Usapan lembut di kepalanya membuat Irish terbangun. Namun, ketika membuka mata, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah tatapan tajam suaminya. Ia spontan mengalihkan pandangan dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Saat itu pula Irish menyadari dirinya sedang berada di rumah sakit. Dan sudah pasti Arthur telah mengetahui kehamilannya. Lelaki itu tampak marah besar. Entah karena Irish menyembunyikan kehamilannya atau karena kabar kehamilan Irish bukanlah kabar yang menyenangkan bagi lelaki itu. Sepertinya opsi kedua lah yang paling tepat. Irish yakin Arthur pasti merasa jika kehamilannya hanya akan menjadi penghalang hubungan lelaki itu dengan Elyza. Ia menyentuh perutnya, khawatir Arthur gelap mata dan melakukan sesuatu yang buruk pada janinnya. “Kamu tidak bisa membawa anakku pergi,” ucap Arthur dingin. Suara dingin itu terasa amat menusuk hingga Irish bergidik ngeri. Ia berdeham pelan dan berkata, “Dia bukan anakmu. Tenang saja, aku tidak akan meminta pertanggungjawaban.” Irish tak tahu apakah alasannya masuk akal atau tidak. Ia hanya ingin melindungi anaknya. Namun, ekspresi Arthur yang kian menggelap membuatnya semakin risau. Seharusnya, lelaki itu tidak perlu mengetahui kehamilannya hingga mereka benar-benar berpisah. “Maksudmu, itu anakmu dengan pria lain?” sahut Arthur sinis. “Kamu pikir aku bodoh?! Kamu ingin berpisah dariku untuk menyembunyikan anak ini?! Kamu pasti ingin membuat drama dan mengatakan ke publik kalau aku menelantarkan kalian!” Irish menatap Arthur dengan sorot tak percaya. Benar-benar tidak menyangka Arthur akan menuduhnya seperti itu. Tak pernah sekalipun dirinya berencana begitu. Ia memang ingin menyembunyikan anak ini, namun bukan untuk membuat drama di depan publik. “Jangan asal menuduh! Aku tidak mungkin melakukan itu!” balas Irish dengan sorot tajam di wajahnya yang masih pucat. Arthur berdiri dan menekan tombol untuk memanggil dokter di dekat bangsal Irish. “Jangan mengelak! Kamu dan keluargamu pasti merencanakan sesuatu. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.” Tuduhan itu membuat Irish merasa terhina. Meskipun keluarganya memang terkesan menjualnya setelah Arthur membantu perusahaan mereka yang nyaris bangkrut. Namun, tak pernah sekalipun Irish berpikir untuk memanfaatkan lelaki itu. Perdebatan keduanya terhenti karena kedatangan dokter dan asistennya. Sang dokter langsung memeriksa keadaan Irish dan mengatakan Irish hanya perlu istirahat cukup dan jangan banyak pikiran. Kemudian, dua orang perawat datang dan mengantarkan makanan juga obat untuk Irish. “Habiskan makananmu, jangan banyak alasan!” titah Arthur setelah memasang meja portabel di ranjang Irish. Lalu, meletakkan semangkuk bubur beserta segelas air yang diantar oleh perawat tadi. Irish langsung menyuap bubur tersebut tanpa merespon Arthur. Namun, tiba-tiba perutnya bergejolak. Ia spontan menyingkirkan makanan di depannya dan turun dari ranjang pasien. Tubuhnya yang masih lemas membuatnya nyaris jatuh terjerembab. Untung saja, Arthur bergerak cepat dan menarik Irish sebelum terjatuh. Tanpa basa-basi, lelaki itu langsung menggendong Irish dan membawa sang istri ke toilet. Arthur juga membantu membersihkan muntahan Irish. Kemudian, kembali menggendong wanita itu keluar toilet setelah kondisinya membaik. Irish terkejut bukan main, selama ini Arthur tak pernah sudi membantunya. Bahkan, ketika dirinya sakit pun lelaki itu tidak pernah mempedulikannya. Wanita itu kembali dibuat terkejut ketika Arthur menyuapinya. Meskipun ekspresi lelaki itu masih terlihat tak bersahabat. “Aku