Tatapan tajam Arthur kian menusuk. “Kamu pikir bisa membodohiku?”
“Kamu tidak percaya? Buktikan saja!” jawab Irish santai. Senyum manis menghiasi wajahnya yang menawan. Akhirnya, persidangan tersebut ditunda dan Arthur langsung menyeret Irish menuju ke mobilnya. Lelaki itu tak membiarkan Irish mengendarai mobil sendiri. Sebab, tak ingin memberi kesempatan wanita itu untuk melarikan diri lagi. “Aku tidak mau meninggalkan mobilku di sini!” tolak Irish yang berusaha melepas cekalan Arthur dan hendak memasuki mobilnya sendiri. Secara kebetulan, mobil Irish dan Arthur terparkir bersebelahan. Tadi, Irish tidak menyadari itu karena terburu-buru. Ia hanya asal memarkirkan mobilnya di tempat yang kosong. Kemudian, langsung buru-buru masuk ke ruang persidangan. “Aku tidak akan kabur! Kalau perlu, kamu bisa mengikuti mobilku dari belakang!” Irish tak ingin satu mobil dengan Arthur meski hanya beberapa menit saja. Irish sudah benar-benar menyerah dan malas berurusan dengan Arthur. Jika bukan karena ingin perceraiannya cepat selesai, Irish tidak akan datang. Ia akan membiarkan pengacara sewaan kakeknya menangani perceraiannya hingga tuntas. “Tidak! Kamu harus ikut denganku! Setelah membual dan mengatakan kamu tidak hamil, kamu pikir aku percaya kamu tidak akan kabur?!” sahut Arthur yang masih mencekal tangan Irish. Sekuat apa pun Irish berusaha memberontak, akhirnya ia tetap kalah. Tenaga Arthur nyaris tiga kalu lipat dibanding dengannya. Dari segi postur pun, Irish kalah jauh. Alhasil, Irish hanya bisa pasrah dan memasuki mobil Arthur sebelum mereka menjadi tontonan karena membuat keributan. Irish pikir ia akan pergi ke rumah sakit bersama Arthur saja. Namun, tiba-tiba Maudy menyusul dan langsung menempati bangku belakang mobil. Kian menambah atmosfer tak bersahabat yang membuat Irish ingin cepat-cepat pergi dari mobil ini. Namun, Irish tetap memasang ekspresi datar tak terbaca. Tidak seperti sebelumnya di mana dirinya akan menunduk saat mendapat tatapan mengintimidasi dari ibu dan anak itu. Dulu, ia melakukan itu karena menghormati keduanya, namun sekarang tidak lagi. “Apa kamu gila? Menggugat suamimu sendiri saat kamu hamil?!” sembur Maudy setelah Arthur mulai mengendarai mobil tersebut. Irish mendengus pelan. “Sudah kubilang kalau aku tidak hamil.” Maudy masih mencibir Irish, namun wanita itu tidak menanggapinya. Sayang sekali kalau energinya harus ia habis karena berdebat dengan calon mantan mertuanya itu. Ia memilih diam di sepanjang perjalanan sembari menatap jalanan dari jendela di sampingnya. Jarak mobil yang Arthur kendarai dengan rumah sakit semakin dekat. Akan tetapi, ekspresi Irish tak berubah. Tetap santai seperti sebelumnya. Bahkan, wanita itu lebih dulu turun dari mobil dan langsung mendaftarkan diri di bagian pendaftaran. Karena sudah agak siang, antrian ke dokter kandungan sudah panjang. Sebenarnya Irish tidak keberatan menunggu. Toh, dirinya tidak akan pergi ke mana-mana setelah ini. Namun, ia sangsi Arthur bersedia menunggu hingga beberapa jam ke depan. “Aku tahu kamu sibuk. Aku pasti kirim hasilnya nanti. Mungkin dua jam lagi aku baru dipanggil. Lebih baik kamu tidak perlu ikut menunggu,” ucap Irish setelah dirinya dan Arthur tiba di ruang tunggu di depan ruangan dokrer kandungan itu. “Dan membuat kamu punya kesempatan untuk manipulasi hasilnya? Jangan harap! Aku tidak akan pergi sebelum hasilnya keluar,” tolak Arthur mentah-mentah. Irish hanya mengangkat bahunya