Arthur melepaskan tautan bibir mereka karena Irish terus memukul dadanya. Irish langsung mendorong Arthur setelah lelaki itu sedikit menjauh. Wanita itu mengubah posisi menjadi duduk dan bergegas bersingkut mundur dengan tatapan penuh perhitungan. Jantung Irish berdetak dua kali lebih cepat. Deru napasnya memburu dengan wajah merah padam. Perpaduan antara malu dan kesal. Irish tak menyangka Arthur akan menciumnya. Seharusnya, ia bergerak lebih sigap untuk melindungi dirinya. “Tadi kamu jatuh. Sakit?” tanya Arthur sembari sedikit menyingkap dress yang Irish pakai untuk melihat kaki wanita itu. Irish pikir Arthur akan melanjutkan perbuatan tak senonoh padanya. Tak menyangka Arthur malah memedulikan kakinya yang sebenarnya tidak sakit apalagi terluka. Tadi dirinya hanya terkejut dan tak bisa menjaga keseimbangan hingga terjatuh di ranjang. “Tidak. Aku baik-baik saja.” Irish langsung menarik kakinya dan kembali merapikan dress yang melekat di tubuhnya. Tak ingin membuat Arthur mem
Pertanyaannya sangat menyinggung Arthur dan Irish tahu itu. Ia sengaja melakukannya demi menghentikan aksi gila lelaki itu. Sebab, pengendalian dirinya pun masih sangat tipis. Jika tidak dihentikan secepatnya, Irish akan menyesalinya nanti. Seperti yang Irish inginkan, pertanyaannya membuat Arthur berhenti menyentuhnya. Ia memang belum melihat ekspresi Arthur karena posisinya lelaki itu. Namun, Irish tahu Arthur pasti marah besar. Terlebih, lelaki itu menjunjung harga diri di atas segalanya. “Apa maksudmu bertanya begitu?” tanya Arthur pelan, namun penuh penekanan. Setelah Arthur melepas rengkuhan pada perutnya, Irish langsung mengubah posisi menjadi berhadapan dengan lelaki itu. Rahang Arthur mengeras, sorot mata lelaki itu juga berubah tajam. Alih-alih merasa takut, Irish malah menikmatinya. Irish tak bermaksud melakukan ini jika saja Arthur tidak lebih dulu memulainya. Lelaki itu tahu hubungan mereka tak seperti dulu lagi. Di saat Arthur bisa menyentuhnya kapan pun lelaki i
Melihat nama yang tertera di layar ponsel Arthur membuat Irish spontan mengalihkan pandangan. Berpura-pura tidak melihat nama itu dan kembali melanjutkan kegiatan makannya. Sedangkan Arthur langsung mengambil ponselnya dan mengangkat telepon tersebut. “Cepat sekali,” cibir Irish dalam hati. Irish yakin jika dirinya yang menelepon Arthur, meski dalam keadaan genting sekalipun, lelaki itu tak akan langsung menjawab. Seperti yang biasanya Arthur lakukan. Kalau tidak berujung diabaikan, telepon darinya akan diangkat di detik-detik terakhir sebelum terputus. Namun, itu tidak berlaku pada Elyza. Setiap kali wanita itu menghubungi Arthur, pasti langsung diangkat. Sama seperti di malam anniversary pernikahan Irish dan Arthur. Lelaki itu langsung pergi begitu saja karena Elyza membutuhkan bantuannya. “Ada apa, El?” tanya Arthur setelah mengangkat telepon dari Elyza. Irish mengira Arthur akan pergi. Setidaknya, tidak membuatnya tanpa sengaja menguping pembicaraan mereka. Namun, lelaki
Irish spontan menoleh dengan mata melebar sempurna. Ia bahkan melupakan jadwal check up nya ke dokter kandungan. Namun, Arthur malah mengetahui dan menyusul kemari. Atau jangan-jangan lelaki itu diam-diam mengikutinya. Arthur menghempas tangan Billy yang hendak menggandeng tangan Irish. Kemudian, langsung menggenggam tangan Irish dan memimpin langkah memasuki ruangan dokter. Ruangan dokter yang sama dengan dokter yang menyatakan Irish tidak hamil sebulan lalu. Melihat kedatangan Arthur, dokter itu tampak salah tingkah. Tak menyangka akan bertemu dengan Arthur lagi. Menyadari itu, Arthur langsung tersenyum sinis. Lelaki itu yakin Billy lah yang membayar dokter ini untuk mengelabuinya. “Kurasa hukum memberikan keterangan palsu di negri ini masih berlaku,” celetuk Arthur datar. “Arthur, stop!” desis Irish penuh penekanan. Jujur saja, Irish merasa malu luar biasa atas terbongkarnya kebohongannya. Ia sudah bersusah payah menyakinkan Arthur, namun belum apa-apa semuanya malah suda
