Nadia akhirnya turun dari lereng gunung.Nadia merasa mual, kakinya mati rasa karena kedinginan, tetapi dia terus menuju cahaya yang dia lihat itu.Baru dua langkah, pandangannya menjadi gelap dan dia terjatuh ke dalam kegelapan.Pondok Asri.Yuvira duduk di ruang tamu dengan panik. Dia baru saja mendapat dari Hedi bahwa tidak berhasil menjual dokumen rahasia itu.Saat ini dia harus mencari cara untuk mendapatkan uang dan mentransfernya ke Hedi.Masih tersisa tiga hari untuk mengumpulkan uang 1 miliar itu.Ketika Yuvira memikirkan cara untuk meminta uang tersebut pada Gio, terdengar suara di pintu depan vila.Yuvira berdiri. Ketika melihat ekspresi marah Gio, dia langsung berhenti berpikir untuk meminta uang pada Gio.Yuvira bergegas menghampiri Gio, meriah lengannya dan bertanya dengan penuh perhatian."Gio, ada apa? Kenapa kamu terlihat begitu marah?""Lepaskan tanganmu."Nada bicara Gio sangat dingin sampai membuat Yuvira takut dan segera menarik kembali tangannya.Yuvira menatapnya
Nadia menggerakkan tubuhnya pelan, memunggungi Gio.Dia sungguh tidak ingin melihat wajah Gio lagi. Karena hanya akan membuat hatinya semakin merana.Nadia yang bergerak membuat Gio, yang sedang melihat dokumen, tiba-tiba mengangkat kepalanya.Gio segera berdiri dan berjalan ke kasur. Dia membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa.Gio terdiam beberapa saat, lalu berbalik dan keluar dari kamar itu dan memanggil Ratih untuk ke atas.Ratih membawakan makanan dan memanggil Nadia dengan pelan, "Nona Nadia?"Nadia perlahan membuka matanya dan menjawab dengan tenang, "Ya.""Baguslah kamu sudah sadar. Ini minum sup dulu. Beberapa hari ini kamu hanya mengandalkan cairan infus. Sekarang, perutmu pasti nggak nyaman," ujar Ratih.Nadia tertegun, lalu menoleh ke Ratih dan bertanya, "Sudah berapa lama aku nggak sadarkan diri?""Tiga hari. Selama tiga hari ini, Tuan juga hampir nggak tidur. Dia selalu menyeka tubuhmu dengan handuk panas setiap satu jam," jawab Ratih."Jangan bicarakan dia
Nama Gavin muncul di layar ponsel Nadia.Nadia mengangkat panggilan itu dengan sedikit lelah, "Tuan Muda Gavin, ada apa?""Nadia, kamu di mana?" tanya Gavin yang suaranya terdengar sedikit lelah."Tuan Muda Gavin, langsung bicara saja ada apa," balas Nadia.Gavin terdiam sejenak dan berkata, "Menurutku Yuvira bukan adikku.""Apa ini ada hubungannya denganku?" tanya Nadia dengan sangat tenang."Kamu di Pondok Asri, 'kan?""Ya.""Nadia, apa kamu bisa melakukan tes DNA denganku?" tanya Gavin."Tuan Muda Gavin, bukannya kamu sudah melakukan tes DNA dengan Yuvira? Kalau sudah, berarti memang dia adikmu," ujar Nadia."Untuk apa kamu masih mencariku? Apa kamu ingin jadi bahan tertawaan orang lain?""Aku nggak percaya dengan hasil ini. Nggak apa-apa kalau kamu nggak bersedia. Aku tetap akan lanjut menyelidiki sendiri," ujar Gavin dengan pasrah.Nadia heran melihat sikap Gavin yang entah mengapa masih bersikeras seperti itu.'Keluarga Wren nggak mungkin nggak berhati-hati dalam mencari anggota
Ekspresi Yuvira mendadak berubah. Dia menyahut dengan kesal karena tersinggung, "Memangnya apa hubungannya denganmu? Kamu pikir kamu siapa sampai berani-beraninya mengkritikku?""Maaf saja, aku sih bukannya nggak tahu malu sepertimu yang berani-beraninya menjalin hubungan dengan orang lain di saat sudah punya Pak Gio," balas Sena."Kalau kamu berani bicara omong kosong lagi, akan kucabik-cabik mulutmu!" ancam Yuvira dengan galak.Sena langsung mengangkat dagunya dan berkata dengan kesan menantang, "Sini, coba saja. Aku mau lihat mulut siapa yang akhirnya tercabik-cabik!""Keluarga Wren pasti sudah buta sampai mereka mengira gadis jalang sepertimu begini adalah cucu perempuan mereka yang menghilang!""Dengan pikiranmu yang licik itu, mungkin saja kamu memalsukan hasil tes DNA-nya!""Kamu! Tutup mulutmu!" ujar Yuvira dengan geram, tubuhnya sampai gemetar karena marah."Wah, coba lihat sikapmu yang sangat putus asa itu! Ya ampun, kamu ternyata memang palsu!" seru Sena.Mendengarkan perdeb
