Mita semakin mengamati Midas. Lelaki itu terlihat sangat pucat saat Clara masuk dengan tubuh dipenuhi darah di atas brankar dorong.
'Clara, apa yang kau lakukan?'Midas memegang kepalanya. Sangat panik. Dia mengikuti para dokter dan suster masuk ke dalam ruang operasi. Tentu saja dia tidak akan pernah masuk ke dalam, karena suster menahannya. Midas hanya bisa menunggu di luar dan bersembunyi."Kenapa kau?" tanya Mita mengejutkan Midas.Mulut Midas masih tertutup rapat. Dia tidak akan pernah mengatakan apa pun. Walaupun Mita semakin menatap tajam dan mendekatinya."Apa kau mengenal Clara?" tanyanya kembali dengan kedua alis mengerut dalam. Midas masih saja bergeming kaku. "Sudah jelas kau menyebutkan namanya dengan keras.""Aku harus pulang. Aku tidak mengenal Clara," balas Midas menunduk. Dia bergegas untuk pergi dari sana. Langkah itu terhenti karena Mita menahan lengannya."Ke mana kau selama ini, Midas? Kau meninggalkanku begitu saja hampir 10 tahun. Lalu, kau kembali sebagai narapidana? Midas! Katakan ada apa?" tanya Mita tegas. Dia meninju pundak kanan Midas. "Selama ini aku menunggumu. Tapi, kau seolah-olah menganggapku tidak ada. Apa kau pikir aku wanita murahan, kau tinggalkan aku begitu saja--""Mita hentikan!" bentak Midas sembari memegang kepalanya yang mendadak pusing."Bukan saatnya membicarakan masalah ini. Aku harus pergi.""Midas!" teriak Mita sama sekali tidak dihiraukan Midas. Dia segera berlari keluar rumah sakit. Bersembunyi di balik pohon, dan memastikan tidak ada yang melihatnya. Midas ingin sekali bertemu Clara."Gadis bodoh! Kenapa dia mengorbankan nyawa demi aku kembali?" gumamnya masih sangat panik. Midas hanya bisa duduk di bawah pohon tepat di parkiran mobil sambil mengamati jam tangan pemberian Nyonya Lupes.Waktu tepat menunjukkan satu jam. Midas segera beranjak. Mengamati sekitar, memastikan tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Dia ingin kembali ke dalam, mengetahui keadaan Clara."Aku akan pergi. Ya, aku harus menemui Clara," gumamnya lalu berjalan cepat kembali masuk ke dalam melalui jalan samping. Midas mengendap-ngendap masuk ke dalam ruang dokter dan kembali mengambil satu baju. Dia segera memakai dan mulai aksinya.Kepalanya terus menunduk dan mulai berjalan. Namun, dia tidak menemukan kamar Clara. Hingga dia melihat Brian dan Tomi, serta beberapa dokter senior berjalan cepat."Mereka pasti menuju kamar Clara," gumamnya sembari mengikuti mereka. Dan memang benar. Kamar itu dijaga sangat ketat. "Bagaimana aku bisa masuk?" ucapnya cemas."Midas?"Suara mengejutkan berada dari belakang. Ardi terkejut melihat Midas mengenakan pakaian dokter. Midas pun tak bisa berbicara dan hanya terdiam kaku."Kau ...," tunjuk Ardi sambil menatap Midas dari atas sampai bawah. "Kau mirip dokter yang mengoperasi ibuku. Apakah kau--"Midas menarik lengan Ardi dan membawanya pergi dari sana. Midas segera melepaskan pakaian itu dan meletakkan di atas kursi penunggu begitu saja. Dia terus berjalan cepat sampai keluar rumah sakit.Ardi menarik lengannya dan menghentikan langkah Midas. Dia bersedekap dan menatap Midas tajam."Katakan ada apa ini?" tanya Ardi tegas. Ardi semakin mendekati Midas yang masih bergeming kaku. Namun, ponselnya berdering. Ardi segera