Midas menarik lengan Ardi dan menggelengkan kepala. Dia tidak mau mencari masalah dengan Brian.
"Hahaha. Baiklah, jika dia bisa mengalahkan Tomi, aku akan menjadi pelayan seumur hidupnya," balas Brian sambil tertawa dan berkacak pinggang."Ah, aku tidak sabar melihatnya." Ardi kembali menepuk pundak kanan kakaknya. Lalu mengajak Midas pergi dari sana.Midas segera mengikuti Ardi dan masuk ke dalam mobil. Melihat perlakuan Brian, akhirnya Midas memantapkan hatinya untuk kembali.Semalaman, Midas semakin tidak tenang. Waktu sangat dekat, dan dia harus mengungkap identitasnya. Apalagi dia akan bekerja dengan Mita. Wanita yang dia tinggalkan begitu saja."Mita, maafkan aku," gumamnya dan terlelap.Pagi mendadak datang. Midas mendadak terbangun. Dia mendengar ketukan pintu. Dengan cepat dia membukanya."Bangun pemalas!" Tamparan kembali dia dapatkan dari Brian. "Apa kau lupa aku berulang tahun hari ini? Ah, kenapa aku berbicara dengan lelaki bodoh seperti dirimu. Cepat bantu semua pelayan karena siang nanti acara dimulai." Brian menepuk kepala Midas sebelum meninggalkannya.Midas mengusap kedua matanya yang masih mengantuk. Mau tidak mau dia harus membantu persiapan itu.Saat persiapan sudah seratus persen, seperti biasa Brian masih saja tidak melepaskan Midas. Dia hanya bersiap mendapatkan kemarahan lelaki arogan itu ketika mendekatinya."Nanti kau akan datang. Pakai jas yang sudah disiapkan. Jangan salah paham. Jas pelayan maksudnya. Haha," ucapnya sambil tertawa lalu meninggalkan Midas yang hanya menghela napas panjang.Di dalam kamar, Midas duduk di tepi ranjang. Memikirkan semuanya. Berbagai pertanyaan terbelit di pikirannya. Hal pertama apa yang akan dia lakukan di rumah sakit itu?Midas lebih baik bersiap dan akan memikirkan nanti. Dia tidak mau mendapatkan kemarahan Brian.Perlahan dia keluar kamar saat siang. Bahkan dia belum makan sama sekali. Perutnya keroncongan. Midas bergegas menuju dapur untuk mengambil satu roti dan menghabiskannya.PLAK!!Seperti biasa Brian memukul kepalanya dari belakang. Midas sampai tersedak."Kau tidak pantas makan itu! Semua makanan itu untuk lelaki terhormat. Bukan gembel seperti dirimu. Makanan di sana yang cocok kau makan," ucap Brian sambil menunjuk sampah. "Semua temanku datang. Keluar dan layani mereka!" bentaknya keras.Midas segera keluar. Dia harus menahan amarah dan berpura-pura tidak terjadi apa pun. Mulai mengambil nampan yang berisi minuman anggur mahal di dalam gelas kristal mewah. Berjalan menuju kerumunan."Oh, Midas? Kau pelayan?" Tomi yang datang bersama Mita, melotot melihat Midas. Tentu saja Tomi seketika tertawa keras. "Kau tidak akan pernah mengalahkan aku, Midas. Sekarang cium kakiku.""Hentikan, Tomi. Sudahlah, aku tidak mau merusak mood ku," sela Mita kesal. Wanita itu akan meninggalkan Tomi, tapi ditahannya. "Tomi, jangan memaksaku." Mita melepaskan cengkeraman Tomi."Tomi, dia tidak mau bersamamu," ucap Midas tegas."Apa kau bilang?" Tomi menampik nampan Midas dan, 'pyar!' semua gelas itu tumpah. "Kau sudah kalah bangsat! Cium kakiku!" teriaknya keras."Ada apa ini?" Brian datang dengan amarah. Sementara, semua orang hanya memandang mereka."Midas, kau selalu membuat masalah saja. Dia ini anak wakil direktur di rumah sakit terbaik. Ayahnya dokter sangat hebat. Apa kau kurang ajar dengannya?"Brian menarik kerah kemeja Midas sambil melotot dan berkata pelan, "Turuti apa yang dia inginkan. Bukankah kau sudah kalah?" Cengkeraman itu dilepaskannya dengan kasar. Lalu menekan pundak Midas hingga bersujud.Mita hanya terdiam dan tidak bisa berkata apa pun. Dia meninggalkan mereka begitu saja. Bagaimanapun juga, dia tidak tega melihat Midas. Tomi membiarkannya dan lebih memilih menyiksa Midas."Ternyata dia pembantu di sini? Berani sekali dia menantangku?" Tomi memajukan salah satu kakinya tepat di hadapan