tidak mau disalahkan kalau terjadi sesuatu padamu. Jadi, jangan membuat kesabaranku habis,” peringat Arthur ketus. “Kalau merasa kerepotan, pergi saja. Aku tidak memintamu menemaniku di sini,” jawab Irish datar. Meskipun sebenarnya enggan, Irish tetap melahap bubur yang Arthur sodorkan di depan mulutnya. Ajaibnya, ia tidak merasa mual lagi dan dapat menghabiskan separuh bubur tersebut tanpa kendala. Namun, sebelum bubur Irish habis, ponsel Arthur berbunyi. Setelah melihat nama orang yang menelponnya, Arthur langsung meletakkan mangkuk bubur Irish di meja portabel dan bangkit dari tempat duduknya. “Habiskan. Setelah itu minum obatmu.” Arthur beranjak pergi dari sana tanpa menoleh lagi. Irish sempat melihat nama Elyza pada layar ponsel suaminya. Seseorang yang masih selalu menjadi prioritas lelaki itu. Nyaris saja Irish berharap lebih. Namun, harapannya langsung dipatahkan di detik berikutnya. Irish melanjutkan makannya dengan mata berkaca-kaca. Sekeras apa pun ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja, nyatanya dirinya tidak bisa. Walaupun Arthur telah mengetahui kehamilannya, Irish tetap ingin mereka berpisah secepatnya. Irish beristirahat sebentar untuk mengumpulkan tenaganya. Hingga dirinya kembali terjaga, Arthur belum kembali. Sepertinya lelaki itu masih bersama Elyza. Arthur masih tetap sama seperti biasanya. Bahkan, tega meninggalkannya sendirian di rumah sakit. “Kamu mau ke mana? Kabur?” sindir Arthur yang baru saja datang dengan sekantong makanan di tangannya. “Aku mau pulang,” jawab Irish dingin. Infus yang terpasang di tangannya pun sudah dilepas oleh perawat yang memeriksanya beberapa saat lalu. Sebenarnya ia belum boleh pulang. Namun, untuk apa juga berdiam di sini terlalu lama. Irish sudah merasa sehat dan ingin pulang sekarang juga. “Kamu belum boleh pulang!” tegas Arthur yang ingin mengajak Irish kembali ke ruangan, namun wanita itu langsung menghempas tangannya. “Aku lebih tahu tentang tubuhku dan aku mau pulang sekarang!” Irish langsung beranjak dari sana dengan langkah tertatih. Sikap keras kepala Irish membuat Arthur tampak tak senang. Namun, lelaki itu terpaksa mengikuti istrinya. Buru-buru menarik Irish ketika wanita itu hendak menyetop taksi yang kebetulan baru keluar dari parkiran rumah sakit. Kemudian, membawa Irish ke mobilnya sebelum wanita itu kembali bertingkah. “Jangan banyak tingkah,” bisik Arthur sinis. Irish ketiduran di mobil saat perjalanan pulang. Ia tidak tahu kapan dirinya dan Arthur sampai di rumah. Wanita itu terjaga karena seseorang menyiram wajahnya. Irish terbangun dengan kepala berdenyut nyeri. Dan sang tersangka utama yang menyiram wajahnya adalah ibu mertuanya sendiri. Tubuh Irish yang belum benar-benar pulih langsung menggigil. Segelas air yang Maudy siram ke wajahnya sepertinya sengaja dicampur dengan air dingin. Padahal tanpa perlu dibangunkan dengan cara seperti ini pun dirinya pasti terbangun. “Bukannya kamu bilang ingin pergi dari sini? Kenapa masih enak-enakan? Kapan kamu akan pergi?” cerca Maudy sembari berkacak pinggang. Irish tersenyum miris. “Aku memang ingin pergi sekarang. Aku sudah menyiapkan semuanya, mama tidak perlu khawatir.” “Bagus. Cepatlah pergi. Sebelum saya pulang, kamu harus sudah pergi dari sini!” Setelah mengatakan itu, Maudy langsung melenggang pergi dari sana. Setelah Maudy pergi, Irish langsung beranjak dari ranjang dengan tubuh yang masih menggigil juga kepala pening. Namun, ia tetap memaksakan bangkit dan membereskan sisa barangnya. Ia hanya melapisi pakaiannya yang agak basah dengan sweater tipis sebelum beranjak pergi. Beberapa