Bab 5

Mendengar suara mobil pintu dibuka, Shella mengangkat kepalanya. Senyuman di wajahnya sontak menghilang, digantikan dengan kepanikan dan ketakutan.

Dia terlihat seakan-akan dia baru melihat hantu. Sekujur tubuhnya bergetar, sehingga dia hampir jatuh terduduk di tanah.

"Astaga!" Melihatnya seperti ini, Lina langsung memapahnya dengan terkejut.

Bahkan pria itu pun tidak bisa menahan diri dari mengulurkan tangannya. Namun, saat dia melihat Shella sudah dipapah oleh orang lain, dia menarik kembali tangannya.

Napas Shella menjadi kasar. Melihat wajah tampan yang bahkan lebih menakutkan daripada mimpi buruk ini, jantungnya berdebar kencang. Mengapa iblis itu bisa muncul di tempat ini?

Bagaimana dia bisa menemukan Shella?

Harvin adalah orang yang paling Shella takuti di dunia ini.

Shella tiba-tiba ingin melarikan diri. Dia menarik tangan Lina dan berkata, "Ayo pergi ...."

Namun, perutnya terlalu besar. Lina juga melihat pria tinggi yang tiba-tiba muncul ini. Pria ini sangat tampan, tetapi tatapannya sangat dingin.

Siapa dia? Mengapa Shella ingin melarikan diri darinya?

"Shella, kamu benar-benar membuatku kesusahan," kata pria itu sambil menggertakkan giginya.

Shella memegang perutnya dengan tangannya yang kurus, seakan-akan dia takut pria ini akan merebut anaknya darinya.

"Jangan mendekat, aku nggak akan pergi denganmu," kata Shella. Matanya sudah memerah. Dia tahu bahwa dia tidak bisa melarikan diri lagi.

Namun, Harvin masih saja menghampirinya. Harvin mengulurkan tangannya yang panjang dan meraih pergelangan tangan Shella. Saat Harvin menyadari bahwa Shella sangat kurus meskipun sedang hamil, hati Harvin menegang.

Harvin berpikir, 'Memangnya dia nggak makan, ya?'

"Hei, Tuan, dia sudah mengandung selama delapan bulan. Hati-hati, kamu bisa melukai bayi dalam kandungannya!" Meskipun Lina merasa bahwa pria ini sangat mulia, dia tetap memberanikan dirinya untuk memberi peringatan pada pria ini.

Kemudian, Lina menatap Shella dengan penasaran dan bertanya dengan suara rendah, "Shella, siapa ini?!"

"Ayah dari anak ini," jawab Shella. Wajahnya sudah pucat pasi, kegetiran memenuhi hatinya.

Tidak ada yang bisa menghalangi hidup anaknya, tetapi ayah dari anak ini malah ingin mencegah anak ini dilahirkan ke dunia ini.

"Pulanglah denganku. Sekarang juga," kata pria itu dengan nada memerintah sambil menatap Shella dengan tatapan mendominasi.

Shella menggigit bibirnya. Pada saat ini, dia seperti berdiri di tepi jurang dan bisa jatuh kapan pun itu.

Namun, secara bersamaan, keberanian meluap dalam hatinya. Karena dia tahu bahwa dia bisa jatuh, dia baru berusaha untuk bertahan hidup.

"Aku bisa pulang denganmu, tapi kamu harus jamin kalau anakku bisa lahir dengan selamat," kata Shella sambil menatap Harvin dengan tegas.

"Memangnya kamu berhak bernegosiasi denganku?" Harvin tersenyum dengan sinis. Dia bahkan belum mulai meminta pertanggungjawaban wanita ini!

Wajah Shella memucat. Dia tahu bahwa dia tidak berhak melakukan apa pun dan bahwa situasi ini adalah hasil perbuatannya sendiri.

Namun, anak ini tidak bersalah!

Wajah Harvin menjadi masam. Saat dia mengingat malam-malam tanpa tidur selama enam bulan terakhir ini, api amarah meluap dalam hatinya.

"Jangan lupakan identitasmu," kata Harvin dengan dingin.

Hati Shella menegang. Dia tentu saja mengingat bahwa meskipun dia melarikan diri ke ujung bumi, dia tetap adalah istrinya Harvin.

Matanya sudah berkaca-kaca. Sekarang, dia hanya bisa bertaruh bahwa pria ini masih memiliki sedikit hati nurani dan akan membiarkan janin yang sudah berusia delapan bulan ini dilahirkan dengan baik.

Mungkin karena gejolak emosi yang kuat, bayi dalam kandungannya juga merasa tidak nyaman, sehingga bergerak dengan tidak karuan dan menendang dirinya.

"Ahh ...." Shella membungkuk dengan kesakitan.

Pada saat ini, sebuah lengan yang kuat meraih sikunya dan merangkul dirinya.

"Ada apa? Shella, sakit di mana?" tanya Lina dengan ketakutan.

"Nggak apa-apa .... Bayinya menendangku," jawab Shella untuk menenangkan Lina.

Melihat kondisi tempat ini, Harvin merasa bahwa dia harus langsung membawa Shella pulang. Jika ada yang terjadi dalam perjalanan, hal ini akan merenggut dua nyawa.