Midas. "Kau sudah kalah. Sekarang tepati janjimu.""Oh, jadi pembantu ini merendahkan Tomi? Ya, aku melihatnya berkeliaran di rumah sakit seperti maling," ucap teman Brian."Ya, dia memang pembantuku. Sangat kurang ajar sekali," balas Brian. "Kenapa diam saja? Bantu aku," lanjutnya sambil tertawa.Beberapa teman Brian yang memang sangat kaya dan arogan, menekan kepala Midas hingga akhirnya mencium sepatu Tomi. Bahkan ada yang menyiramnya dengan minuman sambil tertawa."Pergilah dan jangan pernah muncul di hadapan kami. Kau sudah merusak acara. Pergi!" bentak Brian.Midas berdiri, lalu membenarkan jasnya yang sangat basah dan kotor. Dalam diam dia pergi dari sana dan menuju halaman belakang. Memang ini salahnya. Dia yang memilih menutup rapat semua dan menjadi orang rendah. Midas tidak bisa menyalahkan semua orang itu."Apakah kau selalu akan menjadi orang rendah?"Midas semakin terkejut. Mita tiba-tiba menarik lengannya."Kenapa denganmu, Midas? Kau dulu sangat genius. Lalu menghilang begitu saja. Sekarang kau sangat rendah seperti ini? Kau sangat memalukan!" bentak Mita sambil menangis."Mita, aku--"Midas menghentikan ucapannya saat Tomi datang."Jadi kau akan mendekati calon istriku? Kau ternyata sama sekali tidak takut aku bunuh!""Mita, apa kau masih mencintaiku?" tanya Midas menatap tajam. Tomi semakin kesal dan akan menarik kerah kemeja Midas. Namun, dia terkejut Midas menahan dan malah mendorongnya hingga tersungkur."Keparat kau, Midas!" teriaknya.Midas semakin mendekati Mita yang berjalan cepat akan meninggalkannya.Bruk! Mita tidak sengaja menabrak seorang wanita yang membuatnya terkejut."Dokter, maafkan saya," ucap Mita menundukkan kepala."Mita, katakan kau tidak mencintaiku." Midas menarik lengan Mita dan kembali menatap tajam."Aku tidak mencintaimu. Pergilah ke neraka!" balas Mita sambil berteriak keras."Baiklah, kita akan membuktikannya."Midas mendadak menarik wanita yang masih berada di sebelah Mita, dan menciumnya dengan mendadak!PLAK!!"Apa yang kau lakukan?!" teriak wanita itu sambil melotot tajam. Dia mengepalkan kedua tangannya, lalu lari terburu-buru menuju parkiran dan segera pergi dengan mobilnya."Midas, apa kau sudah gila?" Mita mendekati Midas dan, 'plak!' kembali menampar sangat keras. "Apa kau tidak tahu siapa dia?!" teriaknya sangat keras."Aku tidak tahu siapa dia. Dan aku tidak peduli. Mita, aku tahu kau masih mencintai aku. Ya, aku akan menjelaskan semuanya.""Hentikan omong kosong ini!" Mita menarik napas panjang untuk mengatasi hatinya. "Kita sudah berakhir, Midas. Kita sudah putus dan aku akan menikahi Tomi."Bug!Bug!Tomi mendadak datang dari belakang. Memberi pukulan bertubi-tubi kepada Midas."Tomi, kita pergi," ucap Mita menarik Tomi dan mengajaknya pergi."Aku tidak akan melepaskanmu, lelaki keparat!" maki Tomi sebelum meninggalkan Midas yang masih tersungkur ke tanah.Midas segera beranjak dan masuk ke dalam kamarnya. Tanpa berpikir lagi, dia mengemasi semua barangnya. Menuliskan sebuah surat kepada Lupes dan Ardi sebagai ucapan terima kasih sudah menampungnya selama dua tahun setelah keluar dari penjara.Midas mulai menyalakan ponsel yang diberikan Clara kepadanya."Nomor siapa ini?" Dia tidak percaya ada satu nomor yang mendadak menghubunginya ketika ponsel itu menyala beberapa menit."Dokter Midas, kami akan menjemputmu."Midas paham. Dia adalah lelaki yang selalu mengawal Clara. Dan ini adalah bagian rencana Clara untuknya.Sejenak Midas mengamati kamar itu, sebelum akhirnya dia pergi dari sana.Seperti biasanya, pesta berakhir dengan sangat berantakan. Brian mendadak terbangun dari kursi sofa. Dia berjalan sempoyongan ketika tanpa sadar hari sudah memasuki pagi hari. Dia terbangun karena ponselnya berdering."Halo."