pelayan yang berpapasan dengan Irish menatap wanita itu dengan sorot iba. Namun, tidak ada yang berani membuka suara. Sedangkan Irish beranjak dengan ekspresi dingin. Tak ada keraguan sedikitpun di wajahnya. Toh, dirinya sudah diusir, tak ada gunanya berlama-lama di sini. Irish ingin memesan taksi online, tetapi ponselnya mati. Sepertinya karena kehabisan daya karena sejak kemarin ia tidak memegang ponselnya sama sekali. Alhasil, ia terpaksa melanjutkan langkah menelusuri komplek perumahan Arthur. Tinn! Tinnn! Irish yang sedang termenung terkejut bukan main mendengar klakson mobil tepat di sampingnya. Ia spontan menoleh dengan panik. Khawatir Arthur lah yang datang dan memaksanya kembali ke rumah. Namun, ternyata mobil yang berhenti di sampingnya adalah mobil asing. Seorang pria paruh baya turun dari mobil merah itu. Senyumnya langsung mengembang ketika bertemu pandang dengan Irish. “Akhirnya kita bertemu, Irish-ku sayang.”Penjelasan pria paruh baya di sampingnya membuat Irish berkaca-kaca. Tadinya ia tidak langsung mempercayai cerita pria itu. Namun, setelah melihat semua bukti yang Prayoga bawa, akhirnya Irish percaya jika pria paruh baya itu adalah kakeknya. Ayah kandung ibunya. Irish tidak pernah mengenal keluarga ibunya sebelumnya. Sebab, ibunya meninggal dunia saat melahirkannya. Dan yang merawatnya selama ini adalah ibu tirinya. Tak pernah ada yang menceritakan tentang keluar mendiang ibu kandungnya. Tidak ada juga yang menemuinya selama ini. “Irish, Kakek tahu kamu pasti terkejut dan belum mempercayai Kakek sepenuhnya. Tapi, Kakek tidak berbohong. Kakek mencarimu selama ini. Maaf, Kakek terlambat menemukanmu,” tutur Prayoga sembari menggenggam tangan Irish yang berada di atas meja. “Harusnya Kakek menemuimu lebih awal. Sebelum mereka membuatmu menderita. Mereka benar-benar pandai menyembunyikan kebusukan mereka di depan umum,” lanjut Prayoga dengan alis menukik tajam, menunjukkan amarah terta
[“Berani-beraninya kamu mengirim surat gugat cerai padaku!”][“Di mana kamu?! Jangan bersembunyi!”]Mendengar bentakan Arthur membuat sebelah sudut bibir Irish terangkat. Setelah beberapa hari sebagai mematikan ponselnya, ia tak menyangka akan mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Arthur. Dan akhirnya ia memilih mengangkat telepon dari Arthur ketika lelaki itu menghubunginya lagi. Irish sengaja menonaktifkan ponselnya selama beberapa hari agar tidak diganggu oleh siapa pun. Waktu tersebut ia gunakan untuk menenangkan pikirannya. Dan begitu ponselnya menyala, gangguan itu kembali datang tanpa bisa dicegah. Sebelumnya, Arthur tak pernah sekalipun menghubunginya lebih dulu. Bahkan, lelaki itu selalu membalas singkat pesan darinya dan lebih banyak yang tidak dibalas. Apalagi jika ditelepon, Arthur selalu menolak telepon dari Irish. Seolah itu sangat mengganggu. “Kenapa aku harus takut? Aku tidak membuat kesalahan. Bukankah harusnya kamu senang? Setelah perceraian kita selesai, k
Tatapan tajam Arthur kian menusuk. “Kamu pikir bisa membodohiku?” “Kamu tidak percaya? Buktikan saja!” jawab Irish santai. Senyum manis menghiasi wajahnya yang menawan. Akhirnya, persidangan tersebut ditunda dan Arthur langsung menyeret Irish menuju ke mobilnya. Lelaki itu tak membiarkan Irish mengendarai mobil sendiri. Sebab, tak ingin memberi kesempatan wanita itu untuk melarikan diri lagi. “Aku tidak mau meninggalkan mobilku di sini!” tolak Irish yang berusaha melepas cekalan Arthur dan hendak memasuki mobilnya sendiri. Secara kebetulan, mobil Irish dan Arthur terparkir bersebelahan. Tadi, Irish tidak menyadari itu karena terburu-buru. Ia hanya asal memarkirkan mobilnya di tempat yang kosong. Kemudian, langsung buru-buru masuk ke ruang persidangan. “Aku tidak akan kabur! Kalau perlu, kamu bisa mengikuti mobilku dari belakang!” Irish tak ingin satu mobil dengan Arthur meski hanya beberapa menit saja. Irish sudah benar-benar menyerah dan malas berurusan dengan Arthur. Jika