tak acuh. Ia memilih duduk di bangku yang tersedia daripada melanjutkan perdebatan dengan Arthur. Karena ruang tunggu cukup padat, kursi yang tersisa hanya kursi yang telah Irish tempati. Irish tidak peduli di mana Arthur dan Maudy akan duduk. Maudy memilih pulang lebih dulu menggunakan taksi setelah satu jam menunggu. Sebab, nomor antrian Irish masih lumayan jauh. Namun, Arthur masih bersikukuh menunggu di sana dan kini telah duduk di samping wanita itu karena antrian sudah mulai berkurang. Irish mulai mengantuk karena menunggu terlalu lama. Berbanding terbalik dengan Arthur yang masih menatap lurus ke depan dengan sorot tajamnya. Sedari tadi lelaki itu terus mengawasi pergerakan Irish. Tak ingin ada celah bagi wanita itu untuk memanipulasi apa pun. “Kamu sembunyi di mana?” tanya Arthur setelah bungkam cukup lama. Sebelah sudut bibir Irish terangkat. “Kita sedang dalam proses perceraian. Untuk apa memedulikan keberadaanku? Yang jelas, aku berada di tempat yang membuatku nyaman.” “Selama kita belum resmi bercerai, kamu masih menjadi tanggungjawabku. Aku akan terkena masalah jika sesuatu terjadi padamu,” balas Arthur sinis. Irish tertawa dalam hati. Ke mana saja lelaki itu selama ini. Setelah pernikahan mereka berada di ujung tanduk, Arthur baru berkoar-koar tentang tanggungjawab. Sedangkan selama ini lelaki itu lebih sering mengabaikannya. Menganggapnya tidak ada. “Tenang saja. Aku bisa jaga diri,” jawab Irish dingin. “Dengar, kalau kamu terbukti berbohong, aku tidak akan pernah melepasmu!” ancam Arthur pelan, namun penuh penekanan. Akhirnya, Irish dipanggil untuk memasuki ruangan dokter kandungan itu. Beberapa menit kemudian, keduanya keluar dari ruangan tersebut dengan ekspresi berbeda. Irish dengan ekspresi lega di balik wajah datarnya, sedangkan Arthur tampak sangat murka. “Bagaimana? Sekarang kamu sudah percaya? Aku tidak berbohong,” tanya Irish setelah mereka melangkah agak jauh dari ruangan barusan. Hasil pemeriksaan Irish sesuai dengan yang wanita itu katakan. Rahim wanita itu benar-benar bersih. Arthur yang tak percaya meminta dokter mengecek dengan segala cara dan hasilnya sama. Tidak ada tanda-tanda kehamilan Irish. Padahal, tempo hari wanita itu terbukti hamil. Arthur tiba-tiba menarik Irish dan menyudutkan wanita itu di dinding. Lorong rumah sakit yang sepi membuat tak ada yang melihat mereka. Irish yang terkejut dan tak menduga tindakan Arthur, tidak memiliki kesempatan untuk menghindar. “Lepaskan aku! Kamu lupa kita di mana?” pinta Irish sembari mendorong Arthur dengan kedua tangannya. Namun, tak berhasil. Irish bisa saja berteriak, memancing atensi orang-orang yang berada di sini. Dengan begitu Arthur pasti langsung melepaskannya. Namun, ia terlalu malas untuk menjadi pusat perhatian. Meskipun saat ini suasana hatinya sedang bagus karena berhasil membuat Arthur kalah telak. “Apa yang kamu lakukan pada anakku?! Siapa yang mengizinkanmu melakukan itu?!” sentak Arthur dengan tatapan nyalang. Irish tertawa pelan. “Ini tubuhku. Aku berhak melakukan apa pun tanpa persetujuan siapa pun! Sudah kubilang kalau aku sudah menggugurkannya. Kenapa? Menyesal sudah membuang waktumu yang berharga?” Jawaban Irish membuat Arthur semakin meradang. “Kenapa kamu melakukannya?!” “Karena aku tidak mau membawa bagian dari masa lalu,” jawab Irish yang membalas tatapan Arthur dengan sorot sedingin es.