menerimanya."Midas? Ibu sadar dan ingin bertemu Midas?" Dengan kebingungan Ardi menutup ponselnya. Dia berkacak pinggang sambil memandang sosok di hadapannya. "Sebaiknya kau jelaskan di dalam kamar Ibu," ucapnya lalu menarik Midas.Mereka berjalan cepat menuju kamar Lupes. Ardi sangat senang ibunya bisa tersenyum melihat kedatangannya. Ardi segera memeluk sang ibu. Sementara, Midas berdiri di depan ranjang dengan menundukkan kepala."Midas, kemarilah," ucap Lupes. Ardi hanya mengernyit, melihat sang ibu sepertinya sangat mengenal Midas."Nyonya, bagaimana napasmu?" tanya Midas lalu memeriksa denyut nadi sambil memejam. Lalu merasakan denyut itu. Ardi semakin tak mengerti. Kenapa Midas bisa melakukannya?"Anda akan sembuh. Tapi, jangan memakan kacang dulu. Aku tahu Anda melanggarnya bukan?" lanjut Midas tersenyum."Siapa kau Midas?" tanya Ardi kembali. "Kau pasti dokter--""Ardi, aku harus bicara dengannya. Tapi, kau bisa di sini. Karena ibu tahu, kau bisa membantu Midas," ucap Lupes malah membuat keduanya terpaku. Ternyata memang Lupes mengetahui sesuatu."Tidak ada yang mau menolong seseorang di jalanan begitu saja bukan? Aku sahabat ayahmu Leonidas." Tentu saja Midas sedikit terperanjat. Dia mendekati Lupes dan menatap tajam."Saat dia akan membawamu ke negara J setelah lulus SMA, dia menghubungiku. Jika terjadi sesuatu kepadamu, aku harus menolongmu. Dan aku tidak percaya kau malah kembali ke Indonesia atas tuduhan membunuh ayahmu."Lupes melambai, membuat Midas kini memegang telapak tangannya. "Leonidas tidak mungkin mati di tangan anaknya. Dia memberimu sebuah rahasia yang luar biasa. Aku tidak mengerti itu. Tapi, kau harus menjaganya.""Kenapa Nyonya tidak mengatakan kepadaku?" Midas melepaskan telapak tangan itu. Dia sedikit kecewa dengan rahasia itu. Tapi, Lupes selama dua tahun ini sangat baik dengannya. Midas tidak akan pernah marah dan berusaha mengerti."Clara menghubungiku, dan mengatakan saatnya kau datang. Kembalilah ke rumah sakit ini. Carilah kebenaran itu. Raih kembali julukan ayahmu dulu. Sang Legenda.""Tapi aku tidak bisa, Nyonya." Midas berdiri. Dia sangat frustasi. Dia memejam, mengingat kebersamaan dia dan ayahnya di negara sakura, yang berakhir dengan tragis. Kedua tangannya mengepal keras. "Aku sudah melakukan sesuatu yang luar biasa dan mereka bertepuk tangan saat aku menyembuhkan anak itu. Tapi, mereka malah menjebakku. Membuat aku menjadi lelaki biadab!""Justru jika kau tidak membalas semua, ayahmu akan bersedih. Jadilah Dokter Midas yang sangat luar biasa. Sentuhan dahsyat tanganmu itu, akan membuatmu kembali meraih apa yang diinginkan ayahmu."Midas tak tahu harus bagaimana. Dia duduk dengan lemas."Kalau aku jadi kau, aku akan menghajar siapapun yang melakukan itu. Aku percaya kepadamu, Midas. Hei, kau lelaki. Jangan cengeng." Ardi kini terkekeh pelan. "Ah, ternyata kau dokter gadungan itu? Aku mengetahui ayahmu. Tidak aku sangka kau anaknya."Midas tertawa kecil. Menerima tos yang diberikan Ardi. Leonidas adalah dokter sangat terkenal di Indonesia. Bisa melakukan operasi sulit yang jarang dilakukan seorang dokter. Namun, dia hidup sangat sederhana dan menutup rapat identitasnya. Hingga dia mendadak menuju ke negara J karena ayahnya memanggilnya. Kakek Midas berasal