“Kamu—” “Apa yang kamu lakukan?! Jangan sakiti Irish atau kamu akan berurusan denganku!” Lelaki yang baru datang itu langsung mendorong Arthur sekuat tenaga. Kemudian, langsung menarik Irish ke sisinya. Sengaja berdiri di antara keduanya agar Arthur tidak memiliki kesempatan untuk menyakiti Irish lagi. Kedua lelaki itu saling melempar tatapan bengis. Terutama Arthur. Bahkan, wajah lelaki itu tampak merah padam dengan tatapan menggelap. Sedari tadi Arthur sudah menahan amarahnya yang nyaris meledak. Kini pengacau malah datang, merecokinya dan ingin menjadi pahlawan kesiangan. “Kamu siapa?! Jangan ikut campur!” bentak Arthur sembari menunjuk wajah lelaki di hadapannya. Lelaki bernama Billy itu tersenyum sinis. “Itu tidak penting! Aku hanya ingin memberi peringatan padamu, jangan pernah mengganggu Irish lagi! Apalagi sampai berani menyakitinya!” Irish yang menggenggam tangan Billy berusaha memberi isyarat agar lelaki itu tak perlu memperpanjang perdebatan. Ini rumah sakit dan
Setelah pertemuannya terakhirnya dengan Arthur berakhir tidak baik, Irish berharap tak akan pernah bertemu lelaki itu lagi. Ia juga sudah berencana untuk tidak menghadiri sidang perceraian mereka. Namun, sekarang lelaki itu malah berada di hadapannya. Sepersekian detik kemudian, Irish menyadari jika Arthur tidak sendirian. Lelaki itu bersama Elyza. Padahal sekarang masih berada dalam jam kerja dan tempat ini berada cukup jauh dari kawasan kantor Arthur. Sedangkan lelaki itu termasuk orang yang tak mau membuang waktu, apalagi hanya untuk jalan-jalan. Seharusnya Irish cukup bersikap seolah tak mengenal lelaki itu dan melanjutkan langkah. Tetapi, yang dirinya lakukan malah berbalik dan bergegas melangkah masuk ke butiknya lagi. Ia benar-benar tak ingin bertemu ataupun sekadar berpapasan dengan lelaki itu lagi. “Bu, ada apa? Apa ada orang yang mengganggu Ibu?” tanya salah seorang karyawannya yang kini menghampiri Irish. Kepanikan Irish yang terlihat jelas membuatnya khawatir.
Irish tidak berniat menghadiri pesta ulang tahun Elyza. Baginya perayaan tersebut tak penting sama sekali. Namun, akhirnya ia malah terjebak di sana. Di pesta ulang tahun Elyza. Bukan karena dirinya berubah pikiran, tetapi kaena Billy mengajaknya kemari. “Aku tidak tahu dia mantannya suamimu. Mau pulang saja?” tawar Billy, tampak tak enak hati pada Irish. Billy tidak mengetahui jika Elyza memiliki hubungan dengan Arthur. Lelaki itu hanya berniat mengajak Irish jalan-jalan sembari mendatangi pesta ulang tahun temannya. Irish yang tidak tahu ke mana tujuan mereka pun langsung menurut saja. Irish menggeleng samar. “Kita sudah sampai di sini. Setidaknya kita perlu menyapa pemilik acara. Sebenarnya aku ingin datang, tapi tidak ada teman. Sekarang aku bersamamu. Ayo masuk. Sepertinya sebentar lagi acaranya akan dimulai.” Irish berusaha meyakinkan Billy jika dirinya akan baik-baik saja. Ia juga tak ingin terlihat menyedihkan karena menghindari acara ini. Lagipula, tamu undangan ya