"Gio! Gio, tolong aku! Cewek ini gila! Dia akan membunuhku!"Yuvira yang rambutnya dijambak itu langsung berseru minta tolong kepada Gio.Gio pun berjalan mendekat dan segera mencengkeram tangan Nadia. Gio mengerahkan sedikit tenaga untuk memaksa tangan Nadia melepaskan jambakannya pada rambut Yuvira."Kenapa kamu menamparnya?" tanya Gio dengan nada dingin.Nadia balas menatap Gio dengan ekspresi datar sambil menjawab, "Karena aku memang mau menamparnya. Kenapa? Kamu mau membalasku demi dirinya?"Setelah berkata seperti itu, Nadia pun sengaja mendekat kepada Gio sambil berkata lagi "Nih, aku sekalian berdiri di depanmu supaya kamu lebih gampang membantunya balas dendam.""Tampar saja aku kalau kamu mau, aku nggak akan melawan balik.""Aku sudah pernah melalui yang namanya neraka, jadi mana mungkin aku takut?"Gio langsung menyipitkan matanya dengan dingin sambil berkata, "Nadia, bisa nggak kamu nggak bicara sembarangan?""Nggak bisa!" bantah Nadia, lalu menunjuk ke arah Yuvira sambil b
Di ujung telepon sana, Sena hanya terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Nadia ...."Rasanya hati Nadia seperti tenggelam sesaat. Dia mengedip-ngedipkan matanya, lalu menjawab, "Bicaralah.""Dia memproses ponselnya ke dalam suatu sistem, jadi semua catatan panggilan dan pesan di ponselnya langsung musnah begitu terkirim.""Detail transaksi di rekeningnya juga bersih banget, nggak ada yang mencurigakan sesuai dugaan kita.""Menurutku, dia nggak menggunakan kartu ATM-nya waktu transfer ...."Awalnya, Nadia masih bisa menyimak ucapan Sena. Akan tetapi, setelah itu semua perkataan Sena seolah mental dari telinganya.Rasanya telinga Nadia mendadak berdenging, pikirannya seketika menjadi kosong.Kenapa malah begini ....Padahal, Nadia yakin bukti untuk menggulingkan Yuvira sudah ada di depan matanya. Nadia sama sekali tidak menyangka kerja kerasnya terbuang dengan percuma.Kali ini, dia bahkan masih menciptakan masalah bagi dirinya sendiri."Nadia ..." panggil Sena dengan ce
"Memangnya urusan apa yang lebih penting daripada calon anak sendiri!"Mata Ian terbelalak lebar karena amarah. Dia mengeluarkan ponselnya dari sakunya sambil berkata, "Brian harus tahu soal ini!""Akan kusuruh Brian mendidik Gio! Nggak akan kubiarkan cucuku dianiaya begini!"Yuvira langsung duduk, lalu berkata dengan cemas, "Nggak usah telepon, Kakek! Gio, dia ...."Akan tetapi, Yuvira tidak menyelesaikan ucapannya. Dia hanya menundukkan kepalanya sambil menggigit bibirnya.Ekspresi Gavin yang semula tampak berwibawa pun berubah menjadi dingin dan serius. Jika tebakannya benar, Gio pasti sedang bersama Nadia.Saat ini, Yuvira pasti sengaja berpura-pura dilanda kesedihan karena dia mau balas dendam kepada Nadia.Gavin pun berkata kepada Ian, "Kakek, menurutku lebih baik Kakek telepon Gio dulu.""Yuvira 'kan nggak kasih tahu Gio soal ini. Kurasa, nggak bijaksana juga kalau Kakek asal menelepon Kakek Brian."Gerakan Ian pun langsung berhenti. Dia berpikir sejenak, lalu akhirnya berkata,
Gio langsung berhenti berjalan. Dia berbalik badan, wajahnya yang tampan terlihat dingin. Gio berkata, "Kamu nggak berhak memikirkan keselamatan Nadia.""Aku nggak akan memaafkanmu kalau sampai Nadia kenapa-kenapa!" ancam Gavin sambil mengepalkan tangannya."Jangan bilang kamu naksir wanitaku?" cibir Gio.Ekspresi Gavin pun berubah menjadi dingin. Dia berkata, "Jangan keterlaluan kamu! Yuvira yang lagi mengandung anakmu itu masih terbaring di sana!""Aku memang nggak bisa melakukan apa-apa terhadap Yuvira, tapi kalau kamu nggak bisa melindungi Nadia, aku akan langsung membawanya pergi begitu aku bisa!""Coba saja kalau kamu memang bisa," sahut Gio dengan sorot mata dingin.Setelah berkata seperti itu, tiba-tiba Gio melihat ke arah yang tidak jauh dari sana.Gavin refleks mengikuti arah pandangan Gio. Ternyata Brian sedang berjalan menghampiri mereka, ekspresi pria itu terlihat tidak senang.Gavin pun menyapa Brian.Akan tetapi, Brian tidak mengacuhkannya. Dia langsung menghampiri Gio d