bilangin, kamu doa aja ya semoga cheffnya bisa dan mau.""Amiin."Lio lalu mengantar Lia ke kamar untuk beristirahat, kemudian meninggalkannya ke restoran tempat mereka menginap.Satu jam berlalu, saat Lio dengan penuh semangat membawa martabak manis pesanan istri tercinta. "Sayang, Mas datang ..." ucapnya seraya memasuki kamar, berharap istrinya itu akan menyambutnya dengan mata berbinar-binar.Namun ternyata kenyataan tak semanis yang dibayangkan. Istrinya itu justru tengah terpejam, lelap dalam tidur siangnya, bahkan sampai tak menyadari kehadirannya.Lio tersenyum simpul, diletakkannya piring berisi

  • Setipis Benang Sutera   Extra Part 1

    "Udah boleh dibuka belum, Mas?" tanya Lia sembari memegangi kain yang menutupi matanya."Belum, dikit lagi," sahut Lio yang memapahnya dari belakang. Diputarnya tubuh sang istri perlahan."Kamu ini ada-ada aja deh, Mas. Seharusnya kamu yang dapat surprise dari aku, karena kamu kan yang baru pulang dari rumah sakit. Ini kok kebalik, malah kamu yang kasih aku surprise," ungkap Lia sembari suaminya memutar-mutar tubuhnya."Udah ya, kamu nurut aja sama Mas," sahut Lio setelah mendapatkan posisi yang pas."Udah?""Udah, saya buka ya, tapi kamu tetap pejamkan mata sampai hitungan ke-tiga," ucap Lio mengarahkan."Okey."Perlahan Lio membuka kain yang menutupi mata istrinya, lalu mulai berhitung, "Satu ... Dua ... Tiga ... Buka mata kamu, Sayang!" titah Lio. Dan perlahan Lia mulai membuka matanya."Masya Allah," gumam Lia pelan. Ternyata suaminya itu membawanya ke sebuah Villa yang terletak di sebuah tebing, saat ini mereka tengah berada di area kolam renang yang terletak di balkon kamar, den

  • Setipis Benang Sutera   ENDING

    ***Lio mengerjapkan matanya kala cahaya mentari mulai menyilaukan matanya, dan pemandangan pertama yang ia lihat saat matanya terbuka adalah seorang wanita cantik yang tengah tersenyum hangat padanya. Wanita yang belakangan selalu memenuhi pikiran dan hatinya.Lio membalas senyum istrinya, " Lia ..." ucapnya lirih. Ini kali pertama ia mengeluarkan suaranya setelah sadar dari koma, semalam, setelah dipindahkan ke ruang perawatan, Lio segera tertidur hingga pagi ini."Selamat pagi, Mas," sambut Lia dengan ucapan selamat pagi."Aku seneng deh, Mas, akhirnya pagi ini aku bisa melihat kamu membuka mata, setelah sebulan lamanya di setiap pagi aku terus mengharapkannya," ucap Lia penuh bahagia."Maaf, ya, Mas terlalu lama melewatkan waktu bersama kamu," ucap Lio sembari membelai pipi istrinya."Kamu nggak perlu minta maaf, Mas. Dengan kamu kembali sadar seperti ini, aku sudah sangat bahagia. Selamat ulang tahun, ya, Mas. Semua harapan

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 73

    Satu bulan berlalu dan Lio masih belum sadar dari komanya. Selama itu pula Lia selalu berada di sisinya, melangitkan doa-doa agar keajaiban datang memberi kesembuhan pada suaminya, memohon pada Allah agar ia diberi kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki segala kesalahan yang sempat ia lakukan sebelumnya."Lio sangat beruntung memiliki kamu, Lia," ucap Arumi saat baru saja memasuki ruang rawat anaknya. Lia baru saja selesai sholat isya' saat mertuanya itu datang dan masuk ke ruangan."Eh, Bunda? Ayah mana?" sapa Lia sembari mencium punggung tangan mertuanya."Ayah masih ada urusan sebentar, bentar lagi juga kesini," jelas Arumi sembari mendekati putranya yang masih terbaring koma.Arumi meraih tangan Lio, kemudian mengecupnya beberapa kali, "Bagaimana kabarmu hari ini, Nak? Bunda selalu berharap kamu segera pulih, lihatlah, kita semua menunggumu, Lio. Kita semua merindukanmu.Lihatlah Lia, setiap hari istrimu itu selalu mengurusmu dengan begitu baik, bahkan sampai tak sempat mengur

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 72

    Waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi, namun Lio tak kunjung datang menjemput Lia. Sedari tadi Lia tampak gelisah, langkahnya tak berhenti mengitari rumah, mondar-mandir tak tentu arah."Tumben sih Mas Lio datang telat? Apa dia lupa ya kalau harus jemput aku? Mana dihubungi dari tadi susah banget lagi. Suka begini deh kalau lagi genting,'' gerutu Lia dalam hati. Walau begitu ia sangat mengkhawatirkan kondisi suaminya yang tak kunjung datang.Waktu terus berlalu, hingga menunjukkan pukul 07.30, tapi Lio tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Perasaan Lia semakin resah, disamping ia kepikiran suaminya, kini ia juga tak dapat terlalu lama menunggu, karena ia akan datang terlambat jika tidak segera berangkat.Segera Lia membuka aplikasi hijau, dan memesan sebuah taxi online. Namun tiba-tiba sebuah panggilan dari Vino masuk.Sejenak Lia ragu untuk mengangkatnya, mengingat suaminya yang begitu sensitif jika ia berhubungan dengan Vino. Lia sengaja mengabaikan panggilan itu dan lanjut memesan

  • Setipis Benang Sutera   Chapter 71

    Tok ... Tok ... Tok ..."Lia, buka pintunya, Nak!" Lia mendengar suara ketukan dari pintu kamarnya, perlahan ia berjalan dan membukanya."Ibu?" tanya Lia sedikit terkejut."Boleh Ibu masuk?""Boleh dong, Bu. Ayo," ucap Lia bersemangat."Ibu, Lia kangen banget ...," ucap Lia sesaat setelah duduk di tepi ranjang lalu memeluk ibunya."Ibu juga kangen sama, Lia," sahut Ibunya membalas pelukan. "Lia kenapa di sini? Bukankah seharusnya Lia ada di rumah suami Lia?" tanya Ibunya sembari perlahan melepas pelukannya." Lia kangen sama Ibu," jawab Lia sembari memandang wajah teduh Ibunya, wajah itu kini tampak semakin segar dan cantik, berbeda dengan yang Lia lihat saat terakhir bertemu."Ibu sudah sehat?" tanya Lia ingin mengetahui kondisi ibunya.Rani tersenyum, anak perempuannya itu tidak pernah berubah, selalu mencari pelukannya setiap kali menghadapi masalah, juga selalu memperhatikan kesehatannya."Ibu sehat, Nak. Ibu sudah tidak sakit lagi, seperti yang kamu lihat," jelas Rani pada putr

DMCA.com Protection Status