Matari sudah tak tahan lagi. Akhirnya sore itu dia menelepon Choki di rumahnya.
“Langsung nelepon aja setelah gue kasih nomer? Ada apa sih?” tanya Choki.
Suaranya tampak lebih segar dibanding tadi siang. Sepertinya keadaan Choki sudah lebih baik.
“Udah baikan?” tanya Matari.
“Udah. Sampe rumah langsung baikan. Emang gue nggak cocok di sekolah kayanya, hahahaha.”
“Dasar. Tapi seenggaknya lo nggak pernah bolos.”
“Ya terus? Nilai kan dilihat banget, Ri. Gue mah langganan nilai 0. Kok jadi ngomongin gue sih? Lo sendiri, ada apa nelepon gue?”
“Gue mau ngomongin soal Arai.”
“Oh iya, bentar lagi dia kan ulangtahun.”
“Eh, iya? Masa sih?”
“Lo nggak tahu? Di kartu pelajar ada kali.”
“Ya mana gue pernah lihat kartu pelajarnya. Emang iya ya?”
“Iya, Ri, minggu depan, tanggal 8 Maret.&rdquo
Matari memperhatikan gantungan kunci di tasnya. Dulu Arai memberinya gantungan kunci ini saat dia ulangtahun. Sebagai gantinya, dia sebenarnya ingin memberikan sesuatu untuk Arai. Setelah mencari-cari ide, dia akhirnya membeli jaket di distro langganan Praja. Saat itu distro sedang booming, merk demi merk ada di mana-mana menawarkan berbagai macam harga. Salah satu distro langganan Praja ada di daerah Tebet. Dengan ditemani Praja, akhirnya Matari membeli sebuah jaket untuk Arai. Jaket itu diklaim tahan angin dan air, sehingga cocok saat dipakai mengendarai motor. Sepulangnya dari sana, Matari membungkus kado dengan rapi. Tak peduli dengan ledekan Sandra, dia akhirnya menyelesaikan acara bungkus kado itu dengan cepat. Saat ini dia dan Arai memang sedang perang dingin gara-gara kejadian SMS tak berbalas kemarin. Matari cuma bisa berharap, dengan dia memberikan kado ini untuk Arai, hubungan mereka bisa menjadi lebih baik. Namun, harapannya sirna
Lambaian tangan Praja samar terlihat di kejauhan meski cowok itu sudah berlalu pergi menuju arah keluar gang. Praja masih terlihat khawatir meninggalkan Matari di sebuah tukang bakso mangkal. Meskipun tukang bakso itu tak terlalu sepi. Ada saja satu dua pelanggan bergantian datang.Praja sampai membeli 2 bungkus bakso sebagai upah agar abang bakso itu mau menerima Matari sementara. Agar gadis itu bisa menunggu dan mempersiapkan mentalnya sebelum menemui Arai.Setelah beberapa menit mempersiapkan diri, Matari akhirnya menelepon Arai. Namun seperti yang bisa ditebaknya, Arai sama sekali tak mengangkat teleponnya.HP-nya bergetar, dia pikir itu Arai meneleponnya balik. Namun, ternyata itu adalah Hafis.“Udah?” tanya Hafis.“Belum juga mulai, Fis. Praja baru aja balik ke rumah, katanya mau ganti seragam dulu sekalian nungguin gue kelar,” sahut Matari.“Oh, kirain udah. Ya udah siap-siap aja. Semoga lancar aja ya,&rd
“BRAK!”Matari membuka pintu di hadapannya dengan kasar. Betapa terkejutnya dia saat firasatnya benar. Arai ada di sana. Dia tak sendiri. Bahkan Choki tampak teler dan tiduran di sebelahnya dengan posisi lemas tak berdaya. Matari sendiri tak yakin, Arai masih sepenuhnya sadar. Mata itu, tatapan mata itu menatapnya dengan enggan, tak seperti dulu.“ARAI! KAMU NGAPAIN?” seru Matari.“Cewe lo nggak asik banget, Rai!” seru Anton dari luar kamar, meskipun menjadi satu-satunya yang sepenuhnya sadar, Matari tak pernah mengharapkan kehadirannya.Arai berdiri menatap Matari. Diambilnya tas ransel bututnya dengan sempoyongan.“Kamu ngapain di sini? Ayok gue anter pulang!” kata Arai sambil menggandeng tangan Matari keluar dari kamar itu.Matari menghempaskan tangan Arai.“Kamu pikir bisa nganterin aku dengan kondisi kamu yang kaya gitu?” tanya Matari.“Bisa kok, ayok! Mbo,
Matari sedang mendengarkan musik saat sebuah SMS masuk ke HP-nya. Nama Arai ada di kotak inbox. Dia merasa senang, akhirnya Arai yang menghubunginya duluan, setelah sekian lama mereka saling diam satu sama lain. Kejadian di rumah Rambo tampaknya membuat Arai meradang.Matari pun enggan menyapa duluan jika Arai masih seperti itu. Bahkan, kado Arai pun sama sekali tak sempat diberikannya. Sesaat setelah Matari turun dari motor saat itu, Arai langsung melesat pergi lagi tanpa berkata apapun.Ini sudah menginjak pertengahan bulan ke lima mereka berpacaran. Hampir 2 minggu Matari bersitegang dengan Arai. Keduanya sama-sama tak mau mengalah. Namun, karena kali ini Arai bahkan mau memulai duluan, Matari cuma bisa berharap, dia akan melewatinya dengan lebih baik.Sayangnya, isi SMS itu bertolak belakang dengan harapannya.Arai: “Ri, sorry selama ini selalu nyakitin kamu. Kayanya kita lebih baik temenan biasa aja deh.”