(Apa kau sudah gila? Jam berapa ini? Apa kau lupa kalau hari ini ada dokter dari lulusan universitas terbaik negara J akan datang? Dokter yang sudah menyelamatkan anak gadis kepala pemerintahan. Cepat datang!)Brian tak percaya dirinya akan sangat berantakan. Teriakan Tomi membuatnya tersadar."Midas!" teriaknya keras. "Akan aku bunuh dia! Midas!" Brian kembali terjatuh di atas sofa. Tubuhnya masih lemas akibat alkohol."Dia sudah pergi," ucap Ardi mengejutkannya."Apa maksudmu?" Brian berusaha membuka kedua matanya."Dia sudah pergi dan memang itu yang harus dia lakukan. Dari pada di sini mendapatkan kemarahanmu. Hmm, sebaiknya kau cepat pergi ke rumah sakit. Apa kau tidak mau tahu siapa dokter hebat itu?"Ardi tersenyum melihat Brian sangat panik dan berlari ke
PLAK!!Tamparan keras melayang dari tangan kanan Alma ke pipi Midas. Spontan semua orang terkejut dan melotot tajam melihat itu.Midas, lelaki paling pintar dan selalu mendapatkan pujian dari semua guru ketika bersekolah. Ayahnya bernama Leonidas. Dokter sangat terkenal, mendapatkan julukan sang Legenda. Ibu Midas kala itu meninggal karena sakit saat melahirkan Midas. Leonidas membesarkan Midas seorang diri.Midas mewarisi kepintaran ayahnya. Membuat dia sangat populer di sekolah. Mita yang saat itu gadis tercantik dan terpintar membuatnya terpana. Mereka menjalin kasih dan membuat iri semua siswa. Namun, ketika Midas lulus SMA, dia mendadak menuju ke negara J karena perintah ayahnya.Kepergian Midas membuat Mita sangat frustasi. Perusahaan ayah Mita yang akan mengalami kebangkrutan, membuat Mita harus mau dijodohkan dengan Tomi. Keluarga Tomi sangat kaya. Ayahnya Wakil Kepala rumah sakit di Hospital International dan memiliki beberapa restaurant terkenal di kota.Rumah sakit Hospital,
Seorang wanita tersenyum ke arahnya. Menghentikan pembicaraan serius yang sebelumnya dia lakukan dengan Alma.Dengan sangat seksi, wanita itu berjalan ke arah Midas yang masih bergeming kaku dengan keringat dingin.‘Dia yang berada di sana saat aku melihat ayahku mati. Aku tidak salah lihat. Dia adalah wanita itu.’ Midas mengepalkan kedua tangannya. Senyuman sinis ketika wanita itu menatapnya sebelum dia pingsan delapan tahun lalu, selalu membayangi pikirannya. Clara memang benar. Kembali ke rumah sakit itu dan akan menemukan jawabannya. ‘Aku … tidak akan pernah melepaskannya. Tidak akan pernah!’“Dokter terbaik di Negara J. Lulusan terbaik dan berhasil menyembuhkan penyakit langka. Hmm satu lagi–,” ucapnya terhenti sejenak. Kedua mata hitam berlensa abu wanita itu semakin menatap tajam Midas. “Anak Dokter Leonidas yang sangat hebat. Sayangnya … sang legenda sudah mati,” imbuhnya sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.Midas masih menatapnya tajam. Tubuhnya bergetar. Seketik
Midas tersenyum sambil berjalan mendekati pasien yang sudah terbaring dalam keadaan tertidur. “Apa kau yang menangani pasien ini, Mita?” tanya Midas lalu meletakkan koper hitam berisi semua alat penting untuk membedah pasien yang sudah dia rawat dan steril. Semua alat warisan Leonidas yang selalu dia simpan. Awalnya Midas menganggap semua alat itu hilang ketika dia berada di penjara. Tapi, saat dia keluar dari rumah Brian dan sampai di apartemen mewah yang sudah disiapkan Clara, dia sangat senang melihat koper itu sudah berada di atas meja dalam keadaan sangat baik. Ternyata Clara merawatnya selama ini.Saat itu para pengawal utusan Clara menjemput Midas ketika dia berhasil keluar dari rumah Brian diam-diam. Mereka membawa Midas menuju tempat tinggalnya yang baru. Apartemen kelas atas sangat eksklusif yang berada di lantai paling atas. Di sana, Midas merenung sepanjang malam untuk menunggu hari esok. Hari sangat penting dalam hidupnya untuk memulai pembalasan dendam dan asal mula kej
