Seperti biasanya, pesta berakhir dengan sangat berantakan. Brian mendadak terbangun dari kursi sofa. Dia berjalan sempoyongan ketika tanpa sadar hari sudah memasuki pagi hari. Dia terbangun karena ponselnya berdering.
"Halo."(Apa kau sudah gila? Jam berapa ini? Apa kau lupa kalau hari ini ada dokter dari lulusan universitas terbaik negara J akan datang? Dokter yang sudah menyelamatkan anak gadis kepala pemerintahan. Cepat datang!)Brian tak percaya dirinya akan sangat berantakan. Teriakan Tomi membuatnya tersadar."Midas!" teriaknya keras. "Akan aku bunuh dia! Midas!" Brian kembali terjatuh di atas sofa. Tubuhnya masih lemas akibat alkohol."Dia sudah pergi," ucap Ardi mengejutkannya."Apa maksudmu?" Brian berusaha membuka kedua matanya."Dia sudah pergi dan memang itu yang harus dia lakukan. Dari pada di sini mendapatkan kemarahanmu. Hmm, sebaiknya kau cepat pergi ke rumah sakit. Apa kau tidak mau tahu siapa dokter hebat itu?"Ardi tersenyum melihat Brian sangat panik dan berlari ke kamarnya."Midas, aku harap kau bisa membalasnya. Ah, aku sangat kesal dengan kakakku sendiri," gumam Ardi sambil memegang surat Midas dan segera menyampaikan kepada Lupes yang sudah berada di kamarnya."Ibu, dia sudah pergi," ucap Ardi sambil menyodorkan surat Midas.Perlahan Lupes menerima dengan menangis. Ardi tidak mengerti. Kenapa ibunya sampai seperti itu?"Apa yang sebenarnya terjadi, Ibu?" tanya Ardi cemas."Leonidas lelaki yang sangat baik. Dia adalah cinta pertama ibu," balas Lupes mengejutkan Ardi.**Keadaan rumah sakit seperti biasanya sangat ramai. Para suster segera berbaris saat semua dokter senior dan junior berjalan cepat menuju aula perkumpulan. Mereka saling berbisik karena sangat penasaran dengan dokter yang akan datang ke sana. Gosipnya, dokter itu sangat muda dan jenius.Tomi yang menjadi pembaca acara, sangat kebingungan. Semalam ayahnya mengatakan dia harus banyak belajar dengan dokter itu. Bahkan sang ayah menceritakan sosok Leonidas, dokter sederhana yang mendapat julukan, 'Sang Legenda.'"Tidak biasanya kau gugup. Apa yang kau pikirkan?"Tomi terkejut kedatangan dokter wanita paling galak, jutek, selalu menjaga kebersihan, paling pintar dan ditakuti semua orang karena sifat angkernya. Semua harus sempurna di mata dokter itu yang bernama Alma."Tenang dan duduk!" ucap tegas Alma yang sekarang menjadi kepala dokter rumah sakit. Dia dokter muda dengan prestasi luar biasa."Dokter, maafkan saya gugup," balas Tomi meringis."Aku tidak suka kedatangan sainganku. Dia akan menjadi kepala dokter juga? Bagaimana bisa, aku berdua satu ruangan dengan orang asing? Menyebalkan!" ucap dokter itu sambil duduk dan melirik sinis kursi tepat di sebelahnya yang akan diduduki saingannya.Brian masih saja berlari menuju aula. Dia tidak mau terlihat buruk di mata senior."Untung saja aku tidak terlambat." Brian berjalan cepat menuju aula dan duduk tepat di sebelah Mita yang sama sekali tidak menyapanya."Mita," sapa Brian membuat wanita itu hanya memandangnya dingin."Kau seharusnya bangga dengan Tomi. Tidak aku sangka kau pernah menjalin hubungan dengan pembantuku. Memalukan," ucap Brian tersenyum sinis. Namun, dia berhasil mendapat perhatian Mita."Kenapa kau membencinya? Apa salahnya?" balas