dari negara J dan menikahi orang Indonesia. Pengusaha kaya raya di sana."Aku tidak menyangka ayahku sangat kaya di negara itu. Ayah memilih ke rumah lama Nenek karena tidak mau melanjutkan usaha Kakek. Tentu saja Kakek marah. Saat datang ke negara itu bersamaku, dia menampar ayahku.""Lalu, apa yang kalian lakukan di sana sampai kau dituduh membunuh ayahmu dan dibawa ke Indonesia?" tanya Ardi penasaran."Aku ... tidak bisa mengatakannya," balas Midas. "Nyonya benar. Aku akan mencari kebenaran itu."Midas semakin tak percaya, saat melihat Lupes dengan lemas melambai ke arah Ardi dan menunjuk ponselnya di atas nakas. Ardi bergegas memberikan ponsel itu kepada ibunya. Dengan bergetar wanita itu menekan nomor seseorang."Dia akan kembali. Dua hari lagi, atur semua. Posisinya sebagai kepala dokter utama. Bukankah itu permintaan Clara?"Midas semakin terkejut. Ternyata Lupes memang ada hubungannya dengan ini."Pulanglah, dan persiapkan dirimu, Midas. Ah, aku juga ingin perawatan di rumah saja. Besok bawa aku pergi dari sini.""Ada apa ini?" Brian mendadak masuk. Mengejutkan semua orang."Hmm, dokter terbaik rumah sakit ini akhirnya muncul," sela Ardi. "Ibu ingin perawatan di rumah. Tentu saja kau harus melakukannya," lanjutnya tersenyum sambil menepuk pundak kakaknya."Aku tidak percaya dokter gadungan mengoperasi Ibu. Kami masih mencari buronan itu," gumam Brian kesal sambil memeriksa ibunya."Baiklah, kita akan pulang." Ardi menarik Midas keluar kamar. Dia tidak mau terjadi pertengkaran di sana. Namun ..."Tunggu!" teriak Brian. Dia mendekati Midas, "aku mendengar kau melakukan perjanjian dengan Tomi. Berani sekali kau melakukan itu? Emangnya siapa kau bisa mengalahkan dia?""Bagaimana jika dia bisa?" ucap Ardi mengejutkan Brian.Midas menarik lengan Ardi dan menggelengkan kepala. Dia tidak mau mencari masalah dengan Brian."Hahaha. Baiklah, jika dia bisa mengalahkan Tomi, aku akan menjadi pelayan seumur hidupnya," balas Brian sambil tertawa dan berkacak pinggang."Ah, aku tidak sabar melihatnya." Ardi kembali menepuk pundak kanan kakaknya. Lalu mengajak Midas pergi dari sana.Midas segera mengikuti Ardi dan masuk ke dalam mobil. Melihat perlakuan Brian, akhirnya Midas memantapkan hatinya untuk kembali.Semalaman, Midas semakin tidak tenang. Waktu sangat dekat, dan dia harus mengungkap identitasnya. Apalagi dia akan bekerja dengan Mita. Wanita yang dia tinggalkan begitu saja."Mita, maafkan aku," gumamnya dan terlelap.Pagi mendadak datang. Midas mendadak terbangun. Dia mendengar ketukan pintu. Dengan cepat dia membukanya."Bangun pemalas!" Tamparan kembali dia dapatkan dari Brian. "Apa kau lupa aku berulang tahun hari ini? Ah, kenapa aku berbicara dengan lelaki bodoh seperti dirimu. Cepat bantu semua pelayan
Seperti biasanya, pesta berakhir dengan sangat berantakan. Brian mendadak terbangun dari kursi sofa. Dia berjalan sempoyongan ketika tanpa sadar hari sudah memasuki pagi hari. Dia terbangun karena ponselnya berdering."Halo."