“Kamu—” “Apa yang kamu lakukan?! Jangan sakiti Irish atau kamu akan berurusan denganku!” Lelaki yang baru datang itu langsung mendorong Arthur sekuat tenaga. Kemudian, langsung menarik Irish ke sisinya. Sengaja berdiri di antara keduanya agar Arthur tidak memiliki kesempatan untuk menyakiti Irish lagi. Kedua lelaki itu saling melempar tatapan bengis. Terutama Arthur. Bahkan, wajah lelaki itu tampak merah padam dengan tatapan menggelap. Sedari tadi Arthur sudah menahan amarahnya yang nyaris meledak. Kini pengacau malah datang, merecokinya dan ingin menjadi pahlawan kesiangan. “Kamu siapa?! Jangan ikut campur!” bentak Arthur sembari menunjuk wajah lelaki di hadapannya. Lelaki bernama Billy itu tersenyum sinis. “Itu tidak penting! Aku hanya ingin memberi peringatan padamu, jangan pernah mengganggu Irish lagi! Apalagi sampai berani menyakitinya!” Irish yang menggenggam tangan Billy berusaha memberi isyarat agar lelaki itu tak perlu memperpanjang perdebatan. Ini rumah sakit dan
Setelah pertemuannya terakhirnya dengan Arthur berakhir tidak baik, Irish berharap tak akan pernah bertemu lelaki itu lagi. Ia juga sudah berencana untuk tidak menghadiri sidang perceraian mereka. Namun, sekarang lelaki itu malah berada di hadapannya. Sepersekian detik kemudian, Irish menyadari jika Arthur tidak sendirian. Lelaki itu bersama Elyza. Padahal sekarang masih berada dalam jam kerja dan tempat ini berada cukup jauh dari kawasan kantor Arthur. Sedangkan lelaki itu termasuk orang yang tak mau membuang waktu, apalagi hanya untuk jalan-jalan. Seharusnya Irish cukup bersikap seolah tak mengenal lelaki itu dan melanjutkan langkah. Tetapi, yang dirinya lakukan malah berbalik dan bergegas melangkah masuk ke butiknya lagi. Ia benar-benar tak ingin bertemu ataupun sekadar berpapasan dengan lelaki itu lagi. “Bu, ada apa? Apa ada orang yang mengganggu Ibu?” tanya salah seorang karyawannya yang kini menghampiri Irish. Kepanikan Irish yang terlihat jelas membuatnya khawatir.
Irish tidak berniat menghadiri pesta ulang tahun Elyza. Baginya perayaan tersebut tak penting sama sekali. Namun, akhirnya ia malah terjebak di sana. Di pesta ulang tahun Elyza. Bukan karena dirinya berubah pikiran, tetapi kaena Billy mengajaknya kemari. “Aku tidak tahu dia mantannya suamimu. Mau pulang saja?” tawar Billy, tampak tak enak hati pada Irish. Billy tidak mengetahui jika Elyza memiliki hubungan dengan Arthur. Lelaki itu hanya berniat mengajak Irish jalan-jalan sembari mendatangi pesta ulang tahun temannya. Irish yang tidak tahu ke mana tujuan mereka pun langsung menurut saja. Irish menggeleng samar. “Kita sudah sampai di sini. Setidaknya kita perlu menyapa pemilik acara. Sebenarnya aku ingin datang, tapi tidak ada teman. Sekarang aku bersamamu. Ayo masuk. Sepertinya sebentar lagi acaranya akan dimulai.” Irish berusaha meyakinkan Billy jika dirinya akan baik-baik saja. Ia juga tak ingin terlihat menyedihkan karena menghindari acara ini. Lagipula, tamu undangan ya
Ucapan Arthur membuat Irish membeku. Meskipun amat pelan, Irish dapat mendengar perkataan lelaki itu dengan jelas. Jantungnya mendadak berdetak dua kali lebih cepat. Tak menyangka kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Arthur. “Apa maksudmu?” tanya Irish tajam. Aroma alkohol yang pekat membuat Irish akhirnya menyadari jika Arthur sedang mabuk. Ia kembali mendorong lelaki itu, namun tangannya malah dicekal. Dengan langkah agak sempoyongan Arthur menarik Irish menjauh dari sana. Seharusnya, Irish langsung meninggalkan Arthur di depan toilet tadi. Namun, sekarang dirinya malah berakhir berada di mobil lelaki itu. Bahkan, sengaja duduk di bangku kemudi karena sang pemiliknya mabuk berat dan tidak mungkin menyetir sendiri. Walau Irish belum memiliki niatan mengendarai mobil ini ke mana pun. Mereka masih berada di basement hotel tempat pesta Elyza terselenggara. Arthur yang menariknya kemari setelah tiba-tiba menciumnya tanpa permisi. Irish menoleh ke samping. Menatap Arthur yan
