Midas melirik si wanita yang biasa dia panggil Clara. Sangat tidak asing baginya. Sudah sangat lama dia meninggalkan masa lalunya dan lebih memilih menjadi lelaki rendahan untuk bertahan hidup.
"Untuk apa kau kembali? Pergi saja," balas Midas singkat dengan ekspresi dingin.Wanita itu menatap Midas. Matanya sangat tidak tenang. Dia tahu apa yang dialami Midas. Namun, dia juga harus melakukan tugasnya."Dokter Midas. Saya tahu penderitaan Dokter. Justru saya ke sini ingin menyelamatkan Dokter--""Diam!!" teriak Midas keras. Clara pun spontan membungkam ucapannya.Midas mendekatinya, kemudian memegang kedua pundak wanita itu. Dia menunjukkan tatapan yang dingin. Tersirat dendam di sana."Kalian sudah membuat aku menjadi manusia paling biadap di bumi ini. Sekarang, ingin aku kembali? Untuk apa?!" Midas melepaskan tangannya dengan kasar, lalu mengentakkan keras. "Pergilah, dan biarkan aku menjalani hidupku sendiri.""Baiklah ...," balas Clara. Dia mendekati Midas, "aku tahu siapa yang membuatmu seperti ini. Jika Dokter berubah pikiran, hubungi aku." Dia menyodorkan satu kartu hitam kepada Midas, "gunakan ini untuk memenuhi kebutuhan hidupmu, Dokter. Lalu, ini ponsel baru untukmu. Hubungi aku kalau Anda berubah pikiran."Sangat bodoh jika Midas tidak menerimanya. Dia menggertakkan giginya dan menatap wanita itu dengan dingin."Aku sudah bekerja sangat lama di keluarga Leonidas. Almarhum ayahmu meminta aku menjagamu." Clara berdiri tepat di hadapan Midas dan mendongak. Tingginya hanya sebatas pundak Midas. Dia berkata, "kondisi International Hospital sangat tidak baik. Jika Dokter kembali, itu bisa memperbaiki keadaan. Apalagi ... semua rahasia itu akan Dokter pecahkan di sana."Clara menundukkan kepala, lalu pergi dari sana. Wanita itu asisten ayah Midas saat hidup. Dia menghilang saat Midas harus mengalami tuduhan luar biasa dan mendekam di penjara. Hingga saat ini Clara kembali muncul dengan sangat mengejutkan."Siapa yang membebaskanku?!" teriak Midas menghentikan langkah Clara. "Seharusnya aku mendapat hukuman seumur hidup, dengan tuduhan membunuh ayahku sendiri. Tapi, tiga tahun saja aku terbebas.""Jika Dokter kembali, pasti Anda akan mengetahuinya." Clara kembali menundukkan kepala dan masuk ke dalam mobil, disusul beberapa pria di belakangnya. Midas hanya terdiam sambil mengamatinya berlalu.Midas menggelengkan kepala dan kembali berjalan. Dia tidak mau Brian marah dan menunggunya terlalu lama. Dia bergegas masuk, tetapi tiba-tiba sepasang pria dan wanita berada di hadapannya.Wanita itu menatap tak tenang. Bibirnya bergetar, ingin mengatakan sesuatu yang ditahan. Hingga pandangannya mendadak menoleh ke samping, berpura-pura tidak melihat Midas."Mita?"Midas benar-benar terkejut. Mantan kekasihnya yang sudah dia tinggalkan begitu saja, kini ada di depan matanya?Sementara itu, pria di sebelah Mita tidak senang melihat Midas. Dia adalah musuh Midas saat masih SMA. Pria populer yang bernama Tomi. Dia tidak menyukai Midas karena kalah pintar dari Midas."Hey, hentikan pandanganmu itu!" teriaknya sambil mendorong Midas. "Sangat mengejutkan sekali. Lelaki pembunuh yang sekarang menjadi gembel, berani melirik tunanganku? Dasar sampah!"Wajah Mita memerah, sangat malu di hadapan Tomi, "kepalaku