Cekalan Arthur pada tangan Irish terasa menguat meski tidak menyakiti. Irish menyadari perubahan yang signifikan dari ekspresi lelaki itu. Namun, ia juga tidak berbohong. Semalam, Billy mengajaknya berangkat bersama dan dirinya langsung setuju. “Billy sudah menungguku. Bisa lepas tanganku?” pinta Irish sembari menunjukkan pesan dari Billy yang masuk ke notifikasi ponselnya. Billy berkata sudah sampai dan menunggu Irish di depan. Sebenarnya Irish yang meminta lelaki itu datang lebih awal. Namun, tak berharap keinginan terwujud karena ia baru mengirim pesan pada Billy 30 menit lalu. Ternyata lelaki itu benar-benar datang lebih awal. Untuk beberapa saat, Irish menikmati ekspresi marah Arthur. Ia tak mengerti mengapa lelaki itu harus marah. Padahal selama ini Arthur tidak pernah memedulikan ke mana pun dirinya dan bersama siapa pun itu. Bahkan, di saat Irish meminta izin selalu berakhir diabaikan. “Kamu berangkat bersamaku!” tegas Arthur setelah ekspresinya berubah datar. “Kamu
Arthur melepaskan tautan bibir mereka karena Irish terus memukul dadanya. Irish langsung mendorong Arthur setelah lelaki itu sedikit menjauh. Wanita itu mengubah posisi menjadi duduk dan bergegas bersingkut mundur dengan tatapan penuh perhitungan. Jantung Irish berdetak dua kali lebih cepat. Deru napasnya memburu dengan wajah merah padam. Perpaduan antara malu dan kesal. Irish tak menyangka Arthur akan menciumnya. Seharusnya, ia bergerak lebih sigap untuk melindungi dirinya. “Tadi kamu jatuh. Sakit?” tanya Arthur sembari sedikit menyingkap dress yang Irish pakai untuk melihat kaki wanita itu. Irish pikir Arthur akan melanjutkan perbuatan tak senonoh padanya. Tak menyangka Arthur malah memedulikan kakinya yang sebenarnya tidak sakit apalagi terluka. Tadi dirinya hanya terkejut dan tak bisa menjaga keseimbangan hingga terjatuh di ranjang. “Tidak. Aku baik-baik saja.” Irish langsung menarik kakinya dan kembali merapikan dress yang melekat di tubuhnya. Tak ingin membuat Arthur mem
Pertanyaannya sangat menyinggung Arthur dan Irish tahu itu. Ia sengaja melakukannya demi menghentikan aksi gila lelaki itu. Sebab, pengendalian dirinya pun masih sangat tipis. Jika tidak dihentikan secepatnya, Irish akan menyesalinya nanti. Seperti yang Irish inginkan, pertanyaannya membuat Arthur berhenti menyentuhnya. Ia memang belum melihat ekspresi Arthur karena posisinya lelaki itu. Namun, Irish tahu Arthur pasti marah besar. Terlebih, lelaki itu menjunjung harga diri di atas segalanya. “Apa maksudmu bertanya begitu?” tanya Arthur pelan, namun penuh penekanan. Setelah Arthur melepas rengkuhan pada perutnya, Irish langsung mengubah posisi menjadi berhadapan dengan lelaki itu. Rahang Arthur mengeras, sorot mata lelaki itu juga berubah tajam. Alih-alih merasa takut, Irish malah menikmatinya. Irish tak bermaksud melakukan ini jika saja Arthur tidak lebih dulu memulainya. Lelaki itu tahu hubungan mereka tak seperti dulu lagi. Di saat Arthur bisa menyentuhnya kapan pun lelaki i