Sandra memberi isyarat pada Matari agar memperlihatkan wajah biasa saja, agar dia tidak ikutan dimarahi. Apalagi saat itu, Tante Dina dan Eyang Putri sedang kembali cekcok masalah lauk pauk. Biasalah, Eyang Putri tidak cocok dengan lauk malam itu. Dia ingin ayam goreng, sedangkan Tante Dina hanya membeli capcay seafood dan Fuyung Hai.Perdebatan berakhir saat Mbok Kalis muncul membawakan ayam goreng sisa kemarin siang yang digoreng ulang. Merasa tersinggung karena perdebatan sebelumnya, Eyang Putri tak mau makan semeja dan malah pergi ke teras belakang dan meminta Mbok Kalis untuk menemani sampai selesai.Akhir-akhir ini Sandra memang menyadari, bahwa sikap Eyang Putri kembali seperti anak kecil. Gampang marah, merengek, hingga suka pilih-pilih makanan. Apalagi sifat pelupanya semakin parah. Tante Dina, mamanya, sudah berkali-kali konsultasi dengan saudara-saudara iparnya untuk membawa Eyang Putri ke dokter.Namun, seakan-akan mereka kompak denial, term
Putusnya Arai dan Matari menyebar secepat kilat. Sekarang, hampir seluruh anak sekolah mereka sudah tahu. Terutama kelas Matari. Banyak yang mendadak bersikap simpati. Meskipun Matari tak peduli, apakah mereka benar-benar tulus atau tidak.“Gue ada game baru, mau nyoba instal nggak? Gue denger dari Sandra, PC di rumah lo baru?” celetuk Praja sambil memberikan USB Flash Disk pada Matari. “Gamenya gede, jadi kayanya sih nggak muat pake disket. Ada port USB-nya kan? Kalo nggak ada, besok gue pinjemin kabel port-nya.”Tahun itu, port USB masih jarang terhubung langsung di PC. Size USB Flash Disk terbesar saja hanya 32 GB.“Nggak ada kayanya, Ja,” sahut Matari. “Game apa sih?”“Macem-macem, cek aja, yang cocok sama lo. Yang lagi happening sih World of Warcraft. Ada The Sims juga tuh. Biasanya cewek-cewek suka main The Sims,” kata Praja. “Yang
Pensi sekolah tahun 2004 tiba dengan cepat. Kegiatan itu diadakan dua hari. Jumat setelah jam 1 siang hingga pukul 5 sore. Berlanjut di hari Sabtu dari pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore.Semua siswa wajib memakai bawahan seragam, meskipun atasnya bebas. Boleh kaus, kemeja atau apapun yang nyaman. Bagi pengunjung umum, diwajibkan membeli tiket agar bisa masuk. Tanpa tiket, tentu saja tak boleh masuk.Beberapa petugas keamanan sekaligus kepolisian berjaga di beberapa sudut. Bisa dilihat sekilas, banyak sekali jumlahnya. Apalagi sejak desas-desus peredaran narkoba yang semakin massif di sana-sini khususnya kalangan pelajar DKI.Sekolah Matari pun terkena imbasnya. Hampir seminggu sekali selalu diadakan Razia dadakan oleh pihak sekolah. Rokok, komik hingga obat-obatan mencurigakan beberapa kali ditemukan. Namun, berita itu cepat menguap entah bagaimana. Siapa yang tertangkap siapa hanya menjadi kasak-kusuk di sana-sini.Meskipun dia masih sakit hati pada Arai,
Sebelum liburan Ujian Nasional yang diadakan khusus agar siswa-siswi kelas 3 bisa tenang melaksanakan ujian, seluruh siswa-siswi kelas 1 mendapatkan jatah konseling perkelompok. Kenapa berkelompok, bukannya sendiri-sendiri? Karena jumlah murid yang banyak dan mereka semua harus dibagi ber-5 hingga 6 orang untuk konseling bersama-sama.Setiap kelompok mendapat jatah 1 jam. Dalam satu hari bisa ada 8 hingga 10 kelompok yang dipanggil. Hari ini, giliran Matari dipanggil bersama teman-teman satu kelompoknya yang diurutkan berdasarkan tempat duduk.Dia merasa beruntung, karena itu artinya satu kelompoknya akan berisi teman-teman dekatnya sendiri yaitu Praja, Hafis, Beno, Ayla dan tentu saja Dinda. Konseling jadi terasa lebih privat.“Halo, mungkin udah banyak yang kenal. Nama saya Bu Dian, guru BK kelas 1 yang akan memimpin sesi konseling kali ini. Saya absen dulu ya. Adinda Kartasasmita Handoyo? Oh, Dinda, si Ketua Kelas 1-3 ya? Ayla Adriana Santoso? Oke, ada.