(Apa kau sudah gila? Jam berapa ini? Apa kau lupa kalau hari ini ada dokter dari lulusan universitas terbaik negara J akan datang? Dokter yang sudah menyelamatkan anak gadis kepala pemerintahan. Cepat datang!)Brian tak percaya dirinya akan sangat berantakan. Teriakan Tomi membuatnya tersadar."Midas!" teriaknya keras. "Akan aku bunuh dia! Midas!" Brian kembali terjatuh di atas sofa. Tubuhnya masih lemas akibat alkohol."Dia sudah pergi," ucap Ardi mengejutkannya."Apa maksudmu?" Brian berusaha membuka kedua matanya."Dia sudah pergi dan memang itu yang harus dia lakukan. Dari pada di sini mendapatkan kemarahanmu. Hmm, sebaiknya kau cepat pergi ke rumah sakit. Apa kau tidak mau tahu siapa dokter hebat itu?"Ardi tersenyum melihat Brian sangat panik dan berlari ke
PLAK!!Tamparan keras melayang dari tangan kanan Alma ke pipi Midas. Spontan semua orang terkejut dan melotot tajam melihat itu.Midas, lelaki paling pintar dan selalu mendapatkan pujian dari semua guru ketika bersekolah. Ayahnya bernama Leonidas. Dokter sangat terkenal, mendapatkan julukan sang Legenda. Ibu Midas kala itu meninggal karena sakit saat melahirkan Midas. Leonidas membesarkan Midas seorang diri.Midas mewarisi kepintaran ayahnya. Membuat dia sangat populer di sekolah. Mita yang saat itu gadis tercantik dan terpintar membuatnya terpana. Mereka menjalin kasih dan membuat iri semua siswa. Namun, ketika Midas lulus SMA, dia mendadak menuju ke negara J karena perintah ayahnya.Kepergian Midas membuat Mita sangat frustasi. Perusahaan ayah Mita yang akan mengalami kebangkrutan, membuat Mita harus mau dijodohkan dengan Tomi. Keluarga Tomi sangat kaya. Ayahnya Wakil Kepala rumah sakit di Hospital International dan memiliki beberapa restaurant terkenal di kota.Rumah sakit Hospital,
Seorang wanita tersenyum ke arahnya. Menghentikan pembicaraan serius yang sebelumnya dia lakukan dengan Alma.Dengan sangat seksi, wanita itu berjalan ke arah Midas yang masih bergeming kaku dengan keringat dingin.‘Dia yang berada di sana saat aku melihat ayahku mati. Aku tidak salah lihat. Dia adalah wanita itu.’ Midas mengepalkan kedua tangannya. Senyuman sinis ketika wanita itu menatapnya sebelum dia pingsan delapan tahun lalu, selalu membayangi pikirannya. Clara memang benar. Kembali ke rumah sakit itu dan akan menemukan jawabannya. ‘Aku … tidak akan pernah melepaskannya. Tidak akan pernah!’“Dokter terbaik di Negara J. Lulusan terbaik dan berhasil menyembuhkan penyakit langka. Hmm satu lagi–,” ucapnya terhenti sejenak. Kedua mata hitam berlensa abu wanita itu semakin menatap tajam Midas. “Anak Dokter Leonidas yang sangat hebat. Sayangnya … sang legenda sudah mati,” imbuhnya sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.Midas masih menatapnya tajam. Tubuhnya bergetar. Seketik
Midas tersenyum sambil berjalan mendekati pasien yang sudah terbaring dalam keadaan tertidur. “Apa kau yang menangani pasien ini, Mita?” tanya Midas lalu meletakkan koper hitam berisi semua alat penting untuk membedah pasien yang sudah dia rawat dan steril. Semua alat warisan Leonidas yang selalu dia simpan. Awalnya Midas menganggap semua alat itu hilang ketika dia berada di penjara. Tapi, saat dia keluar dari rumah Brian dan sampai di apartemen mewah yang sudah disiapkan Clara, dia sangat senang melihat koper itu sudah berada di atas meja dalam keadaan sangat baik. Ternyata Clara merawatnya selama ini.Saat itu para pengawal utusan Clara menjemput Midas ketika dia berhasil keluar dari rumah Brian diam-diam. Mereka membawa Midas menuju tempat tinggalnya yang baru. Apartemen kelas atas sangat eksklusif yang berada di lantai paling atas. Di sana, Midas merenung sepanjang malam untuk menunggu hari esok. Hari sangat penting dalam hidupnya untuk memulai pembalasan dendam dan asal mula kej