Ucapan Arthur membuat Irish membeku. Meskipun amat pelan, Irish dapat mendengar perkataan lelaki itu dengan jelas. Jantungnya mendadak berdetak dua kali lebih cepat. Tak menyangka kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Arthur. “Apa maksudmu?” tanya Irish tajam. Aroma alkohol yang pekat membuat Irish akhirnya menyadari jika Arthur sedang mabuk. Ia kembali mendorong lelaki itu, namun tangannya malah dicekal. Dengan langkah agak sempoyongan Arthur menarik Irish menjauh dari sana. Seharusnya, Irish langsung meninggalkan Arthur di depan toilet tadi. Namun, sekarang dirinya malah berakhir berada di mobil lelaki itu. Bahkan, sengaja duduk di bangku kemudi karena sang pemiliknya mabuk berat dan tidak mungkin menyetir sendiri. Walau Irish belum memiliki niatan mengendarai mobil ini ke mana pun. Mereka masih berada di basement hotel tempat pesta Elyza terselenggara. Arthur yang menariknya kemari setelah tiba-tiba menciumnya tanpa permisi. Irish menoleh ke samping. Menatap Arthur yan
“Elyza sudah kembali. Bersiaplah, sebentar lagi Arthur akan meninggalkanmu.”“Setelah dua tahun menikah, bahkan kamu tidak bisa memberinya anak. Benar-benar tidak berguna.”Bisikan sang ibu mertua membuat manik mata Irish semakin memerah dan berkaca-kaca. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, menahan desakan air mata yang nyaris keluar. Tanpa memedulikan kata-katanya yang telah melukai menantunya, Maudy—mertua Irish langsung beranjak pergi dari sana. Irish masih membeku di posisi yang sama. Menatap lurus ke arah gerbang yang kini sudah kembali ditutup oleh security. Kemudian, tatapan beralih ke meja makan yang sedikit terlihat dari pintu utama. Meja yang masih penuh dengan berbagai menu masakannya yang belum tersentuh sama sekali. Arthur—suaminya terburu-buru pergi setelah menerima telepon entah dari siapa. Lelaki itu tak menjawab meski Irish sudah mencoba bertanya. Meninggalkan dirinya begitu saja padahal hari ini adalah anniversary pernikahan mereka yang kedua. Jangankan ing
Ucapan Arthur membuat Irish membeku. Meskipun amat pelan, Irish dapat mendengar perkataan lelaki itu dengan jelas. Jantungnya mendadak berdetak dua kali lebih cepat. Tak menyangka kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Arthur. “Apa maksudmu?” tanya Irish tajam. Aroma alkohol yang pekat membuat Irish akhirnya menyadari jika Arthur sedang mabuk. Ia kembali mendorong lelaki itu, namun tangannya malah dicekal. Dengan langkah agak sempoyongan Arthur menarik Irish menjauh dari sana. Seharusnya, Irish langsung meninggalkan Arthur di depan toilet tadi. Namun, sekarang dirinya malah berakhir berada di mobil lelaki itu. Bahkan, sengaja duduk di bangku kemudi karena sang pemiliknya mabuk berat dan tidak mungkin menyetir sendiri. Walau Irish belum memiliki niatan mengendarai mobil ini ke mana pun. Mereka masih berada di basement hotel tempat pesta Elyza terselenggara. Arthur yang menariknya kemari setelah tiba-tiba menciumnya tanpa permisi. Irish menoleh ke samping. Menatap Arthur yan
Irish tidak berniat menghadiri pesta ulang tahun Elyza. Baginya perayaan tersebut tak penting sama sekali. Namun, akhirnya ia malah terjebak di sana. Di pesta ulang tahun Elyza. Bukan karena dirinya berubah pikiran, tetapi kaena Billy mengajaknya kemari. “Aku tidak tahu dia mantannya suamimu. Mau pulang saja?” tawar Billy, tampak tak enak hati pada Irish. Billy tidak mengetahui jika Elyza memiliki hubungan dengan Arthur. Lelaki itu hanya berniat mengajak Irish jalan-jalan sembari mendatangi pesta ulang tahun temannya. Irish yang tidak tahu ke mana tujuan mereka pun langsung menurut saja. Irish menggeleng samar. “Kita sudah sampai di sini. Setidaknya kita perlu menyapa pemilik acara. Sebenarnya aku ingin datang, tapi tidak ada teman. Sekarang aku bersamamu. Ayo masuk. Sepertinya sebentar lagi acaranya akan dimulai.” Irish berusaha meyakinkan Billy jika dirinya akan baik-baik saja. Ia juga tak ingin terlihat menyedihkan karena menghindari acara ini. Lagipula, tamu undangan ya