Arthur dengan sigap menahan tubuh Irish sebelum wanita itu terjatuh. “Kamu kenapa?”“Perutku sakit!” jawab Irish sembari mencengkram lengan Arthur. Irish tak mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba nyeri tak tertahankan menghantam perutnya. Perutnya seperti diremas kuat hingga dirinya tak mampu berdiri. Padahal seharian ini ia baik-baik saja, bahkan tak merasa mual sama sekali sejak pagi hari. Kram perut yang sebelumnya pernah Irish rasakan pun tidak sampai seperti ini. Dan jika dirinya mengalami kram, biasanya hanya beberapa detik saja. Namun, sekarang nyeri di perutnya tak kunjung hilang. Malah kian bertambah setiap detiknya. “Ini pasti karena kamu makan sembarangan!” balas Arthur kesal dan khawatir di saat yang sama. Lelaki itu langsung menggendong Irish ala bridal style dan berdiri perlahan sembari menghindari pecahan piring yang menyebar di sekitar nya. “Bereskan semuanya dan bawakan air hangat ke kamarku!” titah lelaki itu pada pelayan sewaannya yang datang karena mendenga
Irish diam-diam memperhatikan ekspresi Arthur. Lelaki itu menampilkan ekspresi kesal, entah apa penyebabnya. Bisa saja karena merasa terganggu oleh telepon dari Elyza. Atau karena Arthur harus repot-repot merawatnya. Namun, sepertinya kemungkinan kedua lebih masuk akal. Mana mungkin Arthur kesal hanya karena mendapat telepon dari Elyza?Irish kembali melanjutkan kegiatannya tanpa memedulikan Arthur. Jika ketahuan memperhatikan lelaki itu, ia pasti dianggap ingin tahu. Hanya saja, keberadaan Arthur di sini membuatnya secara tak sengaja mendengar pembicaraan lelaki itu dengan Elyza. “Katakan permintaan maafku. Kuharap kalian mengerti. Aku tidak mau meninggalkan Irish,” ucap Arthur lagi sebelum mengakhiri panggilan tersebut. Di seberang sana, Elyza menatap ponselnya yang sudah berubah menjadi hitam dengan umpatan samar. Akhir-akhir ini Arthur lebih sering mengabaikannya karena sibuk mengurus Irish. Seharusnya, lelaki itu tidak perlu mengetahui kalau Irish masih hamil. Kembali ke
Irish menatap cincin yang kembali tersemat di jarinya dengan sorot campur aduk. Ia tak menyangka dapat menggunakan cincin ini lagi. Irish mengira Arthur telah membuang cincin pernikahan mereka. Karena sudah seharusnya seperti itu. Di saat yang sama, Irish baru menyadari jika Arthur juga memakai cincin pernikahan mereka. Entah sejak kapan lelaki itu memakainya. Sebab, sejak satu hari setelah mereka menikah, Arthur langsung melepas cincin tersebut. Bahkan, Irish pikir Arthur telah membuangnya. “Kamu ingin aku membuangnya?” Arthur malah membalikkan pertanyaan Irish dengan satu alis terangkat. “Bukankah harusnya seperti itu? Kita akan bercerai,” jawab Irish santai. “Atau kamu jual saja. Beli yang baru untuk Elyza.”Melihat cincin ini membuat Irish kembali mengingat momen saat dirinya melepaskan cincin tersebut. Seulas senyum sinis tersungging di bibirnya. Saat itu Irish yakin akan terlepas dari bayang-bayang Arthur. Namun, sekarang dirinya malah seakan bergantung pada lelaki itu.