Mita sambil mengernyit dalam."Karena aku tidak suka ada gembel di rumahku," lanjut Brian masih tersenyum sinis.Tomi pun segera memulai acara ketika salah satu dokter muda mendekatinya dan berbisik, "Dokter sudah akan masuk. Suster yang mengatakan kepadaku."Tomi menganggukkan kepala. Dia kini berdiri di tengah ruangan sambil memegang pengeras suara."Baiklah. Aku sebenarnya tidak mengetahui siapa dia. Yang aku dengar, dia anak dari Dokter Leonidas. Dan tentu saja hebat seperti ayahnya. Baiklah, kita akan menyambut dia. Masuklah, Dokter."Senyuman terpampang jelas di wajah sosok yang tentu saja mengejutkan semua orang."Apa ...." Bahkan Tomi menjatuhkan pengeras suara yang digenggamnya. Dia benar-benar tidak bisa berkata apa pun juga. Tubuhnya sangat kaku. Bagaimana mungkin, lelaki yang sudah dihinanya ternyata seseorang yang dia kagumi?"Aku ... akan celaka," gumamnya pelan sambil menelan ludah dengan susah payah.Sementara, Brian bersama Mita tak berkedip sama sekali."Jadi ... pembantumu adalah dia?" Mita menunjuk Midas sambil menatap Brian.Dalam pikiran Brian, terbesit janjinya. Akan menjadi pembantu seumur hidupnya?"Ini tidak benar," gumamnya pelan sambil mengusap wajahnya yang mendadak berkeringat. "Aku, tidak percaya dia adalah ....," lanjutnya masih saja menarik napas panjang berkali-kali untuk mengatasi jantungnya yang berdetak hebat lebih dari biasanya. Dia akan sangat malu!Yang lebih terkejut, dokter wanita yang sudah mendapat ciuman mendadak Midas!"Dia ....," ucap Alma sambil mengepalkan kedua tangannya. Semalam dia tidak tenang karena itu adalah ciuman pertamanya!"Terima kasih sudah memujiku. Kenalkan, aku Dokter Midas."PLAK!!Tamparan keras melayang dari tangan kanan Alma ke pipi Midas. Spontan semua orang terkejut dan melotot tajam melihat itu.Midas, lelaki paling pintar dan selalu mendapatkan pujian dari semua guru ketika bersekolah. Ayahnya bernama Leonidas. Dokter sangat terkenal, mendapatkan julukan sang Legenda. Ibu Midas kala itu meninggal karena sakit saat melahirkan Midas. Leonidas membesarkan Midas seorang diri.Midas mewarisi kepintaran ayahnya. Membuat dia sangat populer di sekolah. Mita yang saat itu gadis tercantik dan terpintar membuatnya terpana. Mereka menjalin kasih dan membuat iri semua siswa. Namun, ketika Midas lulus SMA, dia mendadak menuju ke negara J karena perintah ayahnya.Kepergian Midas membuat Mita sangat frustasi. Perusahaan ayah Mita yang akan mengalami kebangkrutan, membuat Mita harus mau dijodohkan dengan Tomi. Keluarga Tomi sangat kaya. Ayahnya Wakil Kepala rumah sakit di Hospital International dan memiliki beberapa restaurant terkenal di kota.Rumah sakit Hospital,
Seorang wanita tersenyum ke arahnya. Menghentikan pembicaraan serius yang sebelumnya dia lakukan dengan Alma.Dengan sangat seksi, wanita itu berjalan ke arah Midas yang masih bergeming kaku dengan keringat dingin.‘Dia yang berada di sana saat aku melihat ayahku mati. Aku tidak salah lihat. Dia adalah wanita itu.’ Midas mengepalkan kedua tangannya. Senyuman sinis ketika wanita itu menatapnya sebelum dia pingsan delapan tahun lalu, selalu membayangi pikirannya. Clara memang benar. Kembali ke rumah sakit itu dan akan menemukan jawabannya. ‘Aku … tidak akan pernah melepaskannya. Tidak akan pernah!’“Dokter terbaik di Negara J. Lulusan terbaik dan berhasil menyembuhkan penyakit langka. Hmm satu lagi–,” ucapnya terhenti sejenak. Kedua mata hitam berlensa abu wanita itu semakin menatap tajam Midas. “Anak Dokter Leonidas yang sangat hebat. Sayangnya … sang legenda sudah mati,” imbuhnya sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.Midas masih menatapnya tajam. Tubuhnya bergetar. Seketik