pusing. Aku mendadak tidak enak. Lebih baik kita pergi." Bagaimana tidak malu. Mita dulu selalu menolak Tomi dan lebih memilih Midas. Namun, setelah tahu Midas tiba-tiba menghilang selama bertahun-tahun, lalu kembali dan mendekam di penjara, Mita harus mengemis cinta Tomi demi keselamatan keluarganya yang terancam bangkrut. Tomi sangat kaya. Ayahnya wakil direktur rumah sakit International Hospital."Apanya yang tidak jadi? Jangan gara-gara gembel ini kita pergi, Mita!" Tomi menoleh dan menunjuk Midas yang menahan amarah.Mita menggelengkan kepala dan dengan cepat menyangkal, "Bagaimana mungkin gara-gara dia? Aku sudah melupakan gembel ini! Kepala ku sakit.""Kau sakit?" tanya Midas cemas."Hahaha. Mungkin kau pusing saat melihatnya." Tomi menampar pipi kanan Midas, "pergi saja kau. Hmm, apa kau tidak lihat siapa kami? Sekarang kami dokter pilihan di rumah sakit terbaik. Sedangkan kau ... menghilang begitu saja. Ternyata, kembali dengan menjadi pembunuh. Parahnya, sekarang kau gembel.""Mita, kau sangat pucat." Midas tak peduli dengan perkataan Tomi. Dia mendekati mantan kekasihnya itu, "Kau harus diperiksa, Mita."Tomi tertegun sejenak, kemudian menendang kaki Midas, "Beraninya kau menatap tunanganku? Apa kau mau mati?""Tomi, jangan berkelahi." Mita menghentikannya."Kenapa? Apa kau kasihan kepadanya?""Bagaimana mungkin aku kasihan!" tunjuk Mita ke arah Midas. "Aku hanya mau kita pergi. Untuk apa kita membuang waktu meladeni lelaki busuk seperti dia? Sangat miskin dan rendahan." Mita buru-buru membayar di kasir kemudian pergi dengan cepat."Midas, aku peringatkan padamu. Jauhi Mita. Kalau kau melihat kami, jangan menampakkan dirimu. Pergilah seperti maling. Jika tidak, aku akan memukulmu setiap kita bertemu." Sebelum pergi, Tomi mengancam Midas dengan kata-kata kasar.Setelah mengambil pesanan Brian, Midas segera kembali. Tentu saja dia terlambat dan mendapatkan kemarahan Brian.PLAK!"Dari mana saja kamu?" Brian merebut pesanannya dari tangan Midas. "Enyahlah dari hadapanku. Jika tidak, aku akan menghajarmu!"Midas bergegas pergi dari sana. Dia masuk ke dalam kamarnya dan membuang apa pun yang berada di hadapannya.Dia tidak memikirkan kemarahan Brian. Namun, kedatangan Clara benar-benar membuatnya terkejut."Apa yang mereka inginkan sebenarnya?" gumam Midas sambil memandang kartu hitam yang mungkin berisi ratusan milyar. Sebuah kartu yang dulu sering digunakan ayahnya.Dia teringat tentang semua penderitaannya selama ini. Masa itu dilalui dengan penuh penghinaan dan kemiskinan. Apalagi dia dituduh membunuh ayahnya sendiri."Ayah, bagaimana bisa aku mengalami ini?" gumamnya lalu menutup wajah dengan bantal.Tanpa sadar, pagi menjelang. Teriakan pelayan membuatnya terbangun. Midas bergegas keluar kamar."Ada apa, Ardi?""Ibuku mendadak pingsan. Brian sangat mabuk. Kita akan membawanya ke rumah sakit."Midas segera membantu Ardi. Dia menggendong Lupes dan memasukkannya ke dalam mobil. Midas duduk di belakang dan diam-diam memeriksa denyut nadi wanita itu.Sudah sangat lama Lupes menderita penyakit jantung dan memasang empat ring untuk mencegah penyakit itu kambuh. Midas khawatir Lupes memakan sesuatu yang membuatnya seperti itu.Sampai di rumah sakit, Midas mendampingi Lupes bersama Ardi menuju