Melihat nama yang tertera di layar ponsel Arthur membuat Irish spontan mengalihkan pandangan. Berpura-pura tidak melihat nama itu dan kembali melanjutkan kegiatan makannya. Sedangkan Arthur langsung mengambil ponselnya dan mengangkat telepon tersebut. “Cepat sekali,” cibir Irish dalam hati. Irish yakin jika dirinya yang menelepon Arthur, meski dalam keadaan genting sekalipun, lelaki itu tak akan langsung menjawab. Seperti yang biasanya Arthur lakukan. Kalau tidak berujung diabaikan, telepon darinya akan diangkat di detik-detik terakhir sebelum terputus. Namun, itu tidak berlaku pada Elyza. Setiap kali wanita itu menghubungi Arthur, pasti langsung diangkat. Sama seperti di malam anniversary pernikahan Irish dan Arthur. Lelaki itu langsung pergi begitu saja karena Elyza membutuhkan bantuannya. “Ada apa, El?” tanya Arthur setelah mengangkat telepon dari Elyza. Irish mengira Arthur akan pergi. Setidaknya, tidak membuatnya tanpa sengaja menguping pembicaraan mereka. Namun, lelaki
Irish spontan menoleh dengan mata melebar sempurna. Ia bahkan melupakan jadwal check up nya ke dokter kandungan. Namun, Arthur malah mengetahui dan menyusul kemari. Atau jangan-jangan lelaki itu diam-diam mengikutinya. Arthur menghempas tangan Billy yang hendak menggandeng tangan Irish. Kemudian, langsung menggenggam tangan Irish dan memimpin langkah memasuki ruangan dokter. Ruangan dokter yang sama dengan dokter yang menyatakan Irish tidak hamil sebulan lalu. Melihat kedatangan Arthur, dokter itu tampak salah tingkah. Tak menyangka akan bertemu dengan Arthur lagi. Menyadari itu, Arthur langsung tersenyum sinis. Lelaki itu yakin Billy lah yang membayar dokter ini untuk mengelabuinya. “Kurasa hukum memberikan keterangan palsu di negri ini masih berlaku,” celetuk Arthur datar. “Arthur, stop!” desis Irish penuh penekanan. Jujur saja, Irish merasa malu luar biasa atas terbongkarnya kebohongannya. Ia sudah bersusah payah menyakinkan Arthur, namun belum apa-apa semuanya malah suda
Arthur dengan sigap menahan tubuh Irish sebelum wanita itu terjatuh. “Kamu kenapa?”“Perutku sakit!” jawab Irish sembari mencengkram lengan Arthur. Irish tak mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba nyeri tak tertahankan menghantam perutnya. Perutnya seperti diremas kuat hingga dirinya tak mampu berdiri. Padahal seharian ini ia baik-baik saja, bahkan tak merasa mual sama sekali sejak pagi hari. Kram perut yang sebelumnya pernah Irish rasakan pun tidak sampai seperti ini. Dan jika dirinya mengalami kram, biasanya hanya beberapa detik saja. Namun, sekarang nyeri di perutnya tak kunjung hilang. Malah kian bertambah setiap detiknya. “Ini pasti karena kamu makan sembarangan!” balas Arthur kesal dan khawatir di saat yang sama. Lelaki itu langsung menggendong Irish ala bridal style dan berdiri perlahan sembari menghindari pecahan piring yang menyebar di sekitar nya. “Bereskan semuanya dan bawakan air hangat ke kamarku!” titah lelaki itu pada pelayan sewaannya yang datang karena mendenga
Irish diam-diam memperhatikan ekspresi Arthur. Lelaki itu menampilkan ekspresi kesal, entah apa penyebabnya. Bisa saja karena merasa terganggu oleh telepon dari Elyza. Atau karena Arthur harus repot-repot merawatnya. Namun, sepertinya kemungkinan kedua lebih masuk akal. Mana mungkin Arthur kesal hanya karena mendapat telepon dari Elyza?Irish kembali melanjutkan kegiatannya tanpa memedulikan Arthur. Jika ketahuan memperhatikan lelaki itu, ia pasti dianggap ingin tahu. Hanya saja, keberadaan Arthur di sini membuatnya secara tak sengaja mendengar pembicaraan lelaki itu dengan Elyza. “Katakan permintaan maafku. Kuharap kalian mengerti. Aku tidak mau meninggalkan Irish,” ucap Arthur lagi sebelum mengakhiri panggilan tersebut. Di seberang sana, Elyza menatap ponselnya yang sudah berubah menjadi hitam dengan umpatan samar. Akhir-akhir ini Arthur lebih sering mengabaikannya karena sibuk mengurus Irish. Seharusnya, lelaki itu tidak perlu mengetahui kalau Irish masih hamil. Kembali ke
