Naomi Aksara baru saja merasakan bahagia.Yang selama ini selalu diidamkannya: memiliki mama selayaknya teman-temannya. Yang memandikannya di pagi hari. Mendandaninya, memasakkan makanan kesukaannya, membawakan bekal untuknya, mengajarinya banyak hal termasuk menari yang baru saja di tekuninya.Naomi Aksara baru saja menemukan arti getaran dari bibir mungilnya kala memanggil seorang wanita dengan sebutan mama.Yang menjawab lewat senyuman dan memberikan pelukan hangat. Yang tidak memarahinya sesalah apapun perilakunya. Yang menegurnya tanpa membuatnya menangis. Yang mengusapi kulitnya ketika benda tajam menggoresnya. Yang mengabulkan banyak hal tanpa penolakan.Tapi perkataan papanya pagi ini sangat mencengangkan. Di saat anak-anak seusianya hanya tahu tentang bermain dan bergerombol bersama teman-temannya, Ardika Aksara mengatakan bahwa mamanya telah kembali ke rumah orangtuanya. Yang tentu tidak Naomi ketahui kadar kebenarannya. Apalagi artinya.Satu yang pasti, ada sosok lain di be
Di masa mudanya dulu, Mija menjadi perempuan yang sangat di segani. Selain berasal dari kalangan berada, Mija menjadi satu-satunya putri yang sangat di banggakan oleh keluarga besarnya; Srikandi. Tidak heran, semua kebutuannya terpenuhi dengan apik dan semua keinginannya terpenuhi tanpa halangan biaya. Semuanya yang menjurus atas nama Mija, di mata keluarganya, perempuan itu sangat di ratukan.Sampai-sampai semua orang menjadi musuhnya dalam selimut demi bisa melihat seberapa kuat dan di mana titik kelemahan seorang Mija. Barulah ketika di dapat, mereka akan menghancurkan Mija dengan mudah meski setelahnya ada nyawa-nyawa yang melayang.Toh siapa yang peduli menyoal itu?Yang kaya tetap yang paling jaya di masanya. Tetap yang paling unggul tanpa bisa di ganggu gugat. Tidak bisa di kalahkan dengan mudahnya. Apalagi sekadar menjatuhkan namanya. Berani menyentuh ratu di keluarga Srikandi, neraka menanti.“Harusnya kamu melihat seperti apa wajah suamimu.”Ah, Mija ingat kalimat itu. Kalim
Dalam satu tahun ini, sepanjang tahun 2020, sudah kedua kalinya gugatan perceraian Pulung sambet. Dan status janda—kedua kalinya—pun dirinya labeli. Tidak butuh waktu lama. Semua karena uang dan koneksi, maka selembar surat berlogo pengadilan berada tepat di genggaman Pulung. Enggan membacanya, Pulung sudah tahu isinya. Tanpa perlu menebak apalagi berpikir untuk menangisinya.Setelah tahu, hari di mana Ardika berpaling dan memilih mencintai orang lain—terlepas dari benar dan salahnya—Pulung tahu bahwa kini dirinya telah sepenuhnya kehilangan Ardika. Tidak ada amarah ketika Pulung hengkangkan kakinya dari sana. Hanya ada luka yang tersisa karena ternyata, belajar ikhlas dalam mencintai tidak semudah bayangannya. Pun begitu, luka itu hadir karena dirinya memberi peluang untuk terluka.Jangan di tanya bagaimana rasanya? Sakit. Sudah pasti. Tapi dari sini Pulung memahami konsep jatuh cinta yang datang dan pergi tanpa paksa memaksa. Sama halnya dengan Ardika yang pernah jatuh cinta terhada
Setelah kejadian itu, hari di mana Naomi merasakan kehilangan melingkupi semangat hidupnya. Kini, tidak ada lagi Naomi Aksara yang cerewet dan suka memerintah. Tidak ada lagi Naomi Aksara yang bersemangat kala menyambut pagi untuk mandi dan meminta di buatkan sarapan. Tidak ada lagi Naomi Aksara dengan suara cemprengnya berseru untuk pergi ke sanggar tari.Semuanya telah berganti dengan suasana dingin yang mencekam. Tidak adanya kehangatan di rumah besar Ardika meski lampu-lampu mewah bergelantungan. Penghuninya tidak lagi pandai membangun karakter meski ruang obrolan begitu lebar terbuka.Yang tersisa kini hanyalah Naomi yang asik dengan mainannya. Naomi yang begitu betah mengurung diri di kamarnya dan keluar jika ada keperluan. Makan pun lebih banyak dilakukan di dalam kamarnya. Bi Sinah jadi punya tugas tambahan untuk putri majikannya.Jika dulu—atau kalau masalah ini tidak pernah mendera keluarga Aksara, bi Sinah akan mengumpat dan merutuki kelakuan Naomi yang persis setan. Memint
