Astagfirullah, Bun. Sejak kapan bunda di sana?" tanya Lio sembari berjalan menghampiri sang bunda kemudian mencium tangan nya."Ya, lumayan lah. Belum terlalu bosan juga, kok. Hanya menunggumu selesai mandi," sindir sang bunda sembari menepuk sofa mempersilahkan putranya duduk di sisinya, Lio pun menurut sembari memberi kecupan di pipi sang Bunda."Memang idealnya pengantin baru itu menghabiskan waktu untuk honeymoon, menikmati masa-masa indah bersama pasangan. Bukan malah memaksakan diri seperti ini.""Maksud bunda apa, sih? Lio gak paham.""Ya seperti kamu ini, memaksakan diri untuk tetap bekerja, padahal masih kelelahan setelah melalui pertempuran semalam. Akhirnya berangkat kerja pun tak sempat mandi, kan?" ucap sang bunda dengan menggerak-gerakkan alisnya terus menggoda putranya."Bunda ngomong apa, sih?" ucap Lio tak suka, raut wajahnya tampak tidak nyaman mendengar pertanyaan bundanya."Boro-boro ada pertempuran yang melelahkan, yang ada udah duluan lelah sebelum bertempur, bu
Lio melangkah cepat menuju ruangan Pak Sigit, ia bahkan sampai mengabaikan beberapa staff nya yang menyapa. Baginya yang terpenting sekarang adalah memastikan Lia tidak mengadu pada sang Ayah.Langkahnya terhenti saat melihat ayah dan isterinya keluar dari ruangan Pak Sigit menuju ke kantin rumah sakit. Ia pun segera mengikuti mereka.Setibanya di Kantiin, Dr. Mahendra dan Lia langsung duduk di salah satu bangku yang relatif sepi, mereka lalu memesan minuman dan mengobrol ringan. Sedang tak jauh dari mereka Lio sedang mencuri dengar apa yang sedang mereka bicarakan."Bagaimana kabarmu, Lia?" tanya Dr. Mahendra membuka obrolan."Alhamdulillah, Lia baik, Yah. Seperti yang ayah lihat." ucap Lia menjelaskan kondisinya."Ya, secara jasmani Ayah bisa melihat kamu tampak sehat. Tapi bagaimana dengan perasaanmu, nak? Apa sudah merasa lebih baik?" tanya Dr. Mahendra ingin memastikan kondisi hati Lia setelah melewati hari-hari beratnya.Lia tersenyum getir."Ya beginilah, Yah. Lia masih mencoba
"Uhuuukk""Ayah, ayah gak papa? Lia carikan air mineral, ya." tawar Lia khawatir melihat mertuanya yang tiba-tiba tersedak."Gak perlu, Lia. Gak perlu. Ayah baik-baik aja, kok." cegah Dr. Mahendra kemudian.Dari kejauhan Lio menyeringai melihat ayahnya yang tiba-tiba tersedak."Ayah pasti kaget dan bingung mendengar pertanyaan Lia." batin Lio.Sesaat kemudian Dr. Mahendra kembali bertanya pada Lia."Kenapa Lia bertanya seperti itu?" "Lia hanya ingin tahu saja, yah. Karena ibu tidak pernah bercerita tentang Ayah sebelumnya. Bahkan sekedar menyebut nama Ayah pun tidak pernah." ucap Lia heran."Mungkin informasi itu di anggap tidak penting untuk kamu ketahui oleh ibumu Lia." Dr. Mahendra mencoba mengalihkan pembicaraan."Tapi menurut Lia tidak seperti itu, Yah. Karena ibu sering menceritakan tentang teman-temannya pada Lia. Kalau sampai ibu menitipkan Lia pada Ayah, itu kan artinya Ayah adalah orang penting dalam hidup Ibu, dan seharusnya, ibu menceritakan hal itu pada Lia. Tapi kenyat
"Lia."Mendengar itu, Lia seketika menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik ke arah Bundanya."Iya, Bunda?" sahut Lia saat sudah di hadapan sang Bunda."Bisa kita bicara sebentar?" tanya Arumi pada menantunya."Bisa, Bunda." sahut Lia menyanggupi."Kita cari taman dekat sini, ya." ajak Arumi pada Lia. Kemudian mereka berjalan beriringan mencari taman.***Arumi POV.Hari ini adalah hari ketiga sejak aku mengetahui kabar Lio telah menikahi wanita bernama Lia yang ku tahu putri dari Maharani, seseorang yang begitu spesial di memory masa lalu suamiku.Hari ini, aku merasa kondisi hatiku sudah lebih baik. Emosiku mulai stabil. Sehingga aku memutuskan untuk menemui anak dan menantuku. Aku tak bisa membiarkan mereka terlalu lama larut dalam perasaan bersalah padaku. Karena itu hanya akan membuat pernikahan mereka tak sehat.Cukup aku wanita yang harus menanggung luka di hari-hari sakralnya pernikahan. Di mana hari-hari itu seharusnya diisi dengan memory-memory indah sebagai penguat hubung