Irish menatap cincin yang kembali tersemat di jarinya dengan sorot campur aduk. Ia tak menyangka dapat menggunakan cincin ini lagi. Irish mengira Arthur telah membuang cincin pernikahan mereka. Karena sudah seharusnya seperti itu. Di saat yang sama, Irish baru menyadari jika Arthur juga memakai cincin pernikahan mereka. Entah sejak kapan lelaki itu memakainya. Sebab, sejak satu hari setelah mereka menikah, Arthur langsung melepas cincin tersebut. Bahkan, Irish pikir Arthur telah membuangnya. “Kamu ingin aku membuangnya?” Arthur malah membalikkan pertanyaan Irish dengan satu alis terangkat. “Bukankah harusnya seperti itu? Kita akan bercerai,” jawab Irish santai. “Atau kamu jual saja. Beli yang baru untuk Elyza.”Melihat cincin ini membuat Irish kembali mengingat momen saat dirinya melepaskan cincin tersebut. Seulas senyum sinis tersungging di bibirnya. Saat itu Irish yakin akan terlepas dari bayang-bayang Arthur. Namun, sekarang dirinya malah seakan bergantung pada lelaki itu.
Bukan hanya Arthur yang terkejut, Irish tampak jauh lebih terkejut lagi. Mendadak wanita itu menyentuh tangan Arthur, khawatir Arthur kalap dan memukul kakeknya. Dan benar saja, Arthur sudah menunjukkan gelagat akan mengamuk. Namun, orang-orang kakeknya lebih dulu datang. “Belum cukup Anda membunuh ayahku?! Anda juga ingin membunuh ibuku dan semua orang yang ada di sana?!” sentak Arthur dengan suara menggelegar. Beberapa orang sudah memegangi Arthur, seolah takut lelaki itu akan bertindak nekat. Melihat itu membuat Irish tak tega. Seharusnya tak perlu sampai seperti itu. Lelaki itu hanya ingin menuntut penjelasan darinya, bukan ingin menyakiti siapa pun. “Itu karena kamu membakar butik milik mendiang putriku. Ibunya Irish. Kamu yang menggunakan cara kotor untuk menjerat cucuku, itu hanya balasan kecil yang aku berikan. Rumahmu tidak rata dengan tanah seperti butik milik putriku!” balas Prayoga tak kalah tegas. “Aku menentang hubunganmu dan Irish. Selama ini kamu hanya menyakiti cu
Arthur menjadi tamu terakhir yang tiba di pesta yang diselenggarakan oleh Prayoga Mahesa. Ekspresi malas dan enggan tampak jelas di wajahnya. Namun, Arthur terpaksa mendatangi pesta tak penting ini demi mencari keberadaan Irish. Asistennya mengatakan jika supir taksi online yang Irish tumpangi saat melarikan diri itu pernah menemui Billy dan pergi bersama. Sejak awal, Arthur sudah curiga jika Billy ada kaitannya dengan menghilangnya Irish dan anak-anaknya. Dan ia harus menemukan Irish di sini. Arthur dan sekretarisnya menempati satu-satunya meja yang kosong di dekat pintu masuk. Karena saat ini sudah detik-detik menjelang waktu pembukaan acara, tidak perlu ada basa-basi tak penting. Arthur bisa langsung duduk dan mengabaikan beberapa orang yang menyapanya. “Ck! Kenapa acaranya lama sekali?!” Belum sampai 10 menit duduk, Arthur sudah mulai menggerutu. Arthur hanya ingin melihat Irish. Namun, sejauh mata memandang, ia belum menemukan keberadaan wanita itu. Entah karena memang Irish