Setelah pertemuannya terakhirnya dengan Arthur berakhir tidak baik, Irish berharap tak akan pernah bertemu lelaki itu lagi. Ia juga sudah berencana untuk tidak menghadiri sidang perceraian mereka. Namun, sekarang lelaki itu malah berada di hadapannya. Sepersekian detik kemudian, Irish menyadari jika Arthur tidak sendirian. Lelaki itu bersama Elyza. Padahal sekarang masih berada dalam jam kerja dan tempat ini berada cukup jauh dari kawasan kantor Arthur. Sedangkan lelaki itu termasuk orang yang tak mau membuang waktu, apalagi hanya untuk jalan-jalan. Seharusnya Irish cukup bersikap seolah tak mengenal lelaki itu dan melanjutkan langkah. Tetapi, yang dirinya lakukan malah berbalik dan bergegas melangkah masuk ke butiknya lagi. Ia benar-benar tak ingin bertemu ataupun sekadar berpapasan dengan lelaki itu lagi. “Bu, ada apa? Apa ada orang yang mengganggu Ibu?” tanya salah seorang karyawannya yang kini menghampiri Irish. Kepanikan Irish yang terlihat jelas membuatnya khawatir.
“Kamu—” “Apa yang kamu lakukan?! Jangan sakiti Irish atau kamu akan berurusan denganku!” Lelaki yang baru datang itu langsung mendorong Arthur sekuat tenaga. Kemudian, langsung menarik Irish ke sisinya. Sengaja berdiri di antara keduanya agar Arthur tidak memiliki kesempatan untuk menyakiti Irish lagi. Kedua lelaki itu saling melempar tatapan bengis. Terutama Arthur. Bahkan, wajah lelaki itu tampak merah padam dengan tatapan menggelap. Sedari tadi Arthur sudah menahan amarahnya yang nyaris meledak. Kini pengacau malah datang, merecokinya dan ingin menjadi pahlawan kesiangan. “Kamu siapa?! Jangan ikut campur!” bentak Arthur sembari menunjuk wajah lelaki di hadapannya. Lelaki bernama Billy itu tersenyum sinis. “Itu tidak penting! Aku hanya ingin memberi peringatan padamu, jangan pernah mengganggu Irish lagi! Apalagi sampai berani menyakitinya!” Irish yang menggenggam tangan Billy berusaha memberi isyarat agar lelaki itu tak perlu memperpanjang perdebatan. Ini rumah sakit dan
Tatapan tajam Arthur kian menusuk. “Kamu pikir bisa membodohiku?” “Kamu tidak percaya? Buktikan saja!” jawab Irish santai. Senyum manis menghiasi wajahnya yang menawan. Akhirnya, persidangan tersebut ditunda dan Arthur langsung menyeret Irish menuju ke mobilnya. Lelaki itu tak membiarkan Irish mengendarai mobil sendiri. Sebab, tak ingin memberi kesempatan wanita itu untuk melarikan diri lagi. “Aku tidak mau meninggalkan mobilku di sini!” tolak Irish yang berusaha melepas cekalan Arthur dan hendak memasuki mobilnya sendiri. Secara kebetulan, mobil Irish dan Arthur terparkir bersebelahan. Tadi, Irish tidak menyadari itu karena terburu-buru. Ia hanya asal memarkirkan mobilnya di tempat yang kosong. Kemudian, langsung buru-buru masuk ke ruang persidangan. “Aku tidak akan kabur! Kalau perlu, kamu bisa mengikuti mobilku dari belakang!” Irish tak ingin satu mobil dengan Arthur meski hanya beberapa menit saja. Irish sudah benar-benar menyerah dan malas berurusan dengan Arthur. Jika