“Aku tidak akan datang ke pernikahan sepupu Elyza.”“Aku sudah mengantarkan hadiah untuk mereka.”Saat itu Irish tidak bertanya, namun Arthur tiba-tiba mengatakannya. Dan sepertinya setelah mengatakan itu Arthur tiba-tiba berubah pikiran. Buktinya, malam ini lelaki itu menghadiri pesta pernikahan sepupu Elyza. Bahkan, bergandengan mesra dengan wanita itu. Irish masih menonton tayangan tersebut tanpa berniat memindahkannya. Live streaming ini sangat berguna untuk menyadarkannya agar tidak terlena. Sebaik apa pun Arthur padanya, pilihan lelaki itu tetap jatuh pada Elyza yang sejak awal menjadi pemenang. Irish membuka ponselnya. Ada satu pesan dari Arthur yang belum sempat ia baca. Pesan itu dikirim dua jam lalu oleh Arthur. [Hari ini aku lembur. Aku sudah memesan makanan kesukaanmu. Habiskan. Jangan begadang.]Siapa pun yang membaca pesan ini pasti merasa sangat diperhatikan. Sayangnya, Arthur bukan orang yang tepat untuk dipercaya. Akan jauh lebih baik jika lelaki itu jujur. A
Mendengar pemberitahuan pelayan tersebut membuat ekspresi Irish berubah seketika. Ia nyaris tak percaya. Namun, ketika mengintip dari jendela di kamarnya yang terhubung dengan halaman depan rumah, Irish tak bisa menyangkal. Arthur benar-benar ada di sini. Arthur tahu dirinya dan anak-anak mereka berada di sini sejak melarikan diri dari rumah ayahnya. Selama itu juga, Arthur tak pernah sekali pun datang kemari. Dan sekarang, setelah lelaki itu mengacaukan sidang perceraian mereka, dia malah muncul di depan rumah kakeknya. “Apa dia ingin cari mati?” gerutu Irish sembari menatap Arthur yang bersandar di belakang pintu gerbang tinggi yang kini masih tertutup rapat. Dari kamarnya yang berada di lantai dua, Irish dapat melihat lelaki itu dengan jelas. Pintu gerbang yang tak dibuka padahal ada tamu menunjukkan jika Arthur tak boleh masuk. Seharusnya lelaki itu mengerti dan langsung pergi, bukan malah menunggu. Hari ini, kakeknya dan Billy memang sedang berada di luar kota. Seharusnya Iri
Penuturan Arthur membuat Irish terbelalak. Ia bisa menerima jika Arthur marah padanya karena dirinya tiba-tiba menggugat cerai lelaki itu. Namun, seharusnya kemarahan itu hanya Arthur perlihatkan saat bersamanya saja. Tak perlu membuat onar di tempat seperti ini. Irish tak menyangka Arthur akan melakukan ini. Memfitnah keluarganya seolah-olah keluarganya telah melakukan kesalahan. Keluarganya tak pernah memperalatnya. Justru, Irish mengurus gugatan ini sendirian. Kakeknya hanya membantunya mencari pengacara saja. “Jangan bicara sembarangan! Aku memang ingin bercerai denganmu!” balas Irish tajam. Irish sampai spontan berdiri. Jika akhirnya akan seperti ini, lebih baik Arthur tak perlu mendatangi persidangan ini. Ia kembali duduk saat menyadari orang-orang mulai menatapnya dengan sorot aneh. Ia memejamkan matanya sejenak, tak ingin semakin tersulut emosi. “Hubungan kita baik-baik saja. Lalu, tiba-tiba keluargamu membawamu pergi diam-diam. Kalai mereka mengancammu, harusnya kamu kata
“Mario masih belum mau mengaku siapa yang menyuruhnya. Tapi, aku sudah yakin orangnya pasti Arthur. Dia sangat loyal pada Arthur. Apa pun yang Arthur katakan pasti dituruti,” ucap Billy pada Irish yang sengaja ia ajak makan siang di ruangannya. Kunyahan Irish terhenti sejenak. Namun, setelah itu ia kembali melanjutkan makan siangnya dengan tenang. Sebenarnya Irish sudah mengetahui persoalan ini dari kakeknya. Dan entah bagaimana cara menyelesaikannya karena Mario benar-benar tak mau mengatakan apa pun. Mario sudah Billy jebloskan ke penjara sejak lelaki itu menyerangnya tempo hari. Akan tetapi, hingga saat ini Mario tak mau membuka suara tentang siapa yang menyuruhnya. Lelaki itu malah mengatakan bergerak sendiri karena keinginannya. Alasan tersebut kurang masuk akal karena Irish tak memiliki masalah dengan Mario. Jangankan bersinggungan, saling berbicara pun hanya beberapa kali saja selama bertahun-tahun ini. Padahal jika lelaki itu mengaku, penyidikan akan lebih mudah dilakukan.