“Bagaimana pun caranya, cari keberadaan istri dan anak-anakku secepatnya. Atau kalian akan aku pecat!” titah Arthur pada asisten dan lima orang anak buahnya. Sudah seminggu berlalu dan tidak ada satu pun anak buahnya yang berhasil menemukan Irish. Memang tak ada petunjuk mengenai keberadaan istri dan anak-anaknya. Meskipun begitu, seharusnya mereka tetap bisa menemukan petunjuk. Satu minggu bukan waktu yang singkat. “Baik, Tuan!” jawab seluruh anak buah Arthur secara bersamaan sebelum melenggang pergi dari ruangan sang tuan. Hanya asisten baru Arthur yang tersisa di sana. Sang asisten meletakkan sebuah undangan di atas meja Arthur. “Ada undangan dari Billy Mahesa. Acaranya pekan depan.”Arthur tak berminat melirik undangan tersebut sama sekali. Ia sedang tidak mau menghadiri acara tak penting, apalagi hanya undangan dari Billy. Fokusnya sekarang adalah mencari dan menemukan keberadaan Irish dan anak-anaknya. Bahkan, selama seminggu ini ia selalu menolak undangan di luar jam kerjany
Sembari menghapus air matanya yang meleleh tanpa ia sadari, Irish bergegas pergi dari rumah ayahnya. Keadaan di luar kamarnya sepi, seperti yang dirinya inginkan. Mobil Billy menunggunya di area yang cukup jauh dari rumahnya. Katanya area tersebut tak terjamah CCTV. Karina dan Tristan masih menunggu di samping mobil. Sedangkan Kenneth dan Kennedy sudah berada di dalam mobil Ketiganya berpelukan singkat. Sebagai tanda perpisahan. Padahal sebenarnya mereka masih bisa bertemu kapan pun. “Hati-hati. Masalah Arthur, biar kami yang urus,” ucap Karina sebelum melepas rengkuhannya. “Terima kasih. Maaf mengganggu istirahat kalian.” Setelah mengatakan itu, Irish bergegas masuk ke mobil Billy. “Tidak ada yang tertinggal?” tanya Billy yang sudah menggendong Kennedy. Sedangkan Kenneth berada di car seat bayi di samping lelaki itu. Irish menggeleng samar. “Aku tidak membawa apa pun.”Billy langsung meminta supirnya melajukan mobil. “Oke. Kakek sudah menyiapkan semuanya. Kamu memang tak perlu
“Masih berani kamu datang ke sini?!”Irish menatap tangannya yang baru saja mendarat di wajah Arthur. Ia tak berniat menampar lelaki itu. Namun, melihat kedatangan Arthur membuat emosinya terbakar. Sehingga Irish tak bisa mengontrol pergerakannya sendiri. Tetapi, ia tidak menyesal. Irish yakin Arthur sudah mengetahui apa yang menimpanya semalam. Dan seharusnya, lelaki itu tak perlu menemuinya lagi. Melihat wajah Arthur membuat sakit di hatinya kian terasa. Apalagi lelaki itu memasang ekspresi seolah tak tahu apa-apa. Mengabaikan nyeri di wajahnya, Arthur pun menyentuh bahu Irish. “Ada apa, Sayang? Kamu dan anak-anak baik-baik saja, ‘kan? Maaf aku baru datang. Aku dengar Mario menyerangmu.”Irish tertawa sinis. “Hanya mendengar? Atau itu perintahmu?”Billy memang mengatakan kemungkinan besar Arthur bukanlah dalang dari penyerangan Mario semalam. Irish pun tak tahu kebenarannya. Akan tetapi, yang dirinya tahu selama ini, Mario sangat loyal pada Arthur. Apa pun yang lelaki itu perintah
[“Nomor yang Anda tuju tidak ada dihubungi. Mohon coba beberapa saat lagi.”][“Nomor yang Anda tuju tidak ada dihubungi. Mohon coba beberapa saat lagi.”]Berulang kali Arthur mencoba menghubungi Irish, namun hasilnya tetap sama. Tak ada jawaban dari wanita itu. Entah pesan atau telepon, semuanya diabaikan. Bahkan, sekarang ponsel wanita itu malah tidak bisa dihubungi. Padahal biasanya ponsel Irish selalu aktif. Siang hari kemarin, saat dirinya baru tiba di Surabaya, Irish masih membalas pesannya seperti biasa. Wanita itu juga mengingatkan dirinya agar tidak terlambat makan dan istirahat cukup. Namun, setelah pulang dari kantor cabang, Irish sudah tidak merespon pesan maupun telepon darinya. Sudah lebih dari setengah hari berlalu sejak Arthur mengirim pesan semalam. Namun, ponsel Irish masih belum aktif juga. Biasanya, meskipun kehabisan baterai, Irish tak akan membiarkan ponselnya nonaktif se lama ini. Orang-orang yang ia minta berjaga di sekitar rumahnya pun tak bisa dihubungi. “A