Satu hal yang bisa dilakukan Midas saat ini hanya bersabar dengan semua keadaan di hadapannya, walaupun itu sangat mengejutkannya.“Dokter …,” ucap Midas sambil membaca nama Dokter Tamrin di name tag yang berada di kemeja putih ayah Tomi sebelah kanan. “Oh, aku ingat. Dulu kau adik kelas ayahku. Dan kau pernah ke rumahku untuk meminta bantuan bukan? Ah … aku saat itu masih kecil.” Midas masih saja menunjukkan sikap tenang. Senyuman tak pernah lepas dari wajahnya. “Aku tahu kau pengagum ayahku. Bagaimana mungkin kau melempar nama ayahku ke sembarang tempat bukan? Hahahaha. Kau pintar sekali bercanda.”“Midas!” teriak Tomi. Dia menunjuk Midas dengan amarah. “Dia adalah wakil kepala di rumah sakit ini. Dia yang berkuasa di sini dan kita hanya bisa patuh dengannya. Jaga kesopananmu,” lanjutnya dengan suara lantang.“Baiklah Tuan Tamrin. Apa yang bisa aku lakukan? Ayahku saja kau lempar keluar. Apalagi aku? Hmm, aku minta maaf,” balas Midas masih saja tersenyum sambil menyodorkan telapak
“Heh, Otak Udang! Matamu buta ya? Tidak lihat rumah perlu dibereskan?”Midas tidak menyahut mendengar teriakan itu. Namun, ia langsung datang sambil membawa plastik hitam besar dan membereskan kekacauan yang ada.Malam semakin larut di kediaman keluarga Lupes. Mereka sekeluarga baru saja mengadakan pesta.Anak lelaki pertama mereka telah diangkat menjadi dokter di rumah sakit terbaik International Hospital. Jelas saja mereka sangat senang. Untuk masuk ke sana tidaklah mudah. Hanya dokter pilihan dengan prestasi luar biasa yang dapat masuk ke sana.Karena acara itu, tentu saja rumah sangat berantakan dan dipenuhi sampah."Jangan lupa semua baju yang berada di belakang. Lalu semua piring yang kotor. Cuci semua. Jangan sampai ada yang tersisa."Midas hanya mengangguk mendengar perintah dari anak pertama keluarga itu, Brian, yang saat ini tengah mabuk.Namun, saat ia hendak memasukkan semua sampah dan botol bir yang berserakan di depan kolam renang, Brian tiba-tiba saja menendangnya denga
Midas melirik si wanita yang biasa dia panggil Clara. Sangat tidak asing baginya. Sudah sangat lama dia meninggalkan masa lalunya dan lebih memilih menjadi lelaki rendahan untuk bertahan hidup."Untuk apa kau kembali? Pergi saja," balas Midas singkat dengan ekspresi dingin.Wanita itu menatap Midas. Matanya sangat tidak tenang. Dia tahu apa yang dialami Midas. Namun, dia juga harus melakukan tugasnya."Dokter Midas. Saya tahu penderitaan Dokter. Justru saya ke sini ingin menyelamatkan Dokter--""Diam!!" teriak Midas keras. Clara pun spontan membungkam ucapannya.Midas mendekatinya, kemudian memegang kedua pundak wanita itu. Dia menunjukkan tatapan yang dingin. Tersirat dendam di sana."Kalian sudah membuat aku menjadi manusia paling biadap di bumi ini. Sekarang, ingin aku kembali? Untuk apa?!" Midas melepaskan tangannya dengan kasar, lalu mengentakkan keras. "Pergilah, dan biarkan aku menjalani hidupku sendiri.""Baiklah ...," balas Clara. Dia mendekati Midas, "aku tahu siapa yang mem