Arumi dan Lia kini tengah duduk di Taman depan ruang rawat Mawar. Tepat di bangku tempat Lia dan Ibunya terakhir bercakap-cakap dan berpelukan."Bunda ingin ngobrol apa sama Lia?" tanya Lia mengawali percakapannya.Arumi memandang Lia disisinya. Wajah Lia memang mengingatkannya pada Almarhumah Rani. Namun ketulusan yang terpancar darinya perlahan menghilangkan rasa sakit dan lukanya berganti dengan kebahagiaan."Bunda ingin minta maaf sama Lia, atas sikap Bunda beberapa hari lalu saat Lia baru menginjakkan kaki di kediaman keluarga Mahendra." sesal Arumi pada Lia."Gak apa-apa kok, Bunda. Lia bisa paham. Pasti bunda merasa syok dan kaget lihat anak Bunda pulang-pulang udah bawa istri. Hehe" jawab Lia santai.Arumi tersenyum."Iya, Bunda minta maaf, ya. Saat itu Bunda reflek saja bersikap sesuai kondisi hati Bunda.""It's okey, Bun. Lia mengerti.""Selain minta maaf, Bunda juga ingin tahu bagaimana kehidupan kalian saat ini. Bukan Bunda ingin ikut campur. Tapi Bunda hanya memastikan an
Setelah masa tiga bulan bunda lalui hanya dengan tangisan, akhirnya Bunda bangkit, Bunda merasa harus melakukan sesuatu, karena jika hal ini dibiarkan hanya akan membuat pernikahan ayah dan bunda menjadi tidak sehat.Akhirnya bunda memutuskan untuk membuat sebuah perjanjian. Dimana Bunda memberi waktu untuk Ayahmu selama satu tahun untuk fokus mencari tahu keberadaan mantan kekasihnya kemudian menuntaskan rasa bersalah nya. Dengan catatan Bunda diajak ikut serta dalam misi pencarian itu. Karena bunda berpikir, hanya itulah cara satu satunya untuk bunda bisa selalu dekat dengan Ayah, bisa terus bersama dengan Ayah. walau rasanya begitu menyakitkan harus menemani suami sendiri mencari mantan kekasihnya, namun Bunda tetap menjalani nya.Dari situlah awal cinta diantara Bunda dan Ayah mulai terjalin. Benih-benih cinta itu mulai tumbuh seiring berjalannya waktu. Bunda berhasil membuat Ayah menyadari ketulusan yang Bunda berikan. Sehingga kita bisa hidup bersama saling mencintai dan harmoni
Ya Ampun, kamu mau ngajak aku dinner, Mas?" tanya Lia dengan binar bahagianya."Kalau ada orang nanya tuh di jawab, bukan malah di tanya balik." protes Lio pada Lia. Sejujurnya ia gengsi mengakui rencananya untuk mengajak isterinya dinner."Iya, iya, maaf. Lagian aku terlalu bersemangat aja, Mas di ajakin kamu dinner berdua." sanggah Lia polos dengan tatapan manja pada suaminya."Siapa juga yang mau ngajak kamu dinner? Gak usah kege-eran." ucap Lio terus mengelak."Lah, itu barusan nanya cafe yang recommended buat dinner untuk apa tujuannya kalau bukan untuk ngajak Lia dinner?" tanya Lia memastikan ."Ya, itu karena saya ingin makan aja, karena kebetulan saya lagi sama kamu, makanya saya ajak kamu. " jawab Lio menjelaskan."Ih, sama aja tau, Mas." jawab Lia dengan tertawa renyah."Yaudah, jadi dimana cafe yang recommended? Saya benar-benar masih asing dengan segala sesuatu di Bali." ucap Lio apa adanya.Lia kemudian menyebutkan sejumlah cafe ternama yang recomended. Ia memang sangat h
"Saya kan sudah bilang, kita makan di ruang privat aja. Malah ngeyel." ucap Lio penuh penekanan, kemudian meraih tangan Lia beranjak menuju ruang privat. Sepertinya amarah Lio belum tuntas.Lio melempar tubuhnya kasar ke sofa yang tersedia di ruang privat dari cafe Falling in Love. Sedang Lia perlahan duduk di sisi suaminya.Lio menghela nafasnya berat, ia lepas jasnya asal-asalan, lalu di bukannya kedua kancing tangannya dan melipat kemejanya sampai ke siku. Dasi yang ia kenakan pun di tariknya kasar, melonggarkan bagian lehernya yang mungkin tiba-tiba terasa sesak sebab otot-otonya yang menegang. Dibukanya dua kancing teratas kemejanya, menampilkan bagian atas dada bidangnya yang berkulit putih dengan bulu-bulu halus bertumbuh diatasnya.Lia meneguk saliva memandang Lio dengan tampilan berantakannya namun semakin tampak mempesona. Suaminya itu sepertinya telah salah paham melihat kedatangan dua lelaki di hadapannya tadi."Kamu kenapa malah ngusir mereka, Mas?" ucap Lia membuka pembi