Bab 8

Anaknya juga tidak berhubungan dengan wanita ini. Asalkan dia memutuskan hubungannya dengan wanita ini, dia bisa memutuskan gen Keluarga Axia dalam tubuh anak itu.

Harvin berpikir, 'Baiklah, kalau dia sudah berjuang mati-matian untuk melahirkan anak ini, aku akan menganggap anak ini sebagai penebusannya terhadap dosa terakhir ibunya dengan baik hati.'

Pria itu pergi dengan sedikit kehangatan, membuat ruang rawat ini menjadi makin dingin.

Belasan menit setelah Harvin pergi, wanita yang terbaring di atas ranjang rawat itu membuka matanya secara perlahan. Dia menangis dengan putus asa sambil mengangkat tangannya yang ditusuk dengan jarum infus dan memegang perutnya dengan lembut.

Meskipun perutnya masih agak menggembung, dia tahu bahwa bayinya sudah diambil dengan kejam oleh Harvin.

"Ahh ...." Dia menangis dengan sedih.

Dua orang perawat bergegas menerjang masuk ke ruangan. Melihat wanita yang sudah bangkit dan seperti menggila di atas ranjang, dua perawat itu bergegas menahannya.

"Nona Shella, jangan bergerak .... Kamu masih nggak boleh turun dari ranjang."

"Anakku, mana anakku? Dia di mana ..." tanya Shella dengan suara serak sambil menatap mereka dengan matanya yang berkaca-kaca.

Kedua perawat itu langsung saling bertatapan. Lima menit yang lalu, mereka baru menerima sebuah tugas rahasia.

Meskipun mereka sangat mengasihani wanita ini, mereka tidak bisa memberi tahu wanita ini keberadaan putranya.

Kedua perawat itu hanya bisa menatapnya dengan tatapan simpati dan berkata, "Nona Shella, kamu harus memulihkan kesehatanmu terlebih dahulu!"

Hati Shella benar-benar remuk. Dari tatapan para perawat itu, dia menyadari bahwa anaknya sudah tiada.

Dalam kondisi seperti itu, bagaimana mungkin anaknya bisa bertahan hidup?

'Harvin Surrey, dasar pembunuh!'

'Dia bahkan lebih buruk daripada binatang!'

'Bisa-bisanya dia membunuh anaknya sendiri!'

'Kalau dia membenciku, kenapa dia nggak membunuhku juga? Kenapa dia harus menyelamatkanku?'

"Ahh ...." Shella juga tidak ingin hidup lagi. Pada saat ini, dia merasa sangat terpukul. Dia ingin pergi menemani anaknya, dia tidak bisa membiarkan anaknya pergi ke akhirat dengan kesepian.

Dia mencabut jarum infus di tangannya sambil berseru, "Biarkan saja aku ikut mati! Biar aku temani anakku ...."

"Cepat telepon," kata seorang perawat sambil menahan Shella.

Perawat lainnya bergegas pergi menghubungi seseorang.

Saat perawat di dalam ruangan merasa bahwa dia sudah hampir tidak sanggup menahan emosi Shella yang kuat, pintu ruangan tiba-tiba terbuka.

Orang yang berdiri di depan pintu bukanlah dokter, melainkan adalah Harvin yang memancarkan aura yang sangat dingin.

Melihat wanita yang ingin membunuh dirinya sendiri di atas ranjang, jarum infus yang terjatuh di lantai dan darah yang mengalir dari punggung tangannya, tatapan Harvin menjadi sangat dingin.

"Harvin, aku akan membunuhmu ... aku akan membunuhmu." Shella melawan perawat yang menahannya sambil mencari benda tajam di sekitarnya untuk membunuh pembunuh itu.

"Lepaskan dia," kata Harvin pada perawat itu.

Perawat itu hanya bisa melepaskan Shella. Shella ingin langsung turun dari ranjang, seperti sudah menggila. Namun, dia baru menjalani operasi, sehingga dia kesulitan untuk bergerak.

Harvin memicingkan matanya. Dia sudah berdiri di samping ranjang sambil menahan Shella dengan tangannya yang besar.

"Sudah cukup, belum?" seru Harvin dengan suara rendah.

Sekujur tubuh Shella bergetar. Dorongan untuk membunuh pria ini melonjak dalam hatinya. Saat dia melihat jarum yang terletak di satu sisi, dia langsung mengambil jarum itu dan menusukkan jarum itu ke punggung tangan pria ini.

Dia menusukkan jarum itu dan mencabutnya, lalu menusukkannya lagi ....

Dia terus menusuk tangan pria itu berkali-kali hingga darah mengalir dari tangan pria itu. Kemudian, dia baru merasa ketakutan hingga dia melemparkan jarum itu, mencengkeram pakaiannya sendiri dengan sangat menderita.

Punggung tangan Harvin sudah dihiasi beberapa luka yang hampir menembus ke telapak tangannya. Dia pun menarik napas dengan kesakitan.

Dia mengambil beberapa lembar tisu untuk menutupi luka itu dan berkata dengan dingin, "Shella Axia, anggap saja kamu menebus dosa ibumu dengan nyawa anak ini! Mulai sekarang, kita putus hubungan."