Midas tersenyum sambil berjalan mendekati pasien yang sudah terbaring dalam keadaan tertidur. “Apa kau yang menangani pasien ini, Mita?” tanya Midas lalu meletakkan koper hitam berisi semua alat penting untuk membedah pasien yang sudah dia rawat dan steril. Semua alat warisan Leonidas yang selalu dia simpan. Awalnya Midas menganggap semua alat itu hilang ketika dia berada di penjara. Tapi, saat dia keluar dari rumah Brian dan sampai di apartemen mewah yang sudah disiapkan Clara, dia sangat senang melihat koper itu sudah berada di atas meja dalam keadaan sangat baik. Ternyata Clara merawatnya selama ini.Saat itu para pengawal utusan Clara menjemput Midas ketika dia berhasil keluar dari rumah Brian diam-diam. Mereka membawa Midas menuju tempat tinggalnya yang baru. Apartemen kelas atas sangat eksklusif yang berada di lantai paling atas. Di sana, Midas merenung sepanjang malam untuk menunggu hari esok. Hari sangat penting dalam hidupnya untuk memulai pembalasan dendam dan asal mula kej
Satu hal yang bisa dilakukan Midas saat ini hanya bersabar dengan semua keadaan di hadapannya, walaupun itu sangat mengejutkannya.“Dokter …,” ucap Midas sambil membaca nama Dokter Tamrin di name tag yang berada di kemeja putih ayah Tomi sebelah kanan. “Oh, aku ingat. Dulu kau adik kelas ayahku. Dan kau pernah ke rumahku untuk meminta bantuan bukan? Ah … aku saat itu masih kecil.” Midas masih saja menunjukkan sikap tenang. Senyuman tak pernah lepas dari wajahnya. “Aku tahu kau pengagum ayahku. Bagaimana mungkin kau melempar nama ayahku ke sembarang tempat bukan? Hahahaha. Kau pintar sekali bercanda.”“Midas!” teriak Tomi. Dia menunjuk Midas dengan amarah. “Dia adalah wakil kepala di rumah sakit ini. Dia yang berkuasa di sini dan kita hanya bisa patuh dengannya. Jaga kesopananmu,” lanjutnya dengan suara lantang.“Baiklah Tuan Tamrin. Apa yang bisa aku lakukan? Ayahku saja kau lempar keluar. Apalagi aku? Hmm, aku minta maaf,” balas Midas masih saja tersenyum sambil menyodorkan telapak
“Heh, Otak Udang! Matamu buta ya? Tidak lihat rumah perlu dibereskan?”Midas tidak menyahut mendengar teriakan itu. Namun, ia langsung datang sambil membawa plastik hitam besar dan membereskan kekacauan yang ada.Malam semakin larut di kediaman keluarga Lupes. Mereka sekeluarga baru saja mengadakan pesta.Anak lelaki pertama mereka telah diangkat menjadi dokter di rumah sakit terbaik International Hospital. Jelas saja mereka sangat senang. Untuk masuk ke sana tidaklah mudah. Hanya dokter pilihan dengan prestasi luar biasa yang dapat masuk ke sana.Karena acara itu, tentu saja rumah sangat berantakan dan dipenuhi sampah."Jangan lupa semua baju yang berada di belakang. Lalu semua piring yang kotor. Cuci semua. Jangan sampai ada yang tersisa."Midas hanya mengangguk mendengar perintah dari anak pertama keluarga itu, Brian, yang saat ini tengah mabuk.Namun, saat ia hendak memasukkan semua sampah dan botol bir yang berserakan di depan kolam renang, Brian tiba-tiba saja menendangnya denga