Arthur tak kalah terkejut dari Irish. Lelaki itu langsung berdiri dan menghampiri Irish yang membeku di ambang pintu. “Kenapa kamu ada di sini? Kamu pemilik butik ini?!” Irish sempat berpikir jika Arthur sengaja datang karena mengetahui dirinya adalah pemilik butik ini. Namun, melihat reaksi lelaki itu saat melihatnya. Ia tahu Arthur juga terkejut. Dari sekian banyak orang yang bisa menjadi customernya, malah Arthur yang mendatangi butiknya. “Butik kami belum buka. Kamu bisa datang lain kali,” usir Irish secara halus. Pantas saja customer yang menunggunya ini sangat tidak sabaran. Bahkan, sudah datang sebelum butiknya buka. Ternyata yang datang adalah mantan suaminya. Sangat khas dengan tabiat lelaki itu yang tak sabaran dan seenaknya sendiri. Irish selalu bersikap ramah pada customernya. Namun, Arthur adalah pengecualian. Ia terlalu malas berurusan dengan lelaki itu. Terlebih, belum tentu juga Arthur benar-benar berminat dengan desain buatannya. Lelaki itu terbiasa menggunakan
Irish spontan menegakkan tubuhnya. Pening hebat langsung menghantam kepalanya. Mengabaikan rasa tak nyaman itu, ia langsung mencuci mulutnya dan berbalik. Irish telah menutup pintu toilet sebelum memuntahkan isi perutnya dan sekarang Elyza malah masuk tanpa izin. “Aku baik-baik saja,” jawab Irish datar sebelum mengelap mulutnya yang basah menggunakan tisu. Irish lebih khawatir jika Arthur yang memergokinya. Lelaki itu pasti curiga dan itu tidak boleh terjadi. Dan sandiwara yang telah susah payah dirinya lakukan akhirnya akan terbongkar. Melihat hanya Elyza yang datang membuatnya lebih lega. Mual yang Irish rasakan sebelumnya masih terasa. Namun, ia berusaha menetralkan ekspresi juga menegakkan tubuhnya. Irish tak suka melihat cara Elyza menatapnya. Seolah-olah wanita itu sedang menilainya. Sesuatu yang sangat tidak pantas dilakukan. Elyza menatap Irish yang pucat pasi dengan sorot tak terbaca. Wanita itu melangkah maju, mempertipis jaraknya dengan Irish. “Kudengar kamu sempat
“Kamu tidak menggugurkannya, ‘kan?! Jawab!” Arthur merangsek maju dan berdiri tepat di belakang Irish. Jantung Irish berdebar dua kali lebih cepat. Wajahnya yang sudah pucat kini semakin pucat pasi. Ia terpaksa berbalik, membalas tatapan Arthur yang menatapnya dengan sorot berkobar. Irish ingin bersikap tenang. Namun, ekspresinya malah sebaliknya. “Apa yang kamu bicarakan? Jangan ngawur! Bukannya kamu sudah melihat buktinya waktu itu?” Meskipun sudah tertangkap basah, Irish masih berusaha beralibi. “Minggir! Aku mau keluar!” Menghindari tatapan Arthur, Irish hanya berani menatap lantai sembari mendorong tubuh lelaki itu yang menghalangi pintu keluar. Namun, tubuh Irish yang masih lemas malah spontan berpegangan pada Arthur alih-alih mendorong lelaki itu. Tampaknya anaknya tak menyetujui kebohongannya karena mualnya kembali datang. Membuat Irish tak bisa mengelak atas tuduhan Arthur. “Sudah seperti ini, masih bisa mengelak?” cerca Arthur lagi. Irish tidak langsung menjawab.
