Bab 1

Di ruang pemeriksaan USG di rumah sakit.

Seorang gadis memegang selembar hasil pemeriksaan di tangannya. Wajahnya yang cantik sangat pucat. Dia bukan hanya tidak terlihat senang.

Namun, dia juga merasa sangat ketakutan.

Hasil pemeriksaan itu menunjukkan bahwa janin dalam kandungannya sudah berusia delapan minggu.

Dia sudah hamil selama dua bulan.

Pada saat ini, ponselnya berdering. Saat dia melihat nama orang yang menghubunginya, dia menarik napas dalam-dalam dan menerima panggilan ini. "Halo?"

"Datanglah ke perusahaan," kata pria di ujung telepon lainnya dengan suara yang rendah dan dingin.

"Aku ...."

Sebelum Shella Axia bisa menolak, pria itu sudah mengakhiri panggilannya.

Shella memasukkan hasil pemeriksaan itu ke dalam tasnya dan bergegas meninggalkan rumah sakit, lalu pergi ke bangunan paling megah di pusat kota.

Dia datang ke tempat ini hanya dengan satu tujuan, yaitu untuk memuaskan suaminya, seluruh kebutuhan suaminya.

Kapan pun itu, asalkan pria itu menghubunginya, dia harus langsung pergi. Kalau tidak, dia hanya akan menanggung akibat yang lebih parah.

Setibanya di ruangan khusus di lantai 32 perusahaan, baru saja Shella hendak duduk di sofa untuk beristirahat sejenak, dia mendengar suara pintu dibuka.

Sebuah sosok yang tinggi dan tampan berjalan masuk. Dengan jas buatan khusus yang berwarna hitam, pria itu terlihat elegan dan sangat tampan.

Pria itu adalah Harvin Surrey, suaminya Shella.

Shella bergegas berdiri sambil tersenyum. "Sayang, apakah perjalananmu kali ini berakhir dengan baik?" tanya Shella.

Hari masih siang, cahaya matahari menyinari garis wajah tajam pria ini, membuat wajahnya yang tampan memancarkan aura dingin.

Pria itu tidak menjawab pertanyaan Shella, dia hanya melemparkan sebuah kantongan ke hadapan Shella.

"Mandi, ganti bajumu," kata Harvin.

Nada bicaranya sangat memerintah, seperti biasanya.

Melihat kantongan berisi pakaian dalam berwarna merah muda itu, Shella sudah mengetahui apa yang akan terjadi. Wajahnya pun memerah.

"Aku ... hari ini aku sakit perut, aku nggak enak badan, bisakah ..." kata Shella dengan suara yang sangat lembut.

Pria itu tahu bahwa Shella sedang berbohong. Dia pun mendengus dengan dingin dan berkata, "Jangan beralasan."

"Aku serius," kata Shella dengan wajahnya yang makin merah karena kebohongannya.

Janin dalam kandungannya sudah berusia lebih dari dua bulan!

Bagaimana mungkin dia bisa menahan serangan pria ini?

"Bisakah aku izin dulu hari ini? Aku mau istirahat," kata Shella dengan berani. Demi janin dalam kandungannya, dia tidak bisa memuaskan keinginan suaminya.

Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Sosok yang tinggi itu melangkah mendekati Shella sambil menatap Shella dengan tatapan tajam. "Menurutmu, kamu berhak untuk istirahat?"

Mata Shella memerah. Melihat ekspresi pria yang dingin dan kejam ini, dia merasa sangat getir.

Satu tahun yang lalu, dia dijebak oleh ibu tirinya dan diberikan pada seorang pria tua. Saat dia sudah merasa putus asa dan tidak berdaya, Harvin muncul di hadapannya dan menyelamatkannya dari bahaya itu.

Saat dia pulang ke rumah dan ingin memberitahukan hal ini pada ayahnya, ibu tirinya malah menuduh bahwa dia membawa putri ibu tirinya ke kelab, sehingga putri ibu tirinya hampir dilecehkan oleh pria lain.

Ayahnya Shella langsung menampar Shella dan mengusirnya dari rumah, membiarkannya bertahan hidup sendirian.

Suatu malam, saat hujan turun dengan deras, dia ditarik oleh seorang pemabuk dan terjatuh. Pada saat itu, dia bertemu lagi dengan Harvin.

Harvin seperti penyelamat nyawanya, memberinya tempat tinggal, kehangatan dan kenyamanan.

Pria ini tinggi dan tampan, juga memancarkan aura yang sangat kuat dan mulia.

Dia juga merupakan pemimpin Grup Surrey, perusahaan terbesar dalam negeri. Dia sangat kaya dan berkuasa.

Satu bulan kemudian, hati Shella melemah pada serangan lembut pria ini. Dia mengambil kartu keluarganya secara sembunyi-sembunyi dan menikah dengan pria ini tanpa saksi dan restu siapa pun.