Midas melirik si wanita yang biasa dia panggil Clara. Sangat tidak asing baginya. Sudah sangat lama dia meninggalkan masa lalunya dan lebih memilih menjadi lelaki rendahan untuk bertahan hidup."Untuk apa kau kembali? Pergi saja," balas Midas singkat dengan ekspresi dingin.Wanita itu menatap Midas. Matanya sangat tidak tenang. Dia tahu apa yang dialami Midas. Namun, dia juga harus melakukan tugasnya."Dokter Midas. Saya tahu penderitaan Dokter. Justru saya ke sini ingin menyelamatkan Dokter--""Diam!!" teriak Midas keras. Clara pun spontan membungkam ucapannya.Midas mendekatinya, kemudian memegang kedua pundak wanita itu. Dia menunjukkan tatapan yang dingin. Tersirat dendam di sana."Kalian sudah membuat aku menjadi manusia paling biadap di bumi ini. Sekarang, ingin aku kembali? Untuk apa?!" Midas melepaskan tangannya dengan kasar, lalu mengentakkan keras. "Pergilah, dan biarkan aku menjalani hidupku sendiri.""Baiklah ...," balas Clara. Dia mendekati Midas, "aku tahu siapa yang mem
"Ada apa ini?" Dokter itu menatap sambil mengernyit. "Kenapa kalian?" tanyanya lagi sambil menunjuk dua suster yang masih tak bisa berkata-kata.Ardi menggelengkan kepala untuk memusatkan pikirannya kembali. Dia sendiri juga kebingungan. Namun, yang terpenting ibunya selamat."Dokter. Ya, kamu dokter yang barusan dihubungi?" tanya Ardi. Dokter itu menganggukkan kepala dan masih tidak mengerti."Maafkan saya, Dokter," ucap salah satu suster. "Tadi Dokter datang dan kami melakukan operasi. Tapi, kenapa dokter mengatakan baru datang?""Hei, aku memang baru datang. Bagaimana mungkin aku bisa datang setelah kau menghubungiku? Rumahku lumayan jauh. Cepat katakan. Ada apa ini?""Ya, seperti yang dia katakan," sela Ardi. Dia mendekati dokter itu yang masih kebingungan. "Anda datang dan melakukan operasi."Dokter itu terdiam kaku. Dia tidak bisa menerima ini."Dokter gadungan sudah menggantikan aku. Dia tak mungkin melarikan diri bukan?" Dokter itu meninggalkan Ardi bersama dua suster yang mas
Mita semakin mengamati Midas. Lelaki itu terlihat sangat pucat saat Clara masuk dengan tubuh dipenuhi darah di atas brankar dorong.'Clara, apa yang kau lakukan?'Midas memegang kepalanya. Sangat panik. Dia mengikuti para dokter dan suster masuk ke dalam ruang operasi. Tentu saja dia tidak akan pernah masuk ke dalam, karena suster menahannya. Midas hanya bisa menunggu di luar dan bersembunyi."Kenapa kau?" tanya Mita mengejutkan Midas.Mulut Midas masih tertutup rapat. Dia tidak akan pernah mengatakan apa pun. Walaupun Mita semakin menatap tajam dan mendekatinya."Apa kau mengenal Clara?" tanyanya kembali dengan kedua alis mengerut dalam. Midas masih saja bergeming kaku. "Sudah jelas kau menyebutkan namanya dengan keras.""Aku harus pulang. Aku tidak mengenal Clara," balas Midas menunduk. Dia bergegas untuk pergi dari sana. Langkah itu terhenti karena Mita menahan lengannya."Ke mana kau selama ini, Midas? Kau meninggalkanku begitu saja hampir 10 tahun. Lalu, kau kembali sebagai narap