Satu hal yang bisa dilakukan Midas saat ini hanya bersabar dengan semua keadaan di hadapannya, walaupun itu sangat mengejutkannya.“Dokter …,” ucap Midas sambil membaca nama Dokter Tamrin di name tag yang berada di kemeja putih ayah Tomi sebelah kanan. “Oh, aku ingat. Dulu kau adik kelas ayahku. Dan kau pernah ke rumahku untuk meminta bantuan bukan? Ah … aku saat itu masih kecil.” Midas masih saja menunjukkan sikap tenang. Senyuman tak pernah lepas dari wajahnya. “Aku tahu kau pengagum ayahku. Bagaimana mungkin kau melempar nama ayahku ke sembarang tempat bukan? Hahahaha. Kau pintar sekali bercanda.”“Midas!” teriak Tomi. Dia menunjuk Midas dengan amarah. “Dia adalah wakil kepala di rumah sakit ini. Dia yang berkuasa di sini dan kita hanya bisa patuh dengannya. Jaga kesopananmu,” lanjutnya dengan suara lantang.“Baiklah Tuan Tamrin. Apa yang bisa aku lakukan? Ayahku saja kau lempar keluar. Apalagi aku? Hmm, aku minta maaf,” balas Midas masih saja tersenyum sambil menyodorkan telapak
“Heh, Otak Udang! Matamu buta ya? Tidak lihat rumah perlu dibereskan?”Midas tidak menyahut mendengar teriakan itu. Namun, ia langsung datang sambil membawa plastik hitam besar dan membereskan kekacauan yang ada.Malam semakin larut di kediaman keluarga Lupes. Mereka sekeluarga baru saja mengadakan pesta.Anak lelaki pertama mereka telah diangkat menjadi dokter di rumah sakit terbaik International Hospital. Jelas saja mereka sangat senang. Untuk masuk ke sana tidaklah mudah. Hanya dokter pilihan dengan prestasi luar biasa yang dapat masuk ke sana.Karena acara itu, tentu saja rumah sangat berantakan dan dipenuhi sampah."Jangan lupa semua baju yang berada di belakang. Lalu semua piring yang kotor. Cuci semua. Jangan sampai ada yang tersisa."Midas hanya mengangguk mendengar perintah dari anak pertama keluarga itu, Brian, yang saat ini tengah mabuk.Namun, saat ia hendak memasukkan semua sampah dan botol bir yang berserakan di depan kolam renang, Brian tiba-tiba saja menendangnya denga
Midas melirik si wanita yang biasa dia panggil Clara. Sangat tidak asing baginya. Sudah sangat lama dia meninggalkan masa lalunya dan lebih memilih menjadi lelaki rendahan untuk bertahan hidup."Untuk apa kau kembali? Pergi saja," balas Midas singkat dengan ekspresi dingin.Wanita itu menatap Midas. Matanya sangat tidak tenang. Dia tahu apa yang dialami Midas. Namun, dia juga harus melakukan tugasnya."Dokter Midas. Saya tahu penderitaan Dokter. Justru saya ke sini ingin menyelamatkan Dokter--""Diam!!" teriak Midas keras. Clara pun spontan membungkam ucapannya.Midas mendekatinya, kemudian memegang kedua pundak wanita itu. Dia menunjukkan tatapan yang dingin. Tersirat dendam di sana."Kalian sudah membuat aku menjadi manusia paling biadap di bumi ini. Sekarang, ingin aku kembali? Untuk apa?!" Midas melepaskan tangannya dengan kasar, lalu mengentakkan keras. "Pergilah, dan biarkan aku menjalani hidupku sendiri.""Baiklah ...," balas Clara. Dia mendekati Midas, "aku tahu siapa yang mem
"Ada apa ini?" Dokter itu menatap sambil mengernyit. "Kenapa kalian?" tanyanya lagi sambil menunjuk dua suster yang masih tak bisa berkata-kata.Ardi menggelengkan kepala untuk memusatkan pikirannya kembali. Dia sendiri juga kebingungan. Namun, yang terpenting ibunya selamat."Dokter. Ya, kamu dokter yang barusan dihubungi?" tanya Ardi. Dokter itu menganggukkan kepala dan masih tidak mengerti."Maafkan saya, Dokter," ucap salah satu suster. "Tadi Dokter datang dan kami melakukan operasi. Tapi, kenapa dokter mengatakan baru datang?""Hei, aku memang baru datang. Bagaimana mungkin aku bisa datang setelah kau menghubungiku? Rumahku lumayan jauh. Cepat katakan. Ada apa ini?""Ya, seperti yang dia katakan," sela Ardi. Dia mendekati dokter itu yang masih kebingungan. "Anda datang dan melakukan operasi."Dokter itu terdiam kaku. Dia tidak bisa menerima ini."Dokter gadungan sudah menggantikan aku. Dia tak mungkin melarikan diri bukan?" Dokter itu meninggalkan Ardi bersama dua suster yang mas