Begitu cepatnya beranjak. Dari detik ke menit. Menit ke jam. Jam bergulir berganti hari. Hari ke minggu. Minggu ke bulan. Bulan menjadi berbulan-bulan dan tahun berganti. Semua itu tak lepas dari perputaran waktu yang lejitannya secepat meteor jatuh.Dan selama itu pula, perasaan Rambe tak pernah berubah. Kian bertumbuh iya. Kadarnya tidak sedikitpun berkurang apalagi terbagi. Melewati hari-hari terberat dalam hidupnya, kini titik itu menyeretnya pada kenyataan yang paling membahagiakan hidupnya.Ingat kalimat: ‘memulai denganmu tidak ada salahnya.’Benar. Tepat sekali. Kalimat penuh ajakan itu tengah merundung hatinya. Bahwasannya Ayana Kalias mau dengan terbuka menerima dirinya. Yang meski Rambe ketahui takkan mudah mendapatkan hati perempuan berstatus sebagai sahabatnya itu—mantan—dulu.Yang saat ini sedang menggoda Rambe habis-habisan sehingga embusan napasnya berkejaran dan detak jantungnya tak beraturan. Ayana… benar-benar diluar ekspektasinya selama mereka mengenal. Perempuan j
Ingat saat di mana masa-masa sulit menghampirinya?Sebagian orang akan menganggap itu bencana bahkan mengutuknya dengan kejam. Mencaci maki takdir Tuhan yang tak pernah bekerja sesuai garisnya. Membenci Tuhan bahkan sampai marah lekas melupakan. Seolah tidak sadar siapa penguasa di sini. Siapa yang memiliki alam raya seisinya dan siapa yang berhak mengambil dalam satu kali jentikan jari.Begitulah manusia. Yang kadang suka lupa dan berbuat sesuka hati. Inginnya di mengerti namun enggan untuk mengenal bagaimana caranya mengerti. Meminta di pahami namun berbuat semena-mena seolah sudah yang paling benar. Seolah memang dirinyalah yang paling bisa dan tahu segalanya.Itu hanya sisi dari sebagian manusia yang enggan bersyukur. Tidak tahu caranya berterima kasih dengan benar dan menikmati apa yang sedang Tuhan berikan. Aturan, jika mereka mengenal konsep Tuhan, takkan ada rasa benci apalagi mulut yang mengumpatkan kalimat-kalimat kotor. Tuhan kok di salahkan. Lucu, kan?Namun ada juga manus
Adalah Dante yang sangat merasa bahwa hidupnya lebih dari sempurna.Bagaimana tidak?Semua angannya tercapai. Impiannya terpenuhi dengan jalan mulus tanpa satu pun penghalang. Semua duri yang menghalangi telah Dante singkirkan. Tidak peduli apakah ada karma di kehidupan selanjutnya atau tetap baik-baik saja seperti sekarang ini.Adalah Dante yang begitu memuja putri pertamanya. Bersama Ardika Aksara—dulu—yang Dante jadikan senjata agar bisa memiliki lelaki itu.Armina Aksara berumur dua tahun setengah. Parasnya yang cantik dengan rambut kecokelatan alami. Khas milik Ardika ada di Armina. Tubuhnya yang gendut sangat menambah kesan bahwa bayi itu amatlah sehat. Dan gigi-giginya yang mulai memenuhi mulutnya. Keseluruhan lukisan di wajah Armina adalah perpaduan milik Ardika dan Dante.Sebelum ini, kehidupan Dante tak bisa dikatakan baik-baik saja. Memulai dari drama kehamilan yang itu hasil benihnya Ardika. Dilanjutkan dengan status istri siri yang sangat menguras tenaga. Olokan demi olok
Tak banyak yang bisa Maha lakukan selain diam dan menjadi pengamat. Dalam drama, lakon-lakonnya tengah Maha jalankan. Peran-perannya sudah sesuai seperti dalam narasi. Alurnya juga campuran karena mengungkap banyak misteri yang perlu di sibak. Tidak mudah namun menyerah bukan jalannya.Belum tahu bagaimana hasil garapannya. Tapi mencoba selalu yang Maha lakukan. Kunci keberhasilannya selain memilih bertahan dalam pertarungan, Maha punya jutaan cara untuk tidak pernah berhenti berusaha. Dan di sinilah hasil akhirnya.Setelah lelah yang mendera menuntut dirinya menjadi seorang sutradara. Maha bisa menikmati dengan napas yang terhela teratur.“Semua infonya valid. Kemungkinan besar ada campur tangan dari pihak keluarga Mija yang tak kasat mata.” Jelas Mira—asistennya. Wanita paruh baya yang telah bersama Maha sejak berdirinya perusahaan. “Tapi jika ditelusuri lebih detail, buktinya mengarah ke Aksara.”Kejutan. Maha hendak marah awalnya. Mendengar kata ‘kemungkinan’ yang lebih terkesan k