Shella mengangkat kepalanya, kebencian yang sangat mendalam terpancar di tatapannya. Dia membenci pria ini dan akan terus membenci pria ini selamanya.

"Putus hubungan? Apakah menurutmu aku akan memaafkanmu? Itu nyawa yang nggak bersalah! Itu anakmu sendiri! Dasar monster!" teriak Shella dengan penuh amarah.

Ekspresi Harvin tetap sangat dingin, seakan-akan nyawa anak itu sama sekali tidak berharga baginya.

"Anak ini nggak seharusnya dilahirkan. Kamulah yang menyebabkan semua kejadian ini. Shella, kalau kamu sudah menggugurkannya dari awal, nggak akan ada tragedi seperti ini. Dia bahkan nggak akan merasa kesakitan," kata Harvin dengan sinis.

Napas Shella tiba-tiba menjadi terengah-engah, hingga dia hampir jatuh pingsan.

Saat dia mengulurkan tangannya untuk berpegangan pada sesuatu, Harvin ingin mengulurkan tangannya yang tidak terluka. Namun, Shella malah berpegangan pada ranjangnya, seperti pasien yang sudah sekarat.

Dia berusaha untuk bernapas dengan baik, punggungnya yang kurus terus bergetar dengan sangat menyedihkan.

Rasa tidak tega melintas melalui tatapan dingin pria itu, tetapi langsung menghilang begitu saja.

"Kalau kamu ingin membenciku, kamu bisa hidup sambil terus membenciku. Kalau kamu mati, aku hanya akan merasa makin senang." Pada saat seperti ini, pria itu malah memancing amarah Shella.

Mendengar ucapan ini, Shella seperti merasakan aliran darah yang mengalir dalam tubuhnya. Dia langsung berteriak dengan penuh amarah, "Harvin, aku nggak akan mati segampang itu! Kamu sudah mengorbankan nyawa putraku dan masih mengharapkan nyawaku? Jangan mimpi! Aku akan tetap hidup ...."

Mendengar ucapan Shella, Harvin merasa sedikit lebih lega.

Pada saat ini, Shella sudah terlalu emosional. Dia langsung terbatuk dengan parah, seakan-akan dia sudah hampir kehilangan nyawanya.

Namun, pria itu malah memilih untuk mengucapkan kata-kata yang lebih kejam lagi. "Kalau kamu mati di sini, karena aku sudah menidurimu selama setahun, aku akan mengurus pemakamanmu."

"Aku nggak akan meninggal. Pergi ... pergi sana! Jangan sampai aku melihatmu lagi seumur hidupku," kata Shella untuk mengusir Harvin.

Pria ini benar-benar sekejam iblis.

Tiga detik kemudian, dia mendengar suara pintu ditutup.

Harvin sudah pergi.

Shella berbaring di atas ranjang dan membiarkan air mata membasahi wajahnya. Wajahnya pucat pasi. Dia benar-benar merasakan perasaan yang lebih menyengsarakan daripada kematian.

Dia lebih memilih untuk meninggalkan dunia ini dengan anaknya. Lagi pula, tidak ada lagi yang dia inginkan di dunia ini.

Namun, wajah Harvin membangkitkan keinginannya untuk tetap hidup. Mengapa dia harus meninggal? Dia akan tetap hidup.

Dia ingin melihat akhir hidup pria itu dengan mata kepalanya sendiri. Dia memercayai adanya hukum karma, dia yakin iblis seperti itu akan menanggung konsekuensi perbuatannya sendiri.

Di sisi lainnya, di depan inkubator di ruang NICU, pria tersebut sedang menatap bayi yang sedang terlelap.

Tubuh bayi yang kecil dan kurus itu membuatnya merasa sangat sedih.

Pembuluh darah yang kecil terlihat dengan jelas di bawah kulit bayi yang tipis itu. Tangan dan kakinya yang kecil terlihat seperti bayi yang kekurangan gizi.

Anak ini terlihat sangat kecil, lemah dan menyedihkan.

Pria yang berdiri di depan inkubator itu merasa sangat bersalah dan menyesal. Kemudian, tatapannya berubah menjadi lembut. Dengan suara serak, dia berjanji pada bayi kecil di dalam inkubator itu. "Ke depannya, apa pun yang terjadi, aku akan menjadi ayah yang baik untukmu."

Sedangkan di dalam ruang rawat, saat Shella bertemu dengan dokternya, dia memohon pada dokter itu agar dia bisa menguburkan jenazah anaknya. Namun, dokter itu malah memberitahunya bahwa anak itu sudah dikuburkan oleh Harvin.

Air mata Shella kembali mengalir. Dia berpikir, 'Apakah pria itu benar-benar menguburkan anakku dengan baik?'

'Dia sangat kejam, jangan-jangan dia hanya membuang anakku ke tong sampah di rumah sakit?'

Shella merasakan kebencian yang sangat kuat terhadap Harvin.

Pria ini adalah orang yang paling Shella benci dalam seumur hidupnya.