ruang dokter. Namun, hari terlalu pagi. Hanya ada dokter jaga."Ini rumah sakit terbaik. Kenapa dokter spesialis tidak ada!" teriak Ardi penuh amarah."Tuan, tenanglah. Saya sudah menghubungi Dokter terbaik kami. Dia sedang dalam perjalanan." Balas dokter jaga dengan gemetar. Dia tahu Lupes adalah wanita terpandang."Argh, aku bisa gila!" teriak Ardi sambil menatap ibunya yang kini bernapas menggunakan alat bantuan."Saya sudah datang. Kita harus mengoperasinya segera."Dokter lelaki memakai baju kebesaran dokter dan masker di wajahnya, lalu memakai penutup rambut lewat terburu-buru. Semua dokter jaga dan beberapa suster sempat terkejut. Namun, mereka mengikuti dokter itu untuk menjalankan operasi.Ardi semakin tidak mengerti. Beberapa menit lalu dokter itu baru saja dihubungi. Tapi kenapa langsung datang? Dia mengabaikan perasaannya dan menunggu cemas. Hingga satu jam lamanya, dokter itu keluar dan menundukkan kepala kepadanya."Operasi berhasil. Ibu Anda akan selamat," ucapnya lalu pergi begitu saja."Dokter, aku--"Ardi menghela nafas pelan. Pandangannya teralihkan saat suster mendekatinya. "Tuan, syukurlah dokter datang tepat waktu. Nyonya sangat baik. Dokter dengan hebat melakukan operasi. Dokter kami memang yang terbaik. Anda tidak perlu khawatir."Ardi menarik napas lega. Dia sangat bersyukur sekali, walaupun memang terlihat sangat aneh."Siapkan operasi. Maaf aku terlambat. Tadi jalanan macet."Beberapa suster melotot tajam, dengan mulut terbuka lebar. Seorang dokter baru saja datang, berdiri di hadapan mereka. Mereka tidak menyangka hal ini akan terjadi. Ardi menunjuk kaku wajah dokter itu. Tangannya gemetar. Siapa yang tadi baru saja mengoperasi Ibunya, kalau dokter ini hendak mengoperasi Ibunya sekarang?"Ada apa ini?" Dokter itu menatap sambil mengernyit. "Kenapa kalian?" tanyanya lagi sambil menunjuk dua suster yang masih tak bisa berkata-kata.Ardi menggelengkan kepala untuk memusatkan pikirannya kembali. Dia sendiri juga kebingungan. Namun, yang terpenting ibunya selamat."Dokter. Ya, kamu dokter yang barusan dihubungi?" tanya Ardi. Dokter itu menganggukkan kepala dan masih tidak mengerti."Maafkan saya, Dokter," ucap salah satu suster. "Tadi Dokter datang dan kami melakukan operasi. Tapi, kenapa dokter mengatakan baru datang?""Hei, aku memang baru datang. Bagaimana mungkin aku bisa datang setelah kau menghubungiku? Rumahku lumayan jauh. Cepat katakan. Ada apa ini?""Ya, seperti yang dia katakan," sela Ardi. Dia mendekati dokter itu yang masih kebingungan. "Anda datang dan melakukan operasi."Dokter itu terdiam kaku. Dia tidak bisa menerima ini."Dokter gadungan sudah menggantikan aku. Dia tak mungkin melarikan diri bukan?" Dokter itu meninggalkan Ardi bersama dua suster yang mas
Mita semakin mengamati Midas. Lelaki itu terlihat sangat pucat saat Clara masuk dengan tubuh dipenuhi darah di atas brankar dorong.'Clara, apa yang kau lakukan?'Midas memegang kepalanya. Sangat panik. Dia mengikuti para dokter dan suster masuk ke dalam ruang operasi. Tentu saja dia tidak akan pernah masuk ke dalam, karena suster menahannya. Midas hanya bisa menunggu di luar dan bersembunyi."Kenapa kau?" tanya Mita mengejutkan Midas.Mulut Midas masih tertutup rapat. Dia tidak akan pernah mengatakan