“Aku yakin Irish tidak benar-benar menggugurkan anakku. Billy pasti melakukan sesuatu untuk memanipulasinya!”“Billy mengacaukan segalanya! Dia tiba-tiba mendekati Irish dan bersikap seperti pahlawan kesiangan!”“Apa maksudnya memberi butik untuk Irish?! Dia pikir aku tidak mampu memberikannya pada Irish? Asal Irish meminta, aku akan memberikan apa pun!”“Akan aku bakar butik sialan itu!”Rekaman suara Arthur yang sedang mengamuk itu terus berputar di kepala Irish meskipun sebenarnya rekaman tersebut telah usai. Meskipun suara itu seperti suara orang mabuk, Irish sangat mengenalnya. Itu memang suara suaminya. Bahkan, kalimat-kalimat makian yang Irish dengar juga memperjelas siapa si pemilik suara. Irish nyaris terhuyung jika tidak berpegangan pada tembok di belakangnya. Kenyataannya ini jauh lebih mengejutkan dibanding ketika ia tahu Mario ingin membunuhnya. Berulang kali Billy mengatakan jika kemungkinan Arthur terlibat dalam insiden kebakaran yang terjadi di butiknya. Namun, Irish
Irish tak ingin terlihat ketakutan, namun tanpa bisa dicegah sekujur tubuhnya sudah gemetar. Ia tak terlalu bodoh untuk menebak alasan Mario ada di sini. Belum lagi, ekspresi lelaki itu juga sangat mendukung. Dan orang yang ingin bertamu baik-baik tak akan datang jam segini. Irish tak pernah bersinggungan dengan Mario selain jika ada keperluan yang sangat penting. Yang memiliki masalah dengan Mario pastinya adalah Arthur. Entah apa yang terjadi hingga Arthur memecat Mario. Arthur tak pernah mau membahasnya. Diam-diam Irish memperhatikan sekitarnya. Berharap ada siapa pun yang dapat membantunya. Namun, hanya dirinya dan Mario yang berada di sini. Orang-orang yang katanya Arthur minta berjaga di sekitar sni juga tak terlihat sama sekali. “Kenapa Nyonya sangat tegang? Saya hanya ingin menyapa,” Mario menampilkan senyum mengerikan. Nada bicara Mario masih terdengar sopan seperti biasanya. Namun, tak sejalan dengan kalimat dan ekspresi lelaki itu. Ketika Mario mulai merangsek maju,
“Kemarin mama menemuimu? Mama mengancammu lagi?” tanya Arthur di tengah keheningan malam. Irish yang baru keluar dari toilet spontan menoleh. Ia mengira Arthur sudah tidur. “Mama hanya menjenguk Kenneth dan Kennedy.”Irish tak enak jika harus mengatakan Maudy juga meminta maaf padanya. Ia hanya ingin diterima, tetapi Maudy tak perlu sampai meminta maaf padanya. Sebab, wanita paruh baya iti tak sepenuhnya salah. Dirinya memang bukan berasal dari keluarga yang akan diterima oleh keluarga Devandra. Irish berbelok ke ranjang anak-anaknya, memastikan mereka tidur nyenyak dan nyaman. Sekarang memang belum terlalu malam. Namun, semenjak si kembar lahir, Arthur membuat aturan jika mereka harus tidur lebih awal, mengikuti waktu tidur Kenneth dan Kennedy. Itu karena Kenneth dan Kennedy sering terbangun di tengah malam. Kadang-kadang sampai beberapa kali. Dengan tidur lebih awal juga, setidaknya Irish bisa mendapatkan jatah istirahat yang seharusnya. Meskipun sebenarnya Irish tak pernah bisa