Bunyi ketukan high heelsnya terdengar seiring laju langkah Irish. Hampir setahun dirinya tak berani memakai high heels lagi karena khawatir akan membahayakan kandungannya. Setelah itu pun, sandal biasa masih menjadi andalannya karena lebih nyaman digunakan. Irish sudah terbiasa menangani butik, namun belum pernah bekerja di kantor sungguhan. Apalagi kantor sebesar milik kakeknya. Namun, cepat atau lambat, ia memang harus ikut mengelola perusahaan tersebut. Sebenarnya kakeknya memberinya pilihan, bekerja di kantor atau mencari butik baru, dan Irish memilih bekerja di kantor. Irish masih belum selesai dengan traumanya atas insiden di butik lamanya. Ia belum siap mengelola butik baru, lengkap dengan segala persiapannya. Untuk saat ini, masuk ke perusahaan kakeknya lebih masuk akal. Ini juga menjadi caranya untuk mempelajari strategi bisnis yang baik.“Selamat pagi, Bu Irish!” sapa beberapa karyawan yang berpapasan dengan Irish. “Pagi semuanya!” Irish menghentikan langkah sejenak dan m
Bukan hanya Arthur yang terkejut, Irish tampak jauh lebih terkejut lagi. Mendadak wanita itu menyentuh tangan Arthur, khawatir Arthur kalap dan memukul kakeknya. Dan benar saja, Arthur sudah menunjukkan gelagat akan mengamuk. Namun, orang-orang kakeknya lebih dulu datang. “Belum cukup Anda membunuh ayahku?! Anda juga ingin membunuh ibuku dan semua orang yang ada di sana?!” sentak Arthur dengan suara menggelegar. Beberapa orang sudah memegangi Arthur, seolah takut lelaki itu akan bertindak nekat. Melihat itu membuat Irish tak tega. Seharusnya tak perlu sampai seperti itu. Lelaki itu hanya ingin menuntut penjelasan darinya, bukan ingin menyakiti siapa pun. “Itu karena kamu membakar butik milik mendiang putriku. Ibunya Irish. Kamu yang menggunakan cara kotor untuk menjerat cucuku, itu hanya balasan kecil yang aku berikan. Rumahmu tidak rata dengan tanah seperti butik milik putriku!” balas Prayoga tak kalah tegas. “Aku menentang hubunganmu dan Irish. Selama ini kamu hanya menyakiti cu
Arthur menjadi tamu terakhir yang tiba di pesta yang diselenggarakan oleh Prayoga Mahesa. Ekspresi malas dan enggan tampak jelas di wajahnya. Namun, Arthur terpaksa mendatangi pesta tak penting ini demi mencari keberadaan Irish. Asistennya mengatakan jika supir taksi online yang Irish tumpangi saat melarikan diri itu pernah menemui Billy dan pergi bersama. Sejak awal, Arthur sudah curiga jika Billy ada kaitannya dengan menghilangnya Irish dan anak-anaknya. Dan ia harus menemukan Irish di sini. Arthur dan sekretarisnya menempati satu-satunya meja yang kosong di dekat pintu masuk. Karena saat ini sudah detik-detik menjelang waktu pembukaan acara, tidak perlu ada basa-basi tak penting. Arthur bisa langsung duduk dan mengabaikan beberapa orang yang menyapanya. “Ck! Kenapa acaranya lama sekali?!” Belum sampai 10 menit duduk, Arthur sudah mulai menggerutu. Arthur hanya ingin melihat Irish. Namun, sejauh mata memandang, ia belum menemukan keberadaan wanita itu. Entah karena memang Irish