Dia mengira bahwa setelah dia menikah dengan pria ini, hidupnya akan dipenuhi kebahagiaan dan kemanisan.

Namun, malam setelah mereka mengambil surat nikah, pria itu malah memberi tahu Shella sebuah kenyataan yang mengerikan.

Pernikahan mereka hanyalah awal dari sebuah pembalasan dendam.

Shella keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah ranjang dengan wajah merah.

Pria ini sepertinya senang sekali menyiksa Shella. Setiap pria ini pergi ke perjalanan bisnis, dia akan membelikan benda-benda untuk menantang batas maksimal Shella. Dia akan memaksa Shella untuk memakai benda-benda itu demi kesenangannya sendiri.

Harvin yang mengenakan kemeja putih dan celana panjang berbaring dengan tangan di belakang kepalanya. Dia memancarkan aura lembut, tetapi juga ganas.

"Aku benar-benar nggak enak badan. Bisakah ...." Shella mencoba memohon lagi dengan rendah diri.

"Kamu nggak berhak untuk menolak," sela pria itu sambil menatap Shella dengan tatapan dingin dan tajam.

Tatapan pria itu membuat Shella ingin melarikan diri.

"Sampai kapan kamu mau menyiksaku? Kapan kamu baru bisa melepaskanku?" Ini pertama kalinya Shella menanyakan hal ini dengan nada melawan, air matanya juga mengalir.

Dia adalah manusia yang masih hidup, bukan mainan yang bisa dipermainkan Harvin sesukanya.

Pria itu bangkit dari ranjang. Dia seperti senang melihat Shella mulai melawan karena wanita yang terlalu patuh membuatnya kehilangan sedikit kesenangannya.

Dia tersenyum dengan dingin dan berkata, "Aku nggak akan melepaskanmu seumur hidupmu. Kalaupun aku sudah bosan denganmu, kamu juga nggak boleh meninggalkanku."

"Kamu ...." Air mata Shella terus mengalir. Dia merasa sangat terhina.

Pria itu berjalan ke hadapan Shella dan meraih dagu Shella dengan tangannya yang besar, memaksa Shella untuk menatapnya. Ekspresi galak bercampur di wajah Shella yang cantik, membuat Harvin makin terpancing.

Pria itu membungkukkan badannya untuk mencium bibir Shella.

Namun, Shella memalingkan wajahnya dan menghindari ciuman ini dengan marah.

"Kamu berani menolakku?" kata pria itu sambil tersenyum dengan dingin.

Kemudian, pria itu langsung mengangkat Shella dan melemparkan Shella ke ranjang yang empuk.

Satu jam kemudian, melihat warna merah pucat di seprai ranjang, Shella yang sudah kelelahan itu tersentak.

Dia memegang perutnya sambil berpikir, 'Anakku baik-baik saja, 'kan?!'

Shella pun pergi lagi ke rumah sakit dengan tubuhnya yang lemas.

Saat Shella berbaring di ruangan pemeriksaan USG dan mendengar suara di sekitarnya, dia langsung merasa panik.

Air mata Shella pun mengalir. Si perawat seketika terkejut. Dia bergegas menenangkan Shella. "Nona, jangan khawatir, bayi Anda sangat sehat, detak jantungnya normal."

Ketika Shella pergi ke ruangan dokter, dokter itu langsung bertanya, "Kenapa tiba-tiba berdarah? Bukannya tadi pagi baik-baik saja, ya? Kamu mau mempertahankan anak ini atau nggak?"

Mendengar ucapan dokter itu, Shella langsung menjawab, "Mau, aku mau."

Keinginan untuk melindungi anaknya meluap dalam hatinya. Tadi, saat dia mendengar detak jantung janin dalam kandungannya, dia merasakan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.

Dokter itu meliriknya sekilas dan berkata, "Kamu masih belum 20 tahun. Suamimu nggak datang?"

"Dia ... dia sibuk," jawab Shella.

"Kalau begitu, kamu harus beri tahu dia. Dalam waktu tiga bulan, kalian harus hati-hati, harus pentingkan keselamatan anak kalian. Kalau nggak, kamu bisa keguguran. Mengerti? Semuda apa pun kamu, kamu juga nggak bisa menanggung hal itu," kata dokter itu karena dia melihat bekas merah di leher Shella.

"Aku mengerti. Terima kasih, Pak Dokter," kata Shella. Wajahnya seketika memerah.

Namun, dengan perasaan lega, timbul lagi perasaan gugup. Bagaimana dia harus memberi tahu Harvin tentang hal ini?

Jika dia tidak memberi tahu Harvin hal ini, anak mereka akan dalam bahaya.

Jika dia memberi tahu Harvin hal ini, anak mereka akan makin dalam bahaya, karena Harvin pasti akan langsung menyuruh Shella untuk menggugurkan kandungannya.