apa pun. Walaupun Mita semakin menatap tajam dan mendekatinya."Apa kau mengenal Clara?" tanyanya kembali dengan kedua alis mengerut dalam. Midas masih saja bergeming kaku. "Sudah jelas kau menyebutkan namanya dengan keras.""Aku harus pulang. Aku tidak mengenal Clara," balas Midas menunduk. Dia bergegas untuk pergi dari sana. Langkah itu terhenti karena Mita menahan lengannya."Ke mana kau selama ini, Midas? Kau meninggalkanku begitu saja hampir 10 tahun. Lalu, kau kembali sebagai narap
Midas menarik lengan Ardi dan menggelengkan kepala. Dia tidak mau mencari masalah dengan Brian."Hahaha. Baiklah, jika dia bisa mengalahkan Tomi, aku akan menjadi pelayan seumur hidupnya," balas Brian sambil tertawa dan berkacak pinggang."Ah, aku tidak sabar melihatnya." Ardi kembali menepuk pundak kanan kakaknya. Lalu mengajak Midas pergi dari sana.Midas segera mengikuti Ardi dan masuk ke dalam mobil. Melihat perlakuan Brian, akhirnya Midas memantapkan hatinya untuk kembali.Semalaman, Midas semakin tidak tenang. Waktu sangat dekat, dan dia harus mengungkap identitasnya. Apalagi dia akan bekerja dengan Mita. Wanita yang dia tinggalkan begitu saja."Mita, maafkan aku," gumamnya dan terlelap.Pagi mendadak datang. Midas mendadak terbangun. Dia mendengar ketukan pintu. Dengan cepat dia membukanya."Bangun pemalas!" Tamparan kembali dia dapatkan dari Brian. "Apa kau lupa aku berulang tahun hari ini? Ah, kenapa aku berbicara dengan lelaki bodoh seperti dirimu. Cepat bantu semua pelayan
Seperti biasanya, pesta berakhir dengan sangat berantakan. Brian mendadak terbangun dari kursi sofa. Dia berjalan sempoyongan ketika tanpa sadar hari sudah memasuki pagi hari. Dia terbangun karena ponselnya berdering."Halo."(Apa kau sudah gila? Jam berapa ini? Apa kau lupa kalau hari ini ada dokter dari lulusan universitas terbaik negara J akan datang? Dokter yang sudah menyelamatkan anak gadis kepala pemerintahan. Cepat datang!)Brian tak percaya dirinya akan sangat berantakan. Teriakan Tomi membuatnya tersadar."Midas!" teriaknya keras. "Akan aku bunuh dia! Midas!" Brian kembali terjatuh di atas sofa. Tubuhnya masih lemas akibat alkohol."Dia sudah pergi," ucap Ardi mengejutkannya."Apa maksudmu?" Brian berusaha membuka kedua matanya."Dia sudah pergi dan memang itu yang harus dia lakukan. Dari pada di sini mendapatkan kemarahanmu. Hmm, sebaiknya kau cepat pergi ke rumah sakit. Apa kau tidak mau tahu siapa dokter hebat itu?"Ardi tersenyum melihat Brian sangat panik dan berlari ke
PLAK!!Tamparan keras melayang dari tangan kanan Alma ke pipi Midas. Spontan semua orang terkejut dan melotot tajam melihat itu.Midas, lelaki paling pintar dan selalu mendapatkan pujian dari semua guru ketika bersekolah. Ayahnya bernama Leonidas. Dokter sangat terkenal, mendapatkan julukan sang Legenda. Ibu Midas kala itu meninggal karena sakit saat melahirkan Midas. Leonidas membesarkan Midas seorang diri.Midas mewarisi kepintaran ayahnya. Membuat dia sangat populer di sekolah. Mita yang saat itu gadis tercantik dan terpintar membuatnya terpana. Mereka menjalin kasih dan membuat iri semua siswa. Namun, ketika Midas lulus SMA, dia mendadak menuju ke negara J karena perintah ayahnya.Kepergian Midas membuat Mita sangat frustasi. Perusahaan ayah Mita yang akan mengalami kebangkrutan, membuat Mita harus mau dijodohkan dengan Tomi. Keluarga Tomi sangat kaya. Ayahnya Wakil Kepala rumah sakit di Hospital International dan memiliki beberapa restaurant terkenal di kota.Rumah sakit Hospital,