Kantuknya menghilang. Irish mengerjapkan mata. Khawatir ada yang salah dengan penglihatannya. Lelaki yang berbaring di sampingnya benar-benar Arthur. Irish spontan menarik tangannya yang sejak kapan bertengger di dada lelaki itu. Arthur masih memakai pakaian yang sama dengan beberapa jam lalu. Namun, hanya kemeja hitam lelaki itu saja yang tersisa. Dengan seluruh kancing yang sengaja dibuka. Dan tadi, tanpa Irish sadari jemarinya malah bertengger di sana. Seakan memeluk tubuh lelaki itu. “Jangan berisik, aku mau tidur.” Arthur malah sengaja memeluk Irish dengan mata yang masih terpejam. Irish langsung memberontak, melepaskan diri dari rengkuhan Arthur. “Apa yang kamu lakukan di sini? Bagaimana bisa kamu masuk ke kamarku?!” Irish ingat betul jika sebelum tidur ia telah mengunci pintu. Entah bagaimana caranya Arthur masuk ke kamarnya. Sepersekian detik kemudian Irish menyadari sesuatu. Ibu atau kakak tirinya pasti sengaja memberikan kunci cadangan kamarnya pada Arthur. “Siapa
Bukan hanya Arthur yang terkejut, Irish tampak jauh lebih terkejut lagi. Mendadak wanita itu menyentuh tangan Arthur, khawatir Arthur kalap dan memukul kakeknya. Dan benar saja, Arthur sudah menunjukkan gelagat akan mengamuk. Namun, orang-orang kakeknya lebih dulu datang. “Belum cukup Anda membunuh ayahku?! Anda juga ingin membunuh ibuku dan semua orang yang ada di sana?!” sentak Arthur dengan suara menggelegar. Beberapa orang sudah memegangi Arthur, seolah takut lelaki itu akan bertindak nekat. Melihat itu membuat Irish tak tega. Seharusnya tak perlu sampai seperti itu. Lelaki itu hanya ingin menuntut penjelasan darinya, bukan ingin menyakiti siapa pun. “Itu karena kamu membakar butik milik mendiang putriku. Ibunya Irish. Kamu yang menggunakan cara kotor untuk menjerat cucuku, itu hanya balasan kecil yang aku berikan. Rumahmu tidak rata dengan tanah seperti butik milik putriku!” balas Prayoga tak kalah tegas. “Aku menentang hubunganmu dan Irish. Selama ini kamu hanya menyakiti cu
Arthur menjadi tamu terakhir yang tiba di pesta yang diselenggarakan oleh Prayoga Mahesa. Ekspresi malas dan enggan tampak jelas di wajahnya. Namun, Arthur terpaksa mendatangi pesta tak penting ini demi mencari keberadaan Irish. Asistennya mengatakan jika supir taksi online yang Irish tumpangi saat melarikan diri itu pernah menemui Billy dan pergi bersama. Sejak awal, Arthur sudah curiga jika Billy ada kaitannya dengan menghilangnya Irish dan anak-anaknya. Dan ia harus menemukan Irish di sini. Arthur dan sekretarisnya menempati satu-satunya meja yang kosong di dekat pintu masuk. Karena saat ini sudah detik-detik menjelang waktu pembukaan acara, tidak perlu ada basa-basi tak penting. Arthur bisa langsung duduk dan mengabaikan beberapa orang yang menyapanya. “Ck! Kenapa acaranya lama sekali?!” Belum sampai 10 menit duduk, Arthur sudah mulai menggerutu. Arthur hanya ingin melihat Irish. Namun, sejauh mata memandang, ia belum menemukan keberadaan wanita itu. Entah karena memang Irish