[“Berani-beraninya kamu mengirim surat gugat cerai padaku!”][“Di mana kamu?! Jangan bersembunyi!”]Mendengar bentakan Arthur membuat sebelah sudut bibir Irish terangkat. Setelah beberapa hari sebagai mematikan ponselnya, ia tak menyangka akan mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Arthur. Dan akhirnya ia memilih mengangkat telepon dari Arthur ketika lelaki itu menghubunginya lagi. Irish sengaja menonaktifkan ponselnya selama beberapa hari agar tidak diganggu oleh siapa pun. Waktu tersebut ia gunakan untuk menenangkan pikirannya. Dan begitu ponselnya menyala, gangguan itu kembali datang tanpa bisa dicegah. Sebelumnya, Arthur tak pernah sekalipun menghubunginya lebih dulu. Bahkan, lelaki itu selalu membalas singkat pesan darinya dan lebih banyak yang tidak dibalas. Apalagi jika ditelepon, Arthur selalu menolak telepon dari Irish. Seolah itu sangat mengganggu. “Kenapa aku harus takut? Aku tidak membuat kesalahan. Bukankah harusnya kamu senang? Setelah perceraian kita selesai, k
Penjelasan pria paruh baya di sampingnya membuat Irish berkaca-kaca. Tadinya ia tidak langsung mempercayai cerita pria itu. Namun, setelah melihat semua bukti yang Prayoga bawa, akhirnya Irish percaya jika pria paruh baya itu adalah kakeknya. Ayah kandung ibunya. Irish tidak pernah mengenal keluarga ibunya sebelumnya. Sebab, ibunya meninggal dunia saat melahirkannya. Dan yang merawatnya selama ini adalah ibu tirinya. Tak pernah ada yang menceritakan tentang keluar mendiang ibu kandungnya. Tidak ada juga yang menemuinya selama ini. “Irish, Kakek tahu kamu pasti terkejut dan belum mempercayai Kakek sepenuhnya. Tapi, Kakek tidak berbohong. Kakek mencarimu selama ini. Maaf, Kakek terlambat menemukanmu,” tutur Prayoga sembari menggenggam tangan Irish yang berada di atas meja. “Harusnya Kakek menemuimu lebih awal. Sebelum mereka membuatmu menderita. Mereka benar-benar pandai menyembunyikan kebusukan mereka di depan umum,” lanjut Prayoga dengan alis menukik tajam, menunjukkan amarah terta
Usapan lembut di kepalanya membuat Irish terbangun. Namun, ketika membuka mata, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah tatapan tajam suaminya. Ia spontan mengalihkan pandangan dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Saat itu pula Irish menyadari dirinya sedang berada di rumah sakit. Dan sudah pasti Arthur telah mengetahui kehamilannya. Lelaki itu tampak marah besar. Entah karena Irish menyembunyikan kehamilannya atau karena kabar kehamilan Irish bukanlah kabar yang menyenangkan bagi lelaki itu. Sepertinya opsi kedua lah yang paling tepat. Irish yakin Arthur pasti merasa jika kehamilannya hanya akan menjadi penghalang hubungan lelaki itu dengan Elyza. Ia menyentuh perutnya, khawatir Arthur gelap mata dan melakukan sesuatu yang buruk pada janinnya. “Kamu tidak bisa membawa anakku pergi,” ucap Arthur dingin. Suara dingin itu terasa amat menusuk hingga Irish bergidik ngeri. Ia berdeham pelan dan berkata, “Dia bukan anakmu. Tenang saja, aku tidak akan meminta pertanggungjawaban
Ringisan pelan lolos dari bibir Irish karena cengkraman Arthur hingga membuat pergelangan tangannya terasa perih. “Sakit. Lepas!”Irish pikir Arthur akan mengabulkan permintaannya dengan mudah. Namun, yang dirinya dapati malahan ekspresi lelaki itu semakin gelap. Tanpa peduli dengan Irish yang meringis meminta dilepaskan, Arthur malah sengaja menarik Irish hingga menabrak tubuhnya. “Apa? Cerai?” desis Arthur sinis. “Beraninya kamu meminta cerai? Kamu bukan siapa-siapa tanpa diriku!” sembur Arthur penuh penekanan. Sekuat tenaga Irish mendorong Arthur hingga akhirnya cekalan lelaki itu terlepas dari tangannya. Menyisakan rasa perih hingga berdenyut-denyut. Namun, ia mempertahankan ekspresinya tetap datar. Wanita itu mengangkat kepala membalas tatapan Arthur tak kalah sengit. “Aku ingin kita berpisah secepatnya. Dia sudah kembali. Kurasa sudah waktunya pernikahan ini berakhir,” jawab Irish tanpa ragu. Ekspresinya memang tampak sangat meyakinkan. Seolah-olah inilah yang dirinya ingin