Meskipun Harvin belum memutuskan apa yang akan dia lakukan pada bayi itu, sekarang, dia tidak punya waktu untuk memikirkannya. Dia hanya ingin membawa Shella pergi.

"Pulang denganku sekarang juga," kata Harvin sambil menarik lengan Shella. Dia sama sekali tidak membiarkan Shella menolak.

Shella tahu bahwa dia tidak bisa melarikan diri lagi.

"Baik, aku akan pergi denganmu." Shella berkata pada Lina, "Lina, terima kasih sudah menjagaku selama ini."

"Kamu harus membawa barangmu! Ada banyak baju bayi," kata Lina.

Wajah Shella memucat sesaat, lalu air matanya tiba-tiba mengalir. "Nggak perlu diambil lagi," katanya.

Kemudian, dia berjalan ke arah pintu mobil yang dibukakan oleh seorang pengawal. Dia membawa tasnya dan masuk ke dalam mobil.

Harvin juga naik mobil. Shella menahan keengganan dalam hatinya dan berkata pada Lina, "Lina, terima kasih karena keluargamu telah menjagaku. Ke depannya, kalau ada kesempatan, aku pasti akan membalas budi baik kalian."

"Kamu harus jaga diri dan anakmu dengan baik, ya!" seru Lina sambil melambaikan tangannya pada Shella.

Sesaat kemudian, empat mobil hitam itu menghilang dari desa ini.

Di dalam mobil, Shella memejamkan matanya. Pengawal yang mengemudi mobil tidak memperhatikan jalan, sehingga mobil ini tiba-tiba berguncang dengan kuat.

Shella merasa terkejut hingga dia bergegas memegang perutnya. Karena dia tidak bersandar di kursinya, dia langsung terlempar ke pelukan pria itu.

Secara bersamaan, Harvin memeluk dirinya.

Namun, Shella bergegas melepaskan dirinya dari pelukan ini dan bergeser ke satu sisi.

Dia takut pria ini akan mencelakai bayinya.

Di dalam pesawat, Shella yang semalam tidak bisa tidur semalaman karena tendangan janinnya pun tidak bisa menahan rasa kantuknya lagi. Karena pesawat terbang dengan stabil, meskipun Harvin duduk di hadapannya, dia langsung berbaring miring di sofa dan terlelap.

Wanita yang tertidur ini masih memegang perutnya dengan kedua tangannya, dalam posisi yang sangat protektif.

Tatapan Harvin yang awalnya tertuju ke luar jendela pun berpindah ke gadis yang berada di sofa di hadapannya, terutama perut gadis itu.

Pada saat ini, Harvin melihat gerakan di perut di bawah pakaian yang tipis itu.

Gerakan itu terlihat seperti sesuatu sedang menendang perut Shella dari dalam, membuat perutnya bergerak.

Harvin menatap perut Shella yang bergerak dengan tatapan terkejut, dia juga merasakan emosi yang sulit dijelaskan dalam hatinya.

Apakah benda itu anaknya?

Bahkan sekarang pun dia masih belum memutuskan apa yang akan dia lakukan pada janin itu.

Dia membuang napas dan melihat ke luar jendela dengan perasaan rumit. Namun, dia tetap memanggil pramugari dan meminta dua selimut kecil untuk Shella, supaya Shella tidak masuk angin.

Setelah Shella tidur selama dua jam, saat pesawat hendak mendarat, seorang pramugari datang dan memberi tahu Shella hal ini dengan ramah. Shella membuka matanya dan melihat pria yang duduk di hadapannya dengan kaki tersilang. Dia pun langsung duduk tegak dengan panik.

Shella tidak menyangka bahwa dia sudah tidur selama ini. Dia mengusap lengannya yang mati rasa. Pada saat ini, janin dalam kandungannya berbalik dan menendangnya, tetapi malah membuatnya merasa sangat aman.

Asalkan anaknya masih terus bergerak dengan gembira, artinya anaknya sangat sehat.

Dalam sekali pemeriksaan, dokternya tidak sengaja memberi tahu Shella bahwa anaknya adalah laki-laki.

Setelah pesawat mendarat, mobil Harvin langsung melaju dari bandara ke kota.

Shella yang duduk di jok belakang mobil masih merasa agak linglung setelah berpindah dari desa miskin yang sudah dia tinggali selama enam bulan ke kota besar yang ramai.

Pada jam empat sore, mobil melaju memasuki vilanya Harvin. Setelah turun dari mobil, Shella memegang pinggangnya. Perjalanan ini membuatnya merasa sangat lelah.

Baru saja pria itu berjalan beberapa langkah, dia menoleh dan menatap Shella. Dia tersenyum dengan sinis dan berkata, "Kamu yang cari gara-gara sendiri."

Shella merasakan kegetiran dalam hatinya. Sepertinya, pria ini sama sekali tidak menganggap serius janin dalam kandungannya.

"Bisakah kita bicara?" tanya Shella dengan suara rendah.

"Aku nggak ingin bicara," balas Harvin sambil berbalik dengan dingin dan melangkah masuk ke aula utama.