“Bagaimana pun caranya, cari keberadaan istri dan anak-anakku secepatnya. Atau kalian akan aku pecat!” titah Arthur pada asisten dan lima orang anak buahnya. Sudah seminggu berlalu dan tidak ada satu pun anak buahnya yang berhasil menemukan Irish. Memang tak ada petunjuk mengenai keberadaan istri dan anak-anaknya. Meskipun begitu, seharusnya mereka tetap bisa menemukan petunjuk. Satu minggu bukan waktu yang singkat. “Baik, Tuan!” jawab seluruh anak buah Arthur secara bersamaan sebelum melenggang pergi dari ruangan sang tuan. Hanya asisten baru Arthur yang tersisa di sana. Sang asisten meletakkan sebuah undangan di atas meja Arthur. “Ada undangan dari Billy Mahesa. Acaranya pekan depan.”Arthur tak berminat melirik undangan tersebut sama sekali. Ia sedang tidak mau menghadiri acara tak penting, apalagi hanya undangan dari Billy. Fokusnya sekarang adalah mencari dan menemukan keberadaan Irish dan anak-anaknya. Bahkan, selama seminggu ini ia selalu menolak undangan di luar jam kerjany
Sembari menghapus air matanya yang meleleh tanpa ia sadari, Irish bergegas pergi dari rumah ayahnya. Keadaan di luar kamarnya sepi, seperti yang dirinya inginkan. Mobil Billy menunggunya di area yang cukup jauh dari rumahnya. Katanya area tersebut tak terjamah CCTV. Karina dan Tristan masih menunggu di samping mobil. Sedangkan Kenneth dan Kennedy sudah berada di dalam mobil Ketiganya berpelukan singkat. Sebagai tanda perpisahan. Padahal sebenarnya mereka masih bisa bertemu kapan pun. “Hati-hati. Masalah Arthur, biar kami yang urus,” ucap Karina sebelum melepas rengkuhannya. “Terima kasih. Maaf mengganggu istirahat kalian.” Setelah mengatakan itu, Irish bergegas masuk ke mobil Billy. “Tidak ada yang tertinggal?” tanya Billy yang sudah menggendong Kennedy. Sedangkan Kenneth berada di car seat bayi di samping lelaki itu. Irish menggeleng samar. “Aku tidak membawa apa pun.”Billy langsung meminta supirnya melajukan mobil. “Oke. Kakek sudah menyiapkan semuanya. Kamu memang tak perlu
“Masih berani kamu datang ke sini?!”Irish menatap tangannya yang baru saja mendarat di wajah Arthur. Ia tak berniat menampar lelaki itu. Namun, melihat kedatangan Arthur membuat emosinya terbakar. Sehingga Irish tak bisa mengontrol pergerakannya sendiri. Tetapi, ia tidak menyesal. Irish yakin Arthur sudah mengetahui apa yang menimpanya semalam. Dan seharusnya, lelaki itu tak perlu menemuinya lagi. Melihat wajah Arthur membuat sakit di hatinya kian terasa. Apalagi lelaki itu memasang ekspresi seolah tak tahu apa-apa. Mengabaikan nyeri di wajahnya, Arthur pun menyentuh bahu Irish. “Ada apa, Sayang? Kamu dan anak-anak baik-baik saja, ‘kan? Maaf aku baru datang. Aku dengar Mario menyerangmu.”Irish tertawa sinis. “Hanya mendengar? Atau itu perintahmu?”Billy memang mengatakan kemungkinan besar Arthur bukanlah dalang dari penyerangan Mario semalam. Irish pun tak tahu kebenarannya. Akan tetapi, yang dirinya tahu selama ini, Mario sangat loyal pada Arthur. Apa pun yang lelaki itu perintah
[“Nomor yang Anda tuju tidak ada dihubungi. Mohon coba beberapa saat lagi.”][“Nomor yang Anda tuju tidak ada dihubungi. Mohon coba beberapa saat lagi.”]Berulang kali Arthur mencoba menghubungi Irish, namun hasilnya tetap sama. Tak ada jawaban dari wanita itu. Entah pesan atau telepon, semuanya diabaikan. Bahkan, sekarang ponsel wanita itu malah tidak bisa dihubungi. Padahal biasanya ponsel Irish selalu aktif. Siang hari kemarin, saat dirinya baru tiba di Surabaya, Irish masih membalas pesannya seperti biasa. Wanita itu juga mengingatkan dirinya agar tidak terlambat makan dan istirahat cukup. Namun, setelah pulang dari kantor cabang, Irish sudah tidak merespon pesan maupun telepon darinya. Sudah lebih dari setengah hari berlalu sejak Arthur mengirim pesan semalam. Namun, ponsel Irish masih belum aktif juga. Biasanya, meskipun kehabisan baterai, Irish tak akan membiarkan ponselnya nonaktif se lama ini. Orang-orang yang ia minta berjaga di sekitar rumahnya pun tak bisa dihubungi. “A