“Bagaimana pun caranya, cari keberadaan istri dan anak-anakku secepatnya. Atau kalian akan aku pecat!” titah Arthur pada asisten dan lima orang anak buahnya. Sudah seminggu berlalu dan tidak ada satu pun anak buahnya yang berhasil menemukan Irish. Memang tak ada petunjuk mengenai keberadaan istri dan anak-anaknya. Meskipun begitu, seharusnya mereka tetap bisa menemukan petunjuk. Satu minggu bukan waktu yang singkat. “Baik, Tuan!” jawab seluruh anak buah Arthur secara bersamaan sebelum melenggang pergi dari ruangan sang tuan. Hanya asisten baru Arthur yang tersisa di sana. Sang asisten meletakkan sebuah undangan di atas meja Arthur. “Ada undangan dari Billy Mahesa. Acaranya pekan depan.”Arthur tak berminat melirik undangan tersebut sama sekali. Ia sedang tidak mau menghadiri acara tak penting, apalagi hanya undangan dari Billy. Fokusnya sekarang adalah mencari dan menemukan keberadaan Irish dan anak-anaknya. Bahkan, selama seminggu ini ia selalu menolak undangan di luar jam kerjany
Sembari menghapus air matanya yang meleleh tanpa ia sadari, Irish bergegas pergi dari rumah ayahnya. Keadaan di luar kamarnya sepi, seperti yang dirinya inginkan. Mobil Billy menunggunya di area yang cukup jauh dari rumahnya. Katanya area tersebut tak terjamah CCTV. Karina dan Tristan masih menunggu di samping mobil. Sedangkan Kenneth dan Kennedy sudah berada di dalam mobil Ketiganya berpelukan singkat. Sebagai tanda perpisahan. Padahal sebenarnya mereka masih bisa bertemu kapan pun. “Hati-hati. Masalah Arthur, biar kami yang urus,” ucap Karina sebelum melepas rengkuhannya. “Terima kasih. Maaf mengganggu istirahat kalian.” Setelah mengatakan itu, Irish bergegas masuk ke mobil Billy. “Tidak ada yang tertinggal?” tanya Billy yang sudah menggendong Kennedy. Sedangkan Kenneth berada di car seat bayi di samping lelaki itu. Irish menggeleng samar. “Aku tidak membawa apa pun.”Billy langsung meminta supirnya melajukan mobil. “Oke. Kakek sudah menyiapkan semuanya. Kamu memang tak perlu
“Masih berani kamu datang ke sini?!”Irish menatap tangannya yang baru saja mendarat di wajah Arthur. Ia tak berniat menampar lelaki itu. Namun, melihat kedatangan Arthur membuat emosinya terbakar. Sehingga Irish tak bisa mengontrol pergerakannya sendiri. Tetapi, ia tidak menyesal. Irish yakin Arthur sudah mengetahui apa yang menimpanya semalam. Dan seharusnya, lelaki itu tak perlu menemuinya lagi. Melihat wajah Arthur membuat sakit di hatinya kian terasa. Apalagi lelaki itu memasang ekspresi seolah tak tahu apa-apa. Mengabaikan nyeri di wajahnya, Arthur pun menyentuh bahu Irish. “Ada apa, Sayang? Kamu dan anak-anak baik-baik saja, ‘kan? Maaf aku baru datang. Aku dengar Mario menyerangmu.”Irish tertawa sinis. “Hanya mendengar? Atau itu perintahmu?”Billy memang mengatakan kemungkinan besar Arthur bukanlah dalang dari penyerangan Mario semalam. Irish pun tak tahu kebenarannya. Akan tetapi, yang dirinya tahu selama ini, Mario sangat loyal pada Arthur. Apa pun yang lelaki itu perintah