Seorang wanita tersenyum ke arahnya. Menghentikan pembicaraan serius yang sebelumnya dia lakukan dengan Alma.Dengan sangat seksi, wanita itu berjalan ke arah Midas yang masih bergeming kaku dengan keringat dingin.‘Dia yang berada di sana saat aku melihat ayahku mati. Aku tidak salah lihat. Dia adalah wanita itu.’ Midas mengepalkan kedua tangannya. Senyuman sinis ketika wanita itu menatapnya sebelum dia pingsan delapan tahun lalu, selalu membayangi pikirannya. Clara memang benar. Kembali ke rumah sakit itu dan akan menemukan jawabannya. ‘Aku … tidak akan pernah melepaskannya. Tidak akan pernah!’“Dokter terbaik di Negara J. Lulusan terbaik dan berhasil menyembuhkan penyakit langka. Hmm satu lagi–,” ucapnya terhenti sejenak. Kedua mata hitam berlensa abu wanita itu semakin menatap tajam Midas. “Anak Dokter Leonidas yang sangat hebat. Sayangnya … sang legenda sudah mati,” imbuhnya sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.Midas masih menatapnya tajam. Tubuhnya bergetar. Seketik
Midas tersenyum sambil berjalan mendekati pasien yang sudah terbaring dalam keadaan tertidur. “Apa kau yang menangani pasien ini, Mita?” tanya Midas lalu meletakkan koper hitam berisi semua alat penting untuk membedah pasien yang sudah dia rawat dan steril. Semua alat warisan Leonidas yang selalu dia simpan. Awalnya Midas menganggap semua alat itu hilang ketika dia berada di penjara. Tapi, saat dia keluar dari rumah Brian dan sampai di apartemen mewah yang sudah disiapkan Clara, dia sangat senang melihat koper itu sudah berada di atas meja dalam keadaan sangat baik. Ternyata Clara merawatnya selama ini.Saat itu para pengawal utusan Clara menjemput Midas ketika dia berhasil keluar dari rumah Brian diam-diam. Mereka membawa Midas menuju tempat tinggalnya yang baru. Apartemen kelas atas sangat eksklusif yang berada di lantai paling atas. Di sana, Midas merenung sepanjang malam untuk menunggu hari esok. Hari sangat penting dalam hidupnya untuk memulai pembalasan dendam dan asal mula kej
Satu hal yang bisa dilakukan Midas saat ini hanya bersabar dengan semua keadaan di hadapannya, walaupun itu sangat mengejutkannya.“Dokter …,” ucap Midas sambil membaca nama Dokter Tamrin di name tag yang berada di kemeja putih ayah Tomi sebelah kanan. “Oh, aku ingat. Dulu kau adik kelas ayahku. Dan kau pernah ke rumahku untuk meminta bantuan bukan? Ah … aku saat itu masih kecil.” Midas masih saja menunjukkan sikap tenang. Senyuman tak pernah lepas dari wajahnya. “Aku tahu kau pengagum ayahku. Bagaimana mungkin kau melempar nama ayahku ke sembarang tempat bukan? Hahahaha. Kau pintar sekali bercanda.”“Midas!” teriak Tomi. Dia menunjuk Midas dengan amarah. “Dia adalah wakil kepala di rumah sakit ini. Dia yang berkuasa di sini dan kita hanya bisa patuh dengannya. Jaga kesopananmu,” lanjutnya dengan suara lantang.“Baiklah Tuan Tamrin. Apa yang bisa aku lakukan? Ayahku saja kau lempar keluar. Apalagi aku? Hmm, aku minta maaf,” balas Midas masih saja tersenyum sambil menyodorkan telapak