“Aku yakin Irish tidak benar-benar menggugurkan anakku. Billy pasti melakukan sesuatu untuk memanipulasinya!”“Billy mengacaukan segalanya! Dia tiba-tiba mendekati Irish dan bersikap seperti pahlawan kesiangan!”“Apa maksudnya memberi butik untuk Irish?! Dia pikir aku tidak mampu memberikannya pada Irish? Asal Irish meminta, aku akan memberikan apa pun!”“Akan aku bakar butik sialan itu!”Rekaman suara Arthur yang sedang mengamuk itu terus berputar di kepala Irish meskipun sebenarnya rekaman tersebut telah usai. Meskipun suara itu seperti suara orang mabuk, Irish sangat mengenalnya. Itu memang suara suaminya. Bahkan, kalimat-kalimat makian yang Irish dengar juga memperjelas siapa si pemilik suara. Irish nyaris terhuyung jika tidak berpegangan pada tembok di belakangnya. Kenyataannya ini jauh lebih mengejutkan dibanding ketika ia tahu Mario ingin membunuhnya. Berulang kali Billy mengatakan jika kemungkinan Arthur terlibat dalam insiden kebakaran yang terjadi di butiknya. Namun, Irish
Irish tak ingin terlihat ketakutan, namun tanpa bisa dicegah sekujur tubuhnya sudah gemetar. Ia tak terlalu bodoh untuk menebak alasan Mario ada di sini. Belum lagi, ekspresi lelaki itu juga sangat mendukung. Dan orang yang ingin bertamu baik-baik tak akan datang jam segini. Irish tak pernah bersinggungan dengan Mario selain jika ada keperluan yang sangat penting. Yang memiliki masalah dengan Mario pastinya adalah Arthur. Entah apa yang terjadi hingga Arthur memecat Mario. Arthur tak pernah mau membahasnya. Diam-diam Irish memperhatikan sekitarnya. Berharap ada siapa pun yang dapat membantunya. Namun, hanya dirinya dan Mario yang berada di sini. Orang-orang yang katanya Arthur minta berjaga di sekitar sni juga tak terlihat sama sekali. “Kenapa Nyonya sangat tegang? Saya hanya ingin menyapa,” Mario menampilkan senyum mengerikan. Nada bicara Mario masih terdengar sopan seperti biasanya. Namun, tak sejalan dengan kalimat dan ekspresi lelaki itu. Ketika Mario mulai merangsek maju,
“Kemarin mama menemuimu? Mama mengancammu lagi?” tanya Arthur di tengah keheningan malam. Irish yang baru keluar dari toilet spontan menoleh. Ia mengira Arthur sudah tidur. “Mama hanya menjenguk Kenneth dan Kennedy.”Irish tak enak jika harus mengatakan Maudy juga meminta maaf padanya. Ia hanya ingin diterima, tetapi Maudy tak perlu sampai meminta maaf padanya. Sebab, wanita paruh baya iti tak sepenuhnya salah. Dirinya memang bukan berasal dari keluarga yang akan diterima oleh keluarga Devandra. Irish berbelok ke ranjang anak-anaknya, memastikan mereka tidur nyenyak dan nyaman. Sekarang memang belum terlalu malam. Namun, semenjak si kembar lahir, Arthur membuat aturan jika mereka harus tidur lebih awal, mengikuti waktu tidur Kenneth dan Kennedy. Itu karena Kenneth dan Kennedy sering terbangun di tengah malam. Kadang-kadang sampai beberapa kali. Dengan tidur lebih awal juga, setidaknya Irish bisa mendapatkan jatah istirahat yang seharusnya. Meskipun sebenarnya Irish tak pernah bisa